Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) terdiri dari beberapa

pengertian yaitu Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran

pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga Alveoli beserta organ

Adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.Infeksi akut

adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil

untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang

dapat digolongkan dalam ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14

hari.

Infeksi saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah radang akut saluran

pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus

maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru (Alsagaff et al.,

2010). Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta

orang meninggal setiap tahun. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi,

anak-anak dan orang lanjut usia, terutama di negara dengan pendapatan

perkapita rendah dan menengah. ISPA merupakan salah satu penyebab utama

rawat jalan dan rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada

bagian perawatan anak (WHO, 2019).


Perkembangan penyakit pada bayi di dunia tahun 2016 dapat dilihat

dari beberapa data penyakit seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

25%, diare 7%, asma 5%, bronkiolitis 5% dan pneumonia 4.5%. Dari data

tersebut ISPA merupakan penyakit yang menyebabkan kematian dan

kesakitan tertinggi pada anak yaitu sebanyak 4.25 juta setiap tahunnya

(UNICEF, 2016 & WHO, 2016).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati urutan

pertama penyebab kematian bayi, dan menempati urutan kedua penyebab

kematian pada anak-anak dan remaja. Sebanyak (36,4%) kematian bayi dan

(25,7%) pada anak-anak dan remaja yang masih masa pertumbuhan pada

tahun 2008, (32,1%) pada tahun 2009, (18,2%) pada tahun 2010 (38,8%) dan

(11,0%) pada tahun 2018 disebabkan karena ISPA. Data Riskesdas (2018)

sebanyak 73.188 balita menderita ISPA (Riset Kesehatan Dasar, 2018).

Pada tahun 2017 menunjukan jumlah kasus ISPA di Sulawesi Tenggara

yaitu berjumlah 28.720 kasus dan merupakan urutan pertama dari 10 besar

penyakit di Sulawesi Tenggara, tahun 2018 yaitu berjumlah 59.739 kasus

meningkat dari tahun sebelumnya dan menjadi urutan pertama dari 10 besar

penyakit di Sulawesi Tenggara dan pada tahun 2019 yaitu semakin meningkat

dengan jumlah 132.112 kasus di Sulawesi Tenggara (Dinas Kesehatan Prov.

Sulawesi Tenggara 2019).

Menurut data Dinas Kesehatan Kota Kendari (2018) jumlah penderita

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada tahun 2017 sebanyak 13.531

orang. Pada tahun 2018 sebanyak 18.264 orang, sedangkan pada tahun 2019
penderita ISPA sebanyak 42.197 orang, Puskesmas Poasia menempati urutan

pertama kejadian ISPA di Kota Kendari.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Kendari tahun (2019) jumlah

keseluruhan kejadian penyakit ispa berdasarkan kunjungan di bebetapa

Puskesmas di Kota Kendari, urutan pertama adalah Puskesmas Poasia

berjumlah 3.614, kedua Puskesmas Puuwatu berjumlah 1.312, ketiga

Puskesmas Labibia berjumlah 986, keempat Puskesmas Prumnas berjumlah

919, kelima Puskesmas Mekar berjumlah 866.

Berdasarkan hasil pengambilan data awal di Puskesmas Poasia Kendari

diketahui bahwa jumlah balita di wilayah kerja puskesmas poasia sebanyak

4.304 dan jumlah balita yang mengalami ISPA pada 3 tahun terakhir yaitu

pada tahun 2018 sebanyak 330 kasus, tahun 2019 sebanyak 270 kasus dan

pada tahun 2020 yaitu mengalami peningkatan kasus ISPA pada balita

sebanyak 382 kasus. Untuk data 5 bulan terakhir yaitu pada bulan November

2020 sebanyak 32 kasus, pada bulan Desember 2020 sebanyak 21 kasus, pada

bulan Januari 2021 sebanyak 19 kasus, pada bulan Februari 2021 sebanyak 13

kasus dan pada bulan Maret sebanyak 35 kasus. (Data Puskesmas Poasia

Kendari 2021).

Penyakit saluran pernapasan merupakan sumber yang paling penting

pada status kesehatan yang buruk dan mortalitas di kalangan anak-anak.

Penyebab utama penyakit ini adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

Infeksi ini bisa disebabkan oleh bakteri maupun virus. Penyebab Infeksi
Saluran Pernapasan Akut antara lain, pneumonia bakterial, suatu infeksi paru-

paru yang membawa korban paling besar (Aprianingsih et al., 2008).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu Pemberian vitamin A, status gizi kurang, status

imunisasi yang tidak lengkap, polusi udara di lingkungan tempat tinggal, dan

orang tua perokok4 . Pemberian vitamin A dan Gizi kurang merupakan

penyebab ISPA yang sangat berperan (Taksande, Dkk. 2016).

Balita yang tidak mendapat vitamin A 2x pertahun mempunyai risiko

yang lebih besar terhadap kejadian ISPA pada balita dibanding balita yang

mendapat vitamin A dua kali pertahun (Yanti, 2008). Pemberian suplementasi

vitamin A pada balita diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak

dari penyakit.Perlu diketahui, kekurangan vitamin A dalam tubuh yang

berlangsung lama dapat menimbulkan masalah kesehatan yang berdampak

pada meningkatnya risiko kesakitan dan kematian pada Balita. Vitamin A

atau retinol terlibat dalam pembentukan, produksi, dan pertumbuhan sel darah

merah, sel limfosit, antibodi juga integritas sel epitel pelapis tubuh. Vitamin

A juga dapat mencegah rabun senja, xeroftalmia, kerusakan kornea dan

kebutaan serta mencegah anemia pada ibu nifas. Kekurangan vitamin A dapat

meningkatkan risiko anak rentan terkena saluran pernapasan atas, campak,

diare (Kemenkes, 2016).

Sementara status gizi adalah keadaan tubuh seseorang akibat makanan

yang dikonsumsinya setiap hari (Amalia, Dkk.2014).penyakit infeksi dan

keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik dan sebab akibat.
Penyakit infeksi dapat memperburuk status gizi dan seseorang dengan status

gizi yang buruk menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Tubuh mempunyai

cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi

dalam keadaan gizi yang baik. Jika keadaan gizi semakin buruk maka reaksi

kekebalan tubuh akan menurun dan menyebabkan kemampuan tubuh untuk

mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun. Kuman yang

sebetulnya tidak berbahaya, dapat membawa akibat yang fatal berupa

kematian dengan keadaan gizi yang buruk. Anak yang mengalami malnutrisi

berat memiliki sistem imun yang lemah dan fungsi proteksi mukosa saluran

napas yang tidak adekuat, sehingga seringkali menyebabkan terjadinya ISPA.

(Puspitawati & Sulistyarini, 2013)

Dari hasil wawancara terhadap 10 orang ibu yang mempunyai anak

pernah menderita ISPA di Puskesmas Poasia didapatkan 6 orang ibu yang

mengatakan anaknya tidak diberikan vitamin A. Selain karena factor

pemberian vitamin A, 8 orang diantaranya mengatakan bahwa anaknya

tampak kurus. Dimana kita ketahui bahwa penyakit infeksi dapat

memperburuk status gizi dan seseorang dengan status gizi kurang menjadi

lebih rentan terhadap infeksi terutama pada ISPA.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Hubungan Pemberian Vitamin A Dan Status Gizi

Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia,

Kota Kendari”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan dalam

penelitan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah ada hubungan vitamin A terhadap kejadian ISPA pada Balita

diwilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari?

2. Apakah ada hubungan status gizi terhadap kejadian ISPA pada balita

diwilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pemberian vitamin A dan status gizi

terhadap kejadian ISPA pada balita diwilayah kerja Puskesmas Poasia

Kota Kendari.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pemberian vitamin A terhadap kejadian

ISPA pada balita diwilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari.

b. Untuk mengetahui hubungan satatus gizi terhadap kejadian ISPA pada

balita diwilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pustaka dan

sebagai referensi dalam bidang ilmu pengetahuan dan bidang penelitian.


b. Bagi Puskesmas Poasia

Sebagai masukan dan pertimbangan bagi perumusan kebijakan program

kesehatan dan juga sebagai pengembangan ilmu keperawatan,

khususnya perawatan penyakit ISPA pada balita.

2. Manfaat Teoritis

a. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis tentang

hubungan pemberian vitamin A dan status gizi terhadap kejadian ISPA

pada balita.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai tambahan informasi dan bahan referensi bagi peneliti

selanjutnya untuk mengkaji permasalahan yang relevan dalam penelitin

ini.

Anda mungkin juga menyukai