Memahami bunyi pasal 2 ayat 1, 2, dan 3 UUD NRI 1945 dengan mengetahui arti atau makna
dari masing-masing ayat
Pasal 2 di sini membahas tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR
RI).
MPR RI merupakan salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Bunyi pasal 2 ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI)
memiliki isi atau makna penjelasan mengenai “Bab II: Majelis Permusyawaratan Rakyat“.
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota
Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan
undang-undang. ****)
Susunan keanggotaan MPR yang di dalamnya terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dimaksudkan untuk meningkatkan legitimasi
MPR.
Dengan demikian, MPR terdiri atas DPR dan DPD, yang semuanya itu dipilih oleh rakyat
melalui kegiatan pemilihan umum (pemilu).
Berdasar ketentuan tersebut juga jelas, bahwa MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD, bukan
lembaga DPR dan DPD.
Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota
negara.
Jumlah sidang yang dilakukan oleh MPR paling sedikit adalah sekali dalam 5 tahun.
Jadi, apabila dalam 5 tahun masa jabatan tersebut, tentu boleh melakukan sidang lebih dari
sekali, dengan cara mengadakan persidangan istimewa.
Sidang Istimewa MPR adalah sidang yang diselenggarakan oleh MPR atas permintaan dari DPR
atau Sidang Tahunan Majelis, dalam rangka meminta dan menilai pertanggungjawaban Presiden
atas pelaksanaan putusan Majelis.
Sidang Istimewa MPR biasanya diselenggarakan apabila Presiden dianggap melanggar Undang-
Undang Dasar 1945 dan menyimpang dari Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang
selanjutnya pertanggungjawaban tersebut dilakukan dalam Sidang Istimewa.
Biasanya, Sidang Istimewa mengarah kepada upaya pemakzulan (proses penjatuhan dakwaan
oleh sebuah badan legislatif secara resmi, terhadap seorang pejabat tinggi negara).
Sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Anggota MPR, guna memutus usul dari DPR dalam
memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden.
Sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR, guna mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar (UUD).
Sekurang-kurangnya 50% + 1 dari jumlah Anggota MPR sidang-sidang lainnya.
Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.
Sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir, guna memutus usul dari
DPR dalam memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden.
Sekurang-kurangnya 50% + 1 dari seluruh jumlah Anggota MPR, guna memutus
perkara-perkara yang lainnya.
Sebelum dilakukan pengambilan putusan dengan suara terbanyak, terlebih dahulu
dilakukan upaya pengambilan putusan secara musyawarah, sehingga mampu mencapai
hasil mufakat.