Anda di halaman 1dari 5

Drug Free ASEAN: Sudah Sejauh Mana Kita?

Berdasarkan World Drug Report pada tahun 2020, Penggunaan narkoba di seluruh dunia telah
meningkat, baik dari segi jumlah keseluruhan maupun proporsi populasi dunia yang
menggunakan narkoba. Pada tahun 2019, diperkirakan 210 juta pengguna mewakili 4,8 persen
dari populasi global berusia 15-64 tahun, dibandingkan dengan perkiraan 269 juta pengguna
pada tahun 2018, atau 5,3 persen dari populasi, Mengakibatkan jutaan risiko kesehatan yang
berkelanjutan seperti hepatitis C dan HIV (UNODC, 2020). Sebagaimana dibahas pada
pertemuan ke-7 ASEAN Drug Monitoring Network (ADMN) pada 5-7 Maret 2019, kasus
narkoba tahun 2018 mengalami peningkatan, dengan kasus narkoba terbanyak terjadi di
Thailand, Indonesia dan Malaysia. Lebih dari 90 persen pelanggaran narkoba dilakukan oleh
warga negara ASEAN meskipun langkah-langkah serius sudah diterapkan oleh negara-negara
anggota (ASEAN-NARCO, 2019). Seperti Filipina’s war on drugs atau potensi hukuman mati
di Indonesia, penekanan terhadap Drug Free ASEAN tetap menjadi tantangan.
Masalah Perdagangan dan Pelanggaran Narkoba di Asia Tenggara
Perdagangan narkoba adalah ancaman keamanan utama di Asia Tenggara yang menargetkan
orang-orang dari berbagai latar belakang, usia dan jenis kelamin. Situasi narkoba di ASEAN
cukup serius di tahun 2019. Di seluruh populasi ASEAN, jumlah yang paling banyak adalah
pengguna ATS, pelanggar narkoba yang ditangkap di kawasan pada tahun 2019 adalah sekitar
492.461 pelanggar. Jumlah kejahatan narkoba yang dilakukan oleh warga negara asing di
kawasan ASEAN meningkat lebih dari tiga kali lipat pada tahun 2019. Lebih dari 90% pelaku
adalah warga negara Asia Tenggara. Jumlah pelanggar narkoba menurun di Malaysia, Myanmar,
dan Indonesia tetapi meningkat di Thailand dan Laos. Negara-negara lainnya hampir stabil dari
2018 (ASEAN Narcotics Cooperations Centre, 2020).
Selain itu, situasi narkoba yang memburuk di kawasan ini juga terkait dengan kedekatan
geografis ASEAN dengan Golden Triangle. Kawasan seluas 950.000 kilometer persegi, tempat
bertemunya perbatasan Thailand, Myanmar, Laos, dan China ini memiliki reputasi sebagai pusat
perdagangan narkoba dunia. Meskipun bukan negara penghasil narkoba, Kamboja tetap terkena
efek dari perdagangan narkoba regional dan internasional. Terletak di kawsan Golden Triangle,
Kamboja digunakan sebagai tempat transit sebelum sindikat narkoba mengangkut ke pasar
ketiga. Semua forum narkoba telah menunjukkan adanya peningkatan besar sabu di utara
Myanmar, namun terdapat kurangnya kontrol karena masuknya bahan kimia dan prekursor ke
daerah tersebut (ASEAN Narcotics Cooperations Centre, 2020).
Di Indonesia, negara yang populasinya sedikit di atas 40% dari total populasi ASEAN, situasi
narkoba juga masih bermasalah. Hampir setiap tahun, Badan Narkotika Nasional dan Polri
mengungkap setidaknya lebih dari 51.000 kasus narkoba dengan total penyitaan sekitar 151,5-
ton ganja dan 3,8-ton sabu. Myanmar dan Thailand juga telah melaporkan kasus serupa di mana
pengedar narkoba menggunakan berbagai teknik untuk menyembunyikan narkoba untuk
didistribusikan atau diangkut ke daerah lain. Dalam beberapa tahun terakhir, produksi obat
sintetik di Golden Triangle mengalami peningkatan. Sindikat narkoba terus menyelundupkan
narkoba dalam jumlah besar ke Thailand, yang menyebabkan sejumlah penyitaan narkoba.
197.231 kasus diajukan pada 2019, dengan 209.104 pelanggar berdasarkan ASEAN Drug
Monitoring Report 2019.
Drug-Free ASEAN

Indonesian International Relations Study Center


Visi Drug-Free ASEAN 2015 dimulai dengan diadopsinya ASEAN Work Plan on Combating
Illicit Drug Production, Trafficking and Use 2009-2015. Pelaksanaan rencana tersebut dipantau
dan dinilai secara berkala oleh ASEAN Senior Officials on Drug Matters (ASOD) dan UNODC
dan dapat dikatakan berhasil. Berdasarkan data dari UNODC, ada tiga tujuan utama dan hasil
yang diperoleh, yaitu Pengurangan yang signifikan dan berkelanjutan dalam budidaya tanaman
ilegal, pengurangan yang signifikan dan berkelanjutan dalam pembuatan dan perdagangan gelap
narkoba dan kejahatan terkait narkoba, dan pengurangan yang signifikan dan berkelanjutan
dalam prevalensi penggunaan obat-obatan terlarang dalam rentang waktu 2009-2015.
Berdasarkan penilaian akhir pada tahun 2014, UNODC merekomendasikan ASEAN untuk
mengambil langkah-langkah signifikan untuk mengurangi penawaran dan permintaan obat-
obatan karena itu masih menjadi tantangan dan akan menjadi ancaman baru dalam kawasan.
Oleh karena itu, mereka kembali mengadopsi ASEAN Work Plan on Combating Illicit Drug
Production, Trafficking and Use 2016-2025 yang mengusulkan beberapa kegiatan, mulai dari
pendidikan pencegahan, penegakan hukum, pengobatan dan rehabilitasi, litbang alternatif dan
kerjasama ekstra regional.
Pada review ASEAN Work Plan on Combating Illicit Drug Production, Trafficking and Use
2016-2025 dalam 6th ASEAN Minister Meetings on Drugs tahun 2018, dijelaskan bahwa:
i. ASEAN kembali menegaskan komitmen dalam mewujudkan cita-cita Drug Free
ASEAN, melalui pendekatan zero-tolerance terhadap obat-obatan terlarang yang
ditujukan untuk masyarakat yang bebas dari penyalahgunaan dan efek buruk obat-obatan.
ASEAN akan terus tegas dalam posisi, meskipun ada pergeseran kebijakan narkoba yang
terlihat di bagian lain dunia yang menganjurkan dekriminalisasi atau legalisasi narkoba.
ii. Para Menteri mencatat laporan kajian internal pertama Work Plan 2016-2025 yang
disiapkan oleh Brunei Darussalam. Para Menteri juga sepakat untuk terus memantau
kemajuan pelaksanaan kegiatan mereka yang tercantum dalam Rencana Kerja, dan
menilai pelaksanaan kegiatan tingkat nasional mereka.
iii. Para Menteri menghargai upaya Thailand untuk meningkatkan pengaturan kerja sama
pengelolaan perbatasan di seluruh ASEAN yang menjaga kawasan dari ancaman
kejahatan transnasional, termasuk perdagangan obat-obatan terlarang.
iv. Menyadari bahwa peredaran gelap narkoba dari Golden Triangle dampaknya akan
berkelanjutan di seluruh Negara Anggota ASEAN, para Menteri mendorong Negara
Anggota ASEAN untuk melanjutkan implementasi kegiatan dalam ASEAN Cooperation
Plan 2017-2019.
v. Menyepakati tuan rumah 7th ASEAN Minister Meetings on Drugs adalah Kamboja

Dalam pengimplementasiannya, ASEAN Work Plan on Combating Illicit Drug Production,


Trafficking and Use 2016-2025 mempertimbangkan hal-hal berikut:
i. Kondisi regional dan pasar obat-obatan yang berubah dengan cepat
ii. Beberapa pembelajaran dari kegagalan dan keberhasilan Work Plan 2009-2015
iii. Meningkatkan kerjasama multilateral dan kolektif tanpa mengurangi upaya sebuah
negara yang proaktif dalam mengatasi masalah narkoba di masing-masing negara
iv. Mencakup pendekatan yang luas dan seimbang yang mencakup upaya untuk secara
signifikan mengurangi pasokan dan permintaan obat-obatan terlarang
v. Memperkuat upaya kolektif yang ada dan melakukan kolaborasi yang kuat di antara
Negara-negara Anggota ASEAN
vi. Menetapkan target dan tindakan yang dapat dicapai untuk mengembangkan Rencana
Kerja yang efektif dan dapat diperkirakan.

Indonesian International Relations Study Center


ASOD secara berkala melakukan kajian pada tahun 2018, kemudian di tahun 2022. Kajian
tengah dan akhir rencana kerja dilakukan oleh ASOD pada tahun 2020 dan 2024, namun
nampaknya belum terlaksana pada 2020 karena adanya pandemi COVID-19 ini. Hasil review
dan evaluasi akan dilaporkan ke Asean Ministrian Meetings on Drugs Matters. Negara-negara
anggota ASEAN harus memantau kemajuan dan implementasi rencana kerja ASEAN ini,
menilai pencapaian serta menanggapi tantangan bersama.

Indonesian International Relations Study Center


SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH DAN
VIDEO KREATIF UNTUK TUJUAN AKADEMIS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Zahra Safira Saipul


NRP : 2018230050
Jurusan : Hubungan Internasional
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas : Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta
Jenis karya : 1. Artikel Ilmiah
2. Video kreatif
Email : Zahra.saipul@student.iisip.ac.id

Demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada Indonesian


International Relations Study Center (IIRS-Center) Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-
exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah dan video kreatif saya yang berjudul:

1. Drug Free ASEAN: Sudah Sejauh Mana Kita?


2.
3.

Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Indonesian International Relations Study Center
(IIRS-Center) berhak menyimpan, alih media/format, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan mempublikasikan karya ilmiah dan video saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Mengetahui, Jakarta, January 2021


Pendiri Indonesian International Relations Yang Menyatakan,
Study Center

Zahra Safira Saipul


Irmawati, S.Sos., MA (Nama dan tandatangan)

Indonesian International Relations Study Center


Silahkan tempelkan hasil plagiarisme (image) kalian di sini.

Indonesian International Relations Study Center

Anda mungkin juga menyukai