Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PLEURITIS TB

OLEH:

NI LUH NIA PRATAMI

2114901088

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

INSTITUT TEKNOLGI DAN KESEHATAN BALI

TAHUN 2021
A. TINJAUAN TEORI
1. Definisi Pleuritis
Pleuritis / radang pleura (Pleurisy/Pleurisis/ Pleuritic chest pain) adalah
suatu peradangan pada pleura (selaput yang menyelubungi permukaan paru-
paru). Radang pleura dapat berlangsung secara subakut, akut atau kronis,
dengan ditandai perubahan proses pernafasan yang intensitasnya tergantung
pada beratnya proses radang. Pada yang berlangsung subakut proses radang
biasanya dibarengi dengan empiema serta mengakibatkan layunya sebagian
paru-paru, hingga pernafasan akan mengalami kesulitan (dispnea). Biasanya
pernafasan bersifat cepat dan dangkal. Pada yang berlangsung akut penderita
mengalami kesakitan waktu bernafas hingga pernafasan jadi dangkal, cepat
serta bersifat abdominal. Yang berlangsung kronis, pada waktu istirahat tidak
tampak adanya perubahan pada proses pernafasannya (Halim, 2009)
Bila disertai dengan penimbunan cairan di rongga pleura maka disebut
efusi pleura tetapi bila tidak terjadi penimbunan cairan di rongga pleura, maka
disebut pleurisy kering. Setelah terjadi peradangan, pleura bisa kembali
normal atau terjadi perlengketan.
Pleuritis TB merupakan infeksi pada pleura akibat tuberkulosis. Penyakit
ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi TB paru melalui fokus subpleura
yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari
robeknya perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura,
iga, atau kolumna vertebralis. Dapat juga secara hematogen dan menimbulkan
efusi pleura bilateral. Rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis
perkijuan dapat menimbulkan cairan efusi karena tuberkuloprotein yang ada
didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe
lambat (Halim, 2009).
2. Anatomi dan Fisiologi
1. Pleura
Pleura merupakan lapisan pembungkus paru (pulmo). Dimana antara
pleura yang membungkus pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya
mediastinum. Pleura dari interna ke eksterna terbagi atas 2 bagian
a. Pleura Visceralis/ Pulmonis
Pleura yang langsung melekat pada permukaan pulmo.
b. Pleura Parietalis
Bagian pleura yang berbatasan dengan dinding thorax.

Kedua lapisan pleura ini saling berhubungan pada hilus pulmonis sebagai
ligamen Pulmonale (Pleura penghubung) . Diantara kedua lapisan pleura ini
terdapat sebuah rongga yang disebut dengan cavum pleura. Dimana di dalam
cavum pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yang berfungsi agar tidak
terjadi gesekan antar pleura ketika proses pernapasan. 

Pleura parietal berdasarkan letaknya terbagi atas:


a. Cupula Pleura (Pleura Cervicalis)
Merupakan pleura parietalis yang terletak di atas costa I namun tidak
melebihi dari collum costae nya. Cupula pleura terletak setinggi 1-1,5
inchi di atas 1/3 medial os. Clavicula
b. Pleura Parietalis pars Costalis
Pleura yang menghadap ke permukaan dalam costae, cartilage costae,
SIC/ ICS, pinggir corpus vertebrae, dan permukaan belakang os.
Sternum.
c. Pleura Parietalis pars Diaphragmatica
Pleura yang menghadap ke diaphragm permukaan thoracal yang
dipisakan oleh fascia endothoracica.
d. Pleura Parietalis pars Mediastinalis (Medialis)
Pleura yang menghadap ke mediastinum / terletak di bagian medial dan
membentuk bagian lateral dari mediastinum.
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negatif thoraks kedalam
paru-paru, sehingga paru-paru yang elastis dapat mengembang. Tekanan
pleura pada waktu istirahat (resting pressure) dalam posisi tiduran pada
adalah -2 sampai -5 cm H2O; sedikit bertambah negatif di apex sewaktu
posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan negatif meningkat menjadi -25
sampai -35 cm H2O.

Selain fungsi mekanis, seperti telah disinggung diatas, rongga pleura steril
karena mesothelial bekerja melakukan fagositosis benda asing; dan cairan
yang diproduksinya bertindak sebagai lubrikans.

Cairan rongga pleura sangat sedikit, sekitar 0.3 ml/kg, bersifat hipoonkotik
dengan konsentrasi protein 1 g/dl. Gerakan pernapasan dan gravitasi
kemungkinan besar ikut mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan rongga
pleura. Resorbsi terjadi terutama pada pembuluh limfe pleura parietalis,
dengan kecepatan 0.1 sampai 0.15 ml/kg/jam. Bila terjadi gangguan produksi
dan reabsorbsi akan mengakibatkan terjadinya pleural effusion. Fungsi pleura
yang lain mungkin masih ada karena belum sepenuhnya dimengerti.

3. Etiologi
Penyebab-penyebab dari timbulnya pleuritis adalah:
1. Virus dan mikoplasma
Jenis-jenis virusnya adalah: ECHO virus, Coxsackie group, Rickettsia dan
mikroplasma.
2. Bakteri piogenik
Bakteri yang sering ditemukan adalah: aerob dan anaerob. Bakteri-bakteri
aerob meliputi Streptucocus pneumonia, Streptucocus mileri, Stafilococus
aureus, Hemofilus spp, E.koli, Klebsiela, Pseudomonas spp. Bakteri-
bakteri anaerob meliputi Bakteroides spp, Peptostreptococus,
Fusobakterium.
3. Tuberkulosa
Selain komplikasi tuberkulosa, dapat juga disebabkan oleh robeknya
rongga pleura atau melalui aliran getah bening.
4. Fungi
Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran
infeksi fungi dari jaringan paru-paru. Jenis fungsi penyebab Pleuritis
adalah aktinomikosis, koksidioidomikosis, aspergillus, kriptokokus,
histoplasmosis, blastomikosis dan lain-lain.
5. Parasit.
Parasit yang menginvasi ke dalam rongga pleura hanyalah amoeba dalam
bentuk tropozoit.
4. Patofisiologi
Diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga kosong antara kedua
pleura tersebut, karena biasanya di sana hanya terdapat sedikit (10-20 cc)
cairan yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur.
Terjadinya infeksi pada pleura menyebabkan peradangan sehingga
menimbulkan besarnya permeabilitas pada lapisan pleura, dan menyebabkan
masuknya cairan ke dalam rongga pleura. Pada Pleuritis yang disebabkan
fungsi dan tuberkulosa terjadi karena adanya reaksi hipersensitivitas.
1. Infeksi-Infeksi: bakteri-bakteri (termasuk yang menyebabkan
tuberculosis), jamur-jamnur, parasit-parasit, atau virus-virus.
2. Kimia-Kimia Yang Terhisap Atau Senyawa-Senyawa Beracun:
paparan padabeberapa agen-agen perbersih seperti ammonia.
3. Penyakit-Penyakit VaskularKolagen: lupus, rheumatoid arthritis.
4.Kanker-Kanker: contohnya, penyebaran dari kanker paru atau kanker
payudara kepleura.
5. Tumor-Tumor Dari Pleura: mesothelioma atau sarcoma.
6. Kemacetan: gagal jantung.
7. Pulmonary embolism: bekuan darah didalam pembuluh-pembuluh
darah ke paru-paru.Bekuan-bekuan ini adakalanya dengan parah
mengurangi darah dan oksigen kebagian-bagian dari paru dan dapat
berakibat pada kematian pada bagian itu darijaringan paru (diistilahkan
lung infarction). Ini juga dapat menyebabkan pleurisy.
8. Rintangan dariKanal-Kanal Limfa: sebagai akibat dari tumor-
tumor paru yangberlokasi secara central.
9. Trauma: patah-patahan rusuk atau iritasi dari tabung-tabung dada
yang digunakanuntuk mengalirkan udara atau cairan dari rongga pleural
pada dada
10. Obat-Obat Tertentu: obat-obat yang dapat menyebabkan sindrom-
sindrom sepertilupus (seperti Hydralazine, Procan, Dilantin, dan lain-
lainnya).
11. Proses-proses Perut: seperti pankreatitis, sirosis hati.
12. Lung infarction: kematian jaringan paru yang disebabkan oleh
kekurangan oksigendari suplai darah yang buruk
diakibatkan oleh tumor yang semakin membesar. (Satyanegara, 2010).
5. Manifestasi Klinis
1. Nyeri pada dada yang diperburuk oleh bernapas
2. Sesak Napas
3. Perasaan ditikam
Gejala yang paling umum dari pleuritis adalah nyeri yang
umumnya diperburuk oleh penghisapan (menarik napas). Meskipun paru-
paru sendiri tidak mengandung syaraf-syaraf nyeri apa saja, pleura
mengandung berlimpah-limpah ujung-ujung syaraf. Ketika cairan ekstra
berakumulasi dalam ruang antara lapisan-lapisan dari pleura, nyeri
biasanya dalam bentuk pleuritis yang kurang parah. Dengan jumlah-
jumlah akumulasi cairan yang sangat besar, ekspansi dari paru-paru dapat
dibatasi, dan sesak napas dapat memburuk.
Gejala radang pada awalnya dimulai dengan ketidaktenangan,
kemudian diikuti dengan pernafasn yang cepat dan dangkal. Dalam
keadaan akut, karena rasa sakit waktu bernafas dengan menggunakan otot-
otot dada, pernafasan lebih bersifat abdominal. Untuk mengurangi rasa
sakit di daerah dada, bahu penderita nampak direnggangkan keluar (posisi
abduksi). Dalam keadaan seperti itu penderita jadi malas bergerak.
Kebanyakan penderita mengalami demam. Kekurangan oksigen yang
disebabkan oleh toksemia dan akibat radang paru-paru yang mengikutinya,
penderita dapat mengalami kematian setiap saat. Pada radanag pleura
penderita nampak lesu karena adanya penyerapan toksin (toksemia).
Proses kesembuhan dapat pula terjadi, meskipun biasanya diikuti dengan
adesi pleura. Penderita demikian tampak normal, tetapi bila dikerjakan
sedikit saja segera menjadi lelah karena turunya kapasitas vital
pernafasannya. Radang pleura kronik, yang mungkin ditemukan padasapi
yang menderita tuberkulosis, mungkin saja tidak mengakibatkan gejala
pernafasan yang berarti. Kebanyakan penderita radang kronik hanya
memperlihatkan kenaikan frekuensi pernafasannya.

6. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologi
Dari gambaran radiologis bisa dijumpai kelainan parenkim paru. Bila
kelainan paru terjadi di lobus bawah maka efusi pleura terkait dengan
proses infeksi TB primer. Dan bila kelainan paru di lobus atas, maka
kemungkinan besar merupakan TB pasca primer dengan reaktivasi
fokus lama. Efusi pleura hampir selalu terjadi di sisi yang sama dengan
kelainan parenkim parunya.
Gambaran radiologik : posterior anterior (PA) terdapat kesuraman
pada hemithorax yang terkena efusi, dari foto thorax lateral dapat
diketahui efusi pleura di depan atau di belakang, sedang dengan
pemeriksaan lateral dekubitus dapat dilihat gambaran permukaan datar
cairan terutama untuk efusi pleura dengan cairan yang minimal.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostik dan
terapetik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada posisi duduk.
Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris
posterior dengan memakai jarum abocath nomor 14 atau 16.
pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc,
karena dapat menyebabkan edem paru akut karena pengembangan
paru yang terjadi secara mendadak. Kemudian diikuti oleh
pemeriksaan biokimiawi. Cairan transudat biasanya disebabkan oleh
kelainan di luar paru seperti pada penyakit jantung, ginjal, hepar.
Cairan eksudat biasanya disebabkan oleh kelainan pada paru.
Hasil torakosentesis efusi pleura dari pleuritis TB primer mempunyai
karakteristik cairan eksudat dengan total kandungan protein pada
cairan pleura >30g/dL, rasio LDH cairan pleura dibanding serum > 0,5
dan LDH total cairan pleura >200U. Cairan pleura mengandung
dominan limfosit (sering lebih dari 75% dari semua materi seluler),
sering dikiuti dengan kadar glukosa yang rendah. Sayangnya, dari
karakteristik diatas tidak ada yang spesifik untuk tuberkulosis, keadaan
lain juga menunjukkan karakteristik yang hampir mirip seperti efusi
parapnemonia, keganasan, dan penyakit rheumatoid yang menyerang
pleura.
Hasil pemeriksaan BTA cairan pleura jarang menunjukkan hasil positif
(0- 1%). Isolasi M. tuberkulosis dari kultur cairan pleura hanya
didapatkan pada 20- 40% pasien pleuritis TB. Hasil pemeriksaan BTA
dan kultur yang negatif dari cairan pleura tidak mengekslusi
kemungkinan pleuritis TB. Hasil pemeriksaan BTA pada sputum
jarang positif pada kasus primer dan kultur menunjukkan hasil positif
hanya pada 25-33% pasien. Sebaliknya, pada kasus reaktivasi
pemeriksaan BTA sputum positif pada 50% pasien dan kultur positif
pada 60% pasien.
7. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan kondisi dasar yang
menyebabkan pleuritis dan untuk menghilangkan nyeri dengan diatasinya
penyakit dasar (Pnemonia, dan infeksi), imflamasi pleuritis biasanya
menghilang. Pada waktu yang sama, penting artinya untuk memantau tanda-
tanda dan gejala-gejala efusi pleura, seperti sesak nafas, nyeri dan penurunan
ekskruksi dinding dada.
Analgesik yang diresepkan dan aplikator topikal panas atau dingin akan
memberikan peredaan simptomatik. Indomestasin, obat anti imflamasi non
steroidal, dapat memberikan peredaan nyeri sambil memungkinkan pasien
batuk secara efektif. Jika nyeri sangat hebat, diberikan blok intercostal
prokain.
Adapun obat-obat yang dapat digunakan pada penderita dengan masalah
pleuritis adalah sebagai berikut :
1. Analgesik
2. Antibiotik
3. Antidiuretik
4. Pemasangan wsd untuk mengeluarkan cairan
B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
Pengkajian terdiri dari pengumpulan informasi subjectif dan objectif
( mis : tanda vital, wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik) dan
peninjauan informasi riwayat pasien pada rekam medik. Perawat juga
mengumpulkan informasi tentang kekuatan (untuk mengidentifikasi peluang
promosi kesehatan) dan resiko (area yang perawat dapat mencegah atau
potensi masalah yang dapat ditunda) (Nanda, 2017)
a. Identitas pasien
Meliputi Nama lengkap, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
status perkawinan, alamat, dll.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya pasien mengeluh sesak
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengeluh demam, batuk : teradi karena adanya
iritasi pada bronkus batuk ini terjadi untuk
membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk
kering sampai dengan batuk purulent, sesak napas, keringat malam,
nyeri dada, malaise, dan sianosis.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan dahulu harus diketahui baik berhubungan
dengan sistem pernapasan maupun riwayat penyakit sistemik
lainnya. Biasanya pasien mempunyai riwayat penyakit batuk lama
dan tidak sembuh-sembuh, daya tahan tubuh yang menurun, pernah
berobat tetapi tidakteratur, riwayat kontak dengan penderita TB
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya pada keluarga pasien ditemukan ada yang menderita TB
paru. Biasanya ada keluarga yang menderita penyakit keturunan
seperti hipertensi, diabetes militus, jantung dan lainnya.
c. Pola Fungsi
1) Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : rasa lemah, cepat lelah, aktivitas berat timbul sesak
(napas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada
malam hari
Objektif : takikardia, takipnea/dipsnea, irritable, sesak, demam
2) Pola Nutrisi
Subjektif : anoreksia, mual, tidak enak di perut, penurunan berat
badan
Objektif : turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak
subkutan.
3) Respirasi
Subjektif : batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada
Objektif : mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mucoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar buni ronkhi basah, kasar di daerah apeks
paru, takipnea, sesak napas, pengembangan pernapasan tidak
simetris
4) Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : nyeridada meningkat karena batuk berulang
Objektif : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura
sehingga timbul pleuritid.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan adalah suatu penilaian klinis terhadap adanya
pengalaman dan respon indvidu, keluarga ataupun komunitas terhadap
masalah kesehatan, pada resiko masalah kesehatan atau pada proses
kehidupan. Diagnosis keperawatan adalah bagian vital dalam menentukan
proses asuhan keperawatan yang sesuaidalam membantu pasien mencapai
kesehatan yang optimal. Mengingat diagnosis keperawatan sangat penting
maka dibutuhkan standar diagnose keperawatan yang bisa diterapkan secara
nasional di Indonesia dengan mengacu pada standar diagnose yang telah
dibakukan sebelmnya (PPNI, 2016). Adapun diagnose yang muncul yaitu:
b. Ketidakefektifan jalan nafas b/d menurunnya ekspansi paru sekunder
terhadap menumpuknya cairan dalam rongga pleura
c. Nyeri dada b/d faktor biologis (adanya infeksi)
d. Intoleransi aktivitas b/d ketidak seimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia
3. Intervensi

DIAGNOSA TUJUAN DAN


NO INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Beri pasien 6 sampai 8
jalan nafas b/d tindakan keperawatan gelas cairan/hari kecuali
menurunnya diharapkan jalan napas terdapat kor pulmonal.
ekspansi paru efektif dengan Kriteria 2. Ajarkan dan berikan
sekunder terhadap Hasil : dorongan penggunaan
menumpuknya a. Mendemonstrasikan teknik pernapasan
cairan dalam rongga batuk efektif dan diafragmatik dan batuk.
pleura suara nafas yang 3. Bantu dalam pemberian
bersih, tidak ada tindakan nebuliser,
sianosis dan inhaler dosis terukur
dyspneu (mampu 4. Lakukan drainage
mengeluarkan postural dengan perkusi
sputum, mampu dan vibrasi pada pagi
bernafas dengan hari dan malam hari
mudah, tidak ada sesuai yang diharuskan.
pursed lips) 5. Instruksikan pasien
b. Menunjukkan jalan untuk menghindari iritan
nafas yang paten seperti asap rokok,
(klien tidak merasa aerosol, suhu yang
tercekik, irama ekstrim, dan asap.
nafas, frekuensi 6. Ajarkan tentang tanda-
pernafasan dalam tanda dini infeksi yang
rentang normal, harus dilaporkan pada
tidak ada suara nafas dokter dengan segera:
abnormal) peningkatan sputum,
c. Mampu perubahan warna
mengidentifikasikan sputum, kekentalan
dan mencegah factor sputum, peningkatan
yang dapat napas pendek, rasa sesak
menghambat jalan didada, keletihan.
nafas 7. Berikan antibiotik sesuai
yang diharuskan.
2. Nyeri dada b/d Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian
faktor biologis tindakan keperawatan nyeri secara
(adanya infeksi) diharapkan nyeri komprehensif termasuk
berkurang dengan lokasi, karakteristik,
Kriteria Hasil : durasi, frekuensi,
1. Mampu mengontrol kualitas, dan faktor
nyeri (tahu presipitasi.
penyebab nyeri, 2. Observasi reaksi
mampu nonverbal dari
menggunakan teknik ketidaknyamanan
nonfarmakologi 3. Evaluasi pengalaman
untuk mengurangi nyeri masa lampau
nyeri, mencari 4. Ajarkan teknik
bantuan) nonfarmakologi (teknik
2. Melaporkan bahwa napas dalam)
nyeri 5. Kolaborasi dalam
berkurangdengan memberikan analgetik
menggunakan untuk mengurangi
managemen nyeri nyeri.
3. Tanda Tanda vital
dalam rentang
normal (tekanan
darah (sistole 110-
130mmHg dan
diastole 70-
90mmHg), nad (60-
100x/menit)i,
pernafasan (18-
24x/menit))
3. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Observasi adanya
b/d ketidak tindakan keperawatan pembatasan klien dalam
seimbangan suplai diharapkan aktivitas melakukan aktivitas
dan kebutuhan baik dengan Kriteria 2. Monitor nutrisi dan
oksigen Hasil : sumber energi tidak
a. Berpartisipasi dalam adekuat
aktivitas fisik tanpa 3. Monitor respon
disertai peningkatan kardiovaskuler terhadap
tekanan darah, nadi, aktivitas
dan RR 4. Monitor pola tidur dan
b. Mampu melakukan lamanya tidur/istirahat
aktivitas sehari-hari pasien
secara mandiri
4. Perubahan nutrisi Setelah dilakukan 1. Kolaborasi dengan ahli
kurang dari tindakan keperawatan gizi untuk menentukan
kebutuhan b/d diharapkan nutrisi baik jumlah kalori dan nutrisi
anoreksia dengan Kriteria Hasil : yang dibutuhkan pasien
a. Tidak terjadi 2. Anjurkan makan sedikit
penurunan berat tapi sering
badan yang berarti 3. Beri makanan yang
b. Tidak ada tanda bervariasi (masih dalam
malnutrisi standar diet)

4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan suatu tindakan dari sebuah rencana
yang telah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi keperawatan
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien
dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik
yang diharapkan dapat mencapai tujuan dan kriteria hasil yang telah direncanakan
dalam tindakan keperawatan yang diprioritaskan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keoperawatan dengan cara
melakukan identitas sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta
kemampuan dalam menghubungkan tidakan keperawatan dengan criteria hasil.
Pada tahap ini, perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan
dapat berhasil atau gagal (Alfaro-Lefevre, 1994 dalam Deswani, 2013). Pada
tahapan evaluasi ini terdiri dari dua, yaitu:
a. Evaluasi proses (evaluasi formatif)
Fokus pada evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan
dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi ini harus
dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan
diimplementasikan untuk membantu menilai efektifitas intervensi
tersebut. Metode pengumpulan data evaluasi ini menggunakan analisis
rencana asuhan keperawatan, open chart audit, pertemuaan kelompok,
wawancara, observasi, dan menggunakan form evaluasi. Sistem
penulisannya dapat menggunakan system SOAP.
b. Evaluasi hasil (evaluasi sumatif)
Fokus pada evaluasi hasil (evaluasi sumatif) adalah pada
perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan
keperawatan. Evaluasi ini dilakukan pada akhirnya asuhan
keperawatan secara paripurna. Evaluasi hasil bersifat objektif,
fleksibel, dan efesien. Metode pelaksanaannya terdiri dari close chart
audit, wawancara pada pertemuan terakhir asuhan, dan pertanyaan
kepada klien dan keluarga.
WOC

Virus Bakteri Fungi Parasit

Masuk ke saluran nafas sampai ke rongga pleura

Terjadi proses hipersensitivitas dan


peningkatan permeabilitas lap. pleura

Proses iritasi/inflamasi

PLEURITIS

Suplai O2 menurun Peningkatan ukuran Ekspansi paru menurun


rongga pleura
Peningkatan frekuensi Penekanan daerah sekitar Suplai O2 menurun
nafas
Frekuensi nafas
Merangsang nocyceptor
Dispnea cepat & dangkal meningkat

Merangsang pengeluaran
Bergerak terbatas BHP Susah bernafas
(dispnea)

Takut bergerak Spinal Cort

Ketidakefktifan Jalan
Thalamus Nafas
Intoleran Aktivitas

Cortex serebri
Susah makan

Nyeri
Anoreksia
Pembentukan ATP Perubahan Nutrisi (-)
Intake ≠ adekuat
menurun dari kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Halim H. 2009. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 3.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,


IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi

Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth’s,
Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai