Seminar Kasus KMB I Fix
Seminar Kasus KMB I Fix
D DENGAN CHRONIC
Kelompok Aries
Mata Kuliah :
Keperawatan Medikal Bedah 1
Penyakit CKD terbagi menjadi beberapa stadium. Tiap stadiumnya juga akan
memunculkan tanda dan gejala yang berbeda. Pada stadium paling dini belum
muncul gejala klinis yang serius, hanya terjadi kehilangan daya cadang ginjal
(renal reserve) yaitu keadaan dimana basal Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) masih
normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan, tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Kemudian
pada LFG sebesar 30%, mulai timbul keluhan antara lain penderita merasakan
keletihan.
Selanjutnya pada LFG di bawah 30% akan timbul tanda dan gejala uremia yang
nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor
dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Selain itu pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran cerna,
maupun infeksi saluran nafas (Suwitra dalam Sudoyo, 2013). Sampai pada
penurunan LFG di bawah 15% yang disebut CKD stadium akhir atau end stage
renal disease (ESRD) dimana pada stadium ini sekitar 90% masa nefron telah
hancur, atau hanya tinggal 200.000 nefron yang masih utuh. Ginjal sudah tidak
mampu lagi mengkompensasi fungsi-fungsi yang seharusnya di emban oleh ginjal.
Hemodialisa adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat
beracun lainnya dengan mengalirkan darah lewat alat dialyzer yang berisi
membran selektif-permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat dimana
terjadi proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Pada penderita CKD tahap akhir
harus dilakukan hemodialisis secara rutin agar tidak terjadi komplikasi lebih
lanjut. Efek dari dilakukannya hemodialisa adalah resiko infeksi.
Beberapa komplikasi yang muncul pada pasien CKD yang menjalani hemodialisa
diantaranya hipotensi yang dapat terjadi selama terapi hemodialisis saat cairan
dikeluarkan, emboli udara yang terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler
pasien, nyeri dada yang terjadi karena PCO2 menurun bersama terjadinya
sirkulasi darah diluar tubuh, kram otot terjadi ketika cairan dan elektrolit
meninggalkan ruang ekstrasel, pruritis atau gatal-gatal yang menyebabkan adanya
gangguan intergritas kulit
Sisa metobolisme dalam tubuh yang tidak dapat dikeluarkan oleh tubuh akan
menyebar ke darah dan masuk kedalam gastrointestinal menyebabkan pasien
mengalami mual dan muntah dan terjadi defisit nutrisi
5. Mapping Kasus
Insulin tidak digunakan dengan efektif oleh tubuh Tertekannya pembuluh darah
kecil pada ginjal
Terapi
Kadar glukosa merusak sistem penyaring ginjal 1. IV FD Nacl
2. Lasik 3x1
3. Omeprazole 1x1
Rusaknya jaringan nefron 4. Astol 3x1
5. Ceftri 1x1
6. Candecetan 1x3
7. PCT 3x1
CKD
Hipoventilasi
Penumpukan cairan dan
Defisiensi natrium
garam yang tidak tersaring
oleh ginjal Pola nafas tidak efektif
Pemasangan IVFD NaCl
Hypervolemia
Edema ditempat pemasangan
IVFD (pergelangan tangan)
Nyeri akut
SIKI SIKI
Manajemen hipervolemia
SIKI
O: Manajamen jalan napas
Manajemen Nyeri
Periksa tanda dan gejala O:
hipervolemia (mis. Ortopnea, Monitor pola napas
O:
dispnea, JVP/CVP meningkat, Monitor bunyi napas
reflex hepatojugular psositif, - Lakukan identifikasi lokasi, Monitor sputum
suara napas tambahan) karakteristik, durasi, frekuensi, T:
Identifikasi penyebab kualitas, intensitas nyeri. Petahankan kepatenan jalan napas
hipervolemia
- Lakukan identifikasi skala nyeri Posisikan semi fowler atau fowler
Monitor status hemodinamik
(mis. Frekuensi jantung, tekanan Berikan minum air hangat
darah, MAP, CVP, PAP, POMP, T: Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
CO, CI) jika tersedia Lakukan penghisapan lendir <15 detik
Monitor intake dan output cairan - Berikan teknik non farmakologis Berikan oksigen, jika perlu
Monitor tanda hemokonstrasi E:
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. Kadar natrium, BUN, Ajarkan teknik batuk efektif
hematokrit, berat jenis urin) K:
Monitor kecepatan infuse secara E:
Kolaborasi pemberian bronkoldilator
ketat
T: - Ajarkan tehnik nonfarmakologi (PPNI, 2018, hlm 187)
Timbang berat badan setiap hari
pada waktu yang sama K:
Batasi asupan cairan dan garam
E: - Kolaborasi pemberian analgetik, Ket :
Anjurkan melapor jika BB
bertambah >1kg dalam sehari
jika perlu.
: Intervensi Keperawatan
Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran : Terapi
cairan
K:
Kolaborasi pemberian diuretic
: Penyakit
Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat diuretic : Masalah Keperawatan
Kolaborasi pemberian
continuous renal replacement : Tanda dan Gejala
therapy (CRRT), jika perlu
(PPNI,2018, hlm 181) : Proses Terjadi
6. Evidence based
a. Judul jurnal, a review the scale of dyspnea in acute heart failure syndrome
b. diagnosA nyeri
Pengaruh pemberian guided imagery terhadap skala nyeri pada pasien apendisitis di RSUD
Sawerigading Kota Palopo Tahun 2017. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh pemberian guided imagery terhadap penurunan skala nyeri di RSUD Sawerigading
Kota Palopo.
7. Manifestasi
Tanda dan gejala menurut Wijaya dan Yessie (2013, hlm 223) sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada akibat perikarditis, dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental atau riak dan suara
krekles
c. Gangguan gaststrointestinal
Anoreksia, nausea dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dan usus, perdarahan pada gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut serta
nafas bau amonia.
d. Ganggguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia serta kekuningan akibat dari penimbunan,
kulit gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
e. Gangguan muskuloskeletal
Rasa kesemutan dan terbakar terutama telapak kaki (burning feet syndrome),
pegal pada kaki sehingga perlu digerakkan (resiles leg syndrome), tremor, dan
miopati (kelemahan dan hipertrofi otot ekstremitas).
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore, gagguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan
vitamin D.
g. Gangguan keseimbangan eletkrolit dan keseimbangan asam basa
Retensi garam dan air, dapat pula terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi,
asidosis, hiperglikemia, hipomagnesemia dan hipokalsemia.
h. Sistem hematologi
Anemia yang disebebkan berkurangnya produksi eritropoetin sehingga
renggang eritropoesis pada sum-sum tulang belakang berkurang, hemolisis
akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam keadaan uremia toksis dan
dapat pula terjadi gangguan fungsi thrombosis dan trombositopenia.
8. Pemeriksaan diagnostik
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervemsi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis atauoun kolaborasi
antara lain:
a. Hematologi
Hemoglobin, Hematokrit, Eritrosit, Leukosit, Trombosit
b. RFT (Renal Fungsi Test)
Ureum dan kretinin
c. LFT (Liver Fungsi Test)
d. BUN/ Kreatinin
Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin 10mg/dl
diduga tahap akhir (rendahnya yaitu 5).
e. Hitung darah lengkap
Hematokrit menurun, HB kurang dari 7-8 g/dl.
f. SDM
Waktu hidup menurun pada defisiensi erritripoetin seperti azotemia.
g. AGD
Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7:2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hidrogen dan amonia atau hasil
akhir katabolisme protein bikarbonat menurun PC02 menurun.Kalium:
peningkatan sehubungan dengan perpondahan seluler asidosis.
h. Urin rutin
Untuk mendekteksi keberadaan badan keton dan kadar asam yang dibuang
melalui urine.
i. Urin khusus:
Benda keton, analisa kristal batu. Volume: kurang dari 400ml/jam,
oliguri,anuria
j. ECO
1) EKG
mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit dan
asam basa.
2) Endoskopi ginjal
dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan pelvis ginjal,
pengangkatan tumor selektif.
k. USG Abdominal
l. CT Scan Abdominal
m. BNO/IVP, FPA
Pemeriksaan radiografi dari Tractus Urinarius dengan pemberin zat
kontras yang dimasukkan melalui vena sehingga dapat menunjukkan
fungsi ginjal dan dapat mengetahui apabila terdapat kelainan-kelainan
secara radiologis.
n. Renogram ginjal
Untuk mengukur dan memantau sejauh mana ginjal pasien bekerja
o. RPG (Retio Pielografi)
Untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter
9. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Kowalak, William dan Brenna
(2011, hlm 564) adalah anemia, neuropati perifer, komplikasi kardiopulmoner,
komplikasi gastrointestinal, disfungsi seksual, disfungsi saraf motorik dan fraktur
patologis. Komplikasi lain menurut Smletzer dan Bare (2011) yaitu :
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan
masukan diit berlebih
b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidakadekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistemrenin
angiotensinaldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah
10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1) Dialisis
Dialisis dapat dilakukan bagi penderita CKD guna mempertahankan
penderita pada keadaan yang optimal sampai tersedia donor ginjal.
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien CKD yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120
mg% dan kadar kreatinin serum biasanya di atas 6 mg/100 ml pada laki
– laki atau 4 ml/100 ml pada wanita. Indikasi elektif, yaitu laju filtrasi
glomerulus (LFG) kurang dari 4 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia,
muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2010).
2) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal merupakan terapi pengganti
ginjal karena dapat mengambil alih seluruh fungsi ginjal
b. Pentalaksanaan keperawatan
1) Pembatasan protein
Tujuan pembatasan protein adalah mengurangi asupan kalium dan
fosfat, mengurangi produksi ion hidrogen yang berasal dari protein dan
mengurangi kadar Blood Urea Nitrogen (BUN). Pembatasan asupan
protein dapat menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat
terjadinya gagal ginjal (Zeller dan Jacobus, 2002 dalam Suharyanto &
Madjid, 2013, hlm. 189). Jumlah kebutuhan protein biasanya
dilonggarkan sampai 60-8 g/hari, apabila penderita mendapatkan
pengobatan dialisis secarateratur.
2) Diet rendah natrium
Tujuan pembatasan natrium adalah untuk megendalikan tekanan darah/
hipertensi dan terjadinya edema. Diet natrium yang dianjurkan adalah
40-90 mEq/hari (1-2 g Na).
3) Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut.
Asupan kalium harus dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah 40-80
mEq/hari.
4) Pembatasan cairan
Menurut Smeltzer dan Bare (2013, hlm 1450) menyebutkan bahwa
apabila asupan cairan yang diminum bebas atau belebihan dapat
menyebabkan terjadinya edema, sedangkan asupan yang terlalu rendah
akan menyebabkan dehidrasi dan gangguan fungsi ginjal. Pengaturan
cairan dapat dilakukan salah satunya dengan konseling.
Rekomendasi asupan cairan pada pasien CKD menurut Tanto, et al.
(2014, hlm 646) adalah:
a. GGK pre dialisis: cairan tidak dibatasi dengan produksi urin
yangnormal
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan PPNI (2018) yaitu:
1. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi ditandai
dengan edema
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi ditandai
dengan dispnea
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dan kebutuhan oksigen ditandai dengan merasa lemah, mengeluh lelah
4. Perfusi perifer perfier tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin
5. Gangguan intergritas kulit berhubngan dengan kelebihan volume cairan
ditandai dengan kerusakan jaringan
6. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
7. Resiko infeksi dengan faktor resiko penyakit kronis, efek prosedur invasif
3. Intervensi keperawatan
1. Identitas
a. keluhan utama
klien mengatakan memiliki riwayat penyakit DM sejak 2 tahun lalu dan juga memiliki
riwayat hipertensi.
Tidak ada perlukaan, tidak pernah dirawat di RS, dan tidak memiliki riwayat alergi obat
d. Genogram
ket:
: laki- laki
: perempuan
: pasien
Oksigenasi
Inspeksi
Pasien sesak pernafasan takipnea dengan RR 26x/ mnt terpasang nasal kanul 4 lpm. Retraksi
dinding dada simetris, taktil fremitus normal .
Perkusi
Auskultasi
Sirkulasi
Tekanan darah 190/80 mmHg, HR 114 x/mnt, S 36,1 C, RR 32X/ mnt. Dengan irama regular,
dan kuat konjungtiva pucat, mukosa bibir pucat tidak sianosis, kulit pucat, CRT >2 detik,
dan bunyi jantung S1-S2 normal
Abdomen normal di seluruh quadran , perkusi tympani diseluruh quadran, palpasi lunak
diseluruh quadran.
Nutrisi
Klien mengatakan makan 3x sehari dengan porsi makan sedikit konsistensi lunak , jenis
makanan yang dikonsumsi karbojidrat, protein, lemak, sayur, dan buah .
Eliminasi
Aktivitas fisik
Klien membutuhkan bantuan orang lain saat melakukan aktivitas .
Klien mampu nelakukan rentang gerak .kekuatan otot 5 , tidak ada keluhan tidur , klien tidur
dengan cukup .
Sensori
P : selulitis
Q : seperti terbakar
S:5
T : hilang timbul
Intake 300 , output 180, balance 120, mukosa bibir kering, turgor kulit <3 detik
Pemeriksaan lab
Natrium 133,7
Kalium 4,32
Klorida 100.0
Endokrin
Klien mengatakan mengalami poli dipsi, poli uri, dan polifagi, gds 150
Terapi
Lasix 3x1, omz 1x1, asfol 3x1, ceftri 1x1, cande 1x8
ANALISA DATA
1. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b/d Sindrome hipoventilasi
2. Hipervolemia b/d Gangguan mekanisme regulasi
3. Nyeri akut b/d Agen pencidera biologis
2. Intervensi Keperawatan
Selasa Hipervolemia b/d Gangguan Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Manajemen hipervolemia
16- 11- mekanisme regulasi 3x24 jam diharapkan masalah hipervolemia dapat O:
2021 teratasi dengan kriteria hasil - Periksa tanda dan gejala hipervolemia
a. Tekanan darah membaik - Identifikasi penyebab hipervolemia
b. Edema men urun - Monitor input output
c. Turgor kulit membaik - Monitor tanda hemokonsentrasi
T:
- Batasi asupan cairan
E:
- Ajarkan cara mengukur dan mencatat
asupan cairan
K:
- Kolaborasi pemberian diuretic
Selasa Nyeri akut b/d Agen Setelah dilaksakan tindakan asuhan keperawatan O:
16- 11- pencidera biologis selama 3 x24 jam diharapkan nyeri menurun - Lakukan identifikasi lokasi, karakteristik,
2021 dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
a. Keluhan nyeri menurun nyeri.
b. Melaporkan bahwa nyeri menurun dengan - Lakukan identifikasi skala nyeri
menggunakan manajemen nyeri skala nyeri (0- T:
1). - Berikan teknik non farmakologis untuk
c. Meringis menurun mengurangi rasa nyeri
d. Penggunaan analgetik menurun E:
- Ajarkan tehnik nonfarmakologi
K:
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.
INTERVENSI KEPERAWATAN
O:
Klien tampak lemah, tampak ada kemerahan,
dilengan ada bula
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
Rabu/17 09.3 Pola nafas tidak efekif Memberikan posisi semi fowler S:
november 0 b.d sindrom ventilasi Klien mengatakan sesak sudah berkurang
2021 O:
Klien tampak lemah
Klien tampak tidak terpasang oksigen
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
Rabu/17 11.0 Hypervolemia b.d Melakukan pemantauan intake S:
november 0 mekanisme regulasi output Klien mengatakan tangan dan kaki bengkak
2021 O:
Klien tampak lemah, tampak edema dibagian
eksremitas atas (+1) dan bawah (+2)
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
Rabu/17 12.0 Nyeri b.d agen pencidera Mengajarkan teknik relaksasi dan S:
november 0 biologis kompres dingin Klien mengatakan nyeri belum berkurang
2021 O:
Klien tampak meringis menahan sakit
Sakala 5
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
Kamis/18 Pola nafas tidak efekif Memberikan posisi semi fowler S:
november b.d sindrom ventilasi Klien mengatakan sudah tidak sesak
2021 O:
Klien tampak kooperatif
Klien tampak tenang
A:
13Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan
Kamis/18 15.0 Hypervolemia b.d Melakukan pemantauan intake S:
november 0 mekanisme regulasi output Klien mengatakan tangan dan kaki masih
2021 bengkak
O:
Klien tampak kooperatif
Klien tampak lemah, tampak edema dibagian
eksremitas atas (+1) dan bawah (+2)
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
Kamis/18 16.0 Nyeri b.d agen pencidera Mengajarkan teknik relaksasi S:
november 0 biologis Mengajarkan cara kompres dingin Klien mengatakan nyeri berkurang
2021 O:
Klien tampak lebih tenang
Sakala 3
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
Kamis/18 18.4 Hypervolemia b.d Melakukan pemantauan intake S:
november 5 mekanisme regulasi output Klien mengatakan tangan sebelah kanan
2021 sudah tidak bengkak tetapi yang kiri masih
bengkak dan kaki juga masih bengkak
O:
Klien tampak kooperatif
Tangan sebelah kiri edema (+1) dan kedua
kaki (+1)
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
Kamis/18 19.3 Nyeri b.d agen pencidera Mengajarkan teknik relaksasi S:
november 0 biologis Mengajarkan cara kompres dingin Klien mengatakan masih nyeri
2021 O:
Klien tampak lebih tenang
Tampak kemerahan pada tangan sebelah kiri
teraba hangat dan ada bula berukuran 2-3 cm
Sakala 3
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M., Dayit, M.W., & Siswadi, Y. (2008). Keperawatan Perioperatif: Prinsip dan
Praktik. Jakarta:EGC
Bilotta, K.A.J., R(2011). Kapita Selekta Penyakit: dengan Implikasi Keperawatan Alih
Bahasa Edisi 2. Jakarta:EGC
Black, Joyce, M., & Hawks, Jane, Hokanson. (2014). Keperawatan medikal bedah
manajemen klinis untuk hasil yang diharapkan. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika
Corwin, J.E. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa: Nike Budhi Subekti. Edisi revisi
3. Jakarta: EGC
Hasdianah. (2012). Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak – Anak
Dengan Solusi Herbal. Yogyakarta : Nuha Medika
O’Callagan, C. (2009). At a Glance System Ginjal Edisi kedua. Editor Amalia Safitri dan
Astikawati. Jakarta: Erlangga
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2013). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi VI. Jakarta: EGC
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. (2014). Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid I. VI. Jakarta: Interna Publishing
Smeltzer & Bare. (2011). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth, Edisi
8. Jakarta: EGC
Sudoyo, et al. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Suharyanto, T & Madjid, A. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien denganGangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: TIM
Sukandar. (2010). Gagal Ginjal Kronik dan Terapi Dialisis. Bandung : FK Unpad
TIM POKJA SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
TIM POKJA SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
TIM POKJA SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep.Yogyakarta : Nuha Medika