Anda di halaman 1dari 7

1.

Karakter-karakter bangsa : nation characters 2. Jati diri bangsa : national identity

RESTORAS KARAKTER BANGSA

Pengantar

Dewasa ini timbul kerisauan di sebagian kalangan masyarakat terhadap perilaku manusia
Indonesia yang dinilai menyimpang dari akhlak atau karakter mulia. Mereka telah tidak
mampu lagi membedakan antara peri laku yang terhormat dan terpuji dengan perbuatan
yang hina dan tidak bermartabat. Mereka tidak memahami atau tidak peduli terhadap
perbuatan yang dinilai memalukan dan hina. Mereka juga tidak peduli atau tidak mampu
membedakan antara perbuatan yang mulia dan nista. Sebagai akibat lebih lanjut tata
hubungan masyarakat menjadi sangat rancu. Seorang pakar menggambarkannya sebagai
masyarakat yang bermoral morat-marit. Apabila hal ini berlanjut bukan mustahil akan
berkembang menjadi masyarakat anarkis atau anomi, suatu mayarakat tanpa paugeran,
yang menghalalkan segala cara, sehingga akan berkembang suatu masyarakat yang
digambarkan oleh Thomas Hobbes dengan istilah homo homini lupus.

Mencermati kondisi yang memprihatinkan tersebut, tergerak hati dalam masyarakat luas
untuk membangun kembali karakter bangsa. Tiada kurang Bapak Presiden Yudhoyono
dalam berbagai kesempatan menyatakan perlunya character and nation building, dan agar
kondisi masyarakat tidak meluncur lebih buruk, maka harus segera diupayakan
pembangunan kembali karakter bangsa, rebuilding the nation

Merujuk pada gagasan dan kerisauan yang timbul dalam masyarakat tersebut, dipandang
perlu segera diselenggarakan “Restorasi Karakter Bangsa.” Namun sebelum kita kupas
bagaimana restorasi karakter bangsa diselenggarakan, perlu difahami lebih dahulu
beberapa pengertian yang terkait dengan karakter, yakni jatidiri, nilai dan norma
kehidupan.

Beberapa Pengertian a. Karakter Karakter sering diberi padanan kata watak, tabiat,
perangai atau akhlak. Dalam bahasa Inggris character diberi arti a distinctive
differentiating mark, tanda yang membedakan secara tersendiri. Karakter adalah keakuan
rohaniah, het geestelijk ik, yang nampak dalam keseluruhan sikap dan perilaku, yang
dipengaruhi oleh bakat, atau potensi dalam diri dan lingkungan. Karakter juga diberi
makna the stable and distinctive qualities built into an individual’s life which determine
his response regardless of circumstances. Dengan demikian karakter adalah suatu kualitas
yang mantap dan khusus (pembeda) yang terbentuk dalam kehidupan individu yang
menentukan sikap dalam mengadakan reaksi terhadap rangsangan dengan tanpa
mempedulikan situasi dan kondisi. Karakter secara harfiah adalah stempel, atau yang
tercetak, yang terbentuk dipengaruhi oleh faktor endogeen/dalam diri dan faktor
exogeen/luar diri. Sebagai contoh rakyat Indonesia semula dikenal bersikap ramah,
memiliki hospitalitas yang tinggi, suka membantu dan peduli terhadap lingkungan, dan
sikap baik yang lain; dewasa ini telah luntur tergerus arus global, berubah menjadi sikap
yang kurang terpuji, seperti mementingkan diri sendiri, mencaci maki pihak lain, mencari
kesalahan pihak lain, tidak bersahabat dan sebagainya. Hal ini mungkin saja didorong
oleh keinginan untuk bersaing sebagai salah satu kompetensi yang harus dikembangkan
dalam era globalisasi. Karakter dapat berubah akibat pengaruh lingkungan, oleh karena
itu perlu usaha membangun karakter dan menjaganya agar tidak terpengaruh oleh hal-hal
yang menyesatkan dan menjerumuskan. Ada ahli yang berpendapat bahwa manusia
tercipta dalam perbedaan secara individual, hal ini nampak dalam tingkat kecerdasan,
dalam kemampuan ungkapan emosional dan manifestasi kemauan. Manusia juga dibekali
oleh Tuhan dengan kemampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah, yang
baik dan yang buruk, meski ukuran benar-salah dan baik-buruk mengalami
perkembangan sesuai dengan pertumbuhan yang dialami oleh manusia dan tantangan
zamannya. Dengan demikian moral dan karakter pada manusia melekat secara kodrati,
namun selalu mengalami perkembangan sesuai dengan pertumbuhan dan tantangan yang
dihadapi. Karakter membentuk ciri khas individu atau suatu entitas suatu kualitas yang
menentukan suatu individu atau entitas, sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu
pribadi yang membedakan dengan individu atau entitas lain. Kualitas yang
menggambarkan suatu karakter bersifat unik, khas, yang mencerminkan pribadi individu
atau entitas dimaksud, yang akan selalu nampak secara konsisten dalam sikap dan
perilaku individu atau entitas dalam menghadapi setiap permasalahan.

b. Jatidiri Jatidiri yang dalam bahasa Inggris disebut identity adalah suatu kualitas yang
menentukan suatu individu atau entitas sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu
pribadi yang membedakan dengan individu atau entitas yang lain. Kualitas yang
menggambarkan suatu jatidiri bersifat unik, khas, yang mencerminkan pribadi individu
atau entitas dimaksud. Jatidiri merupakan pencerminan individu atau suatu entitas yang
mempribadi dalam diri individu atau entitas yang selalu nampak dengan konsisten dalam
sikap dan perilaku individu atau entitas dalam menghadapi setiap permasalahan. Dalam
mengadakan reaksi terhadap suatu stimulus, individu tidak secara otomatis mengadakan
respons terhadap stimulus tersebut, tetapi organisme atau individu yang bersangkutan
memberikan warna bagaimana respons yang akan diambilnya. Setiap organisme memiliki
corak yang berbeda dalam mengadakan respons terhadap stimulus yang sama. Hal ini
disebabkan oleh jatidiri yang dimiliki setiap organisme, individu atau entitas yang
bersangkutan. Sebagai akibat suatu rangsangan yang sama dapat saja diterima oleh suatu
individu, dapat ditolak oleh individu yang lain. Meskipun diakui bahwa perjalanan hidup
suatu individu dalam menghadapi permasalahan mengalami perkembangan dan
perubahan dalam mengadakan reaksi terhadap suatu permasalahan yang berulang, namun
pada hakikatnya selalu bersendi pada kualitas dasar yang telah mempribadi, yang menjadi
jatidiri individu dimaksud. Adanya jatidiri pada suatu individu, khususnya manusia,
memang merupakan karunia Tuhan. Suatu bukti menunjukkan bahwa setiap manusia
memiliki ciri khusus secara fisik dalam bentuk sidik jari, dan DNA . Sehingga dianggap
wajar dalam segi mental, manusia juga memiliki ciri khusus yang membedakan manusia
yang satu dengan manusia yang lain. Dengan demikian mendudukkan manusia sesuai
dengan harkat dan martabat dengan setara, dan menghormati jatidiri manusia merupakan
suatu tindakan moral terpuji. Dengan memiliki jatidiri dan menerapkannya secara
konsisten, seseorang tidak akan mudah terombang-ambing oleh gejolak yang
menerpanya. Ia memiliki harga diri, dan kepercayaan diri, sehingga tidak mudah tergiur
oleh rayuan yang menyesatkan. Dari uraian tersebut jelas bahwa jatidiri sangat diperlukan
bagi seseorang untuk mencapai sukses dalam membawa dirinya. c. Nilai dan Norma
Kehidupan Dalam menjalankan hidupnya manusia tidak terlepas dari nilai dan norma
yang mewarnai kehidupannya. Sejak zaman purba manusia selalu mendambakan
keadilan, kejujuran, kesejahteraan, keberadaban dan sebagainya. Orang selalu
membedakan antara perbuatan yang baik dan buruk, yang benar dan salah, yang adil dan
yang dzalim Mereka sangat peduli dengan nilai kehidupan. Mereka mendambakan agar
anggota masyarakat bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai yang dipilihnya.
Nilai adalah kualitas yang melekat pada suatu hal ihwal, perkara atau subyek tertentu
yang berakibat dipilih atau tidaknya hal ihwal, perkara atau subyek tersebut dalam
kehidupan masyarakat. Suatu pemerintahan yang adil selalu menjadi dambaan rakyat.
Lukisan yang indah selalu diburu oleh para kolektor lukisan. Orang yang jujur selalu
dihargai oleh masyarakatnya, dan sebagainya. Apabila nilai dapat terwujud, maka akan
menimbulkan rasa puas diri pada masyarakat, yang bemuara pada rasa tenteram, nyaman,
sejahtera dan bahagia. Sayangnya pengertian terhadap suatu nilai sering, atau bahkan
pada umumnya, belum satu faham. Suatu contoh bahwa ada yang berpendapat bahwa
nilai itu bersifat subyektif, sangat tergantung siapa yang menyampaikannya; ada pula
yang mengatakan nilai bersifat obyektif tidak tergantung pada subyek yang
mengungkapkannya. Nilai melekat secara intrinsik tidak tergantung dari yang
menggunakannya. Di samping itu masih terdapat perbedaan pengertian terhadap suatu
nilai. Nilai adil, misalnya, memiliki pengertian yang sangat beraneka, sehingga sering
terjadi perbedaan pendapat mengenai keadilan terhadap suatu hal ihwal atau perkara yang
satu. Suatu perkara atau hal ihwal dapat dikatakan adil oleh pihak tertentu, secara
bersamaan dikatakan tidak adil oleh pihak lain. Bagaimanapun, masyarakat sangat
mendambakan nilai-nilai tertentu dan selalu berusaha untuk mewujudkannya. Nilai yang
dipergunakan sebagai ukuran untuk menentukan atau menilai suatu tingkah laku manusia
disebut norma. Norma adalah berasal dari bahasa Latin yang artinya siku-siku, suatu alat
untuk mengukur apakah suatu obyek tegak lurus atau miring. Demikian pula halnya
dengan norma kehidupan, dipergunakan manusia sebagai pegangan atau ukuran dalam
bersikap dan bertindak; apakah sikap dan tingkah lakunya tidak menyimpang dari nilai
yang telah ditetapkan. Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dikenal
berbagai norma, seperti norma agama, norma adat, norma moral, norma hukum dan
sebagainya. Masing-masing mendukung nilai sesuai dengan bidangnya. Kaitan Karakter,
Jatidiri, Nilai dan Norma Karakter, jatidiri, nilai dan norma perlu didudukkan secara tepat
dan proporsional agar tidak terjadi kerancuan dan kakacauan dalam memanfaatkan dan
menerapkannya baik dalam wacana maupun dalam praktek kehidupan. Setiap subyek,
individu, atau entitas agar dapat diakui eksistensinya perlu memiliki identitas atau ciri
khusus yang membedakan dengan subyek, individu atau entitas lain. Identitas atau ciri
khusus yang telah mempribadi, menyatu dengan subyek, individu atau entitas tersebut
disebut jatidiri Jatidiri ini akan menampakkan wajahnya dalam bentuk sikap dan perilaku
subyek, individu atau entitas terhadap tantangan yang terkena pada dirinya. Apabila
perilaku ini telah membaku sehingga tidak peduli pada situasi dan kondisi yang
meliputinya, maka sikap dan perilaku tersebut berkembang menjadi karakter. Dengan
demikian jatidiri suatu subyek, individu atau suatu entitas akan menampakkan dalam
karakter, yang akan termanifestasi dalam sikap dan perilaku dalam menyikapi
permasalahan dan tantangan yang dihadapi. Kita kenal individu yang berkarakter teguh
dan konsisten, ada yang memiliki karakter selalu berubah setiap saat, sehingga sukar
sekali ditebak dan diperhitungkan. Yang pertama sering disebut berkarakter baja, sedang
yang kedua berkarakter bunglon, atau tidak memiliki pendirian. Karakter merupakan
perpaduan antara factor intern yang terdapat dalan diri individu dan faktor ekstern yakni
lingkungan tempat individu berhubungan. Sebagai konsekuensinya, karakter
mengandung nilai-nilai tertentu, yang biasanya bersumber dari nilai yang berkembang
dalam masyarakat tempat individu hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sebagai akibat karakter akan mengalami perubahan, sedang jatidiri pada hakikatnya
bersifat tetap. Meskipun perkembangan karakter tidak dibenarkan menyimpang dari nilai
dasar yang menjadi ciri khas jatidiri. Dari uraian tersebut nampak jelas bahwa setiap
individu atau entitas perlu memiliki jatidiri yang merupakan ciri khas yang membedakan
dengan individu atau entitas yang lain. Jatidiri individu atau suatu entitas akan nampak
dalam karakter individu atau entitas dimaksud. Karakter berisi nilai-nilai terpilih yang
dipegang oleh individu atau entitas dalam menghadapi segala permasalahan. Nilai-nilai
terpilih tersebut kemudian dijadikan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku
sehingga menjadi faktor pengukur sikap dan perilaku individu atau entitas. Demikian
gambaran secara singkat kaitan antara jatidiri, karakter, nilai dan norma kehidupan.
Restorasi Karakter Bangsa Setelah kita membahas beberapa pengertian berkaitan dengan
karakter, marilah kita memasuki pokok permasalahan. Pertanyaan yang pantas diajukan
dalam pembahasan di antaranya adalah (a) apa yang dimaksud restorasi, (b) mengapa
karakter bangsa perlu direstorasi, (c) bagaimana cara mengadakan reformasi karakter
bangsa, a. Restorasi Restorasi berasal dari kata to restore, menurut Webster’s Third New
International Dictionary to restore diberi arti to bring back or to put back into the former
or original state, atau to bring back from a state of changed condition. Jadi menurut
Webster restorasi bermakna mengembalikan pada keadaan aslinya, atau mengembalikan
dari perubahan yang terjadi. Sangat terkenal restorasi Meiji, yakni restorasi yang
dilakukan oleh pemerintah Jepang pada akhir abad ke XIX dalam menghadapi tantangan
modernisasi yang melanda Jepang. Jepang berusaha untuk mengadopsi modernisasi
Barat, tetapi harus tetap berdasar pada budaya asli Jepang. Terjadilah penterjemahan
buku secara besar-besaran, sehingga buku-buku ilmu pengetahuan dan teknologi dari
Barat diterjemahkan dalam bahasa Jepang. Sistem nilai yang terbawa oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi disaring dengan ketat, harus sesuai dengan adat budaya
Jepang. Sementara itu pemuda-pemuda Jepang dikirim ke luar negeri untuk mempelajari
alih teknologi iptek. Sangat terkenal ungkapan restorasi Meiji, “makanlah makanan barat,
tetapi tetap dengan cara Jepang.” b. Restorasi Karakter Bangsa Sebelum kita membahas
restorasi karakter bangsa, perlu dipertanyakan lebih dahulu, apakah suatu bangsa
memiliki karakter. Kita telah memahami bahwa bangsa adalah sekelompok manusia yang
karena memiliki sejarah hidup bersama, terbentuk adat budaya yang sama, kemudian
mengkristal menjadi karakter bangsa. Otto Bauer seorang legislator dan seorang
teoretikus yang hidup pada permulaan abad 20 (1881-1934), dalam bukunya yang
berjudul Die Nationalitatenfrage und die Sozialdemokratie (1907) menyebutkan bahwa
bangsa adalah: “Eine Nation ist eine aus Schikalgemeinschaft erwachsene
Charactergemeinschaft.” Otto Bauer lebih menitik beratkan pengertian bangsa dari sudut
karakter atau perangai yang dimiliki sekelompok manusia yang dijadikan jatidiri suatu
bangsa. Karakter ini akan tercermin pada sikap dan perilaku warga-bangsa. Karakter ini
menjadi ciri khas suatu bangsa yang membedakan dengan bangsa yang lain, yang
terbentuk berdasar pengalaman sejarah budaya bangsa yang tumbuh dan berkembang
bersama dengan tumbuh kembangnya bangsa. Karakter bangsa berisi nilai-ilai yang
menyebabkan utuh dan bersatunya bangsa. Nilai tersebut berkembang dari rasa peduli
terhadap bangsanya, merasa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari bangsanya,
bangga terhadap bangsanya, setia dan cinta terhadap bangsanya, yang bermuara pada siap
berkorban demi bangsanya. Dengan bersendi pada nilai-nilai tersebut warga bangsa tidak
rela bila bangsanya dicela dan dihujat apalagi dipermalukan. Pertanyaan berikut adalah
mengapa karakter bangsa Indonesia perlu direstorasi? Di depan telah dikemukakan
bahwa karakter bangsa sedang mengalami kemerosotan yang akut. Hal ini dapat dilihat
pada segala lapisan dan lini kahidupan bermasyarakat, bebangsa dan bernegara. Para
anggota DPR RISebagai contoh dapat diberikan ilustrasi berikut: • tidak merasa malu
untuk melakukan rekayasa kegiatan yang bernuansa untuk memperkaya diri, tanpa peduli
terhadap kepentingan rakyat dan negara-bangsa. Produk UU yang dihasilkan bukan
memihak pada rakyat, tetapi memihak pada pemesan yang memerlukan UU tersebut
sebagai dasar Pilkadauntuk melakukan kegiatan yang dapat memberikan keuntungan. •
hampir selalu diwarnai dengan kerusuhan yang akar masalahnya kekecewaan pribadi
sebagai calon yang tidak terpilih; dengan mempergunkan segala cara berusaha untuk
membatalkan hasil Pilkada. Kepentingan negara-bangsa dipinggirkan demi kepentingan
pribadKorupsi masih merebak dii. • mana-mana. Dengan berlangsungnya otonomi
daerah, korupsi muncul laksana cendawan di musin hujan. Kepentingan diri lebih
menonjol dari pada Mahasiswa kurang mampu mengendalikan diri,keselamatan negara-
bangsa. • sehingga terjadi demonstrasi di mana-mana disertai dengan perusakan fasilitas
umum. Hal ini menurunkan martabat mahasiswa, karena peran dan fungsi mahasiswa
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang sesungguhnya adalah
untuk memberikan anutan bagi masyarakat luas bagaimana bersikap dan bertingkah laku
yang terpuji dalam hidup Masyarakat tidak merasa tersinggung apabila negara
bangsanyamenegara. • dihujat, dilecehkan dan didiskreditkan. Bahkan rakyat ikut
beramai-ramai untuk bertepuk tangan, seakan-akan membenarkan hal tersebut dengan
beramai-ramai mencari kambing hitam dan minta untuk mempertanggung jawabkan
perbuatannya. Suatu contoh Indonesia dinilai sebagai negara yang miskin, negara yang
memiliki pengangguran yang besar, kualitas sumber daya manusia rendah, negara paling
korup, negara babu dan sebagainya. Tidak ada suatu dorongan untuk mencari solusi
untuk mengatasi issue tersebut. Hal ini menggambarkan melemahnya rasa dan wawasan
kebangsaan. Rasa tersinggung terhadap negara-bangsanya yang dihujat dan dilecehkan
oleh pihak lain sudah tidak tersisa lagi. Paparan di atas menggambarkan sebagian kecil
dari keadaan dan kondisi kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara yang
menunjukkan lunturnya wawasan kebangsaan pada rakyat. Apabila kita ingin menjadi
negara-bangsa yang terhormat, berdaulat dan berwibawa, maka senang maupun tidak
senang karakter bangsa harus dibangun kembali. Perlu segera diselenggarakan restorasi
karakter bangsa dengan menyusun program-program yang nyata dan operasional, dengan
melibatkan seluruh komponen bangsa. Pembangunan karakter bangsa tidak mungkin
diselenggarakan secara sektoral, tetapi harus secara terpadu. c. Pendekatan Restorasi
Karakter Bangsa Dalam menyelenggarakan Restorasi Karakter Bangsa perlu ditempuh
tiga pendekatan sekaligus, yakni: 1) Pendekatan kondisional Yang dimaksud dengan
pendekatan kondisional adalah menciptakan kondisi lingkungan sedemikian rupa
sehingga mau tidak mau orang akan berbuat atau bertingkah laku seperti yang
diharapkan. Suatu contoh yang nyata. agar manusia masuk dalam ruangan dengan satu
persatu, dibuat pintu berputar sedemikian rupa sehingga dengan setiap putaran yang dapat
masuk hanya satu orang. Atau misalnya agar orang mau antri dalam pembelian karcis,
disiapkan jalur yang hanya cukup untuk berdiri satu orang menuju loket pembelian
karcis. Tidak perlu dipergunakan pengeras suara dan dengan suara yang lantang meminta
agar mereka harus masuk satu persatu atau harus antri, tetapi akan berlangsung dengan
sendirinya. Sebab apabila tidak melakukannya mereka akan menghadapi kemacetan dan
akan merugikan diri sendiri. Apabila hal yang diharapkan telah membudaya dan telah
menjadi bagian dari hidupnya, kondisi tersebut dapat dihilangi secara bertahap. Demikian
pula halnya apabila kita mengharapkan agar rakyat memiliki kesadaran yang tinggi
terhadap wawasan kebangsaan. Hal-hal yang perlu diusahakan misalnya: a) Menciptakan
suasana tertib dan disiplin di semua lembaga dan instansi negara dan pemerintahan, misal
dengan membentuk Dewan/Unit Kehormatan Aparat, yang diberi wewenang untuk
menilai kinerja aparat, memberikan peringatan kepada aparat, sampai pemecatan pegawai
atau anggota. Setiap pejabat dan pegawai sebelum diangkat selalu mengangkat sumpah,
perlu dinilai konsistensi pejabat dan pegawai dari sumpah yang diucapkannya. Peraturan
perundang-undangan telah disiapkan, tinggal bagaimana penerapannya secara konsisten.
Dewan/Unit Kehormatan Aparat harus bertindak tegas tanpa pandang bulu. b) Menyusun
peraturan perundang-undangan yang sederhana dan diselenggarakan secara konsisten.
Pelanggar peraturan ditindak tegas, dan tidak boleh panas-panas tahi ayam. Para penegak
hukum harus berani melakukannya tanpa pandang bulu. Peraturan yang sederhan ini di
antaranya, tertib lalu linbtas, menyeberang di tempat yang telah ditentukan, kendaraan
umum berhenti ditempat yang telah ditentukan, kebersihan lingkungan dan sebagainya.
Aparat penegak peraturan perundang-undangan yang tidak mau dan tidak dapat
melakukan tugasnya, lebih baik mengundurkan diri atau dipecat. Kembali masalah
Dewan/Unit Penegak Kehormatan Aparat sangat diperlukan di sini, utamanya pada
instansi yang menyangkut penegak hukum dan peraturan itu sendiri. Bila perlu aparat
penegak hukum dan peraturan yang melanggar, hukumannya harus berlipat ganda. c)
Melibatkan masyarakat langsung dalam mengadakan kontrol terhadap kinerja aparat,
dengan mengaktifkan peran serta masyarakat dalam good governance. Kontrol
masyarakat disalurkan lewat cara yang terhormat dan etis, tidak dengan cara demonstrasi
tanpa kendali yang disertai merusak fasilitas umum dan sebagainya. d) Memberikan
penghargaan pada aparat dan warga masyarakat yang menunjukkan ketertiban dan
disiplin, misal bagi pengemudi kendaraan yang tidak pernah melanggar peraturan lalu
lintas diberi bonus, misal diundang oleh Gubernur untuk santap malam bersama, atau
apapun yang memberikan rasa kebanggaan. 2) Pendekatan kultural Menyusun peraturan-
peraturan dengan sosialisasi secara ketat, dengan memberikan gambaran secara jelas
penghargaan dan hukuman bagi yang mematuhi dan yang melanggarnya. Penghargaan
dan hukuman ini harus dilaksanakan secara konsisten. Pendekatan ini akan berhasil
apabila peraturan-peraturan tersebut masuk nalar, dan mungkin untuk dilaksanakan, serta
diselenggarakan tanpa pandang bulu. Memberikan gambaran-gambaran yang
menjanjikan; apabila wawasan kebangsaan dcngan nilai-nilainya itu dapat terlaksana
dengan baik akan mengangkat harkat dan martabat bangsa, yang bermakna juga
mengangkat harkat dan martabat dirinya. Memberikan ancaman-ancaman yang keras bagi
para pelanggarnya. 3) Pendekatan pembiasaan diri Pendekatan ketiga adalah dengan cara
membiasakan diri. Terkenal ungkapan yang mengatakan bahwa “kebiasaan adalah alam
kedua,” yang dalam bahasa Belanda disebut “gewoonte is de tweede natuur.” Dengan
melalui pendidikan ditanamkan kebiasaan untuk bersikap dan bertingkah laku tertib,
disiplin, cinta pada alam semesta dan negara-bangsa dan sebagainya. Kalau nilai-nilai ini
telah tertanam dengan mantap dalam diri, maka akan menjadi karakter diri dan akan
selalu mewarnai segala tingkah lakunya. Cara ini merupakan pendekatan yang cukup
efektif, meskipun ada pihak yang mengatakan, bahwa dengan cara pembiasaan dinilai
kurang menghargai harkat dan martabat peserta didik. Disarankan agar penanaman nilai
hendaknya dilaksanakan dengan kesadaran, sehingga nilai yang tertanam dalam diri
seseorang akan tidak mudah digoyahkan karena didasarkan pemahaman yang mengarah
pada keyakinan. Demikianlah gambaran secara singkat pendekatan yang dapat ditempuh
dalam mengadakan restorasi karakter bangsa, yang memerlukan langkah secara konkrit
lebih lanjut. Hal ini memerlukan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat kalau
memang kita semua memandang bahwa karakter bangsa perlu direstorasi. Sedang yang
lebih utama adalah political will dari pemerintah; tanpa political will pemerintah maka
akan menghadapi hambatan dalam merestorasi karakter bangsa.

Kategori:
 Lain-lain

Anda mungkin juga menyukai