Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PSIKOLOGI BELAJAR

Bidang Pengembangan Sosial Anak Usia Dini Anak - Anak Dan Remaja

Disusun oleh:
Ahmad Abid (0503201001)
Dwi Cahya Asep Juliawan (0503201015)
Sulis Listiyani (0503201010)

Program Studi : Pendidikan Bimbingan Konseling


Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Universitas Nahdlatul Ulama Cirebon


Jl. Dr. Cipto Mangunkusumo No. 288 / No. 09
Telp. 0231-8806799
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha pengasih lagi
Penyayang atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah perkembangan peserta didik yang berjudul
“PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK USIA DINI, ANAK-ANAK, DAN
REMAJA” ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Tujuan penyusunan
makalah ini adalah untuk mengetahui perkembangan sosial anak usia dini, anak-
anak, dan remaja.

Makalah ini kami susun berdasarkan data-data yang kami peroleh dari media
elektronik yaitu internet dan juga buku-buku yang berhubungan dengan materi
tersebut.

Kami menyadari bahwa makalah yang ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
perbaikan makalah selanjutnya. Kami sampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca semuanya.

Cirebon, 12 Desember 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
Latar Belakang...............................................................................................................1
Rumusan Masalah..........................................................................................................1
Tujuan Penulisan............................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN................................................................................................................2
Pengertian Perkembangan Sosial...................................................................................2
Perkembangan Sosial Anak Usia Dini............................................................................2
Perkembangan Sosial Anak Pada Masa Bayi.............................................................3
Perkembangan Sosial Selama Prasekolah...................................................................4
Perkembangan Sosial Selama Taman Kanak-Kanak..................................................4
Perkembangan Sosial Anak-Anak..................................................................................5
Perkembangan Sosial Remaja........................................................................................7
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial...........................................15
Faktor Pendukung perkembangan anak, antara lain :...................................................19
BAB III............................................................................................................................20
PENUTUP.......................................................................................................................20
Kesimpulan..................................................................................................................20
Saran............................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan sosial adalah proses kemampuan belajar dan
tingkah laku yang berhubungan dengan individu untuk hidup sebagai
bagian dari kelompoknya. Di dalam perkembangan sosial, anak dituntut
untuk memiliki kemampuan yang sesuai dengan tuntutan sosial di mana
mereka berada. Tuntutan sosial yang dimaksud adalah anak dapat
bersosialisasi dengan baik sesuai dengan tahap perkembangan dan usianya,
dan cenderung menjadi anak yang mudah bergaul.
Anak dilahirkan belum bersifat sosial. Dalam arti, dia belum
memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai
kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri
dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui kesempatan
atau pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya baik orang
tua, saudara, teman sebaya ataupun orang dewasa lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari perkembangan sosial?
2. Bagaimana perkembangan sosial anak usia dini?
3. Bagaimana perkembangan sosial anak-anak?
4. Bagaimana perkembangan sosial remaja?
5. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian perkembangan sosial.
2. Mengetahui perkembangan sosial anak usia dini.
3. Mengetahui perkembangan sosial anak-anak.
4. Mengetahui perkembangan sosial remaja.
5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial.

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkembangan Sosial
Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak
bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada
segi material, melainkan pada segi fungsional. Pengertian lain dari
perkembangan adalah “perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau
organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturation)
yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan, baik
menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)”. Perkembangan
menunjuk kepada perubahan yang progresif dalam organisme bukan saja
perubahan dalam segi fisik (jasmaniah) melainkan juga dalam segi fungsi
misalnya kekuatan dan koordinasi. Dengan demikian berarti kita dapat
mengartikan bahwa perkembangan sebagai perubahan kualitatif dari pada
fungsi-fungsi.
Menurut Plato secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai
makhluk sosial (zoon politicon). Syamsuddin (1995:105) mengungkapkan
bahwa "sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk sosial",
sedangkan menurut Loree (1970:86) "sosialisasi merupakan suatu proses di
mana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-
rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan
(kelompoknya) serta belajar bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain
di dalam lingkungan sosialnya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
perkembangan sosial anak adalah suatu proses dalam kehidupan anak untuk
berperilaku sesuai dengan norma atau aturan dalam lingkungan kehidupan
anak.
B. Perkembangan Sosial Anak Usia Dini
Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden years)
yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima
berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring
dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual.

2
Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang
siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga
merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif,
motorik, bahasa, sosio emosional, agama dan moral. Perkembangan sosial
individu mengikuti suatu pola, yaitu urutan perilaku sosial yang teratur, di
mana pola tersebut sama untuk setiap anak secara normal. Dalam
perkembangan sosial anak terdapat beberapa ciri dalam setiap periodenya.
Berikut adalah ciri yang merupakan karakter perkembangan sosial pada masa
bayi dan masa prasekolah.
 Perkembangan Sosial Anak Pada Masa Bayi
Pertumbuhan selama masa bayi yang baru lahir sebenarnya sudah
hampir sepenuhnya berhubungan dengan pemenuhan keinginan
jasmaniahnya. Akan tetapi, juga dengan cepat sekali dia mulai merespons
terhadap tingkah lakunya sendiri sebagai pemenuhan keinginannya.
Walaupun cara merespons sederhana, namun sudah memberikan tanda
tentang permulaan adanya kesadaran terhadap barang atau objek yang ada
di sekitarnya.
 1-2 bulan :Belum mampu membedakan objek dan benda
 3 bulan : Otot mata sudah kuat dan mampu melihat pada orang atau
objek yang diikuti, Mampu membedakan suara, Tersenyum bila
orang yang dikenalnya dating
 4 bulan : Mampu memperlihatkan tingkah laku, Memperhatikan
orang bicara, Tertawa dengan orang di sekitarnya
 5-6 bulan : Tersenyum dengan bayi lain dan bereaksi berbeda
terhadap suara yang ramah dan tidak
 7 bulan : Kadang-kadang menjambak, agresif, mencakar
 8 bulan : Memegang, melihat, merebut benda
 9 bulan : Mengikuti suara-suara dan tingkah laku yang sederhana
 10-13 bulan : Bermain dengan permainan dan Mengenal larangan
 14-18 bulan : tertarik terhadap bayi lain dan Ingin dekat dan
berkomunikasi dengan orang dewasa

3
 19-24 bulan : Mampu melakukan aktivitas sederhana,
menggunakan alat permainan sebagai alat untuk hubungan social,
bermain bersama tanpa interaksi
 Perkembangan Sosial Selama Prasekolah
Karakteristik perkembangan sosial anak pada masa prasekolah, antara lain:
 Membuat kontak sosial dengan orang di luar rumah
 Mulai senang membentuk kelompok
 Ingin dekat dan berkomunikasi dengan orang dewasa
 Terjadinya cooperative play
 Memilih teman bermain
 Mengurangi tingkah laku bermusuhan
Anak secara berangsur-angsur sudah dapat menunjukkan ciri khas
dalam berinteraksi dengan orang lain atau objek lain (pengaruh
lingkungan). Dalam masa ini kesadaran sosial berkembang dengan
lamban. Anak bersikap peka terhadap sikap orang lain terhadap dirinya.
Dia akan merespons kepada orang yang menaruh perhatian dan memberi
pujian kepada dirinya. Akan tetapi, tingkah laku tersebut timbul untuk
kepentingannya sendiri, bukan karena ia suka kepada pribadi yang
memberikan perhatian atau pujian, karena di masa ini ia tinggal dalam
alamnya yang sempit di mana pengalaman dan pemahaman masih
sederhana. Inilah masa kehidupan anak yang penting, kebiasaan
merespons sosial yang terjadi selama tahun pertama ini yang membuat
pola tingkah lakunya melawan atau menolak yang diinginkannya pada
masa berikutnya.
 Perkembangan Sosial Selama Taman Kanak-Kanak
Pada saat ini anak ternyata memiliki kemampuan untuk memilih
kawan bermainnya dan ia sudah dapat menyesuaikan tingkah lakunya bila
bermain dengan teman yang berbeda jenis kelaminnya. Akan tetapi,
biasanya mereka mencari teman bermain dengan jenis kelamin yang sama.
Alasan mereka berteman adalah karena memiliki kesamaan dalam hal
minat, kegiatan bermain, dan tingkat yang sama dalam perkembangan
mentalnya. Juga biasanya pada saat pulang ke rumah, ia akan

4
memceritakan semua pengalaman yang terjadi di sekolah kepada orang
tuanya. Di sinilah pentingnya peranan orang tua untuk membiasakan diri
memberi perhatian dengan penuh kasih sayang dalam menanggapi cerita
anak-anaknya, agar si anak dikemudian hari dalam menghadapi masalah
tidak ragu-ragu untuk mengungkapkan kepada anggota keluarganya. Juga
peranan guru sangat penting, karena ia sebagai pengganti orang tua, maka
pada saat taman kanak-kanak ia harus menunjukkan kasih sayang dan
perhatian kepada para muridnya.

C. Perkembangan Sosial Anak-Anak


“Semakin bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks.
Dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.”
Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak
maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin
membutuhkan orang lain. Masa anak-anak (childhood) berlangsung pada usia
6 tahun hingga tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual.
Dari perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan
orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain,
bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau merahasiakannya. Pikiran
anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap
kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orangtuanya.
Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan
mempermasalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan
bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya.
Anak yang berumur antara 6-12 tahun biasanya memperlihatkan
penyesuaian diri yang luar biasa terhadap lingkungan sosialnya yang selalu
berubah. Pada umur 6 tahun anak tersebut mengalami kebingungan karena
taraf kesadaran sosial dan kemampuannya untuk menyesuaikan diri dengan
pola sosial yang diterima di sekolah berbeda dengan pengalaman yang
diterima sebelumnya seperti tingkat perkembangan fisiknya, tingkat ketajaman
mental, dan tipenya.

5
Apapun pola perkembangan yang terjadi, pda saat ia memasuki SD kelas
1, ia sudah diliputi oleh banyak masalah yang berkaitan dengan perkembangan
sosialnya. Kemajuan diperoleh melalui SD. Selama tahun-tahun pertama,
biasanya mereka membentuk kelompok 4-5 orang, meskipun sering muncul
perbedaan pendapat dan pertengkaran, tetapi ia akan memberikan
kesetiaannya kepada kelompoknya bila ada gangguan dari kelompok lain.
Pada saat anak-anak menginjak kelas pertengahan, ukuran anggota
kelompoknya akan bertambah, yaitu kira-kira 6-8 orang, sudah mulai ada
pemisahan jenis kelamin, anak laki-laki biasanya digerakkan oleh minat dan
hobi yang sama seperti olahraga, petualangan, dan lain-lain, sedangkan anak
perempuan cenderung lebih berminat dengan urusan rumah tangga. Sejak
umur 11-14 tahun, kelompoknya akan semakin meluas dan relatif
terorganisasi. Pada masa inilah ada istilah gang yang dibentuk dalam
kelompok dan yang masing-masing diberi nama sandi, ada lencana kelompok,
peraturan anggota, tempat bertemu tertentu, pimpinan yang diakui, dan tujuan
yang spesifik atau kegiatan sosial yan bercorak kelompok sosial remaja.
Dengan demikian, rasa kesatuan kelompoknya semakin kuat. Anak-anak ini
merasa bebas bila berada didalam kelompoknya juga ia tunduk dengan
pimpinan kelompok tersebut, sehingga ia akan menyesuaikan tingkah lakunya.
Formasi dari kelompok yang serupa inilah yang akan menandai minat
dikemudian hari pada pembentukan persaudaraan di sekolah menengah dan
perguruan tinggi, perkumpulan masyarakat, organisasi politik, dan masyarakat
atau sosial orang dewasa.
Sebaliknya bagi anak yang terisolasi akan bisa menimbulkan kesulitan
bagi dirinya dalam mengikuti kegiatan anak yang normal, karena ia bersifat
peka. Anak tunggal mungkin akan memperlihatkan hal seperti ini. Biasanya
anak seperti ini memperoleh peraturan yang ketat di rumah dan orang tua
dengan keras membentuk tingkah laku anak. Apabila bertemu kasus seperti
ini, guru di sekolah dapat memberi bimbingan melalui konseling.
Tibanya akhir masa anak-anak sulit untuk diketahui secara tepat kapan
periode ini berakhir, karena kematangan seksual sebagai kriteria yang
digunakan untuk memisahkan masa anak-anak dan pubertas timbulnya tidak

6
selalu sama pada setiap anak. Salah satu penyebabnya adalah karena
perbedaan kematangan seksual. Biasanya anak laki-laki mengalami masa
anak-anak lebih lama dibandingkan anak perempuan. Secara umum masa
akhir anak-anak pada perempuan berlangsung antara usia 6–13 tahun berarti
rentang waktunya sekitar 7 tahun. Sedangkan bagi anak laki-laki berlangsung
antara 6–16 tahun, berarti rentang waktu sekitar 8 tahun.
Ketika seseorang memasuki akhir masa anak-anak maka biasanya para
orang tua mulai memberikan waktunya yang lebih sedikit. Menurut suatu
investigasi tentang banyaknya waktu yang digunakan orang tua bersama anak,
maka waktu yang dihabiskan oleh orang tua untuk mengasuh, mengajar,
berbicara dan bermain dengan anak-anak yang telah memasuki masa akhir
kurang dari setengah waktu yang dihabiskan ketika anak masih lebih kecil
(Hill & Stafford, 1980). Pada umumnya anak-anak pada masa akhir, lebih
diarahkan dalam mengerjakan tugas-tugas sederhana secara sendiri. Misalnya
pekerjaan-pekerjaan membersihkan kamar, membersihkan dapur, dan lain-
lain. Selain dengan adanya kegiatan-kegiatan seperti itu menyebabkan
interaksi dengan orang tua menjadi berkurang.
Perubahan-perubahan pada kehidupan orang tua seperti, kedua orang tua
yang bekerja, perceraian, single parent, sangat mempengaruhi hakikat
interaksi orang tua dengan anak pada masa akhir anak-anak. Ketika tuntutan
pengasuhan mulai berkurang biasanya para ibu akan lebih memilih kembali
karir atau memulai suatu kegiatan baru. Hal ini menyebabkan waktu yang
harusnya lebih diberikan untuk membimbing dan mengasuh anak malah
digunakan untuk kegiatan pengembangan karir khususnya bagi para ibu.
D. Perkembangan Sosial Remaja
Masa remaja awal atau masa puber adalah periode yang unik dan khusus
yang ditandai dengan perubahan-perubahan perkembangan yang tidak terjadi
dalam tahap-tahap lain dalam rentang kehidupan. Umumnya usia remaja awal
ini berkisar antara 12 sampai dengan 14 tahun. Masa remaja disebut juga masa
adolesensi yang berarti tumbuh ke arah dewasa. Masa remaja itu merupakan
masa transisi, baik dari sudut biologis, psikologis, sosial, maupun ekonomis.
Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan gejolak dan keguncangan.

7
Pada masa ini timbul minat kepada lawan jenisnya dan secara biologis alat
kelaminnya sudah produktif. Ciri-ciri yang penting pada masa puber adalah
sebagai berikut:
 Masa remaja awal merupakan masa tumpang tindih.
Karena mencakup tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun
awal masa remaja. Sehingga perilaku yang ditampilkan agak sukar
untuk dibedakan.
 Masa remaja awal merupakan periode yang singkat
Dibandingkan dengan banyaknya perubahan yang terjadi di dalam
perkembangan manusia maka masa puber merupakan periode yang paling
singkat, yaitu sekitar dua sampai empat tahun.
 Masa puber merupakan masa pertumbuhan dan perubahan yang pesat.
Perubahan-perubahan yang sangat pesat ini akan menimbulkan
dampak pada anak. Misalnya timbul keraguan, perasaan tidak mampu
dan tidak aman dan dalam beberapa hal memungkinkan timbulnya
perilaku negatif.
 Pada masa ini terjadi kematangan alat-alat seksual.
Dengan tumbuh dan kembangnya fungsi-fungsi organ maka ciri-ciri
seks sekunder mulai berkembang, seperti mulai tumbuhnya rambut pubis,
dan perubahan suara. Pada anak perempuan mulai memasuki masa
menstruasi dan mulai tumbuhnya buah dada.
Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat adanya dua macam
gerak: satu yaitu memisahkan diri dari orang tua dan yang lain adalah menuju ke
arah teman-teman sebaya. Dua macam arah gerak ini tidak merupakan dua hal
yang berturutan meskipun yang satu dapat terkait pada yang lain. Hal itu
menyebabkan bahwa gerak yang pertama tanpa adanya gerak yang kedua dapat
menyebabkan rasa kesepian.
 Kelompok Teman Sebaya
Percepatan perkembangan pada masa puber berhubungan dengan
pemasakan seksual yang akhirnya mengakibatkan suatu perubahan dalam
perkembangan sosial. Sebelum memasuki masa remaja biasanya anak
sudah mampu menjalin hubungan yang erat dengan teman sebaya.

8
Seiring dengan itu juga timbul kelompok anak-anak untuk bermain
bersama atau membuat rencana bersama. Sifat yang khas kelompok anak
sebelum pubertas adalah bahwa kelompok tadi terdiri daripada jenis
kelamin yang sama. Persamaan seks ini dapat membantu timbulnya
identitas jenis kelamin dan yang berhubungan dengan perasaan identifikasi
yang mempersiapkan pengalaman identitasnya. Sedangkan pada masa
puber anak sudah mulai berani untuk melakukan kegiatan dengan lawan
jenisnya dalam berbagai kegiatan.
Perbedaan pertumbuhan anak laki-laki dan perempuan yang khas pada
masa akhir anak-anak akan memperlihatkan tanda-tanda kesadaran akan
perbedaan kelamin. Anak perempuan yang berumur 11-12 tahun bila
bermain dengan anak laki-laki, mungkin akan dipanggil tomboy,
sebaliknya anak laki-laki akan disebut sissay. Karena anak perempuan
lebih cepat matang baik secara fisik maupun secara sosial bila
dibandingkan anak laki-laki, maka anak perempuan pada masa praremaja
akan lebih cepat menemukan anak laki-laki yang berkenan di hatinya.
Akan tetapi, biasanya hal tersebut akan ia rahasiakan dari semua temannya
kecuali kepada temannya yang paling akrab. Sementara anak perempuan
tersebut ingin menarik perhatian laki-laki yang berkenan di hatinya, tetapi
disamping itu ia juga bisa mengkritik ketidaksopanan, ketidakdewasaan,
dan sebagainya terhadap anak laki-laki tersebut. Sebaliknya bagi anak
laki-laki yang tadinya menganggap lawan jenis sebagai gangguan,
sekarang menjadi suatu daya tarik yang cukup merisaukan bagi dirinya.
Selama tahun pertama masa puber, seorang remaja cenderung memiliki
keanggotaan yang lebih luas. Dengan kata lain, teman-teman atau tetangga
seringkali adalah anggota kelompok remaja. Biasanya kelompoknya lebih
heterogen daripada kelompok teman sebaya. Misalnya kelompok teman
sebaya pada masa remaja cenderung memiliki suatu campuran individu-
individu dari berbagai kelompok. Interaksi yang semakin intens
menyebabkan kelompok bertambah kohesif. Dalam kelompok dengan
kohesi yang kuat maka akan berkembanglah iklim dan norma-norma
kelompok tertentu. Namun hal ini berbahaya bagi pembentukan identitas

9
dirinya. Karena pada masa ini ia lebih mementingkan perannya sebagai
anggota kelompok daripada mengembangkan pola pribadi. Tetapi
terkadang adanya paksaan dari norma kelompok membuatnya sulit untuk
membentuk keyakinan diri.
 Melepas diri dari orang tua
Biasanya remaja mencintai keluarganya, namun sering tingkah lakunya
sangat berlawanan dari yang diingini oleh keluarganya (terutama ibunya).
Bagi kedua orang tuanya, anak tersebut masih perlu diasuh, dilindungi,
dan diawasi. Adapun bagi remaja, ia menganggap bahwa dirinya sudah
dewasa dan ia perlu suatu kebebasan yang lebih agar ia dapat menggali
lapangan kegiatan yang sebelumnya tidak dikenal, memilih kawan sendiri,
dan membuat keputusan sendiri.
Orang-orang dewasa berusaha menyatakan kepada remaja apa yang
sebaiknya diperbuat seperti jangan merokok, jangan meminum minuman
keras, jangan ke kafe dan bar, jangan pulang terlambat, jangan lalai bila
sudah membuat janji, jangan salah memilih kawan, jangan menghabiskan
waktu yang terlampau banyak di mal, dan lain-lain. Jadi, dalam segala hal
anak muda selalu ditegur dan diperingatkan atas akibat yang mengerikan
mengenai tingkah lakunya jika ia tidak mematuhi peringatan tersebut. Hal
inilah yang dapat menimbulkan konflik dalam perebutan untuk saling
menguasai antara orang tua dan anaknya. Di lain pihak, karena anak
berumur belasan tahun mengikat kesetiaan yang kuat dengan keluarganya,
ia tidak ingin orang lain atau bahkan teman yang paling baik sekalipun
untuk mengkritik keluarganya.
Tuntutan untuk memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah
teman-teman sebaya merupakan suatu reaksi terhadap status interim anak
muda. Sesudah mulainya pubertas timbul suatu diskrepansi yang besar
antara kedewasaan jasmaniah dengan ikatan sosial pada milieu orang tua.
Dalam keadaan seperti ini banyak pertentangan-pertentangan antara
remaja awal dengan orang tua, diantaranya:
 Perbedaan standar perilaku

10
Remaja awal sering menganggap bahwa standar perilaku orang tuanya
kuno sedangkan dirinya dianggap modern. Mereka mengharapkan agar
orang tuanya mau menyesuaikan diri dengan perilakunya yang modern.
 Merasa menjadi korban
Remaja sering merasa benci kalau status sosial ekonominya tidak
memungkinkan mempunyai simbol status yang sama dengan teman
sebayanya. Seperti pakaian, sepatu, accecoris, dan lain-lain. Pada usia ini
ia paling tidak suka jika diperintah mengerjakan pekerjaan di rumah.
 Prilaku yang kurang matang
Biasanya orang tua mengembangkan pola menghukum bila para
remaja mengabaikan tugas-tugas sekolah, melalaikan tanggung jawab dan
jajan semaunya. Pelarangan dan menghukum membuatnya benci kepada
orang tua.
 Masalah palang pintu
Kehidupan sosial yang aktif menyebabkan ia sering melanggar
peraturan. Seperti waktu pulang dan mengenai dengan siapa dia
berhubungan, terutama dengan lawan jenis.
 Metode Disiplin
Jika metode disiplin yang diterapkan orang tua dianggap tidak adil atau
kekanak-kanakan maka remaja akan memberontak. Pemberontakan
terbesar dalam keluarga terjadi jika salah satu orang tua dominan daripada
lainnya. Hal ini menyebabkan pola asuh cenderung otoriter.
Menurut Maccoby (1984) sistem hubungan orang tua dan anak dalam
keluarga berubah dari hubungan regulasi menjadi hubungan yang coregulasi,
dimana dalam hal ini orang tua telah makin memberikan kebebasan untuk
menentukan sendiri pada anak. Hal ini bukan berarti menghalangi hubungan yang
koperatif antara orang tua dan anak-anaknya. Biasanya komunikasi yang terjalin
dengan ibu jauh lebih dekat daripada dengan ayah. Komunikasi dengan ibu
meliputi permasalahan sehari-hari, sedangkan permasalahan dengan ayah
perasaan remaja dalam hidup di masyarakat.
Dalam keadaan sudah dewasa secara jasmaniah dan seksual, remaja masih
terbatas dalam kemungkinan-kemungkinan perkembangannya, mereka masih

11
tinggal bersama dengan orang tua mereka dan merupakan bagian dari keluarga.
Mereka secara ekonomik masih tergantung pada orangtua, kadang-kadang sampai
jangka waktu yang lama. Mereka belum bisa kawin, hubungan seksual tidak
dperkenankan sesuai dengan norma-norma agama dan sosial, meskipun mereka
sudah bisa mengadakan kencan-kencan dengan teman lain jenis. Mereka biasanya
masih duduk dalam bangku sekolah dan bila sudah bekerja belum mempunyai
nafkah yang tetap. Dalam keadaan ini dapatlah dimengerti bahwa mereka saling
mencari teman sebaya karena mengerti bahwa mereka ada dalam nasib yang
sama. Seperti halnya sebelum timbulnya tingkah laku sesuai jenis, yaitu umur 5-6
tahun, timbullah lagi kelompok-kelompok campuran (anak-anak wanita dan anak-
anak laki-laki). Tetapi alasan pembentukan kelompok campuran tadi lain dengan
waktu sebelumnya.
Anak-anak wanita dan anak-anak laki-laki betul-betul ada dalam situasi
yang sama, dalam status interim yang sama. Mereka sama-sama berusaha untuk
mencapai kebebasan, mereka punya kecenderungan yang sama untuk menghayati
kebebasan tadi sesuai dengan usia dan jenis seksenya. Untuk pertama kalinya
mereka merasa satu dan saling mengisi. Disamping itu untuk pertama kalinya
mereka merasa secara jelas tertarik pada jenis sekse yang lain. Hal ini
memberikan pada mereka penghayatan yang belum pernah dikenalnya lebih
dahulu dan yang mereka alami sekarang sebagai tanda-tanda status dewasa yang
diinginkan. Untuk itu mereka korbankan sebagian besar hubungan emosi mereka
dengan orang tua dalam usaha untuk menjadi wakil kelompok teman sebaya
mereka.
Pada anak wanita pelepasan ini agak lebih sukar hal ini disebabkan adanya
interaksi antara sifat kewanitaanya dengan nilai-nilai masyarakat di sekelilingnya.
Di Indonesia khususnya dalam masyarakat Jawa anak wanita diharapkan untuk
mencintai orang tua dan keluarga dalam arti yang lebih, misalnya merawat,
memelihara dan bertanggung jawab terhadap rumah dan keluarga. Namun
demikian bukan berarti bahwa anak wanita tidak mempunyai kesempatan yang
sama dalam masyarakat.
Dalam masa remaja awal ini, keinginan untuk melepaskan diri dari orang
tua dengan maksud untuk menemukan dirinya sendiri. Menurut Erikson ditinjau

12
dari perkembangan sosial menamakan proses ini sebagai mencari identitas diri,
yaitu menuju pembentukan identitas diri ke arah individualitas yang mantap
dimana hal ini merupakan aspek penting dalam perkembangan diri menuju
kemandirian. Usaha remaja awal dalam mencapai originalitas juga sekaligus
menunjukkan pertentangan terhadap orang dewasa dan solidaritas terhadap
teman sebaya.
Prinsip emansipasi memungkinkan bahwa kedua gerak antara menuju
kemandirian dengan ketergantungan dengan orang tua menimbulkan jarak antar
generasi (generation gap) dan suatu kultur pemuda. Jarak antar generasi yang
dimaksudkan disini bukan berarti bahwa tidak ada hubungan baik. Memang pada
kenyataannya pada usia anak seperti ini orang tua sering tidak mengerti
melakukan hal-hal yang tidak seperti mereka harapkan. Biasanya pada saat ini
mulai muncul bibit-bibit pertentangan antara anak dan orang tua. Berdasarkan
hasil penelitian perbedaan pendapat antara anak dan orang tua antara lain
penampilan, pemilihan teman, jam pulang sekolah yang tidak tepat, kurang
hormat terhadap orang yang lebih tua, dan lain-lain. Memang pada saat ini remaja
lebih progresif dibandingkan orang tuanya.
Anak-anak muda menunjukkan originalitasnya bersama-sama dalam
berpakaian, berdandan atau justru sama sekali tidak berdandan, gaya rambut, gaya
tingkah laku, kesenangan musik, tingkah laku konsumen, pertemuan-pertemuan
dan pesta-pesta, untuk hal-hal ini semua mereka memanifestasikan dirinya sebagai
kelompok anak muda dengan gayanya sendiri. Pengertian originalitas disini tidak
boleh diartikan secara individual. Dalam pernyataan-pernyataan mereka, mereka
tidak individualistik maupun tidak kreatif, originalitas merupakan sifat khas
pengelompokkan anak-anakmuda (sebagai keseluruhan). Mereka menunjukkan
kecenderungan untuk memberikan kesan lain daripada yang lain, untuk
menciptakan suatu gaya sendiri, suatu sub kultur sendiri. Sub kultur ini kadang-
kadang disebut kultur remaja yang dalam hal-hal tertentu dapat bersifat anti
kultur. Tetapi yang terakhir ini kebanyakan merupakan sifat remaja dalam akhir
masa tersebut. Permulaan masa remaja ditandai oleh kohesi kelompok yang dapat
begitu kuatnya hingga tingkah laku remaja betul-betul ditentukan oleh norma
kelompoknya.

13
 Remaja dalam waktu luang
Krisis originalitas remaja nampak paling jelas pada waktu luang yang
sering disebut sebagai waktu pribadi orang (remaja) itu sendiri. Brightbill
(1966) menamakan waktu luang tersebut sebagai suatu tantangan karena
waktu tadi merupakan waktu untuk bebas bagi seseorang. Pernah
dipelajarkan bahwa sikap yang paling baik adalah untuk menggunakan
waktu itu sekreatif mungkin. Hal yang dapat dicatat adalah bahwa para
remaja mengalami lebih banyak kesukaran dalam memanfaatkan waktu
luangnya itu daripada anak-anak dan bahwa mereka lebih sering
melakukan hal-hal ”to kill the time”. Waktu luang dapat betul-betul
bersifat membebaskan bila ia dihayati sebagai kesempatan untuk
mengembangkan diri dan untuk melepaskan ketegangan. Pada anak-anak
memang sudah dihayati demikian. Dalam permainan mereka menemukan
baik pelepasan ketegangan maupun pengembangan diri. Tetapi untuk
dapat bermain kita harus dapat seperti anak-anak dan sifat khas remaja
adalah bahwa ia justru bukan anak-anak lagi. Dorongan remaja ke arah
originalitas, ke arah perwujudan diri yang asli yang berarti lain daripada
anak dan lain daripada orang dewasa, menyebabkan remaja untuk
menggunakan waktu luangnya juga secara original.
Pengisian waktu luang dengan baik dengan cara yang sesuai dengn
umur remaja, masih merupakan masalah bagi kebanyakan remaja.
Kebosanan, segan untuk melakukan apa saja merupakan fenomena yang
sering kita jumpai (Kmoers. 1966). Hal ini sering dinilai negatif sebagai
tanda desintegrasi dalam diri remaja. Sebetulnya dapat pula dipandang
positif. Yaitu bila hal tadi dipandang sebagai suatu tanda tidak puas
terhadap tuntutan luar untuk melibatkan diri dengan aktivitas-aktivitas
yang dianggapnya tidak ada artinya. Hal ini merupakan sikap penolakan
terhadap tuntutan dunia luar untuk datang pada pendapat sendiri dan pada
pilihan sendiri mengenai kesibukan-kesibukan yang baginya lebih berarti.
Banyak remaja menyukai olahraga. Disitu remaja dapat menunjukkan
originalitasnya karena ia dalam tingkatan yang hampir profesional itu
masih dapat bertindak secara main-main juga. Dengan begitu dengan

14
berlatih olahraga ia dapat bermain tidak sebagai anak-anak lagi, namun
juga belum sepenuhnya sebagai orang dewasa.
Remaja dapat melepaskan kelebihan energinya dalam berolahraga dan
dalam menentukan identitasnya, dapat membandingkan kemampuannya
dengan teman-temannya. Sebagai fungsi sampingan, maka dalam olahraga
remaja juga dapat bergaul dengan teman-teman sebaya untuk menghayati
masa mudanya. Dalam negara yang sedang membangun seperti Indonesia,
remaja, yang juga disebut generasi muda, mempunyai peranan yang sangat
berarti. Semangat yang cukup tinggi untuk mencapai suatu ideal tertentu
dengan kerja yang tanpa pamrih dapat membuat remaja dapat
menghasilkan prestasi-prestasi yang baik yang berguna untuk
pembangunan negaranya.
Dalam hubungan ini remaja mempunyai cukup banyak kesibukan yang
produktif dalam waktu luangnya. Organisasi-organisasi pemuda yang ada
banyak di Indonesia bertujuan untuk menghimpun tenaga remaja dan
menyalurkannya kedalam kesibukan yang produktif. Penyalahgunaan dari
pada keadaan ini sudah barang tentu ada, yaitu bila pemimpin-pemimpin
himpunan pemuda tadi menggunakan pengaruhnya untuk kepentingan diri
sendiri dan mengarahkan kelompoknya untuk maksud-maksud yang
kurang baik. Tetapi dalam keadaan yang normal maka himpunan atau
organisasi pemuda yang ada pada hampir setiap tempat di Indonesia.,
disamping bermanfaat untuk memberikan sumbangan dalam pembangunan
negaranya, juga berfungsi sebagai pengembangan sikap sosial remaja.
Ronda kampung, mengadakan pertandingan antar kampung atau antar
daerah, kerja gotong royong dan sebagainya, memberikan penghayatan
rasa sosial, rasa bertanggungjawab dan juga latihan untuk berorganisasi
pada para remaja.
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
 Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh
terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan
sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan

15
lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku
norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya
keluarga merekayasa kehidupan budaya anak. Proses pendidikan yang
bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak di tentukan oleh
keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri
terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan di arahkan oleh
keluarga.
 Kematangan
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu
mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat
orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di
samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan. Dengan
demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik di perlukan
kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan
fungsinya dengan baik.
 Status sosial ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status
kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan
memandang anak, memandang anak bukan sebagai anak independen, akan
tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak
itu, ”ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak,
masyarakat dan kelompoknya akan memperhitungkan norma yang berlaku
didalam keluarganya.
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan
kondisi normatif yang telah di tanamkan oleh keluarganya. Sehubungan
dengan hal itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga”
status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud
“menjaga status sosial keluarganya“ mengakibatkan menempatkan dirinya
dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh,
yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka
akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.

16
 Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat
pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan
memberi warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan kehidupan
mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus
diartikan bahwa perkembangan anak di pengaruhi oleh kehidupan
keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang
benar secara sengaja di berikan kepada peserta didik yang belajar di
kelembagaan pendidikan (sekolah).
Sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi
perkembangan sikap sosial anak, karena selama masa pertengahan dan
akhir anak-anak. Anak-anak menghabiskan waktu bertahun-tahun di
sekolah sebagai anggota suatu masyarakat kecil yang harus mengerjakan
sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah aturan yang menegaskan dan
membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka (Santrock dalam
Sinolungan). Kepada peserta didik tidak saja dikenalkan kepada norma-
norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan pada norma-norma kehidupan
bangsa (nasional) dan norma kehidupan antar bangsa. Etika pergaulan dan
pendidikan moral di ajarkan secara terprogram dengan tujuan untuk
membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
 Kapasitas mental : emosi dan inteligensi
Kemampuan berfikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan
belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi,
berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang
berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara
baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi, kemampuan
berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat
menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.
Sikap paling pengertian dan kemampuan memahami orang lain
merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan
mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi. Pada
kasus tertentu, seorang jenius atau superior sukar untuk bergaul dengan

17
kelompok sebaya, karena pemahaman mereka telah setingkat dengan
kelompok umur yang lebih tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih
tinggi (dewasa) tepat “menganggap” dan “memperlakukan” mereka
sebagai anak-anak.
 Teman sebaya
Makin bertambah umur, si anak makin memperoleh kesempatan lebih
luas untuk mengadakan hubungan-hubungan dengan teman-teman
sebayanya, sekalipun dalam kenyataannya perbedaan-perbedaan umur
yang relatif besar tidak menjadi sebab tidak adanya kemungkinan
melakukan hubungan-hubungan dalam suasana bermain. menurut Muijs
dan Reynolds (2008:201) Hubungan sebaya sangat penting bagi
perkembangan anak. Teman memberikan companionship (perkawanan)
dan dukungan, memungkinkan anak untuk mengambil bagian di dalam
kegiatan-kegiatan sosial-rekreasional yang tidak dapat dilakukan sendiri,
yang penting bagi perkembangan keterampilan sosial anak. Pendidikan
yang baik tentu akan memberi sumbangan yang baik pula pada semua
bidang pertumbuhan individu.
 Keragaman budaya
Bagi perkembangan anak didik keragaman budaya sangat besar
pengaruhnya bagi mental dan moral mereka. Ini terbukti dengan sikap dan
prilaku anak didik selalu dipengaruhi oleh budaya-budaya yang ada di
lingkungan tempat tinggal mereka. Pada masa-masa perkembangan,
seorang anak didik sangat mudah dipengaruhi oleh budaya-budaya yang
berkembang di masyarakat, baik budaya yang membawa ke arah prilaku
yang positif maupun budaya yang akan membawa ke arah prilaku yang
negatif.
 Media Massa
Media massa adalah faktor lingkungan yang dapat merubah atau
mempengaruhi prilaku masyarakat melalui proses-proses. Media massa
juga sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan seseorang, dengan
adanya media massa, seorang anak dapat mengalami masa pertumbuhan

18
dan perkembangan dengan pesat. Media massa dapat merubah prilaku
seseorang ke arah positif dan negatif.
F. Faktor Pendukung perkembangan anak, antara lain :
 Terpenuhi kebutuhan gizi pada anak tersebut,
 Peran aktif orang tua,
 Lingkungan yang merangsang semua aspek perkembangan anak,
 Peran aktif anak,
 Pendidikan orang tua

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan sosial anak adalah suatu proses dalam kehidupan anak
untuk berperilaku sesuai dengan norma atau aturan dalam lingkungan
kehidupan anak.
Perkembangan sosial anak usia dini, terbagi menjadi : Perkembangan
sosial anak pada masa bayi, Perkembangan sosial selama prasekolah,
Perkembangan sosial selama taman kanak-kanak.
Masa remaja disebut juga masa adolesensi yang berarti tumbuh ke arah
dewasa. Pada masa ini timbul minat kepada lawan jenisnya dan secara
biologis alat kelaminnya sudah produktif. Dalam perkembangan sosial remaja
dapat dilihat adanya dua macam gerak: satu yaitu memisahkan diri dari orang
tua dan yang lain adalah menuju ke arah teman-teman sebaya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial, antara lain:
Keluarga, Kematangan, Status sosial ekonomi, Pendidikan, Kapasitas mental :
emosi dan inteligensi, Teman sebaya, Keragaman budaya, Media Massa.

B. Saran
Untuk perbaikan makalah selanjutnya, diperlukan lebih banyak referensi
untuk mengetahui dan memahami lebih jauh tentang perkembangan sosial
anak usia dini, anak-anak, dan remaja.

20
DAFTAR PUSTAKA

Djaali. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.


Fajarsyah, Y. 2013. Perkembangan Sosial Anak Sekolah Dasar. Diakses melalui
http://eckaneumandiani.blogspot.com/2013/03/perkembangan-sosial-anak-
sekolah-dasar.html Tanggal 9 Maret 2013.
Gani, D. 2012. Perkembangan Sosial Anak Usia Dini. Diakses melalui
http://dadanggani.blogspot.com/2012/03/perkembangan-sosial-anak-usia-
dini.html Tanggal 28 Maret 2012.
Hartono, Agung dan Sunarto. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Haryanto. 2011. Aspek-Aspek Perkembangan Anak Usia Dini. Diakses melalui
http://belajarpsikologi.com/aspek-aspek-perkembangan-anak-usia-dini/ Tanggal
15 Desember 2011.

21

Anda mungkin juga menyukai