Anda di halaman 1dari 43

SEMINAR KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

D DENGAN CHRONIC

KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG PERAWATAN PENYAKIT


DALAM DI RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI

Kelompok Aries

Mata Kuliah :
Keperawatan Medikal Bedah 1

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURAHIM JAMBI
2021
BAB l
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep dasar penyakit


1. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh manusia gagal untuk mempertahankan
metabolisme, keseimbangan cairan, dan elektrolit (Smeltzer & Bare, 2013, hlm
148). CKD merupakan ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan
keseimbangan dan integrirtas tubuh yang muncul secara bertahap sebelum
nantinya masuk ke fase penurunan fungsi ginjal tahap akhir, dimana tubuh gagal
untuk memperthankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit yang
dapat menyebabkan uremia dan sampah nitrogen lain dalam darah. CKD juga
merupakan salah satu penyakit ginjal tahap akhir (Smeltzer & Bare, 2013, hlm
179)
2. Etiologi
Gagal ginjal merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel, di
mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
kesemimbangan cairan dan elektrolit. Dua hal tersebut dapat menyebabkan uremia
atau retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. Beberapa penyebab yang
dapat mengakibatkan gagal ginjal kronik baik dari penyakit dalam ginjal maupun
penyakit diluar ginjal, diantaranya menurut Muttaqin dan Sari (2011, hlm 166)
adalah sebagai berikut:
a. Penyakit ginjal
1. Gangguan pembuluh darah ginjal
2. Berbagai jenis lesi vaskular dapat menyebabkan iskemik ginjal dan
kematian pada jaringan ginjal.
3. Glomeruloefritis
Dimana terjadi akumulasi kompleks antigen dan antibodi mengendap di
membran glomerulus yang selanjutnya mengakibatkan membran menebal
secara progresif dan invasi jaringan pada glomeulus sehingga jumlah
kapiler penyaring GFR menurun dan mengakibatkan laju filtrasi menurun.
4. Ginjal polikistik
Ginjal polikistik adalah terjadinya gangguan fungsi ginjal dimana terdapat
kista yang berkembang dalam organ ginjal. Penyakit polikistik tidak hanya
terjadi di ginjal, namun organ ginjal yang paling parah terkena dampaknya
b. Penyakit ginjal disebabkan oleh tekanan darah tinggi atau hipertensi dan
diabetes. Sekitar 25% kasus gagal ginjal diindikasikan terpicu oleh tekanan
darah tinggi, sementara 30% terpicu oleh diabetes. Untuk lebih jelasnya bisa
dilihat melalui uraian sebagai berikut (Ariani, 2016, hlm 144-145) :
1. Diabetes Mellitus
Merupakan salah satu penyabab utama terjadinya penyakit gagal ginjal.
Diabetes dibagi menjadi 2 tipe, diabetes tipe 1 adalah kondisi saat tubuh
tidak memproduksi cukup insulin, diabetes tipe 2 adalah kondisi saat tubuh
tidak menggunakan insulin dengan efektif. Insulin memiliki fungsi
mengatur kadar glukosa adalam darah atau gula darah, membatasi kadar
glukosa agar tidak meningkat terlalu tinggi setelah makan. Jika glukosa
dalam darah terlalu tinggi dapat mempengaruhi kemampuan ginjal untuk
menyaring kotoran dalam darah dengan merusak sistem penyaringan
ginjal. Maka dari itu sangat penting bagi penderita diabetes untuk menjaga
tingkat gula melalui pola makan yang sehat dan mengonsumsi obat-obat
anti diabetes sesuai aturan dokter
2. Hipertensi
Hipertensi pada dasarnya merusak pembuluh darah, sehingga jika
pembuluh darahnya pada ginjal maka ginjal akan mengalami kerusakan.
Salah satu kerja ginjal adalah memproduksi enzim angiotensin I.
Sedangkan angiotensin II yang menyebabkan pembuluh darah mengerut
dan keras dan pada saat ini terjadi hipertensi. Tekanan darah adalah ukuran
tekanan saat jantung memompa darah ke pembuluh arteri dalam setiap
denyut nadi. Tekanan darah kerap diasosiasikan dengan penyakit ginjal,
karena tekanan darah yang berlebihn dapat merusak organ tubuh.
Hipertensi menghambat proses penyaringan dalam ginjal. Kondisi ini
merusak ginjal dengan menekan pembuluh darah kecil dalam organ
tersebut. Meski sembilan dari sepuluh penyebab kasus hipertensi tidak
diketahui, namun ada kaitanya antara kondisi tersebut dengan kesehatan
tubuh seseorang secara menyeluruh, termasuk pada makan dan gaya hidup
3. Klasifikasi
Menurut Spiritia (2013, hlm 8) Gagal ginjal kronik diklasifikasikan berdasarkan
stadium perjalanan penyakit ginjal, yaitu:
a. Stadium 1
Nilai glomerulo filtrasi rate (GFR) ≥90, gambaran ginjal adalah normal.
b. Stadium 2
Nilai GFR 60 – 89, gambaran fungsi ginjal sedikit berkurang.
c. Stadium 3
Nilai GFR 30 – 59, penurunan fungsi ginjal sedang, ± bukti kerusakan lain.
d. Stadium 4
Nilai GFR 15 – 29, penurunan fungsi ginjal berat.
e. Stadium 5
Nilai GFR < 15, gambaran ginjal sudah terjadi kegagalan pada ginjal.
4. Patofisiologi
Patofisiologi CKD dengan diabetes melitus yang menjalani hemodialisa
Gagal ginjal yang sudah parah akan menjadi chronic kidney disease (CKD) yaitu
sebuah keadaan di mana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik
karena mengalami kerusakan yang bertahap dan terus menerus. Fungsi utama dari
organ ginjal adalah menyaring semua limbah dan zat sisa hasil metabolisme yang
terbuang. Dalam proses ini, ginjal memiliki jaringan nefron yang terdiri dari
jutaan sel untuk melakukan penyaringan tersebut. Untuk bisa bekerja dengan baik,
nefron membutuhkan asupan oksigen dan darah bersih yang cukup dari pembuluh
arteri yang ada pada ginjal. Pada tubuh yang sehat, aliran darah bersih dan oksigen
berjalan lancar sehingga ginjal bisa berfungsi dengan baik. CKD adalah hasil dari
rusaknya jaringan nefron yang berfungsi untuk menyaring darah kotor pada tubuh
(Setiati, et al, 2014, hlm 2162).

Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya.


Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progestifitas CKD
adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia atau diabetes mellitus, dislipidemia
(Setati, et al, 2014, hlm 2162). Diabetes melitus merupakan penyebab nomor satu
terjadinya gagal ginjal kronik. Gula yang tinggi dalam darah akan bereaksi dengan
protein sehingga akan mengubah sruktur dan fungsi sel termasuk membran basal
glomerulus. Hal tersebut menyebabkan penghalang protein rusak dan terjadi
kebocoran protein ke urin. Hal ini berpengaruh buruk pada ginjal (Hasdianah,
2012, hlm 33). Pada penderita diabetes, kadar glukosa yang ada dalam darah
melebihi batas normal sehingga bisa melukai dan akhirnya merusak pembuluh
darah kapiler yang ada pada ginjal. Akibatnya, nefron akan mengalami
kekurangan asupan oksigen dan darah bersih. Darah kotor yang ada dalam tubuh
tidak dapat tersaring dengan sempurna. Hal inimenganggu metabolisme tubuh
secara keseluruhan karena akan terjadi penumpukan cairan dan garam yang tidak
bisa disaring oleh ginjal. Kemudian munculah masalah hipervolemia.

Penyakit CKD terbagi menjadi beberapa stadium. Tiap stadiumnya juga akan
memunculkan tanda dan gejala yang berbeda. Pada stadium paling dini belum
muncul gejala klinis yang serius, hanya terjadi kehilangan daya cadang ginjal
(renal reserve) yaitu keadaan dimana basal Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) masih
normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan, tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Kemudian
pada LFG sebesar 30%, mulai timbul keluhan antara lain penderita merasakan
keletihan.

Selanjutnya pada LFG di bawah 30% akan timbul tanda dan gejala uremia yang
nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor
dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Selain itu pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran cerna,
maupun infeksi saluran nafas (Suwitra dalam Sudoyo, 2013). Sampai pada
penurunan LFG di bawah 15% yang disebut CKD stadium akhir atau end stage
renal disease (ESRD) dimana pada stadium ini sekitar 90% masa nefron telah
hancur, atau hanya tinggal 200.000 nefron yang masih utuh. Ginjal sudah tidak
mampu lagi mengkompensasi fungsi-fungsi yang seharusnya di emban oleh ginjal.

Hemodialisa adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat
beracun lainnya dengan mengalirkan darah lewat alat dialyzer yang berisi
membran selektif-permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat dimana
terjadi proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Pada penderita CKD tahap akhir
harus dilakukan hemodialisis secara rutin agar tidak terjadi komplikasi lebih
lanjut. Efek dari dilakukannya hemodialisa adalah resiko infeksi.

Beberapa komplikasi yang muncul pada pasien CKD yang menjalani hemodialisa
diantaranya hipotensi yang dapat terjadi selama terapi hemodialisis saat cairan
dikeluarkan, emboli udara yang terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler
pasien, nyeri dada yang terjadi karena PCO2 menurun bersama terjadinya
sirkulasi darah diluar tubuh, kram otot terjadi ketika cairan dan elektrolit
meninggalkan ruang ekstrasel, pruritis atau gatal-gatal yang menyebabkan adanya
gangguan intergritas kulit
Sisa metobolisme dalam tubuh yang tidak dapat dikeluarkan oleh tubuh akan
menyebar ke darah dan masuk kedalam gastrointestinal menyebabkan pasien
mengalami mual dan muntah dan terjadi defisit nutrisi
5. Mapping Kasus

Riwayat DM dan Hipertensi

Insulin tidak digunakan dengan efektif oleh tubuh Tertekannya pembuluh darah
kecil pada ginjal
Terapi
Kadar glukosa merusak sistem penyaring ginjal 1. IV FD Nacl
2. Lasik 3x1
3. Omeprazole 1x1
Rusaknya jaringan nefron 4. Astol 3x1
5. Ceftri 1x1
6. Candecetan 1x3
7. PCT 3x1
CKD

Darah kotor pada tubuh tidak dapat Netron mengalami


Gangguan proses filtrasi
tersaring (cairan dan garam) kekurangan asupan O2

Natrium tidak terkeluarkan


Metabolism tubuh terganggu Asupan O2 pada tubuh berkurang
dengan maksimal

Hipoventilasi
Penumpukan cairan dan
Defisiensi natrium
garam yang tidak tersaring
oleh ginjal Pola nafas tidak efektif
Pemasangan IVFD NaCl
Hypervolemia
Edema ditempat pemasangan
IVFD (pergelangan tangan)

Nyeri akut
SIKI SIKI
Manajemen hipervolemia
SIKI
O: Manajamen jalan napas
Manajemen Nyeri
 Periksa tanda dan gejala O:
hipervolemia (mis. Ortopnea,  Monitor pola napas
O:
dispnea, JVP/CVP meningkat,  Monitor bunyi napas
reflex hepatojugular psositif, - Lakukan identifikasi lokasi,  Monitor sputum
suara napas tambahan) karakteristik, durasi, frekuensi, T:
 Identifikasi penyebab kualitas, intensitas nyeri.  Petahankan kepatenan jalan napas
hipervolemia
- Lakukan identifikasi skala nyeri  Posisikan semi fowler atau fowler
 Monitor status hemodinamik
(mis. Frekuensi jantung, tekanan  Berikan minum air hangat
darah, MAP, CVP, PAP, POMP, T:  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
CO, CI) jika tersedia  Lakukan penghisapan lendir <15 detik
 Monitor intake dan output cairan - Berikan teknik non farmakologis  Berikan oksigen, jika perlu
 Monitor tanda hemokonstrasi E:
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. Kadar natrium, BUN,  Ajarkan teknik batuk efektif
hematokrit, berat jenis urin) K:
 Monitor kecepatan infuse secara E:
Kolaborasi pemberian bronkoldilator
ketat
T: - Ajarkan tehnik nonfarmakologi (PPNI, 2018, hlm 187)
 Timbang berat badan setiap hari
pada waktu yang sama K:
 Batasi asupan cairan dan garam
E: - Kolaborasi pemberian analgetik, Ket :
 Anjurkan melapor jika BB
bertambah >1kg dalam sehari
jika perlu.
: Intervensi Keperawatan
 Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran : Terapi
cairan
K:
 Kolaborasi pemberian diuretic
: Penyakit
 Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat diuretic : Masalah Keperawatan
 Kolaborasi pemberian
continuous renal replacement : Tanda dan Gejala
therapy (CRRT), jika perlu
(PPNI,2018, hlm 181) : Proses Terjadi
6. Evidence based

Diagnosa pola nafas tidak efektif

a. Judul jurnal, a review the scale of dyspnea in acute heart failure syndrome

Instrumen Pengukuran Dispnea menurut West Et Al (2015)

No Instrument Skala pengukuran Uji Reliabilitas

1 MRC Dyspnea There are 0-4 grade to scaled Koefisien 0,83 :


Scale dyspnea : keandalan
- I only get breathless with sangat baik
strenuous exercise (Grade 0)
- I get short of breath when
hurrying on level ground or
walking up a slight hill ( Grade
1)
- On level ground, I walk slower
than people of the same age
because of breathlessness, or I
have to stop for breath when
walking at my own pace on the
level (Grade 2 )
- I stop for breath after walking
about 100 m or after a few
minutes on level ground ( Grade
3)
- I am too breathless to leave the
house or I am breathless when
dressing (Grade 4 ).
2 Modified Borg There are 12 category to scaled : Koefisien 0,88 :
Scale 0 Nothing at all keandalan
0.5 Very light (just little noticeable) sangat baik
1 Very light
2 Light
3 Moderate
4 a little intense
5 Intense
6 Intense
7 Very intense
8 Very intense
9 Very very intense (almost maximal)
10 Maximul

b. diagnosA nyeri
Pengaruh pemberian guided imagery terhadap skala nyeri pada pasien apendisitis di RSUD
Sawerigading Kota Palopo Tahun 2017. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh pemberian guided imagery terhadap penurunan skala nyeri di RSUD Sawerigading
Kota Palopo.

7. Manifestasi
Tanda dan gejala menurut Wijaya dan Yessie (2013, hlm 223) sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada akibat perikarditis, dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental atau riak dan suara
krekles
c. Gangguan gaststrointestinal
Anoreksia, nausea dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dan usus, perdarahan pada gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut serta
nafas bau amonia.
d. Ganggguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia serta kekuningan akibat dari penimbunan,
kulit gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
e. Gangguan muskuloskeletal
Rasa kesemutan dan terbakar terutama telapak kaki (burning feet syndrome),
pegal pada kaki sehingga perlu digerakkan (resiles leg syndrome), tremor, dan
miopati (kelemahan dan hipertrofi otot ekstremitas).
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore, gagguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan
vitamin D.
g. Gangguan keseimbangan eletkrolit dan keseimbangan asam basa
Retensi garam dan air, dapat pula terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi,
asidosis, hiperglikemia, hipomagnesemia dan hipokalsemia.
h. Sistem hematologi
Anemia yang disebebkan berkurangnya produksi eritropoetin sehingga
renggang eritropoesis pada sum-sum tulang belakang berkurang, hemolisis
akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam keadaan uremia toksis dan
dapat pula terjadi gangguan fungsi thrombosis dan trombositopenia.

8. Pemeriksaan diagnostik
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervemsi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis atauoun kolaborasi
antara lain:
a. Hematologi
Hemoglobin, Hematokrit, Eritrosit, Leukosit, Trombosit
b. RFT (Renal Fungsi Test)
Ureum dan kretinin
c. LFT (Liver Fungsi Test)
d. BUN/ Kreatinin
Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin 10mg/dl
diduga tahap akhir (rendahnya yaitu 5).
e. Hitung darah lengkap
Hematokrit menurun, HB kurang dari 7-8 g/dl.
f. SDM
Waktu hidup menurun pada defisiensi erritripoetin seperti azotemia.
g. AGD
Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7:2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hidrogen dan amonia atau hasil
akhir katabolisme protein bikarbonat menurun PC02 menurun.Kalium:
peningkatan sehubungan dengan perpondahan seluler asidosis.
h. Urin rutin
Untuk mendekteksi keberadaan badan keton dan kadar asam yang dibuang
melalui urine.
i. Urin khusus:
Benda keton, analisa kristal batu. Volume: kurang dari 400ml/jam,
oliguri,anuria
j. ECO
1) EKG
mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit dan
asam basa.
2) Endoskopi ginjal
dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan pelvis ginjal,
pengangkatan tumor selektif.
k. USG Abdominal
l. CT Scan Abdominal
m. BNO/IVP, FPA
Pemeriksaan radiografi dari Tractus Urinarius dengan pemberin zat
kontras yang dimasukkan melalui vena sehingga dapat menunjukkan
fungsi ginjal dan dapat mengetahui apabila terdapat kelainan-kelainan
secara radiologis.
n. Renogram ginjal
Untuk mengukur dan memantau sejauh mana ginjal pasien bekerja
o. RPG (Retio Pielografi)
Untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter

9. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Kowalak, William dan Brenna
(2011, hlm 564) adalah anemia, neuropati perifer, komplikasi kardiopulmoner,
komplikasi gastrointestinal, disfungsi seksual, disfungsi saraf motorik dan fraktur
patologis. Komplikasi lain menurut Smletzer dan Bare (2011) yaitu :
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan
masukan diit berlebih
b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidakadekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistemrenin
angiotensinaldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah

10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
1) Dialisis
Dialisis dapat dilakukan bagi penderita CKD guna mempertahankan
penderita pada keadaan yang optimal sampai tersedia donor ginjal.
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien CKD yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120
mg% dan kadar kreatinin serum biasanya di atas 6 mg/100 ml pada laki
– laki atau 4 ml/100 ml pada wanita. Indikasi elektif, yaitu laju filtrasi
glomerulus (LFG) kurang dari 4 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia,
muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2010).
2) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal merupakan terapi pengganti
ginjal karena dapat mengambil alih seluruh fungsi ginjal
b. Pentalaksanaan keperawatan
1) Pembatasan protein
Tujuan pembatasan protein adalah mengurangi asupan kalium dan
fosfat, mengurangi produksi ion hidrogen yang berasal dari protein dan
mengurangi kadar Blood Urea Nitrogen (BUN). Pembatasan asupan
protein dapat menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat
terjadinya gagal ginjal (Zeller dan Jacobus, 2002 dalam Suharyanto &
Madjid, 2013, hlm. 189). Jumlah kebutuhan protein biasanya
dilonggarkan sampai 60-8 g/hari, apabila penderita mendapatkan
pengobatan dialisis secarateratur.
2) Diet rendah natrium
Tujuan pembatasan natrium adalah untuk megendalikan tekanan darah/
hipertensi dan terjadinya edema. Diet natrium yang dianjurkan adalah
40-90 mEq/hari (1-2 g Na).
3) Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal lanjut.
Asupan kalium harus dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah 40-80
mEq/hari.
4) Pembatasan cairan
Menurut Smeltzer dan Bare (2013, hlm 1450) menyebutkan bahwa
apabila asupan cairan yang diminum bebas atau belebihan dapat
menyebabkan terjadinya edema, sedangkan asupan yang terlalu rendah
akan menyebabkan dehidrasi dan gangguan fungsi ginjal. Pengaturan
cairan dapat dilakukan salah satunya dengan konseling.
Rekomendasi asupan cairan pada pasien CKD menurut Tanto, et al.
(2014, hlm 646) adalah:
a. GGK pre dialisis: cairan tidak dibatasi dengan produksi urin
yangnormal

b. GGK hemodialisis: 5500 ml/hari + produksiurin


c. GGK dialisis peritoneal: 1500 - 2000 ml/hari dan lakukan
pemantauanharian
d. Transplantasi ginjal: pada fase akut pasca transplantasi,
dipertahankan euvolemik atau sedikit hipovolemik dengan
insensible water loss (IWL) diperhitungkan sebesar 30 – 60
ml/jam. Pada pasien normovolemik dan graft berfungsi baik
asupan cairan minimal 2000 ml/hari. Pada pasien oliguria asupan
cairan harus seimbang dengan produksi urin ditambah dengan IWL
500 – 750 ml.
B. Konsep asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien CKD menurut Wijaya dan Yessie (2013, hlm, 234-235)
yaitu:
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama
Keluhan yang sering muncul biasnya bermacam-macam mulai dari BAK tidak
lancar atau hanya keluar sedikit, gelisah sampai penurunan kesadaran, mual,
muntah, penurunan nafsu makan, rasa lelah, mulut terasa kering, rasa lelah,
nafas berbau (ureum) dan gatal pada kulit.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji adanya penurunan urin output, adanya penurunan kesadaran, adanya
perubahan pada kulit, adanya nafas berbau amonia, adanya kelemahan fisik.
Kaji penanganan yang dilakukan pasien dan mendapat pengobatan apa saja
4. Riwayat kesehatan lalu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal, infeksi saluran kemih, penggunaan
obat-obatan nefrotoksik, BPH, adanya riwayat penyakit batu ginjal, infeksi
saluran kemih berulang, penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan riwayat
penggunaan obat-obatan pada masa lalunya.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik dalam keluarga.
6. Pemriksaan fisik
1) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran composmentis sampai koma. Tingkat kesadaran
menurun sesuai dengan uremia dimana dapat mempengaruhi sistem saraf
pusat
2) Tanda-tanda vital
Sedangkan pada tanda-tanda vital sering didapatkan perubahan pada
tekanan darah dari hipertensi ringan sampai berat. Pada pasien juga dilihat
pernafasannya apakah napas berbau urin, atau pernafasan kusmaul atau
tidak teratur
3) Pengukuran antropometri:
Berat badan menurun, lingkar lengan atas (LILA) menurun
4) Pemeriksaan head to toe
1. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut beruban
2. Mata
Konjungtiva anemis
3. Rambut
Rambut mudah rontok, tipis dan kasar
4. Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung
5. Mulut
Ulserasi dan perdarahan, nafas berbau amonia, mual, muntah dan
peradangan gusi
6. Leher
Pembesaran vena jugularis, peningkatan kelenjar tiroid dan terdapat
pembesaran tiroid pada leher
7. Dada/thorax
Penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan kusmaul
serta krekles, dema pulmoner
8. Abdomen
Nyeri area pinggang, asites
9. Genetalia
Atropi testikuler, amenore
10. Ekstremitas
Capillary refill >3 detik, kuku rapuh, kusam dan tipis, kelemahan pada
tungkai, rasa panas dan pedas pada telapak kaki, kekuatan otot
11. Kulit
Kulit kering, bersisik, warna kulit abu-abu, mengkilat atau
hiperpigmentasi, gatal (pruritis), memar.
5) Pengakjian pola kesehatan Gordon
Pengkajian pola fungsional Gordon menurut Suharyanto dan Majid (2008,
hlm, 2009) antara lain:
1. Pola persepsi
Gejala: Pasien mengungkapkan jika dirinya sedang sakit parah dan juga
telah menghidari apa yang dilarang oleh dokter.
Tanda: Pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat bingung dengan
kondisinya yang seperti ini meskipun sudah menghindari segala hal yang
dilarang dokter.
2. Pola nutrisi metabolik
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutisi), anoreksia, nyeri uluhati, mual/ muntah, rasa metalik tak
sedap pada mulut (pernafasan amonia).
Tanda : Distensi abdomen atau asites, pembesaran hati tahap akhir,
perubahan turgor kulit/kelembaban, edema, ulserasi gusi, perdarahan
gusi/ lidah, penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga.
3. Pola eliminasi
Gejala : Penurunan frrekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, oliguria dapat menjadi anuria.
4. Pola aktifitas dan latihan
Gejala : Kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise gangguan tidur
(insomnia/ gelisah atau somnolen).
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
5. Pola istirahat dan tidur
Gejala: pasien terlihat mengantuk, letih dan terdapat kantung mata
Tanda: pasien sering menguap
6. Pola persepsi dan kognitif
Gejala: penurunan sensori atau rangsang
Tanda: penurunan kesadaran seperti bicara melantur dan tidak dapat
berkomunikasi secara jelas.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Gejala: Pasien berkeinginan segera sembuh dari penyakitnya
Tanda: Pasien tampak pasrah tentang kondisinya
8. Pola hubungan dengan orang lain
Gejala: pasien menghindari pergaulan, penurunan harga diri
Tanda: terlihat menyendiri, tertutup dan komunikasi tidak jelas.
9. Pola reproduksi dan seksual
Gejala: Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
Tanda: Terjadi perubahan fisik, perubahan peran dan percaya diri
10. Pola mekanisme koping
Gejala: emosi pasien labil
Tanda: tidak dapat mengambil keputusan dengan tepat, mudah
tersinggung dan mudah terpancing emosi.
11. Pola kepercayaan
Gejala: pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa bersalah
meninggalkan perintah agama
Tanda: pasien tidak dapat melakukan kegiatan agama seperti biasanya
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (2000,
hlm. 628) & Graber, Toth, & Herting, (2006, hlm. 547) adalah :
1. Urine
a. Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak
ada.
b. Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
c. Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d. Klirens kreatinin, mungkin menurun.
e. Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.
f. Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus.
g. Proteinuria berat (ekskresi >2 g/hari)
h. Perbandingan protein terhadap kreatini urine >2
i. Silinder: hialin, granular, lilin, atau epitel
j. Na urine rendah (<1 mmol/L)
2. Darah
a. Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya
kurang dari 7-8 gr
b. Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia.
c. GDA (gas darah arteri), pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari
7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi
hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme prtein, bikarbonat
menurun, PaCO2 menurun.
d. Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan
seluler (asidosis)
e. Magnesium fosfat meningkat
f. Kalsium menurun
g. Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino esensial.
h. Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan
urin.
i. Kadar BUN dan kreatinin beragam tergatung pada perkembangan
penyakit ginjal.
j. Lipemia antara lain peningkatan kolesterol dan trigliserid. Bisa terjadi
lipiduria.
3. Pemeriksaan radiologik
a. Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan
bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih,
dan adanya obstruksi (batu).
b. Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan PPNI (2018) yaitu:
1. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi ditandai
dengan edema
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi ditandai
dengan dispnea
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dan kebutuhan oksigen ditandai dengan merasa lemah, mengeluh lelah
4. Perfusi perifer perfier tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin
5. Gangguan intergritas kulit berhubngan dengan kelebihan volume cairan
ditandai dengan kerusakan jaringan
6. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
7. Resiko infeksi dengan faktor resiko penyakit kronis, efek prosedur invasif
3. Intervensi keperawatan

SDKI SLKI SIKI


Diagnosa : Luaran utama : Intervensi utama :
D.0022 L.03020 1.03114
Hipervolemia Keseimbangan cairan Manajemen hipervolemia
berhubungan dengan Kriteri hasil : O:
gangguan mekanisme  Tekanan darah  Periksa tanda dan gejala
regulasi ditandai dari cukup hipervolemia (mis.
dengan edema memburuk (2) ke Ortopnea, dispnea,
(PPNI, 2018, hlm 62) cukup membaik JVP/CVP meningkat,
(4) reflex hepatojugular
 Edema dari cukup psositif, suara napas
meningkat (2) ke tambahan)
cukup menurun  Identifikasi penyebab
(4) hipervolemia
 Turgor kulit dari  Monitor status
cukup memburuk hemodinamik (mis.
(2) ke cukup Frekuensi jantung,
membaik (2) tekanan darah, MAP,
(PPNI, 2018, hlm CVP, PAP, POMP, CO,
41) CI) jika tersedia
 Monitor intake dan
output cairan
 Monitor tanda
hemokonstrasi (mis.
Kadar natrium, BUN,
hematokrit, berat jenis
urin)
 Monitor kecepatan
infuse secara ketat
T:
 Timbang berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama
 Batasi asupan cairan
dan garam
E:
 Anjurkan melapor jika
BB bertambah >1kg
dalam sehari
 Ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan
dan haluaran cairan
K:
 Kolaborasi pemberian
diuretic
 Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretic
 Kolaborasi pemberian
continuous renal
replacement therapy
(CRRT), jika perlu
(PPNI,2018, hlm 181)

Diagnosa Luaran utama Intervensi utama


D.0005 1.01011
L.01004
Pola napas tidak Manjamen jalan napas
Pola napas
efektif berhubungan O:
dengan sindrom Kriteria hasil:  Monitor pola napas
hipoventilasi ditandai  Monitor bunyi napas
 Dispnea dari
dengan dispnea  Monitor sputum
cukup meningkat
(PPNI, 2018, hlm 26)
(2) ke cukup T:
 Petahankan kepatenan
menurun (4)
jalan napas
 Frekuensi napas
 Posisikan semi fowler
dari cukup atau fowler

memburuk (2) ke  Berikan minum air


hangat
cukup membaik
 Lakukan fisioterapi
(4) dada, jika perlu

(PPNI, 2018, hlm,  Lakukan penghisapan


lendir <15 detik
95)
 Berikan oksigen, jika
perlu
E:
 Ajarkan teknik batuk
efektif
K:
Kolaborasi pemberian
bronkoldilator
(PPNI, 2018, hlm 187)
Diagnosa : Luaran utama : Intervensi utama :
D.0099 L.05047 1.05178
Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas Manajemen energi
berhubungan dengan Kriteria hasil : O:
ketidakseimbangan  Keluhan lelah  Identifikasi gangguan
antara suplai oksigen dari cukup fungsi tubuh yang
dan kebutuhan meningkat (2) ke mengakibatkan
oksigen ditandai cukup menurun kelelahan
dengan merasa lemah, (4)  Monitor kelelahan fisik
mengeluh lelah  Dispnea saat dan emosional
(PPNI, 2018, hlm 128) aktivitas dari  Monitor pola dan jam
cukup meningkat tidur
(4) ke cukup  Monitor lokasi dan
menurun (2) ketidanyamanan selama
 Perasaan lemah melakukan aktivitas
dari cukup T :
meningkat (4) ke  Sediakan lingkungan
cukup menurun yang nyaman (mis.
(2) Cahaya, suara&
 Frekuensi napas kunjungan)
dari cukup  Lakukan latihan
memburuk (2) ke rentang gerak pasif atau
cukup meningkat aktif
(4)  Berikan aktivitas
(PPNI,2018, hlm distraksi yang
149) menyenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
E:
 Anjrukan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
 Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
K:
 Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
(PPNI, 2018, hlm 176)
Diagnosa Luaran utama Intervensi utama
D.0009 L.02011 1.02079
Perfusi perifer tidak
efektif berhubungan Perfusi perifer Perawatan sirkulasi
dengan penurunan Kriteria hasil: O:
- Observasi sirkulasi perifer
kosentrasi hemoglobin  Edema perifer
(misalnya nadi perifer,
dari cukup
edema, pengisian kapiler,
meningkat (2) ke
warna, suhu)
cukup menurun
- Identifikasi faktor risiko
(4)
gangguan sirkulasi
 Pengisian kapiler
(misalnya diabetes melitus)
dari cukup
- Monitor panas, kemerahan,
memburuk (3)
nyeri atau bengkak pada
cukup membaik
ekstremitas
(5)
T:
 Tekanan darah - Hindari pemasangan infus
sistolik dari atau pengambilan darah dia
cukup memburuk area keterbatasan perfusi
(2) kecukup - Hindari pengukuran
membaik (5) tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
- Lakukan pencegahan
infeksi
E:
- Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi
- Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (misalnya rasa
sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
(PPNI, 2018, hlm 346).
Diagnosa Luaran utama Intervensi utama
D.0129 L. 14125 1.11353
Gangguan intergritas Intergritas kulit dan Perawatan intergritas kulit
kulit berhubngan jaringan O
dengan kelebihan Kriteria hasil : Identifikasi penyebab
volume cairan  Elasitas dari gangguan intergritas kulit (mis.
ditandai dengan cukup mmenurun Perubahan sirkulasi, perubahan
kerusakan jaringan (2) ke cukup status nutrisi, penurunan
(PPNI, 2018, hlm 282) meningkat (4) kelembaban, suhu lingkungan
 Hidrasi dari ekstrem, penurunan mobilitas)
cukup menurun T :
(2) ke cukup  Gunakan produk
meningkat (4) berbahan petrolium
 Kerusakan atau minyak pada kulit
lapisan kulit dari  Hindari produk
cukup meningkat berbahan dasar alcohol
(2) ke cukup E :
menurun (4) Anjurkan menggunakan
(PPNI, 2018, hlm pelembab (mis. Lotion, serum)
33) (PPNI, 2018, hlm 316)
Diagnosa Luaran utama Intervensi utama
D.0019 L.03030 1.03119
Defisit nutrisi Status nutrisi Manajeman nutrisi
berhubungan dengan Kriteri hasil: O:
ketidakmampuan  Porsi makan yang  Identifikasi status
mencerna makanan dihabiskan dari nutrisi
(PPNI, 2018, hlm 56) cukup menurun  Identifikasi alergi dan
ke cukup intoleransi makanan
meingkat (4)  Identifikasi kebutuhan
 Nafsu makan dari kalori dan jenis nutrien
cukup memburuk  Monitor asupan
(2) ke cukup makanan
membaik (4) T:
(PPNI, 2018, hlm  Fasilitasi menentukan
121) pedoman diet
 Sajikan makanan secara
menarik
 Berikan makan tinggi
kalori dan tinggi
protein
E:
 Anjurkan diet yang
diprogramkam
T:
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukkan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
Diagnosa Luaran pendukung : Intervensi utama
D.0142 L. 14125 1.14539
Resiko infeksi dengan Intergritas kulit dan Pencegahan infeksi
faktor resiko penyakit jaringan O:
kronis, efek prosedur Kriteria hasil : Monitor tanda dan gejala
invasif  Kerusakan infeksi lokal dan sistemik
(PPNI, 2018, hlm 304) lapisan kulit dari T :
cukup meningkat Berikan perawatan kulit dia
(2) ke cukup area edema
menurun (4) E:
 Kemerahan dari Jelaskan tanda dan gejal infeksi
cukup meningkat (PPNI, 2018, hlm 278)
(2) ke cukup
menurun (4) 1.
 Sensasi dari
cukup memburuk
(2) ke cukup
membaik (4)
(PPNI, 2018, hlm
33)
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
dan pasien (Riyadi, 2010). Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
(Setiadi, 2012).
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencanaatau menghentikan rencana (Manurung,
2011).
BAB II
LAPORAN KASUS

FORMAT DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

Tanggal masuk : 05 november 2021


Jam : 18.30
No RM : 979701
Tgl pengkajian : 16 november 2021
Jam : 10.00
Diagnose medis : CKD
A. Pengkajian

1. Identitas

Identitas pasien Identitas penanggung jawab


Nama : Ny. D Nama : Tn. S
Umur : 42 Umur : 45
Agama : islam Agama : islam
Jenis kelamin : perempuan Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : bahar Alamat : bahar
Suku/bangsa : jawa/indonesia Suku/bangsa : jawa/indonesia
Pekerjaan : ibu RT Pekerjaan : petani
Pendidikan : SD Pendidikan : SD
Status : Menikah Status : Menikah
Hubungan dengan klien : suami
2. riwayat kesehatan

a. keluhan utama

klien mengatakan sesak, bengkak dan nyeri

b. riwayat kesehatan sekarang


klien sesak hebat mulai dari 2 november 2021 berobat dengan obat seadanya. Pada tanggal 05
nov 2021 pasien di bawa ke IGD RSUD Raden Mattaher dengan keadaan umum lemah,
kesadaran somnolen. Tanda-tanda vital 190/80 mmHg, HR 114 x/mnt, S 36,1 C, RR 32X/
mnt.

c. Riwayat kesehatan dahulu

klien mengatakan memiliki riwayat penyakit DM sejak 2 tahun lalu dan juga memiliki
riwayat hipertensi.

Tidak ada perlukaan, tidak pernah dirawat di RS, dan tidak memiliki riwayat alergi obat

d. Genogram

ket:

: laki- laki

: perempuan
: pasien

Oksigenasi

Inspeksi

Pasien sesak pernafasan takipnea dengan RR 26x/ mnt terpasang nasal kanul 4 lpm. Retraksi
dinding dada simetris, taktil fremitus normal .

Perkusi

Perkusi normal terdengar suara sonor diseluruh interkosta

Auskultasi

Vesikuler diseluruh lapang paru

Sirkulasi

Tekanan darah 190/80 mmHg, HR 114 x/mnt, S 36,1 C, RR 32X/ mnt. Dengan irama regular,
dan kuat konjungtiva pucat, mukosa bibir pucat tidak sianosis, kulit pucat, CRT >2 detik,
dan bunyi jantung S1-S2 normal

Abdomen normal di seluruh quadran , perkusi tympani diseluruh quadran, palpasi lunak
diseluruh quadran.

Nutrisi

Klien mengatakan makan 3x sehari dengan porsi makan sedikit konsistensi lunak , jenis
makanan yang dikonsumsi karbojidrat, protein, lemak, sayur, dan buah .

Eliminasi

Klien mengalami dysuria, dengan frekuensi 3-4x/hari , 100 cc berwarna kuning


menggunakan obat deuretik, furosemide.

Klien belum BAB 2 hari

Aktivitas fisik
Klien membutuhkan bantuan orang lain saat melakukan aktivitas .

Klien mampu nelakukan rentang gerak .kekuatan otot 5 , tidak ada keluhan tidur , klien tidur
dengan cukup .

Sensori

P : selulitis

Q : seperti terbakar

R : tangan sebelah kiri

S:5

T : hilang timbul

Penglihatan normal indra pengecap dan pendengaran baik.

Cairan dan elektrolit

Intake 300 , output 180, balance 120, mukosa bibir kering, turgor kulit <3 detik

Edema pada seluruh ekstremitas atas derajat 1 bawah derajat 2

Pemeriksaan lab

Natrium 133,7

Kalium 4,32

Klorida 100.0

Fungsi neurologi normal , gcs 15

Endokrin

Klien mengatakan mengalami poli dipsi, poli uri, dan polifagi, gds 150

Terapi

Lasix 3x1, omz 1x1, asfol 3x1, ceftri 1x1, cande 1x8
ANALISA DATA

NAMA PASIEN : Ny. D


NO. RM : 979701
RUANG RAWAT : Penyakit Dalam

Data Etiologi Masalah keperawatan


DS: Sindrome Pola nafas tidak efektif
- Klien mengatakan sesak hipoventilasi
nafas
DO:
- Klien tampak sesak
- Nafas menggunakan
cuping hidung
- RR 25 x/ menit terpasang
O2 nasal kanul 4 liter
DS: Gangguan Hipervolemia
- Klien mengatakan mekanisme regulasi
bengkak pada kedua
ekstrimitas atas dan bawah
DO:
- Klien tampak edema pada
ekstrimitas atas dan bawah
- Derajat edema
Eksremitas atas + 1
Eksremitas bawah + 2
- Ureum : 115
- Kreatinin : 7,81
- GFR : 8,14
DS: Agen pencidera Nyeri akut
- Klien mengatakn nyeri biologis
pada tangan sebelah kiri
DO:
- Klien tampak merigis
- Ada kemerahan di bagian
tanggan sebelah kiri ada
bula berukuran 2-3 cm
teraba hangat
- P : Selulitis
Q: Seperti terbakar
R: Tanggan sebelah kiri
S: 5
T: Hilang timbul

1. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b/d Sindrome hipoventilasi
2. Hipervolemia b/d Gangguan mekanisme regulasi
3. Nyeri akut b/d Agen pencidera biologis
2. Intervensi Keperawatan

Hari/ SDKI SLKI SIKI


Tanggal
Selasa Pola nafas tidak efektif b/d Setelah dilaksanakan tindakan asuhan keperawatan Manajemen jalan napas
16- 11- Sindrome hipoventilasi selama 3x24 jam diharapkan pola napas kembali O:
2021 efektif dengan kriteria hasil: - Lakukan monitor pola napas (frekuensi,
a. Dyspnea menurun. Menunjukan pola napas kedalaman, usaha napas)
normal/efektif (RR : 22 x/ menit) - Lakukan monitor bunyi napas tambahan
b. Penggunaan otot bantu nafas menurun (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronci
c. Frekuensi napas membaik kering)
T:
- Posisikan semi fowler.
E:
- Ajarkan napas dalam
K:
- Kolaborasi pemberian O2

Selasa Hipervolemia b/d Gangguan Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Manajemen hipervolemia
16- 11- mekanisme regulasi 3x24 jam diharapkan masalah hipervolemia dapat O:
2021 teratasi dengan kriteria hasil - Periksa tanda dan gejala hipervolemia
a. Tekanan darah membaik - Identifikasi penyebab hipervolemia
b. Edema men urun - Monitor input output
c. Turgor kulit membaik - Monitor tanda hemokonsentrasi
T:
- Batasi asupan cairan
E:
- Ajarkan cara mengukur dan mencatat
asupan cairan
K:
- Kolaborasi pemberian diuretic
Selasa Nyeri akut b/d Agen Setelah dilaksakan tindakan asuhan keperawatan O:
16- 11- pencidera biologis selama 3 x24 jam diharapkan nyeri menurun - Lakukan identifikasi lokasi, karakteristik,
2021 dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
a. Keluhan nyeri menurun nyeri.
b. Melaporkan bahwa nyeri menurun dengan - Lakukan identifikasi skala nyeri
menggunakan manajemen nyeri skala nyeri (0- T:
1). - Berikan teknik non farmakologis untuk
c. Meringis menurun mengurangi rasa nyeri
d. Penggunaan analgetik menurun E:
- Ajarkan tehnik nonfarmakologi
K:
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.
INTERVENSI KEPERAWATAN

Hari/Tangga Jam Diagnosa Implementasi Evaluasi


l
Selasa/16 10.0 Pola nafas tidak efekif Memberikan posisi semi fowler S:
november 0 b.d sindrom ventilasi Klien mengatakan sesak napas, lemas
2021 O:
Klien tampak lemah
Terpasang nasakanul 4L/menit
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
Selasa/16 11.0 Hypervolemia b.d Melakukan pemantauan intake S:
november 0 mekanisme regulasi output Klien mengatakan tangan dan kaki bengkak
2021 O:
Klien tampak lemah, tampak edema dibagian
eksremitas atas (+1) dan bawah (+2)
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
Selasa/16 12.0 Nyeri b.d agen pencidera Mengajarkan teknik relaksasi S:
november 0 biologis Klien mengatakan nyeri sebelah tangan kiri
2021 P: selulitis
Q: seperti terbakar
R: tangan sebelah kiri
S: 5
T: Hilang timbul

O:
Klien tampak lemah, tampak ada kemerahan,
dilengan ada bula
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
Rabu/17 09.3 Pola nafas tidak efekif Memberikan posisi semi fowler S:
november 0 b.d sindrom ventilasi Klien mengatakan sesak sudah berkurang
2021 O:
Klien tampak lemah
Klien tampak tidak terpasang oksigen
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
Rabu/17 11.0 Hypervolemia b.d Melakukan pemantauan intake S:
november 0 mekanisme regulasi output Klien mengatakan tangan dan kaki bengkak
2021 O:
Klien tampak lemah, tampak edema dibagian
eksremitas atas (+1) dan bawah (+2)
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
Rabu/17 12.0 Nyeri b.d agen pencidera Mengajarkan teknik relaksasi dan S:
november 0 biologis kompres dingin Klien mengatakan nyeri belum berkurang
2021 O:
Klien tampak meringis menahan sakit
Sakala 5
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
Kamis/18 Pola nafas tidak efekif Memberikan posisi semi fowler S:
november b.d sindrom ventilasi Klien mengatakan sudah tidak sesak
2021 O:
Klien tampak kooperatif
Klien tampak tenang
A:
13Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan
Kamis/18 15.0 Hypervolemia b.d Melakukan pemantauan intake S:
november 0 mekanisme regulasi output Klien mengatakan tangan dan kaki masih
2021 bengkak
O:
Klien tampak kooperatif
Klien tampak lemah, tampak edema dibagian
eksremitas atas (+1) dan bawah (+2)
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
Kamis/18 16.0 Nyeri b.d agen pencidera Mengajarkan teknik relaksasi S:
november 0 biologis Mengajarkan cara kompres dingin Klien mengatakan nyeri berkurang
2021 O:
Klien tampak lebih tenang
Sakala 3
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
Kamis/18 18.4 Hypervolemia b.d Melakukan pemantauan intake S:
november 5 mekanisme regulasi output Klien mengatakan tangan sebelah kanan
2021 sudah tidak bengkak tetapi yang kiri masih
bengkak dan kaki juga masih bengkak
O:
Klien tampak kooperatif
Tangan sebelah kiri edema (+1) dan kedua
kaki (+1)
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
Kamis/18 19.3 Nyeri b.d agen pencidera Mengajarkan teknik relaksasi S:
november 0 biologis Mengajarkan cara kompres dingin Klien mengatakan masih nyeri
2021 O:
Klien tampak lebih tenang
Tampak kemerahan pada tangan sebelah kiri
teraba hangat dan ada bula berukuran 2-3 cm
Sakala 3
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M., Dayit, M.W., & Siswadi, Y. (2008). Keperawatan Perioperatif: Prinsip dan
Praktik. Jakarta:EGC

Bilotta, K.A.J., R(2011). Kapita Selekta Penyakit: dengan Implikasi Keperawatan Alih
Bahasa Edisi 2. Jakarta:EGC
Black, Joyce, M., & Hawks, Jane, Hokanson. (2014). Keperawatan medikal bedah
manajemen klinis untuk hasil yang diharapkan. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika

Corwin, J.E. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa: Nike Budhi Subekti. Edisi revisi
3. Jakarta: EGC

Haryono, R. (2013). Keperawatan medikal bedah: sistem perkemihan. Yogyakarta: Andi


Offset

Hasdianah. (2012). Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak – Anak
Dengan Solusi Herbal. Yogyakarta : Nuha Medika

Muttaqin, A., Sari, K. (2011). Asuhan keperawatan gangguan sistem perkemihan.Jakarta:


Salemba Medika

O’Callagan, C. (2009). At a Glance System Ginjal Edisi kedua. Editor Amalia Safitri dan
Astikawati. Jakarta: Erlangga

Pernefri. (2017). Konsensus Dialisis. Jakarta: Depkes: Perhimpunan Nefrologi Indonesia

Price, S.A., & Wilson, L.M. (2013). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi VI. Jakarta: EGC

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. (2014). Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid I. VI. Jakarta: Interna Publishing

Smeltzer & Bare. (2011). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth, Edisi
8. Jakarta: EGC

Sudoyo, et al. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Suharyanto, T & Madjid, A. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien denganGangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: TIM

Sukandar. (2010). Gagal Ginjal Kronik dan Terapi Dialisis. Bandung : FK Unpad

Suwitra, K. (2013). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC

Tarwoto, Wartonah., Taufiq., Mulyani. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan


Sistem Endokrin. Jakarta: Trans Info Medika

TIM POKJA SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia

TIM POKJA SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia

TIM POKJA SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep.Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai