Askep Thypoid
Askep Thypoid
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan
paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever,
enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang
disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal,
oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu
penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat
menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber
penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier.
Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi
salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
3. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F
yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui
Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada
orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut
kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang
tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian
kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam
jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-
sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam
sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia.
Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan
merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis
typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena
salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang.
4. Manifestasi Klinik
a. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan
dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi /
diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih,
kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
5. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi
perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
b. Diet.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan.
1) Klorampenikol
2) Tiampenikol
3) Kotrimoxazol
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet
dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum susu mentah
(yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari
makanan pedas
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang
terdiri dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi
atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk
diagnosa demam typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif
tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan
darah tergantung dari beberapa faktor :
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan
darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang
pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah
klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah
klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid
yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma
lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat
menghambat pembentukan antibodi.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa,
titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan
sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun.
Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat
mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella
thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang
pernah tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang
sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada
spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang
berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih
baik dari suspensi dari strain lain.
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan
masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat
badan 2 – 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex
sekundernya.
Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk
perubahan sosial dan emosi.
a. Motorik kasar
1) Loncat tali
2) Badminton
3) Memukul
4) motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan
irama dan keleluasaan.
b. Motorik halus
2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik.
c. Kognitif
3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
penghubung dan kata depan
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress
dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga
terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan.
a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
c. Lingkungan asing
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan
dampaknya terhadap masa depan anak
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya
peraturan Rumah sakit
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh
salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan,
jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor
predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah.
b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat.
3. Perencanaan
Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan
Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal,
tanda-tanda dehidrasi tidak ada
Intervensi
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan
peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari
pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan
distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi
dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.
Diagnosa. 2
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat
Tujuan
Kriteria hasil
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik
usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran
mukosa bibir tidak pucat.
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah
baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien
makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi
lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan
laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat antiemetik seperti (ranitidine).
Diagnosa 3
Tujuan
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi
komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres
dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas,
anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun,
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.
Diagnosa 4
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien
seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-
barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
vitamin sesuai indikasi.
Diagnosa 5
Tujuan
Kriteria hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase
serta febris.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor
tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi
yang tidak adekuat
Tujuan
Kriteria hasil
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta
dalam pengobatan.
Intervensinya
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri
pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk
bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab
dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan
demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap
tindakan yang dilakukan pada klien
4. Evaluasi
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien
dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan
cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang
penyakitnya.
PENGKAJIAN
Tanggal masuk RS : 10-05-2011
Jam masuk RS : 19.45 WIB
Tanggal pengkajian : 15-05-2011
Jam pengkajian : 20.30 WIB
Pengkaji : Ira Indra Imawati
1. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : An.T
Tempat/tgl lahir : Kebumen,06-11-2006
Umur : 4,6 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Bahasa yang dimengerti : Jawa/Indonesia
Dx Medis : Thypoid
No Rekam Medis : 0198092
Orang tua/wali :
Nama ayah/ibu/wali : Tn.K
Pekerjaan ayah/ibu/wali : Buruh
Alamat ayah/ibu/wali : Wonorejo,1/2 karanganyar
Jantung
S1-S2 murni, tak ada murmur, bising (-).
10. Payudara :
Tak ada keluhan, simetris.
11. Abdomen :
I : terlihat membesar
A : bunyi bising usus 10x/m
P :perut kembung, agak keras
P :bunyi thimpany
12. Genetalia :
Tak ada keluhan.
13. Muskuleskeletal :
Tak ada keluhan, pergerakan sendi sesuai jenis, ROM baik.
14. Neurologi :
Normal, tak ada keluhan.
C. Terapi
Tanggal Per-oral Per-interal
Ceftriaxon 2x 3 mg
Paracetamol 250 mg Dexa 3 x2 mg
Ctm 3x1 Sotatic 2x 1 ½
N. 500 /drip
Curliv 2x1 Inffus RL 20 tpm
D5 15 tpm
BB : 11 kg
Porsi makan dari RS hanya dimakan 1-3
sendok
program
2 Nyeri b.d proses Setelah dilakukan tindakan a.monitor KU
inflamasi keperawatan selama 2x24 b.kaji tingkat nyeri intensitas dan skala
jam diharapkan nyeri nyeri
berkurang,dengan KH: c.jelaskan penyebab nyeri
Skala nyeri menjadi 3 d.ajarkan teknik distraksi relaksasi(nafas
Pasien nampak lebih rileks dalam)
Pasien mampu e.posisikan pasien senyaman mungkin
mengontrol nyeri
f.kolaborasi dengan tim medis pemberian
obat analgesik
3 Resiko nutrisi Setelah dilakukan tindakan Kaji pola dan kebiasaan makan
kurang dari keperawatan selama 2 x 24
Observasi adanya muntah
kebutuhan b.d jam kebutuhan nutrisi
anoreksia ( mual, adekuat dengan kriteria Menganjurkan keluarga untuk memberi
muntah) hasil :
makanan dalam porsi kecil tapi sering dan
Klien tidak muntah
3. Porsi makan yang tidak merangsang produksi asam (biskuit)
disediakan habis
Memberikan terapi pemberian cairan dan
1. IMPLEMENTASI
1. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi
Tgl Implementasi Respon pasien Ttd
15-05- Mengukur tanda – tanda vital S: 37,80 C, N: 100x/m, R:20x/m.
2011
Memantau aktifitas kejang
Menganjurkan keluarga untuk
Pasien tidak mengalami kejang
memberikan sedikit minum tapi
sering
Klien sedikit-sedikit mau minum
memberikan kompres hangat
memberikan terapi sesuai
program
Pasien dikompres pake air hangat
-terapi masuk
1. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia ( mual, muntah)
Tgl Implementasi Respon pasien Ttd
15-05-
2011 Mengkaji pola dan Klien makan hanya 1-3sdm
kebiasaan makan
Mengobservasi adanya klien sudah muntah 1x
muntah
Menganjurkan keluarga Ibu klien mengatakan anaknya masih
susah makan
untuk memberi makanan
dalam porsi kecil tapi sering
dan tidak merangsang
produksi asam (biskuit)
Memberikan terapi
pemberian cairan dan nutrisi
sesuai program
Infus RL terpasang 20tpm
Memberikan terapi
pemberian anti emetik sesuai
program
Terapi diberikan
16-05- Mengkaji kembali pola dan Klien menghabiskan ¼ porsi dari RS
2011
kebiasaan makan
Mengobservasi kembali
Klien sudah tidak muntah terus
adanya muntah
Menganjurkan kembali pada
Klien terlihat makan biskuit,pisang
keluarga untuk memberi
makanan dalam porsi kecil
tapi sering dan tidak
merangsang produksi asam
Memberikan kembali terapi
pemberian cairan dan nutrisi
sesuai program
Memberikan kembali terapi
Infus RL terpasang 20 tpm
pemberian obat anti emetik
sesuai program
Terapi diberikan
2. EVALUASI
Rabu S:
18-5-2011 - S: ibu klien mengatakan ,klien setiap habis makan
sudah berkurang muntah nya.
O: klien masih muntah 1x
BB : 11kg
Porsi makan dari RS hanya dimakan ¼ porsi
A: masalah teratasi
P: pertahankan intervensi
BAB I
PENDAHULUAN
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella Thypi
( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid
dan paratyphoid abdominalis
( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid
fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis
(.Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik
yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara
pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
(Mansoer Orief.M. 1999).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah
suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang
dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2. ETIOLOGI
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. Ada dua sumber
penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier.
Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi
salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
C.PATOLOGI ANATOMI
Susunan saluran pencernaan terdiri dari : Oris (mulut), faring (tekak), esofagus
(kerongkongan), ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus), intestinum mayor
(usus besar ), rektum dan anus. Pada kasus demam tifoid, salmonella typi berkembang biak
di usus halus (intestinum minor). Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan
makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada seikum, panjangnya 6 cm,
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan
yang terdiri dari : lapisan usus halus, lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot
melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus longitudinal) dan lapisan serosa
(sebelah luar).
Usus halus terdiri dari duodenum (usus 12 jari), yeyenum dan ileum. Duodenum
disebut juga usus dua belas jari, panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke
kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dari bagian kanan duodenum ini terdapat selapu
t lendir yang membukit yang disebut papila vateri. Pada papila vateri ini bermuara saluran
empedu (duktus koledikus) dan saluran pankreas (duktus wirsung/duktus pankreatikus).
Dinding duodenum ini mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar,
kelenjar ini disebut kelenjar brunner yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 meter. Dua perlima bagian atas
adalah yeyenum dengan panjang 23 meter dari ileum dengan panjang 4 – 5 m. Lekukan
yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan
peritonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.
Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena
mesenterika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritonium yang
membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas
yang tegas.
Ujung dibawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan lubang yang
bernama orifisium ileoseikalis. Orifisium ini diperlukan oleh spinter ileoseikalis dan pada
bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukhim yang berfungsi untuk
mencegah cairan dalam asendens tidak masuk kembali ke dalam ileum.
Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangata luas melalui lipatan mukosa dan
mikrovili memudahkan pencernaan dan absorbsi. Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan sub
mukosa yang dapat memperbesar permukaan usus. Pada penampang melintang vili dilapisi
oleh epitel dan kripta yag menghasilkan bermacam-macam hormon jaringan dan enzim yang
memegang peranan aktif dalam pencernaan.
Didalam dinding mukosa terdapat berbagai ragam sel, termasuk banyak leukosit. Disana-
sini terdapat beberapa nodula jaringan limfe, yang disebut kelenjar soliter. Di dalam ilium
terdapat kelompok-kelompok nodula itu. Mereka membentuk tumpukan kelenjar peyer dan
dapat berisis 20 sampai 30 kelenjar soliter yang panjangnya satu sentimeter sampai beberapa
sentimeter. Kelenjar-kelenjar ini mempunyai fungsi melindungi dan merupakan tempat
peradangan pada demam usus (tifoid). Sel-sel Peyer’s adalah sel-sel dari jaringan limfe
dalam membran mukosa. Sel tersebut lebih umum terdapat pada ileum daripada yeyenum.
( Evelyn C. Pearce, 2000)
D.PATOFISIOLOGI
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan
melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi
kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut
kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang
tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian
kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam
jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-
sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam
sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia
bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada
patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam
disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat
pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
E..KOMPLIKASI
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
2. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
2. Diet
Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN TYPHOID
Definisi
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam
satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa
gangguan kesadaran. (Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, 1993).
Etilogi
Salmonella typhii, basil Gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora,
mempunyai sekurang - kurangnya empat macam antigen yaitu : antigen 0 (somatik), H
(flagella), Vi dan protein membran hialin. (Mansjoer, 2000).
Pathofisiologi
Kuman salmonella masuk bersama makanan atau minuman, setelah berada dalam usus
halus akan mengadakan invasi ke jaringan limfoid pada usus halus (terutama plak peyer) dan
jaringan limfoid mesentrika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis, kuman lewat
pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem
(RES) terutama hati dan limpa. Pada akhir masa inkubasi 5 - 9 hari kuman kembali masuk ke
organ tubuh terutama limpa, kandung empedu ke rongga usus halus dan menyebabkan
reinfeksi di usus.
Dalam masa bakteremia ini kuman yang mengeluarkan endotoksin yang susunan
kimianya sama dengan somatik antigen (lipopolisakarida), yang semula di duga bertanggung
jawab terhadap terjadinya gejala - gejala dari demam tifoid.
Demam tifoid disebabkan karena salmonella typhosa dan endotoksinnya yang
merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleb leukosit pada jaringan yang meradang.
Selanjutnya beredar mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang akhirnya
menimbulkan gejala demam. (Penyakit infeksi Tropik Pada Anak, 1993).
Penatalaksanaan
1. Perawatan
Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk di isolasi, observasi serta
pengobatan. Penderita harus istirahat 5 - 7 hari bebas panas, tetapi tidak harus tirah baring
sempurna seperti pada perawatan demam tifoid dimasa lampau. Mobilisasi dilakukan
sewajarnya, sesuai dengan situasi dan kondisi penderita.
Penderita dengan kesadaran menurun posisi tubuhnya perlu diubah - ubah untuk
menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
2. Diet
Dimasa lampau, penderita diberi makan diet yang terdiri dan bubur saring, kemudian
bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan kondisi pasien. Pemberian bubur saring tersebut
dimaksudkan untuk menghindari perdarahan usus atau perforasi usus. Banyak penderita tidak
senang diet demikian, ini mengakibatkan keadaan umum dan gizi penderita memburuk dan
masa penyembuhan menjadi semakin lama. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa
pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran
yang berserat kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.
3. Obat
Obat - obat antimikrobia yang sering digunakan :
a. Kloramfenikol
b. Tiamfenikol
c. Cotrimoxazole
d. Ampicilin dan amoxilin
Obat - obat simtomatik
a. Antipiretika
b.Kortikosteroid
ASKEP PADA KLIEN DENGAN THYPOID
A. Pengkajian
B. Diagnosa keperawatan
Setelah data-data terkumpul kemudian dianalisa untuk menentukan masalah pasien dan
merumuskan diagnosa keperawatan.
1. Diagnosa keperawatan yang muncul dalam tinjauan kasus yang ada dalam pathway :
2. Hypertermi berhungan dengan pengaruh endotoksin pada hipotalamus.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dan kebutuhan berhubungan dengan intake yang kurang.
4. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada usus halus.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan immobilisasi.
Diagnosa keperawatan yang tidak ada dalam kasus nyata tetapi dalam teori ada, yaitu:
Diare berhubungan dengan inflamasi usus.
ANALISA DATA
N SYMTOM ETIOLOGI PROBLEM
O
1 DO : a. Suhu 39°C Pengaruh Hypertermi
b. Nadi 120 x/ menit endotoksin pada
c. Turgor sedang hipothalamus
DS : a. Pasien mengatakan intake yang kurang
badannya terasa panas
b. Pasien rnengeluh pusing
DO2 : a. Pasien makan hanya habis ¼ porsi intake yang kurang Ketidakseimbangan
b. Muntah 3 x nutrisi kurang dari
c. Lidah kotor kebutuhan tubuh
d. Pasien tampak lemah
e. BB turun:
Sebelum sakit = 26 kg
Setelah sakit = 24 kg
DS : a. Pasien mengatakan nafsu
makannya berkurang
b. Pasien mengatakan mual
c. Pasien. mengatakan
lidahnya terasa pahit
C. Perencanaan
Pada tahap-tahap perencanaan asuhan keperawatan pada An. S dengan Typhus
Abdominalis meliputi penentuan prioritas, penentuan tujuan dan menentukan tindakan
keperawatan
Dalam menentukan tujuan yang akan dicapai, unsur-unsur tujuan yang digunakan yaitu
spesifik, bisa diukur, bisa dicapai, realistik dan waktu pencapaianya juga perlu menentukan
kriteria hasil. (Budi Anna Kelliat,1996)
Diagnosa keperawatan pertama, tujuan yang ingin dicapai adalah suhu tubuh menjadi
normal kembali setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan
dengan kriteria waktu tersebut tidak terjadi kekurangan cairan karena perspirasi yang
meningkat yang akan menyebabkan kondisi tubuh makin lemah.
Rencana tindakannya antara lain dengan mengukur tanda-tanda vital, yang ditekankan
pada pengukuran suhu untuk memantau penurunan suhu dengan tidak mengabaikan
pengukuran pernafasan, nadi dan tekanan darah.
Kompres dingin dan pemberian minum yang banyak untuk mengganti cairan yang
hilang lewat penguapan Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti piretik, untuk
menurunkan suhu.
Diagnosa keperawatan ke dua, dengan kritenia waktu 1 x 24 jam diharapkan pasien
tidak mual dan tidak muntah sehingga dapat menghabiskan porsi makannya dengan evaluasi
terakhir terjadi kenaikan berat badan.
Penulis membuat rencana tindakan dengan melibatkan keluarga dalam memberikan
makanan yang disukai pasien dalam batas diet, melakukan penimbangan berat badan tiap hari
untuk mengetahui status gizi pasien sehingga dapat dilakukan tindakan keperawatan lebih
lanjut dan memudahkan dalam pemberian terapi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
anti emetik untuk mencegah rasa mual dan muntah, serta pemberian cairan parenteral sebagai
penambah asupan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh.
Diagnosa keperawatan ke tiga, tujuan yang ingin dicapai nyeri berkurang setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, karena kalau tidak cepat diatasi akan
mengganggu aktifitas pasien. Dengan rencana tindakan yang lebih memfokuskan pada
pengajaran tehnik relaksasi dan distraksi serta latihan nafas dalam saat nyeri. Juga kompres
dingin pada daerah yang nyeri karena dengan vasokontriksi dapat memblok rasa nyeri.
Pemberian diet lunak dimaksudkan pada pasien Typhus Abdominalis terdapat tukak-tukak
pada usus halus sehingga tidak terjadi pendarahan atau perforasi usus.
Diagnosa keperawatan ke empat, tujuan yang hendak dicapai adalah perawatan diri
terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan sekitar 20 menit.
D. Pelaksanaan
Pada diagnosa keperawatan yang pertama, semua rencana tindakan dapat dilakukan
seluruhnya. Pada saat kompres seharusnya dilakukan pada lipatan ketiak, lipat paha dan dahi
yang banyak pembuluh darahnya tetapi hanya dilakukan di dahi karena pasien merasa risih.
Mengukur tanda-tanda vital dilakukan setiap 6 jam sekali. Kolaborasi dengan dokter dalam
memberikan anti piretik (paracetamol 3 x 500 mg) dan anti biotik (injeksi ampicillin 2 x I gr).
Injeksi antibiotik dilakukan sampai hari ke-6 dan diganti anti biotik oral (amoxilin 3 x 500
mg).
Dalam diagnosa keperawatan ke dua, diberikan cairan parenteral (dextrose 5% 20
tetes/menit) dan anti emetik (primperan 1/2 cth). Semua tindakan dapat dilakukan bersama
perawat dan keluarga terutama dalam memberikan makanan tambahan.
Untuk diagnosa keperawatan yang ketiga dan kelima rencana tindakan keperawatan
dapat dilakukan sepenuhnya.
Kompres dingin, tehnik relaksasi dan distraksi dilakukan pasien men jelang tidur agar
atau saat nyerinya datang dapat beristirahat dengan cukup dan untuk mengurangi rasa nyeri.
Diagnosa keperawatan yang ke empat dilakukan tidak hanya sekali, tetapi setiap pagi
dan sore selama pasien dirawat.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan.
Evaluasi digunakan sebagai tolak ukur berhasil tidaknya tindakan keperawatan yang
telah dilakukan. Evaluasi dari keseluruhan diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Hypertermi berhubungan dengan pengaruh endotoksin pada hipotalamus.
Masalah dapat diatasi sepenuhnya tanggal 13 Juli 2005, suhu tubuh kembali normal menjadi
normal 37°C dan tetap diobservasi sampai pasien diperbolehkan pulang.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang.
Masalah dapat teratasi pada tanggal 16 Juli 2005 dengan kenaikan berat badan pasien yang
semula 24 kg menjadi 24,1 kg
3. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada usus halus.
Masalah dapat teratasi sepenuhnya pada tanggal 14 Juli 2005, dari skala nyeri 3 menjadi
skala nyeri 0. Rencana tindakan dihentikan.