Anda di halaman 1dari 12

HARTA dan JABATAN

DALAM PERSPEKTIF
ISLAM

H. Ahmad Farhan, SS., M.S.I


PENGANTAR
• Adalah fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara lahiriyah
maupun batiniah. Hal ini mendorong manusia untuk senantiasa berupaya
memperoleh segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan
lahiriyah identik dengan terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs) berupa
sandang, pangan dan papan.

• Tapi manusia tidak berhenti sampai disitu, bahkan cenderung terus berkembang
kebutuhan-kebutuhan lain yang ingin dipenuhi. Segala kebutuhan itu seolah-olah
bisa terselesaikan dengan dikumpulkannya Harta sebanyak-banyaknya.

• Istilah harta, atau al-mal dalam al-Qur’an maupun Sunnah tidak dibatasi dalam


ruang lingkup makna tertentu, sehingga pengertian al-Mal sangat luas dan selalu
berkembang. Kriteria harta menurut para ahli fiqh terdiri atas : pertama,memiliki
unsur nilai ekonomis.Kedua, unsur manfaat atau jasa yang diperoleh dari suatu
barang.
PENGERTIAN HARTA

Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal, yang menurut bahasa berarati condong,
cenderung, atau miring.  Al-mal juga diartikan sebagai segala sesuatu yang
menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi, maupun
manfaat.

Harta merupakan salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan
didunia ini. Selain itu, harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai
cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi kesenangan, dan sarana untuk menghimpun
bekal bagi kehidupan akhirat.

Fungsi harta adalah untuk menopang kehidupan manusia karena tanpa harta
kehidupan manusia tidak akan tegak.

Menurut bahasa, jabatan artinya  sesuatu yang dipegang, sesuatu tugas yang


diemban. Semua orang yang punya tugas tertentu, kedukan tertentu  atau terhormat
dalam setiap lembaga atau institusi lazim disebut orang yang punya jabatan.

• 
Pandangan Islam mengenai harta:

Pertama, Pemiliki Mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di


muka bumi ini adalah Allah swt. Kepemilikan oleh manusia
bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola
dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya (QS al_Hadiid:
7).

Dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah bersabda:

•‘‘Seseorang pada Hari Akhir nanti pasti akan ditanya tentang


empat hal: usianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa
dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan untuk apa
dipergunakan, serta ilmunya untuk apa dipergunakan’’

• 
Kedua, status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut :

Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang
amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada.

Harta sebagai perhiasan dunia

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia ..” .


(Q.S. Al-Kahfi:46)

Harta sebagai cobaan

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di


sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS.At-Taghabun:15)
Harta sebagai perhiasan hidup

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang


diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga).” (QS.Ali-Imron:14)

Harta sebagai bekal ibadah

“dan infaqkanlah sebagian apa yang Allah telah memberi rezeki kepadamu
sebelum maut mendatangimu” (QS. Al- Munafiqun:10)
HARTA DAN JABATAN SEBAGAI AMANAH DAN KARUNIA ALLAH   

Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menggambarkan tentang jabatan, baik yang
menunjukkan kebaikan seperti ayat-ayat tentang Nabi Yusuf maupun yang
menunjukkan keburukan seperti ayat-ayat tentang Fir’aun, Qarun dan sebagainya.
Dalam surat Al-Haqqah Allah SWT menyatakan bahwa pejabat  yang tidak beriman itu
di akhirat kelak akan mengatakan bahwa lepas sudah jabatannya (yang sewaktu di
dunia ia miliki).

Hakikat harta dan dan jabatan adalah merupakan amanah dan karunia Allah. Disebut
sebagai amanah Allah karena harta dan jabatan tersebut didapat bukan semata-mata
karena kehebatan seseorang, tetapi karena berkah dan karunia dari Allah,
juga  sejatinya bukan dimaksud untuk kesenangan pribadi pemiliknya, tetapi juga
buat kemaslahatan orang lain. Karena harta dan jabatan adalah amanah, maka harus
dijaga dan dijalankan atau dipelihara dan dilaksanakan dengan benar, sebab satu saat
akan dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah SWT.
KEWAJIBAN MENCARI NAFKAH (HARTA)
Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (‘amal) ataua mata
pencaharian (Ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturanNya. (al-
Baqarah:267)
‘’Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang bekerja. Barangsiapa yang
bekerja keras mencari nafkah yang halal untk keluarganya maka sama dengan
mujahid di jalan Allah’’ (HR Ahmad).

‘’Mencari rezki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain’’(HR
Thabrani)

‘’jika telah melakukan sholat subuh janganlah kalian tidur, maka kalian tidak
akan sempat mencari rezki’’ (HR Thabrani).

Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah kamu di muka


bumi dan carilah karunia Allah...(Al-Jumuah:10)

..dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-nya. Sesungguhnya Allah


Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. An-Nisa: 32
KEWAJIBAN MENCARI NAFKAH (HARTA)

Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dkehendaki-Nya,


dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al- Jumu’ah: 4)

Dilarang mencari harta , berusaha atau bekerja yang melupakan mati (at-
Takatsur:1-2), melupakan Zikrullah/mengingat ALLAH (al-Munafiqun: 9),
melupakan sholat dan zakat (an-Nuur: 37), dan memusatkan kekayaan
hanya pada sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr: 7)

Dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (al-
Baqarah: 273-281), perjudian, jual beli barang yang haram (al-maidah :90-91),
mencuri merampok (al-Maidah :38), curang dalam takaran dan timbangan
(al-Muthaffifin: 1-6), melalui cara-cara yang batil dan merugikan (al-
Baqarah:188), dan melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad).
SIKAP TERHADAP HARTA DAN JABATAN

Disebabkan harta dan jabatan itu adalah merupakan Amanah


dari allah SWT, maka kita harus bersikap hati-hati terhadapnya.

Bila terhadap harta kita wajib berupaya dan berusaha


mencarinya karena harta merupakan kebutuhan kita sebagai
bahagian dari modal hidup, namun bukan demikian halnya
tentang jabatan. Jabatan itu merupakan amanah, oleh karena
itu kita tidak harus ambisus untuk memperolehnya.

Allah menyuruh menikmati hasil usaha bagi kepentingan hidup


didunia. Namun, dalam memanfaatkan hasil usaha itu ada
beberapa hal yang dilarang untuk dilakukan oleh setiap muslim :
SIKAP TERHADAP HARTA DAN JABATAN

• Israf, yaitu berlebih-lebihan dalam memanfaatkan harta meskipun untuk


kepentingan hidup sendiri.

Makan dan minumlah tetapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak


senang kepada orang yang berlebih-lebihan. (Q.S.Al-A’raf:31)

• Tabdzir (boros), dalam arti menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak
diperlukan dan menghambur-hamburkan untuk sesuatu yang tidak
bermanfaat.

Janganlah kmau menghambur-hamburkan hartamu secara boros.


Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan
setan itu adalah sangat kafir (ingkar) terhadap Tuhannya. (Q.S.Al-Isra’:26 &27)
PENDAYAGUNAAN HARTA DAN JABATAN

•..dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum
datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku,
mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang
menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku Termasuk orang-orang yang saleh? (QS.
Al-Munafiqun: 10)

Apabila harta telah dibelanjakan di jalan Allah, maka kebaikan/pahalanya akan


mengalir terus sehingga dapat dikatakan sebagai aset yang permanen, terutamabila
yang dibelanjakanitubertahan lama zatnya atau yang disebut sebagai wakaf, ini
sesuai dengan sabda NabiSAW yang berbunyi:

Dari Abu Hurairahra berkata ,Nabi saw bersabda : Apabila manusia telah meninggal
dunia maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali dari 3 hal, yaitu: Ilmu yang
dimanfaatkan, sodakoh yang mengalir untuknya atau anak soleh yang mendoakan
untuk kebaikannya. HR Ad-Darimi dan tirmidzi.   (SunanDarimi 1/462 dan sunan tirmidzi
3/53..Sanadnya sohih.)

Anda mungkin juga menyukai