Anda di halaman 1dari 6

Strategi Pertahanan Indonesia Pada Masa Orde Baru

Lutfiyah Safitri, Nurrahma Fitria, Naqia Salsabila Taslim, Faizzatuzzuhroh,


Aulia Oki
Fakultas Humaniora, Prodi Hubungan Internasional

Semasa kebijakan Orde Lama berbagai operasi militer dikerahkan dalam


menumpas pemberontakan yang terjadi di wilayah domestik. Hal ini
menunjukkan bahwa tindakan militer yang dilakukan pada masa orde lama
tendensius kepada hard politics, dibandingkan dengan soft politics melalui
resolusi damai atau diplomasi. Pada awal mula masa kemerdekaan, Indonesia
melakukan tindakan militer soft politics, yakni melalui penyelenggaraan
perjanjian perdamaian antara Indonesia dan Belanda. Disamping itu kekuatan
militer masih tetap disiagakan untuk menjaga keamanan dan kedaulatan negara,
melihat pasukan militer Belanda yang menggunakan hard politics untuk menekan
warga negara Indonesia melalui Agresi Militer Belanda II.
Sejak proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 hingga saat ini,
Doktrin Pertahanan Indonesia dibagi dalam enam periode dimana keenam periode
tersebut disesuaikan dengan sebaran operasi-operasi militer yang digelar, baik
untuk menghadapi ancaman internal maupun eksternal. Dari operasi-operasi
militer yang digelar inilah dapat diketahui apakah karakter doktrin pertahanan
tersebut memberikan arahan yang bersifat ofensif atau defensif. Keenam periode
tersebut adalah: periode Perang Kemerdekaan (1945-1949), RIS (1949-1950),
Perang Internal (1950-1959), Demokrasi Terpimpin (1959-1967), Orde Baru
(1967-1998) dan Reformasi (1998-2004).
Pemikiran atau ideologi yang dianut pada masa Soekarno yakni
NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis) menjadi hal yang cukup spekulatif,
yang dikatakannya sebagai bentuk penjajahan baru melalui kekuatan kapitalisme
dan imperialisme. Sehingga logika pertahanan negara dibentuk dengan
pembangunan kekuatan militer yang kuat. Kebutuhan atas kekuatan militer yang
besar pada saat itu untuk mempertahankan dan mengamankan kemerdekaan
Indonesia melahirkan konsep mengenai implikasi atau keterlibatan rakyat dalam
perang, yang dikenal dengan Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta.
Setelah lengsernya Presiden Soekarno dari tahta kepemimpinan pada tahun
1965, Indonesia dihadapkan pada gejolak sosial politik yang tentatif serta
mengalami depresi ekonomi nasional. Presiden Soeharto mendapatkan legitimasi
untuk memimpin revolusi nasional mengarahkan tujuannya pada pembangunan
negara [ CITATION Pos17 \l 1033 ]. Pada saat era Orde Baru, militer menjadi jauh
lebih aktif terlibat dalam kehidupan politik dengan peran dan kesempatan yang
sangat besar untuk menjalankan berbagai urusan sipil yang mendapat keabsahan
melalui Dwi Fungsi ABRI [ CITATION Bak07 \l 1033 ]. Militer memiliki prestise
dan hak istimewa yang besar dalam politik yang pada dasarnya bertujuan untuk
melindungi status quo. Militer pada masa Soeharto lebih memfokuskan pada
keamanan dan kedaulatan internal daripada terhadap ancaman eksternal. Hal ini
juga tidak lepas dari peran Soeharto yang berlatar belakang militer.
Pemerintahan Orde Baru lebih mempromosikan konsep Ketahanan Nasional
yang menekankan pada dimensi internal dan digunakan untuk menciptakan
stabilitas negara. Sedangkan untuk kebijakan politik luar negerinya, pemerintah
menerapkan soft politics dengan tujuan kolektif yakni menciptakan keseimbangan
kepentingan regional di wilayah Asia Tenggara. Dapat dilihat bahwasannya
pemeintahan pada masa orde baru lebih bersifat preventif yang menjaga stabilitas
nasional dan menjadikan diplomasi dan negosiasi sebagai sarana utama. Dengan
kebijakan politik ini, maka kekuatan militer dibangun dengan perspektif tersebut.
Walapun fakta menunjukkan bahwa pada tahun 1976 pemerintahan Orde Baru
berhasil membawa Timor-Timur menjadi bagian dari Indonesia, namun secara
keseluruhan konsentrasi pertahanan pada masa Orde Baru tetap bersifat internal.
Pada masa kekuasaan Orde Baru, pemerintahan ini langsung dihadapkan
pada tugas berat yaitu menghentikan resesi ekonomi dan berupaya menciptakan
stabilitas ekonomi dan politik. Setelah keadaan krisis teratasi dalam rangka untuk
menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, pemerintah mulai fokus untuk
melaksanakan program pembangunan nasional. Dalam rangka pembangunan
nasional, GBHN menjadi pola umum pembangunan jangka panjang dan pola
umum PELITA (Pembangunan Lima Tahun). Agar pembangunan dapat berjalan
optimal dan merata, maka alokasi dan penyebaran sumberdaya juga haruslah
merata. Namun, ketika itu penduduk masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Dalam
upaya resolusi masalah tersebut, pemerintah melakukan penyebaran penduduk
secara terprogram. Program nasional yang digaungkan pada masa itu adalah
transmigrasi yang tak lain ditujukan untuk pemerataan penduduk local.
Dalam melakukan program transmigrasi ini pemerintah mengupayakan
strategi yang matang. Kompleksitas persoalan informasi transmigrasi merupakan
tantangan dan perlu merumuskan program dan strategi penyampaian kebijakan
informasi transmigrasi secara tepat. Pemerintahan Orde Baru menjadikan
stabilisasi ekonomi, politik dan pembangunan sebagai landasan utama
pemerintahannya dengan menekankan pentingnya administrasi, kemampuan
teknik, dan pembangunan ekonomi. Setelah keadaan krisis teratasi dalam rangka
untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, pemerintah mulai focus
untuk melaksanakan program pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur. Dalam upaya pembangunan tersebut, Undang-
Undang Dasar 1945 dan Pancasila menjadi landasan utama yang tetap utuh.
Sedangkan landasan operasional dan pola dasarnya berpedoman pada Garis-Garis
Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam rangka pembangunan nasional, GBHN
menjadi pola umum pembangunan jangka panjang dan pola umum PELITA
(Pembangunan Lima Tahun) GBHN memiliki peran yang besar yakni sebagai
indicator dan instrument keberhasilan, serta alat evaluasi pembangunan nasional.
Pertahanan negara merupakan segala usaha untuk mempertahankan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), dan keselamatan bangsa dari segala bentuk ancaman internal maupun
eksternal. Pertahanan negara berfungsi untuk mewujudkan dan mempertahankan
seluruh wilayah NKRI dengan segala isinya sebagai satu kesatuan pertahanan.
Sistem Pertahanan Nasional bersifat semesta bercirikan kerakyatan, kesemestaan,
dan kewilayahan. Kerakyatan mengandung makna tersirat bahwasannya adanya
pertahanan nasional yakni diperuntukkan untuk melindungi rakyat Indonesia.
Kesemestaan mengandung makna bahwa sumber daya alam yang ada
dimanfaatkan untuk melakukan pertahanan. Ciri kewilayahan merupakan gelar
kekuatan pertahanan yang tersebar di seluruh wilayah NKRI, sesuai dengan
kondisi geografi sebagai satu kesatuan pertahanan.
Doktrin Pertahanan Negara adalah prinsip-prinsip dasar yang memberikan
arah bagi pengelolaan sumber daya pertahanan untuk mencapai tujuan keamanan
nasional yang dituangkan kepada enam muatan doktrin pertahanan yaitu:
perspektif bangsa tentang perang, komponen negara yang terlibat perang,
pemegang kendali perang, serta strategi perang. Di tingkatan politik, prinsip
politik dari doktrin berisi beberapa hal yang berkaitan dengan tugas angkatan
bersenjata untuk menghadapi ancaman militer bersenjata. Di tingkatan militer,
doktrin lebih banyak menjawab pertanyaan tentang bagaimana kekuatan militer
akan digunakan untuk menghadapi ancaman.
Pada masa damai, doktrin pertahanan digunakan sebagai penuntun dan
pedoman bagi penyelenggaraan pertahanan negara dalam menyiapkan kekuatan
dan pertahanan dalam kerangka kekuatan untuk daya tangkal yang mampu
mencegah setiap hakikat ancaman serta kesiapsiagaan dalam meniadakan
ancaman, baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri. Sedangkan pada
keadaan perang, doktrin pertahanan memberikan tuntutan dan pedoman dalam
mendayagunakan segenap kekuatan nasional dalam upaya pertahanan guna
menyelamatkan negara dan bangsa dari ancaman yang dihadapi [ CITATION Wid10
\l 1033 ].
Pada periode Orde Baru, operasi-operasi militer yang digelar didominasi
oleh pola operasi Kementrian Dalam Negeri dengan unsur-unsur operasi intelejen,
operasi tempur serta operasi teritorial untuk menghadapi ancaman yang lebih
banyak bersifat internal diantaranya penumpasan G 30 S/PKI, gerakan separatis
seperti GAM di Aceh, OPM di Papua, kontra-terorisme dan gerakan radikal Islam
serta operasi-operasi Keamanan Laut yang digelar untuk mengamankan perairan
Indonesia. Operasi militer yang digelar untuk menghadapi ancaman eksternal
hanya digelar dalam rangka menghadapi instabilitas keamanan di perbatasan
Timor Portugis dan Indonesia [ CITATION Dep08 \l 1033 ]. Karakteristik operasi
militer pada periode Orde Baru cenderung defensif dengan penggelaran operasi
militer terbatas untuk perlindungan kedaulatan negara dengan menekankan pada
tindakan-tindakan preventif [ CITATION Bak09 \l 1033 ].
Doktrin militer, khususnya aspek-aspek yang berhubungan langsung dengan
pertempuran, sangat tercermin dalam kekuatan-kekuatan yang diperoleh
organisasi militer. Postur kekuatan, inventaris senjata yang dikendalikan oleh
organisasi militer mana pun, dapat digunakan sebagai bukti untuk menemukan
doktrin militer [ CITATION Bar84 \l 1033 ].
Orde Baru lahir dari tekad untuk melakukan koreksi total atas kekurangan
sistem politik yang telah dijalankan sebelumnya. Dengan tekad dan komitmen
dari segala kekurangan pada masa sebelumnya, Orde Baru merumuskan tujuannya
secara jelas yakni melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Sebagaimana diungkapkan oleh Soeharto dalam salah satu pidatonya
“Koreksi secara mendasar terhadap kekeliruan masa lampau itulah yang
melahirkan Orde Baru. Ialah, tatanan kehidupan rakyat, bangsa dan negara yang
kita letakkan kembali pada pelaksanaan kemurnian Pancasila dan UUD1945.”
[ CITATION Dep94 \l 1033 ].
Sejak permulaan Pemerintahan Orde Baru tahun 1966, yang sejalan dengan
pergeseran pusat perhatian dari masalah pembinaan bangsa ke masalah
pembangunan ekonomi, muncul perhatian yang serius untuk menata kembali
suatu sistem politik yang diharapkan akan dapat menunjang kegiatan
pembangunan ekonomi tersebut. Proses ini semakin jelas ketika negara karena
prioritas pembangunan ekonominya yang berorientasi pada pertumbuhan,
mengintegrasikan diri ke dalam system ekonomi Internasional yang bercorak
orientasi pada pertumbuhan dan keterikatan internasional mempunyai signifikasi
tertentu dalam memahami karakteristik kepolitikan dan birokrasi di Indonesia
[ CITATION Man87 \l 1033 ].
Dalam membangun sistem potitik yang dapat menjamin stabilitas keamanan
rakyat sebagai syarat pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan
sebagaimana tercermin dalam pembangunan Nasional jangka panjang Pertama
mulai di lakukan juga serangkaian usaha untuk menyehatkan kembali birokrasi
pemerintahan sebagai instrumen penting yang akan menopang dan memperlancar
usaha-usaha pembangunan (ekonomi) tersebut. Ini berarti usaha menciptakan
suatu sistem birokrasi modern yang efisien dan efektif [ CITATION Mas87 \l
1033 ].
Dapat kita lihat bahwasannya strategi pertahanan Indonesia pada masa Orde
baru cenderung defensif dan preventif. Hal ini dilakukan pemerintah agar
mencapai kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat. Pemerintahan pada masa Orde
Baru setidaknya memiliki tiga ciri pertatahanan yakni kerakyatan, kesemestaan,
dan kewilayahan.

Referensi
Widjajanto, A. (2010). Evolusi Doktrin Pertahanan Indonesia 1945-1998 in
“Meninjau Kembali Pertahanan Indonesia”. Prisma, Vol. 29, 9, 3.
Bakrie, C. R. (2007). Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal. Jakarta: Yayasan
Obor.
Bakrie, C. R. (2009). Defending Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Departemen Pertahanan Indonesia. (2008). Buku Putih Pertahanan Indonesia.
Jakarta: Departemen Pertahanan Indonesia.
Posen, B. R. (1984). The Source of Military Doctrine : France, Britain and
Germany Between The World Wars. New York: Cornell University Press.
Kennedy, P. S. (2017). Pertahanan Indonesia dan Pandangan mengenai Ancaman
serta Ambisi pada Setiap Era Kepemimpinan Indonesia. Fundamental
Management Journal , 73.
Departemen Pertanian. (1994). PresidenSoeharto dan Pembangunan Pertanian.
Jakarta: PT.Citra Media Persada.
Manuel, K. (1987). Dari Kepolitikan Birokratik ke Korporatisme Negara:
Birokrasi dan Politik Indonesia. Jurnal Umum Politik 2.
Mas'oed, M. (1987). Ekonomi danStruktur Politik Orde Baru 1966-1971. Jakarta:
LP3ES.

Anda mungkin juga menyukai