Anda di halaman 1dari 52

TUGAS BESAR 1

PERENCANAAN JARINGAN IRIGASI DAN DRAINASE

Muhammad Ikhsan

41120110135

Dosen Pengajar

Acep Hidayat, ST, MT

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS MERCU BUANA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang maha Esa karena berkatnya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Tugas besar ini dibuat dengan tujuan
menyelesaikan tugas besar mata kuliah Perencanaan Jaringan Irigasi dan Drainase

Terima kasih penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Bapak Acep Hidayat selaku
dosen pembimbing mata kuliah Perencanaan Jaringan Irigasi dan Drainase, dan semua
pihak yang telah membantu dan mendukung baik secara moril dan materi dalam
pembuatan makalah ini.

Sekian sepatah duakata dari saya sebagai penulis semoga tugas besar yang penulis buat
ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan memberikan dampak yang baik bagi kita semua.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

DAFTAR TABEL ............................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR GAMBAR........................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR LAMPIRAN ....................................... Error! Bookmark not defined.

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Identifikasi Masalah ............................... Error! Bookmark not defined.

1.3 Pembatasan Masalah .............................. Error! Bookmark not defined.

1.4 Rumusan Masalah ................................................................................... 2

1.5 Tujuan Penelitian ................................... Error! Bookmark not defined.

1.6 Kegunaan Penelitian ............................................................................... 2

1.7 Sistematika Penulisan ............................................................................. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4

BAB 3 METODOLOGI ....................................................................................... 7

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan kepustakaan mengenai sejarah kehidupan manusia, dapat dikethaui bahwa
hubungan antara manusia dengan sumber daya air sudah terjalin sejak beradab-abad yang
lalu. Kerajaan-kerajaan besar yang sempat mencapai kejayaannya, balk di negara kita
rnaupun di belahan dunia yang lain, sebagian besar muncul dan berkembang dari lembah
dan tepi sungai (Kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Mesir, Mesopotamia, dll.) Beberapa hal
penting yang menyebabkan eratnya hubungan manusia dengan sumber daya
air, dapat disebutkan antara lain :
a. Kebutuhan manusia akan kebutuhan makanan nabati : Untuk kelangsungan
hidupnya, manusia membutuhkan juga makanan nabati. Jenis makanan ini
didapat manusia dari usahanya dalam mengolah tanah dengan tumbuhan
penghasil makanan, Untuk keperluan tumbuh dan berkembangnya, tanaman
tersebut memerlukan penanganan khusus, terutama dalam pengaturan akan
kebutuhan airnya. Manusia kemudian membuat bangunan dan saluran yang
berfungsi sebagai prasarana pengambil, pengatur dan pembagi air sungai untuk
pembasahan lahan pertaniannya. Bangunan pengambil air tersebut berupa
bangunan yang sederhana dan sementara berupa tumpukan batu, kayu dan
tanah, sampai dengan bangunan yang permanen seperti bendung, waduk dan
bangunan-bangunan lainnya.
b. Kebutuhan manusia akan kenyamanan dan keamanan hidupnya Seperti telah
diketahui bersama, dalam keadaan biasa dan normal, sungai adalah mitra yang
baik bagi kehidupan manusia.
Namun, dalam keadaan dan saatsaat tertentu, sungaipun adalah musuh manusia
yang akan merusak kenyamanan dan keamanan hidupnya. Pada setiap kejadian
dan kegiatan yang ditimbulkan oleh sifat dan perilaku sungai, manusia kemudian
berfikir dan berupaya untuk sebanyak-banyaknya memanfaatkan sifat dan perilaku
sungai yang menguntungkan dan memperkecil atau bahkan berusaha
menghilangkan sifat yang merugikan kehidupannya. Manusia lalu untuk
memanfaatkan sumber daya air sungai, misalnya bendungan-bendungan, pusat listrik
tenaga air ataupun membuat bangunan yang diharapkan akan dapat melindungi

1
manusia terhadap bencana yang ditimbulkan oleh perilaku sungai, misalnya waduk,
krib, tanggul, penahan lereng, bronjong dan fasilitas lainnya. Kenyataan sejarahpun
kemudian membuktikan, bahwa manusia yang tidak bisa bersahabat dan melestarikan
keberadaan sumber daya air yang ada, akan surut dan runtuh
kejayaannya, kehancuran tersebut tidak hanya semata-mata karena disebabkan oleh
bencana yang ditimbulkan oleh perilaku sungai, namun kebanyak merupakan proses
akibat menurunnya fungsi sumber daya air sungai sehingga mematikan beberapa
sarana dan prasarana yang penting bagi kehidupan manusia.

1.4 Rumusan Masalah


1. Dasar dasar apa saja yang ada dalam perencaanaan irigasi ?
2. Bagaimana Pengembangan dan pengelolaan irigasi ?
3. Data teknis apa saja yang dibutuhkan untuk perencanaan daerah irigasi ?
4. Bagaimana kriteria perencanaan Jaringan irigasi ?
5. Bagaimana bentuk notasi gambar bangunan jaringan irigasi ?
6. Bagaimana contoh tataletak (layout) peta tersier ?
7. Bagaimana hubungan kebutuhan air irigasi dengan kebutuhan air tanaman ?
8. Apa saja kebutuhan air tanaman ?
9. Bagaimana perhitungan kehilangan air ?
10. Apa yang menjadi kebutuhan dari kehilangan air dan irigasi ?
11. Bagaimana kebutuhan suplei di intake ?
12. Bagaimana contoh perhitungan kebutuhan air pola tanam ?
13. Bagaimana perencanaan pendahuluan tata letak jaringan irigasi ?
14. Bagaimana perencanaan tata letak jaringan irigasi ?
15. Bagaimana perhitungan tinggi muka air jaringan irigasi ?

1.6 Kegunaan Penelitian


Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat berguna untuk:

1. Dapat menambah pemahaman tentang irigasi dan bangunan air di Indonesia

2
1.7 Sistematika Penulisan
Penyusunan dan pembahasan masalah yang berhubungan dengan skripsi ini disusun
secara sistematis terbagi dalam lima bab, yaitu:

1. BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi latar belakang dari permasalahan yang diajukan, serta tujuan
penulisan.

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Dalam bab ini berisi dasar-dasar teori yang berhubungan dengan permasalahan yang
diajukan dan dilengkapi dengan sumber yang digunakan.

3. BAB III METODOLOGI


Dalam bab ini menjelaskan metode untuk mengumpulkan data, serta metode untuk
menyusun makalah mulai dari bab 1 hingga bab 5.

4. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam bab ini menguraikan analisis dan penjelasan dari objek yang diangkat.

5. BAB V PENUTUP
Dalam bab ini membahas mengenai kesimpulan dan saran dari keseluruhan isi
makalah .

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Perkembangan Pemanfataan Air Untuk Umat Manusia


Persediaan air segar dunia hampir seluruhnya berasal dari hujan sebagai hasil
penguapan dari air laut. Siklus Hidrologi adalah proses peralihan dari penguapan
air laut bergerak keatas menjadi dingin, membeku menjadi titik – titik air yang
berkumpul banyak dan turun menjadi hujan.

Di China : ± 4.000 tahun Sebelum Masehi air untuk irigasi.± 200 tahun Sebelum
Masehi Bendungan Tzu Kiang (sungai Huang Ho) air untuk irigasi ± 200.000 Ha.
± Abad 7, dibangun Saluran Induk 1.120 KM.

Di Mesir : ± 3.200 tahun Sebelum Masehi, Air Sungai Nil untuk irigasi,
bangunan peluap/pelimpah. ± 500 tahun Sebelum Masehi, Bendungan dengan
panjang ± 100 M, tinggi 12 M untuk irigasi ±100 Ha.

Di Indonesia : ± 300 tahun Sebelum Masehi, Air untuk irigasi di Pulau Jawa.
Tahun ± 1852, Bendungan Glapen di Kali Tuntang , Jawa Tengah untuk
perkebunan kapas ± 14.000 Ha. Tahun ± 1908, Bendung Lengkong di Kali
Brantas, Jawa Timur untuk tanaman tebu dan irigasi pertanian ± 40.000 Ha. Irigasi
Banjar Cahyana di Banyumas, Waduk Pejalin di Malahayu Brebes dan irigasi
Pemali – Comal di Pekalongan. Tahun 1957, Bendungan Serbaguna Jatiluhur Kali
Citarum untuk irigasi 230.000 Ha dan PLTA 125 MW.

Setelah tahun 1970, banyak Bendung, Bendungan dibangun seperti Sengguruh,


Karang Kates, Wlingi , Lodoyo, Wonorejo, Widas, Gunung Sari (kali Brantas),
Saguling, Cirata, Curuk (kali Citarum), Sempor (di Gombong Jawa Tengah),
Riam Kanan (Kalimantan), Garugu, Bakaru (Sulawesi Selatan), Batang Agam,
Maninjau, Tes, Besai, Tangga, Renun, Koto Panjang (Sumatera) dan lain – lain.

2.2 Pengertian Dasar Sumber Daya Air


Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan
manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam
segala bidang. Dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air

4
yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber
daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup
dan ekonomi secara selaras.

Pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan
keterpaduan yang harmonis antarwilayah, antarsektor, dan antargenerasi.Sejalan
dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan keterbukaan dalam tatanan
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, masyarakat perlu diberi peran
dalam pengelolaan sumber daya air.

Didasarkan pada pertimbangan diatas, Dewan Perwakilan Rakyat Republik


Indonesia dan Presiden Republik Indonesia memutuskan : Menetapkan Undang –
Undang Tentang Sumber Daya Air Nomor 7 tahun 2004.

Bahwa untuk melaksanakan Pasal 41 ketentuan Undang Undang No 7 tahun


2004, telah diterbitkan dan ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Irigasi
Nomor 20 Tahun 2006 sebagai dasar pelaksanaan usaha penyediaan, pengaturan
dan pembuangan irigasi.

2.3 Definisi Tentang Irigasi


Definisi tentang sumber daya air dapat dilihat didalam Undang – Undang Sumber
Daya Air nomor 7 tahun 2004 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1, sedangkan tentang
irigasi dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah R I. Nomor 20 tahun 2006,
diantaranya adalah :

a. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di
dalamnya.
b. Air adalah semua air yang terdapat pada, diatas, ataupun dibawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah,
air hujan, dan air laut yang berada di darat.
c. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
d. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan
dibawah permukaan tanah.
e. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan atau buatan yang
terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.

5
f. Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi
untuk menunjang petranian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan,
irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irihasi tambak.
g. Sistem Irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia.
h. Penyediaan Air Irigasi adalah penentuan volume air per satuan waktu yang
dialokasikan dari sumber air untuk suatu daerah irigasi yang didasarkan
waktu, jumlah, dan mutu, sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang
pertanian dan keperluan lainnya.
i. Pembuangan Air Irigasi, selanjutnya disebut Drainase, adalah pengaliran
kelebihan air yang sudah tidak dipergunakan lagi pada suatu daerah
irigasi.
j. Daerah Irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan
irigasi.
k. Jaringan Irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya
yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan,
pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.
l. Jaringan Irigasi Primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari
bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya,
bangunan bagi, bangunan bagi sadap, banguanan sadap, dan bangunan
pelengkapnya.
m. Jaringan Irigasi Sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri
dari, saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan
bagi sadap, banguanan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
n. Jaringan Irigasi Tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai
prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier, saluran kuarter dan
saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter serta bangunan
pelengkapnya.

Definisi diatas terlihat bahwa mata kuliah Irigasi dan bangunan air dimaksudkan
untuk memahami dan menerapkan pengetahuan Sumber Daya Air mulai dari
tahap perencanaan, pendayagunaan, pembangunan, pemeliharaan dan
pengendalian terhadap daya rusak air

6
BAB 3
METODOLOGI

3.1 Dasar Dasar Perencanaan Irigasi


3.1.1 Pengertian umum
Perencanaan Pengembangan Sumber Daya Air diawali dengan merangkum
kebutuhan masyarakat untuk dirumuskan menjadi tujuan dari kebutuhan
masyarakat pengguna Sumber Daya Air.

Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan yang akan
dilakukan secara koordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan
pengelolaan Sumber Daya Air.

Pengembangan Sumber Daya Air pada wilayah sungai ditujukan untuk


peningkatan kemanfaatan fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air
baku untuk rumah tangga, pertanian, industri, pariwisata, pertanahan,
pertambangan, ketenagaan, perhubungan, dan untuk berbagai keperluan lainnya.
Pengembangan sumber daya air meliputi :

a. air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air permukaan
lainnya;
b. air tanah pada cekungan air tanah;
c. air hujan; dan
d. air laut yang berada di darat.

Pengembangan air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air
permukaan lainnya dilaksanakan dengan memperhatikan karakteristik dan fungsi
sumber air yang bersangkutan.

Ketentuan mengenai pengembangan sungai, danau, rawa, dan sumber air


permukaan lainnya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.Air tanah
merupakan salah satu sumber daya air yang keberadaannya terbatas dan
kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang luas serta pemulihannya sulit
dilakukan.Pengembangan air tanah pada cekungan air tanah dilakukan secara

7
terpadu dalam pengembangan sumber daya air pada wilayah sungai dengan upaya
pencegahan terhadap kerusakan air tanah.

Ketentuan mengenai pengembangan air tanah diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah. Pengembangan fungsi dan manfaat air hujan dilaksanakan dengan
mengembangkan teknologi modifikasi cuaca. Badan usaha dan perseorangan
dapat melaksanakan pemanfaatan awan dengan teknologi modifikasi cuaca
setelah memperoleh izin dari Pemerintah. Ketentuan mengenai pemanfaatan awan
untuk teknologi modifikasi cuaca diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pengembangan fungsi dan manfaat air laut yang berada di darat dilakukan dengan
memperhatikan fungsi lingkungan hidup. Badan usaha dan perseorangan dapat
menggunakan air laut yang berada di darat untuk kegiatan usaha setelah
memperoleh izin pengusahaan sumber daya air dari Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah. Ketentuan mengenai pemanfaatan air laut yang berada di darat
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Proyek Pengembangan Sumber
Daya Air harus diselesaikan secara khusus dan unik, karena sangat tergantung dari
kondisi topografi setempat, kondisi sosial, politik dan budaya setempat dan harus
melibatkan berbagai bidang keahlian secara terpadu. Dalam mempelajari
pengendalian dan pengaturan pemanfaatan air maka akan timbul berbagai
pertanyaan, diantaranya adalah :

a. Berapa banyak jumlah air yang dapat diharapkan? (dari aliran air
minimum, maksimum, tahunan, volume banjir, air tanah).
b. Berapa banyak jumlah air yang dapat dimanfaatkan? (untuk air minum,
irigasi, Pembangkit Listrik Tenaga Air, industri, lalulintas dan
sebagainya).
c. Bagaimana pengendalian terhadap kelebihan air? (dengan pengaturan
banjir, sistem drainase, pengelolaan air limbah dan sebagainya).
d. Bangunan apa saja yang diperlukan dalam Pengembangan Sumber Daya
Air? (Waduk, Bendung, Bendungan, Saluran, Pelimpah, Tanggul dan
sebagainya).

8
e. Bagaimana pengaruh Pengembangan Sumber Daya Air terhadap
pelestarian lingkungan? (margasatwa, tumbuhan, air tanah, budaya dan
politik).
f. Apakah Pengembangan Sumber Daya Air mempunyai nilai ekonomis dan
finansial?

Dengan demikian dalam mempelajari Pengembangan Sumber Daya Air


untuk irigasi diperlukan pengetahuan dan wawasan yang luas bagi
perencana agar dapat diperoleh hasil harga yang optimal.

3.1.2 Jenis dan Unsur Pengembangan Irigasi


Jenis dan unsur yang perlu diketahui dalam Pengembangan Irigasi diantaranya
adalah :

1) Kwantitas Air
Seberapa banyak air yang dapat diharpkan dan dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi tujuan kegunaannya, untuk mengetahui jawaban dari
pertanyaan tersebut harus melalui penerapan Hidrologi, yaitu Ilmu yang
mempelajari kejadian - kejadian serta distribusi air alamiah dibumi.
Dengan mempelajari Hidrologi, dapat diketahui : daur hidrologi (Cyclus
Hidrologi) prakiraan aliran air sungai dimasa datang, air tanah dan
sebagainya.
2) Kwalitas Air
Selain jumlah air yang cukup, diperlukan mutu air sesuai dengan standard
dan kegunaannya, misal air minum, air irigasi, air industri dan
pambuangan air limbah. Pengujian kimiawi serta bakteriologis biasa
dilaksanakan untuk menetapkan jumlah serta sifat - sifat kotoran didalam
air.
3) Bangunan Air
Bentuk dan ukuran bangunan air seringkali tergantung pada sifat hidrolik
dan harus mengikuti azas mekanika fluida. Bangunan air sering kali
mempunyai bentuk lengkap untuk disesuaikan dengan tuntutan azas
mekanika fluida sehingga memerlukan perhitungan detail yang rumit,

9
bahwa kadang kala diperlukan uji model didalam laboratorium sebelum
dilaksanakan pembangunannya dilapangan.
4) Lingkungan
Dalam Pengembangan Irigasi tidak dapat terlepas dari pengaruh
lingkungan disekitarnya. Kondisi daerah aliran sungai (DAS) sangat
menentukan kelestarian sumber daya air. Pengaruh bangunan air terhadap
perkembangan morfologi sungai, pengaruh lingkungan selama
pembangunan, pengelolaan dan setelah masa usia layannya selesai.
Disamping itu pengaruh terhadap perubahan kondisi sosial, politik dan
budaya dilingkungan bangunan pengembangan irigasi.
5) Unsur Ekonomis dan Finansial
Setiap pengembangan Irigasi harus dilakukan studi kelayakan untuk
mengevaluasi dari berbagai segi terhadap keuntungan yang diperoleh.
Tinjauan ekonomis adalah tinjauan terhadap nilai keekonomian suatu
pengembangan sumber daya air, bila dibandingkan dengan pembangunan
lain yang mempunyai tujuan yang sama, sedangkan tinjauan financial
adalah suatu studi / tinjauan nilai ekonomian pengembangan sumber daya
air dengan membandingkan besaran investasi yang diperlukan terhadap
keuntungan yang diperoleh selama usia layan bangunan pengembangan
sumber daya air.
6) Unsur Sosial, Politik dan Budaya
Hampir semua pembangunan irigasi dibiayai oleh badan pemerintah
tertentu, proyek irigasi, pengendali banjir, pengelola air bersih, air limbah
dan pembangkit listrik. Pembangunan irigasi tergantung dari kebijakan /
batasan perencana suatu daerah, peraturan dan undang - undang yang ada.
Pembangunan irigasi dapat tertunda karena masyarakat dan adat budaya
setempat tidak menyetujuinya misal, merusak situs peninggalan nenek
moyang, masyarakat tidak mengijinkan daerahnya digunakan untuk irigasi
dan sebagainya.

3.1.3 Problema yang ditimbulkan oleh Irigasi


Mengingat air adalah merupakan bahan baku utama untuk memenuhi suatu
kehidupan, maka pemanfaatan irigasi berarti akan mempengaruhi seluruh tatanan

10
pola aliran air yang telah berlangsung lama. Beberapa permasalahan yang
mungkin timbul oleh Irigasi:

- Perubahan pola pemanfaatan aliran air

- Perubahan pola hidup binatang pada aliran air (sungai)

- Perubahan pola distribusi sediment transport, missal timbulnya agradasi dan


degradasi pada bagian hulu dan hilir bangunan bendung irigasi

- Perubahan pada aliran air tanah

- Perubahan pola hidup sosial budaya masyarakat.

a. Perubahan pola pemanfaatan aliran air


Perubahan pola pemanfaatan aliran air ini dapat mempengaruhi tatanan
kehidupan pada suatu daerah, bahkan dapat mempengaruhi hubungan
antar wilayah kabupaten / propinsi, mungkin malah antar Negara. Untuk
itu perlu dibuat pengaturan pola pemakaian pemanfaatan aliran air
(sungai). Dengan mulai berjalannya peraturan pemerintah tentang
otonomi daerah, maka peraturan/perundangan yang mengatur pemakaian
/ pemanfaatan aliran air sungai yang melibatkan lebih dari 1 (satu) wilayah
kabupaten / propinsi dirasa sangat mendesak.
b. Perubahan pola hidup binatang pada aliran air (sungai)
Pembangunan irigasi yang memerlukan bangunan air (bendung, waduk
dan bendungan) melintang / memotong sungai sehingga memutuskan
migrasi suatu binatang air, misal ikan / binatang air pada saat reproduksi
harus dibagian hulu sungai dan setelahnya hidup dibagian hilir sungai akan
terputus, binatang air pada aliran deras harus berubah hidup pada air kolam
/ waduk dan sebagainya.
c. Perubahan pola distribusi sediment transport
Sedimen transport secara alamiah dari hulu ke hilir akan menyebar sesuai
kecepatan aliran air sungai, misal sediment pasir dibagian hulu sungai
yang diambil penduduk untuk keperluan pembangunan, akan terisi ulang
secara alami pada saat air besar (banjir) datang. Apabila dibangun
bangunan irigasi (Bendung atau Bendungan) maka dibagian hulu akan

11
timbul agradasi, yaitu penumpukan material sediment transport dibagian
hulu bendung / bendungan, sedangkan dibagian hilir mengalami degradasi
yaitu penurunan permukaan dasar sungai dibagian hilir bangunan irigasi,
lebih lagi apabila terjadi pengambilan material sediment (pasir) pada
sungai. Hal ini sangat membahayakan pondasi bangunan air disepanjang
daerah aliran sungai tersebut, seperti bengunan perkuatan tanggul, kolom
(pier) dan abutment jembatan dan lain-lain.

d. Perubahan pada aliran air tanah


Dengan dibangunnya PSDA maka merubah pola aliran sungai, maka
dengan sendirinya akan mempengaruhi pola rembesan / infiltrasi pada
daerah aliran sungai sehingga mempengaruhi elevasi tinggi muka air
tanah. Dibagian hulu dari bendung / bendungan akan mengalami
penurunan elevasi tinggi muka air tanah dan hal ini juga akan
mempengaruhi terhadap besaran tekanan air tanah pada suatu bangunan
air.
e. Perubahan pola hidup sosial budaya masyarakat
Perubahan pola ini akan terjadi apabila pembangunan irigasi yang besar,
seperti pembangunan bendungan dengan luas genangan / waduk yang
cukup luas, misal Saguling, Cirata, Jatiluhur, Karangkates, Kedung Ombo
dan sebagainya. Akibat dari genangan yang luas, maka diperlukan
pemindahan penduduk, terpisahnya hubungan antar desa, perubahan pola
mata pencaharian dari pertanian menjadi usaha perikanan. Kesemua
contoh tersebut dapat menimbulkan perubahan sosial dan budaya
penduduk disekitar waduk.

3.2 Pengambangan dan Pengelolaan irigasi


Dalam pelaksanaan Pengembangan Sumber Daya Air, dasar utama kebijakan
yang akan diambil harus mengacu kepada Undang – Undang Sumber Daya Air
Nomor 7 tahun 2004. Mengingat bahwa didalam Undang – Undang Sumber Daya
Air Nomor 7 tahun 2004 mencakup semua dasar kebijakan untuk semua bidang
dalam pemerintahan yang terkait permasalahan sumber daya air, namun didalam

12
pembahasan lebih rinci akan di titikberatkan kepada kebijakan Sumber Daya Air
untuk irigasi dibawah Departemen Pekerjaan Umum.

Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi bertujuan


mewujutkannkemanfaatan air dalam bidang pertanian, diselenggarakan secara
partisipasif, terpadu, berwawasan lingungan hidup,transparan, akuntabel, dan
berkeadilan, serta di laksanakan di seluruh daerah irigasi. Pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pem Prov, Pem
Kab/Kota melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan mengutamakan
kepentingan dan peran serta masyarakan petani. Pengembangan dan pengelolaan
sistem irigasi yang dilaksanakan oleh Badan Usaha, Badan Sosial, atau
perseorangan diselenggarakan dengan memperhatikan kepentingan masyarakat
disekitarnya dan mendorong peran serta masyarakat petani.

13
Bagan struktur pemerintah antar lembaga dan hubungan antar lembaga khususnya
yang terkait dengan pengembangn irigasi dapat dilihat sebagai berikut :

Masing – masing kebutuhan Departemen yang terkait dengan Undang – Undang


Sumber Daya Air No. 7 tahun 2004 akan dijabarkan kedalam Peraturan
Pemerintah. Peraturan Pemerintah tentang irigasi telah diterbitkan nomor 20 tahun
2006, Sedangkan ketentuan – ketentuan yang bersifat Nasional akan ditetapkan
dengan Keputusan Presiden. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi

14
dilaksanakan dengan pendayagunaan sumber daya air yang didasarkan
padaketerkaitan antara air hujan, air permukaan, dan air tanah secara terpadu
dengan mengutamakan pendayagunaan air permukaan.

Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan


prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengembangan dan pengelolaan, dengan
memperhatikan kepentingan pemakai air irigasi di bagian hulu, tengah dan hilir
secara selaras. Untuk mewujudkan tertib pengelolaan jaringan irigasi yang
dibangun pemerintah dibentuk kelembagaan pengelolaan irigasi yang meliputi
instansi pemerintah yang membidangi irigasi, perkumpulan petani pemakai air,
dan komisi irigasi.

Perkumpulan petani pemakai air adalah kelembagaan pengelolaan irigasi


yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasiyang
dibentuk oleh petani pemakai air sendiri secara demokratis, termasuk lembaga
lokal pengelola irigasi. Komisi irigasi antar propinsi adalah lembaga koordinasi
dan komunikasi antara wakil pemerintah kabupaten/kota yang terkait, wakil
komisi irigasi propinsi yang terkait, wakil perkumpulan petani pemakai air, dan
wakilpengguna jaringan irigasi di suatu daerah irigasilintas propinsi. Komisi
irigasi juga terdapat di propinsi dan kabupaten/kota disebut komisi irigasi propinsi
dan komisi irigasi kabupaten/kota.

3.3 Data Teknis yang Dibutuhkan


Foto Udara, diperlukan sebagai peta dasar untuk rencana daerah irigasi yang
cukup luas dengan melihat kemungkinan alternatif penempatan bangunan
pengambilan dari sungai yang terdekat. Foto udara dapat diperoleh dari Badan
Koordinasi Survey dan Pertanahan Nasional (BAKORSURTANAL) dengan
skala bekisar 1 : 10 000 hingga 1: 250 000 tergantung daerahnya, misal : makin
ke daerah terpencil makin besar skalanya.

a. Peta Wilayah Sungai yang menunjukan suatu daerah rencana irigasi termasuk
wilayah sungai mana dan daerah pengawasan Balai atau Balai Besar
Departemen Pekerjaan Umum sesuai Keputusan Presiden RI Nomor 12 tahun
2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai

15
b. Peta Topografi dengan skala 1 : 5.000 atau 1 : 10.000 lengkap dengan garis
kontur dengan interval 0,50 m daerah datar dan 1,00 m untuk daerah
perbukitan. Pemetaan harus menggambarkan kondisi riil dilapangan seperti
tata tanaman bangunan, dan batas desa/batas administrasi wilayah yang ada.
Pemetaan harus dengan sistem koordinat yang terikat dengan sistem
koordinat nasional.

Pemetaan detail, skala 1: 1000 , 1: 100, dipergunakan untuk membuat gambar


detai daerak bangunan utama seperti bendung, jembatan atau bangunan air yang
dianggap penting

3.4 Kriteria perencanaan


1. Pemberian warna

• Saluran pemberi diberi warna Biru

• Saluran pembuang diberi warna Merah

• Kampung/Desa diberi warna Hijau

• Jalan-jalan yang ada diberi warna Coklat

• Daerah yang tidak diairi diberi warna Kuning

• Simbol bangunan diberi warna Merah

• Petak-petak sekunder diberi warna yang berbeda ( warna-warna

yang mudah/lunak )

2. Pemberian Nama dan Simbol

• Nama-nama bangunan biasanya disingkat minimum satu huruf dan

maksimum dua huruf dengan disertai Nomor Urut/Indeks pada

masing-masing saluran.

• Bangunan-bangunan pengambilan utama seperti Bendung, Rumah

Pompa atau pengambilan bebas diberi nama sesuai nama sungai


yang bersangkutan, atau nama desa yang terdekat dan diberi nomor
urut/indek :

16
Contoh : Bendungan bening : B.B.O

Bendungan Way Umpu : B.Wu.O

Bendungan Srengseng : B.S.O

• Saluaran induk diberi nama sama sesuai dengan nana bendungnya

atau nama desa yang terdekat.

• Nama saluran sekunder diambil dari nama desa terdekat yang

dilewati.

• Saluran drainase juga diambil dari nama desa terdekat dengan

nama diawali inisial D dan diteruskan dengan nama saluranya.

Contoh : D. Wu. 1 ; D. Wu 2; dst

• Petak Tersier :Diusahakan batas-batas petak tersier sejelas

mungkin sehingga mudah dikontrol. Luas petak tersier maksimum

150 ha dan minimum 50 ha. 50 ≤ A ≤ 150 ha

3.5 Notasi Gambar Bangunan Jaringan Irigasi


(Referensi: Modul Irigasi dan Bangunan Air IR Agus Suroso MT)

17
18
3.6 Contoh Tataletak (Layout) Petak tersier

19
3.7 Hubungan Kebutuhan Air Irigasi dengan Kebutuhan Air Tanaman
Tanaman membutuhkan air agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik.Air
tersebut dapat berasal dari air hujan maupun air irigasi.

Air irigasi adalah sejumlah air yang umumnya diambil dari sungai tau waduk dan
dialirkan melalui sistem jaringan irigasi, guna menjaga keseimbangan jumlah air
di sawah.

Keseimbangan air yang masuk dan keluar dari suatu lahan digambarkan seperti :

20
Agar terjadi keseimbangan air di suatu lahan pertanian maka :

kebutuhan AIr Bagi Air Untuk ir Yang


jumlah Air
Air Irigasi Kebutuhan Mengolah Merembes (P
+ Hujan (R)
+ = = + + +
(IR) Tanaman (ET) Tanah (Pd) & I)

Dirumuskan sebagai : IR = (ET + Pd + P&I) – R

Jika tidak ada hujan (R = 0), maka jumlah air irigasi IR = (ET + Pd + P&I)

Jika hujan deras (R lebih besar dari ET + Pd + P&I, pada saat ini air irigasi
tidak dibutuhkan, bahkan diperlukan pembuangan air (drainase) agar
lahan tidak tergenang air secara berlebihan.Kelebihan maupun
kekurangan air pada lahan pertanian berakibat buruk terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman

3.8 Kebutuhan Air Tanaman


Faktor fakor yang mempengaruhi kebutuhan air tanaman Kebutuhan air
tanaman adalah : sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti air yang hilang

21
akibat penguapan. Penguapan bisa terjadi melalui permukaan air (evaporasi)
maupun daun-daun tanaman (transpirasi). Bila kedua proses penguapan tersebut
terjadi bersama-sama terjadilah Evapotranspirasi. Dengan demikian besar
kebutuhan air tanaman adalah sebesar jumlah air yang hilang akibat proses
Evapotranspirasi.

Besar evaporasi sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim, meliputi


temperatur udara, kecepatan angin, kelembaban udara dan kecerahan penyinaran
matahari. Besar transpirasi dipengaruhi oleh : keadaan iklim, jenis tanaman,
varietas tanaman dan umur tanaman, biasa disebut faktor tanaman.

Rumus kebutuhan air tanaman adalah : ET = k . Eto

k = koefisien tanaman, besarnya tergantung dari jenis, varitas dan umur


tanaman.

Eto = Evapotranspirasi potensial, besarnya dapat dihitung melalui


berbagai rumus.

22
Bagan hubungan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebutuhan air
tanaman adalah :

Faktor Iklim Faktor Tanaman

- Temperatur udara - Jenis tanaman


- Kecepatan angin - Varitas tanaman
- Kelembaban udara - Umur tanaman
- Kecerahan matahari

Dirancang
Dihitung
dengan pola
dengan tanam tertentu

Kebutuhan Air
Didapat Eto k didapat
Tanaman ET = k . ETo

Koefisien Tanaman (k)

Notasi k menyatakan koefisien tanaman (sering disebut koefisien


evapotranspirasi tanaman), merupakan angka pengali untuk menjadikan
evapotranspirasi potensial (Eto) menjadi Evapotranspirasi yang
sebenarnya (ET).

Besarnya koefisien tanaman (k) erat berhubungan dengan :

Jenis tanaman (padi, jagung, tebu)

Varitas tanaman (Padi IR2, Padi PB5)

Umur tanaman

Beberapa data koefisien tanaman padi seperti berikut : (Suyono dan


Takeda, hlm 62)

23
Koefisien tanaman bulanan
Lokasi Catatan
1 2 3 4 5 6

Ciujung, Cisadane, Rentang, 0.90 1.10 1.35 1.20 0.90 0.80 Masa tumbuh
Glapan, Sedadi, Pekalen, 160 hari
Sampean

Gambarsari, Pesanggrahan 0.55 0.90 1.12 1.27 1.20 0.80 160 hari

Solo 0.55 0.90 1.17 1.25 0.82 140 hari

Cisadane 0.60 0.80 0.85 0.85 0.85 0.85 Musim basah

Cisadane 0.60 0.80 0.85 0.85 0.85 Musim kering

Salah satu tujuan irigasi adalah membagi sejumlah air yang sama pada lahan yang
seluas mungkin. Untuk itu dilakukan berbagai macam cara salah satunya adalah
memperkecil kebutuhan air irigasi (IR). Upaya memperkecil IR bisa dilakukan
dengan memperkecil kebutuhan air tanaman (ET). Upaya memperkecil kebutuhan
air tanaman (ET) hanya dapat dilakukan dengan memperkecil koefisien tanaman
(k), karena besarnya evapotranspirasi potensial (Eto) sukar dimanipulasi karena
sangat berhubungan dengan keadaan iklim.

Mengubah faktor koefisien tanaman (k) berarti mengubah jenis, varitas dan umur
tanaman. Yaitu dengan memilih tebu sebagai pengganti padi, mengubah waktu
tanam pada bulan tertentu. Kegiatan mengatur jenis tanaman, varitas tanaman dan
masa pertumbuhan tanaman biasanya disebut pengaturan POLA TATA TANAM.

Dengan demikian usaha mengatur pola tata tanam dimaksudkan untuk mengubah
besar koefisien tanaman (k) agar didapat besaran ET tertentu.

Contoh : berdasarkan perhitungan nilai Eto didapatkan hasil seperti berikut :

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei

Eto (mm/hari) 4.42 4.45 3.21 3.86 3.68

24
Diketahui nilai rata-rata bulanan koefisien tanaman (k) jagung jenis tertentu
seperti berikut :

Umur pertumbuhan (bulan) 1 2 3

(k) 0.45 0.70 0.40

Jika penanaman jagung dimulai pada awal Januari, maka kebutuhan air tanaman
(ET) dapat diketahui seperti :

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei

Eto (mm/hari) 4.42 4.45 3.21 3.86 3.68

(k) 0.45 0.70 0.40

ET = k . ETo

Jika awal penanaman diganti menjadi awal Februari maka :

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei

Eto (mm/hari) 4.42 4.45 3.21 3.86 3.68

(k) 0.45 0.70 0.40

ET = k . ETo 2.00 2.25 1.54

Dari tabel di atas tampak bahwa jika awal tanam dimulai pada awal Januari, maka
besar RT bulan Februari sebesar 3.11 mm/hari. Dengan mengubah awal tanam
menjadi awal Februari, maka terjadi perubahan ET, pada bulan Februari menjadi
2.00 mm/hari.

3.9 Perhitungan Kehilangan Air


Rumus Perhitungan ETo

• Berbagai rumus telah dikembangkan untuk menghitung besaran ETo,


diantaranya rumus Blaney – Criddle, rumus radiasi dan rumus Penman.

25
Badan pertanian dan pangan PBB (FAO) merekomendasikan rumus
Penman untuk dipakai dalam perhitungan ETo.
• Prinsip ketiga rumus untuk menghitung Eto adalah Eto = c . ETo*
• ETo sangat dipengaruhi keadaan iklim, sedangkan keadaan iklim sangat
berhubungan erat dengan letak lintang daerah.
• Perbedaan dari ketiga rumus tadi ialah dalam penerapan besaran c dan
ETo*, yang berhubungan dengan macam data iklim yang dipergunakan.
• Perhitungan ETo* membutuhkan data-data iklim yang benar-benar terjadi
di suatu tempat (data terukur).
• Rumus Penman membutuhkan data terukur :
- Temperatur udara (t)
- Kecepatan angin (u)
- Kelembaban relatif (RH)
- Kecerahan matahari (n/N)
- Letak lintang
• Pada daerah tertentu bisa jadi tidak semua data terukur bisa didapat,
sehingga rumus Penman tidak bisa dipakai dan sebagai gantinya
digunakan rumus lainnya seperti rumus Blaney Cridle yang membutuhkan
data terukur lebih sedikit.
• Secara umum perbedaan kebutuhan data terukur yang dibutuhkan untuk
menghitung ETo* adalah :

Rumus Data terukur yang dibutuhkan

Blaney – Criddle Letak lintang (LL), suhu udara (t)

Radiasi Letak lintang (LL), temperatur udara (t), dan kecerahan


matahari (n.N)

Penman Letak lintang (LL), temperatur udara (t), kecerahan


matahari (n/N), kecepatan angin (u), kelembaban relatif
(RH)

26
• Untuk menyesuaikan perbedaan hasil perhitungan ETo*,
sehubungan dengan berbedanya data iklim terukur, maka masing-
masing rumus mempunyai angka koreksi yaitu c.
• Besaran c ditetapkan berdasarkan perkiraan keadaan iklim dari
daerah yang ditinjau, dengan demikian penetapan harga c juga
berbeda-beda dari ketiga rumus tadi.
• Perbedaan penetapan angka koreksi c adalah :

Rumus Keadaan iklim yang diperkirakan guna penetapan c

Blaney – Criddle Kelembaban relatif (RH), kecepatan angin (u),


kecerahan matahari (n/N)

Radiasi Kelembaban relatif (RH), kecepatan angin (u)

Penman Perbedaan kecepatan angin siang dan malam

• Rumus Penman Modifikasi

Rumus Penman adalah sebagai berikut :

ETO = c x ET*

dengan

ET* = w (0,75 Rs – Rn1) + (1 – w) f (u) (ea – ed)

dimana :

w = faktor yang berhubungan dengan temperatur (T) dan elevasi


daerah. Untuk daerah Indonesia dengan elevasi antara 0 – 500 m,
hubungan harga T dan W seperti pada Tabel 1.

Rs = radiasi gelombang pendek dalam satuan evaporasi (mm/hari)

= (0,25 + 0,54 n/N) Ra

27
Ra = radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfir
(angka angot) yang dipengaruhi oleh letak lintang daerah. Harga Ra
seperti (Tabel 2)

Rn1 = radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari)

= f (t) . f (ed) . f (n/N)

f (t) = fungsi suhu (Tabel 1)

f (ed) = fungsi tekanan uap

= 0,34 – 0,44 . √ (ed)

f (n/N) = fungsi kecerahan

= 0,1 + 0,9 n/N

f (u) = fungsi dari kecepatan angin pada ketinggian 2 m dalam


satuan (m/dt)

= 0,27 (1 + 0,864 u)

U = kecepatan angin (m/dt)

(ea – ed)= perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap yang
sebenarnya

ed = ea . Rh

RH = kelembaban udara relatif (%)

ea = tekanan uap jenuh (mbar) (Tabel 1)

ed = tekanan uap sebenarnya (mbar)

28
c = angka koreksi Penman yang memasukkan harga perbedaan
kondisi cuaca siang dan malam. Harga C tertera pada Tabel 3

Tabel 1. Hubungan antara T, ea, w dan f (t)

T ea W F (t)
0
C Mbar

24.00 29.50 0.735 15.40

25.00 31.69 0.745 15.65

26.00 33.62 0.755 15.90

27.00 35.66 0.765 16.10

28.00 37.81 0.775 16.30

28.60 39.14 0.781 16.42

29.00 40.06 0.785 16.50

Tabel 2. Angka Angot (Ra) (mm/hari) (Untuk daerah Indonesia, antara 50


LU sampai 100 LS

Lintang Utara Lintang Selatan


Bulan
5 4 2 0 2 4 6 8 10

Januari 13.0 14.3 14.7 15.0 15.3 15.5 15.8 16.1 16.1

Februari 14.0 15.0 15.3 15.5 15.7 15.8 16.0 16.1 16.0

Maret 15.0 15.5 15.6 15.7 15.7 15.6 15.6 15.5 15.3

April 15.1 15.5 15.3 15.3 15.1 14.9 14.7 14.4 14.0

Mei 15.3 14.9 14.6 14.4 14.1 13.8 13.4 13.1 12.6

Juni 15.0 14.4 14.2 13.9 13.5 13.2 12.8 12.4 12.6

Juli 15.1 14.6 14.3 14.1 13.7 13.4 13.1 12.7 11.8

Agustus 15.3 15.1 14.9 14.8 14.5 14.3 14.0 13.7 12.2

September 15.1 15.3 15.3 15.3 15.2 15.1 15.0 14.9 13.3

Oktober 15.7 15.1 15.3 15.4 15.5 15.6 15.7 15.8 14.6

29
November 14.8 14.5 14.8 15.1 15.3 15.5 15.8 16.0 15.6

Desember 14.6 14.1 14.4 14.8 15.1 15.4 15.7 16.0 16.0

Tabel 3. Angka Koreksi (c) Bulanan Untuk Rumus Penman

Bulan C Bulan C

Januari 1.04 Juli 0.90

Februari 1.05 Agustus 1.00

Maret 1.06 September 1.10

April 0.90 Oktober 1.10

Mei 0.90 November 1.10

Juni 0.90 Desember 1.10

3.10 Kebutuhan Air suplei air jaringan irigasi

Penentuan jumlah kebutuhan air irigasi yang dibutuhkan dipengaruhi oleh


beberapa faktor, yaitu : jenis tanaman, jenis tanah, curah hujan efektif serta cara
pengolahan dan pemeliharaan saluran irigasi.

Proses perhitungan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai


berikut :

A. Kebutuhan untuk kehilangan air untuk irigasi

1. Perhitungan evapotranspirasi potensial

2. Perhitungan kebutuhan air tanaman

3. Perkiraan laju perkolasi lahan

4. Perkiraan kebutuhan air untuk pengolahan tanah dan persemaian

B. Kebutuhan suplei air di intake

1. Perhitungan curah hujan efektif

2. Perhitungan kebutuhan air di sawah

30
3. Penentuan efisiensi irigasi

4. Perhitungan kebutuhan air di intake

3.10.1 Kebutuhan kehilangan air dan irigrasi

1. Kebutuhan air untuk tanaman

Kebutuhan air untuk tanaman adalah air yang habis terpakai untuk
pertumbuhan tanaman. Kebutuhan air ini diperhitungkan dengan mengalikan
koefisien tanaman dengan harga Ep (Evapotranspirasi potensial) atau dapat
dinyatakan dengan persamaan :

Cu = K * Ep

Dimana :

- Cu = kebutuhan air untuk tanaman

- K = koefisien tanaman

- Ep = Evapotranspirasi potensial

Besarnya K untuk setiap jenis tanaman berbeda-beda, yang besarnya


berubah-ubah setiap periode pertumbuhan.

Sebagai contoh, besar koefisien tanaman (K) padi dan jagung dengan
varitas tertentu di Jawa Timur adalah sebagai berikut.

2. Laju Perkolasi

Perkolasi adalah gerakan air ke bawah (ke dalam tanah) dari daerah lapisan
tanah tidak jenuh ke dalam daerah lapisan tanah jenuh air. Perkolasi di dalam
tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

- Tekstur tanah

Tanah dengan tekstur halus mempunyai angka perkolasi yang kecil.

- Permeabilitas tanah

Adalah daya untuk merembes lewat ruang antara butir tanah.

31
3. Kebutuhan Air Untuk Pengelolaan Dan Persemaian

Pekerjaan pengolahan lahan dilakukan lebih kurang 20 hari sebelum


penanaman dimulai. Untuk memudahkan pekerjaan, maka lahan tersebut harus
direndam air selama + 1 minggu sebelum pekerjaan pengolahan lahan dimulai
dengan maksud agar tanah menjadi lunak.

Kebutuhan air untuk pengolahan tanah diperkirakan sebesar 10 mm/hari,


Kebutuhan air untuk persemaian biasanya diberikan bersamaan dengan pemberian
air untuk pengolahan tanah. Waktu yang diperlukan untuk persemaian sampai
masa pemindahan + 30 hari, dengan luas 1/20 dari luas sawah yang akan ditanami.
Kebutuhan air untuk persemaian diperlukan 5 mm/hari.

3.10.2 Kebutuhan suplei air di intake

3.10.2.1 Perhitungan Curah Hujan Efektif

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan


pemanfaatan air dan rancangan pengendalian air adalah curah hujan rata-rata
diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu.
Curah hujan ini disebut curah hujan daerah (wilayah) dan dinyatakan dalam mm.
Curah hujan daerah ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah
hujan.

Perhitungan curah hujan rata rata wilayah dari curah hujan di beberapa
titik dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Cara rata-rata aljabar

1
R= x ( R1 + R2 + R3 + .....Rn )
n

dimana :

R = curah hujan rata rata wilayah (mm)

n = jumlah stasiun pengamatan

R1,R2,R3,....Rn = curah hujan disetiap stasiun pengamatan (mm)

2. Cara Thiesen

32
Jika titik-titik pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata,
maka cara perhitungan curah hujan rata-rata dapat dilakukan dengan
memperhitungkan luasan daerah pengaruh tiap titik pengamatan.

Curah hujan daerah itu dapat dihitung dengan persamaan :

A1 x R1 + A2 x R2 + ......An x Rn
R=
A1 + A2 + ...... + An

A1 x R1 + A2 x R2 + ......An x Rn
R=
A

R = W1 . R1 + W2 . R2 + ....... + Wn . Rn , dimana :

R = curah hujan daerah

R1, R2, ..... Rn = curah hujan dititik pengamatan dan n adalah


jumlah titik-titik pengamatan

A1, A2, ..... An = luas daerah yang mewakili tiap titik pengamatan

W1, W2, ........Wn = A1 / A, A2 / A, ........ An / A

3. Tahun Dasar Perencanaan

Pemilihan Tahun Dasar Perencanaan didasarkan pada teori dasar


peluang peristiwa hidrologis. Dalam hal ini peluang diartikan sebagai ukuran
mengenai kemungkinan objektif untuk terjadinya peristiwa sembarang.
Peluang dinyatakan sebagai perbandingan antara peristiwa sebenarnya
terhadap jumlah peristiwa seluruhnya yang mungkin terjadi.

Untuk analisis frekuensi pada seri waktu yang relatif pendek, yang
merupakan suatu contoh terbatas dari populasi seluruhnya, rumusnya adalah
:

m
P= x100%
n +1

33
Dimana :

P = peluang terjadinya peristiwa

m = nomor urut angka pengamatan dalam susunan dari besar ke kecil

n = banyaknya pengamatan

Peluang terjadinya yang dipilih dalam pemilihan tahun dasar


perencanaan dapat beragam antara lain 80%, 85%, 90%, dsb.

4. Curah Hujan Efektif

Curah hujan yang mencapai permukaan tanah tidak selalu dapat digunakan
oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Pada saat tertentu, jika curah hujan
yang jatuh intensitasnya rendah, maka akan habis menguap.

Berdasar pengertian di atas, maka perlu dibedakan antara curah hujan efektif
dan curah hujan nyata :

• Curah hujan nyata, adalah sejumlah curah hujan yang jatuh pada
suatu daerah pada kurun waktu tertentu.

• Curah hujan efektif, adalah sejumlah curah hujan pada suatu daerah
dan dapat dipergunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Jadi
curah hujan efektif ini merupakan sebagian saja dari sejumlah curah
hujan nyata.

Curah hujan efektif dapat ditentukan berdasarkan ketentuan berikut :

a. Jumlah curah hujan harian kuran dari 5 mm, dianggap tidak efektif
jadi dapat diabaikan.

b. Jumlah curah hujan harian lebih dari 50 mm dianggap kelebihan air,


jadi efektifnya diambil 50 mm.

c. Curah hujan yang didapat berdasar kriteria di atas dianggap hanya


90% saja yang efektif

34
3.10.2.2 Kebutuhan Air di Sawah

Kebutuhan air di sawah, didasarkan pada prinsip keseimbangan air yang


dapat dinyatakan dengan persamaan :

Wr = Cu + Pd + P + Nr - Re

dimana :

Wr : kebutuhan air di sawah


Cu : kebutuhan air untuk tanaman
Pd : kebutuhan air untuk pengolahan tanah
P : perkolasi
Nr : kebutuhan air untuk pembibitan
Re : hujan efektif

3.10.2.3 Penentuan Effisiensi Irigasi

Akibat penguapan, kebocoran, rembesan dan sebagainya maka debit


irigasi yang sampai pada lahan pertanian akan lebih kecil dibandingkan dengan
debit air irigasi yang diambil di intake. Perbandingan antara debit air irigasi yang
sampai di lahan pertanian dengan pengambilan di intake disebut EFISIENSI
IRIGASI.

Kehilangan air irigasi selama pengoperasian, meliputi :

a. Kehilangan ditingkat tersier, meliputi kehilangan air di sawah, di saluran


kwarter dan saluran tersier.

b. Kehilangan ditingkat sekunder, meliputi kehilangan air di saluran sekunder.

c. Kehilangan ditingkat primer, meliputi kehilangan di saluran primer.

3.10.2.4 Perhitungan Kebutuhan Air di Intake

Kebutuhan air irigasi pada pintu pengambilan dapat dihitung dengan


persamaan :

35
𝑊𝑟
𝐷𝑟 = 𝑥𝐴
𝑒𝑓𝑓

dimana :

Dr : kebutuhan air irigasi di intake (lt/dt)

Wr : kebutuhan air irigasi di lahan (lt/dt/ha)

Eff : efisiensi irigasi (%)

A : luas area lahan yang diairi (Ha)

3.11 Dasar Dasar Perencanaan Irigasi


3.11.1 Perencanaan Tata letak jaringan irigasi

Dalam perencanaan tata letak jaringan irigasi diperlukan tahapan pelaksanaan


pekerjaan mulai dari pengumpulan data renacana lahan irigasi, data ketersediaan
air, data tanah/lahan, data potensi tanaman yang akan digunakan dan data rencana
pengelola lahan dan jaringan irigasi. Pada modul 5 ini diprioritaskan membahas
perencanaan penyusunan tata letak jaringan irigasi dan kebutuhan tinggi elevasi
muka air di setiap petak lahan dan bangunan jaringan irigasi. Perencanaan tata
letak jaringan iri gasi dapat dikelompokan menjadi 2 tahap, yaitu :
Tahap 1 : Perencanaan pendahuluan, diantaranya adalah pembuatan tata letak
awal yang mencakup penyusunan semua prasarana irigasi berdasarkan peta
kontur/foto udara skala 1:25000 atau 1 : 10000 sesuai ketersediaan peta di instansi
terkait (Misal : BAKORSURTANAL = Badan Koordinasi Survey dan Pertanahan
Nasional). dan mengembangkan peta tsb kedalam peta skala 1: 5000.
Tahap 2 : Perencanaan rinci dengan melaksanakan survei pemetaan topografi dan
investigasi geoteknik di lapangan, diantaranya adalah pengukuran, uji
laboratorium dan perhitungan elevasi tinggi muka air rencana dalam rangka
pengecekan dan penyesuaian hasil-hasil dari perencanaan pendahuluan tahap 1.

3.11.2 Perencanaan Pendahuluan

36
Berdasarkan peta kontur topografi awal yang tersedia, pada umumnya di P Jawa
skala 1 : 25000 atau skala yang lain, sedangkan di luar P Jawa tersedia skala 1 :
50000 atau lebih besar, direncanakan gambaran umum tata letak jaringan irigasi
pendahuluan.

Langkah-langkah perencanaan pendahuluan, diantaranya meliputi :


1. Memastikan lokasi jalan desa, kecamatan dan bangunan eksisting lainnya
atau lokasi yang tidak dapat digunakan sebagai lahan pertanian dan irigasi.
2. Menentukan lokasi rute terendah untuk penempatan saluran pembuang atau
drainase intern dan hubungannya dengan buangan akhir ekstern atau sungai
terdekat.
3. Menentukan lokasi dataran rendah/cekungan, rute dataran tinggi/punggung
kontur sebagai dasar penempatan saluran irigasi.
4. Melakukan pengecekan apakah jaringan saluran pembuang intern dan
jaringan saluran pembuang ekstern yang ada bisa dipisahkan.
5. Membuat tata letak pendahuluan untuk jaringan pembuang primer.
6. Melakukan ploting rencana petah lahan, saluran tersier, saluran sekundeir dan
saluran primer hingga terhubung dengan bangunan pengambilan di sepanjang
punggung daerah/ medan dan daerah tinggi.
7. Menyalin trase saluran dan batas-batas petak dan lokasi bangunan sadap pada
peta skala 1:5000.
8. Mengecek kemiringan peta yang berskala 1:25000 dengan yang berskala
1:5000

37
Gambar 1. Tata letak Pendahuluan

9. Menentukan batas-batas administratif (batas desa, kecamatan,kabupaten).


10. Melakukan ploting batas-batas petak tersier dengan kriteria :
- Menentukan batas-batas petak tersier berdasarkan kondisi topografi.
- Saluran tersier harus mengikuti kemiringan medan dengan kemiringan
minimum 0.25 permil (0.025 persen) atau kecepatan minimum 0.20 m/dt.
- Ukuran 1 unit petak tersier berkisar antara 50 ha samapai dengan 100 ha.
- Menyesuaikan batas-batas petak tersier dengan batas –batas
admisnistratif.

38
Gambar 2 . Ploting Trase Saluran

11. Melakukan ploting lokasi bangunan sadap.


12. Menentukan ukuran petak tersier dan elevasi muka air di bangunan sadap.
13. Menentukan kemiringan saluran.
14. Menentukan lokasi bangunan pembawa (bangunan sadap) dan kehilangan
energi atau tinggi tekan air (garis hidrolis).
15. Menentukan muka air di saluran primer (kemiringan minimum 0.3 %)
16. Menentukan trase saluran primer.
17. Menentukan lokasi dan elevasi bangunan pembawa (bangunan bagi atau
bangunan bagi-sadap) dan kehilangan tinggi energinya hingga mencapai
bangunan pengambilan.

39
3.11.3 Perhitungan tinggi muka air jaringan irigasi

Dalam perencanaan tata letak jaringan irigasi telah dilakukan


pertimbangan pertimbangan untuk menentukan tinggi muka air secara impiris
pengalaman, diantaranya adalah :

- Lokasi bangunan utama (bendung).


- Trase jaringan irigasi dan pembuang.
- Batas-batas dan perkiraan luas jaringan irigasi dengan petak primer, sekunder
dan tersier serta daerah yangtidak bias terairi.
- Bangunan-bangunan utama jaringan irigasi dan pembuang.
- Konstruksi perlindungan terhadap banjir seperti tanggul dank rib.
- Jaringan jalan dan bangunan perlintasannya.

Dalam menentukan ketinggian muka air saluran di atas permukaan tanah


yang harus dipertimbangkan adalah :
- Muka air rencana di saluran harus sama atau di bawah ketinggian tanah, hal
ini sekaligus untuk mempersulit pencurian air atau penyadapan liar.
- Bagian galian dan timbunan harus seimbang.
- Muka air di saluran tersier harus cukup tinggi agar dapat mengairi sawah-
sawah yang letak paling tinggi di petak tersier.

Muka air di bangunan sadap tersier pada saluran primer atau sekunder
dihitung dengan rumus berikut :

P = A+a+b+c+d+e+f+g+ h+Z

Dimana :
- P = Muka air di saluran primer atau sekunder.
- A = Elevsi sawah
- a = lapisan air di sawah = 10 cm
- b = kehilangan energi di saluran kuarter ke sawah (= 5 cm).
- c = kehilangan tinggi energi di boks bagi kuarter (=5 cm)

40
- d = Kehilangan tinggi energi selama pengaliran di saluran.
Sama dengan I x L
- e = kehilangan tinggi energi di boks bagi( = 5 cm)
- f = kehilangan tinggi energi di gorong-gorong (=5 cm).
- g = kehilangan tinggi energi di bangunan sadap.
- h = variasi tinggi muka air ( = 0.18 h100)
- Z = kehilangan tinggi energi di bangunan-bangunan tersier
lainnya

41
BAB 4
HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN
Pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan
keterpaduan yang harmonis antarwilayah, antarsektor, dan antargenerasi.
Sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan keterbukaan dalam
tatanan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, masyarakat perlu
diberi peran dalam pengelolaan sumber daya air. Didasarkan pada pertimbangan
diatas, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik
Indonesia memutuskan : Menetapkan Undang – Undang Tentang Sumber Daya
Air Nomor 7 tahun 2004. Bahwa untuk melaksanakan Pasal 41 ketentuan
Undang Undang No 7 tahun 2004, telah diterbitkan dan ditetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Irigasi Nomor 20 Tahun 2006 sebagai dasar pelaksanaan
usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan irigasi.

Perencanaan Pengembangan Sumber Daya Air diawali dengan merangkum


kebutuhan masyarakat untuk dirumuskan menjadi tujuan dari kebutuhan
masyarakat pengguna Sumber Daya Air. Perencanaan adalah suatu proses
kegiatan untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan secara koordinasi dan
terarah dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan Sumber Daya Air.
Pengembangan Sumber Daya Air pada wilayah sungai ditujukan untuk
peningkatan kemanfaatan fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air
baku untuk rumah tangga, pertanian, industri, pariwisata, pertanahan,
pertambangan, ketenagaan, perhubungan, dan untuk berbagai keperluan
lainnya.

Foto Udara, diperlukan sebagai peta dasar untuk rencana daerah irigasi yang
cukup luas dengan melihat kemungkinan alternatif penempatan bangunan
pengambilan dari sungai yang terdekat. Foto udara dapat diperoleh dari Badan
Koordinasi Survey dan Pertanahan Nasional (BAKORSURTANAL) dengan
skala bekisar 1 : 10 000 hingga 1: 250 000 tergantung daerahnya, misal : makin
ke daerah terpencil makin besar skalanya.

42
a. Peta Wilayah Sungai yang menunjukan suatu daerah rencana irigasi termasuk
wilayah sungai mana dan daerah pengawasan Balai atau Balai Besar
Departemen Pekerjaan Umum sesuai Keputusan Presiden RI Nomor 12 tahun
2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai

b. Peta Topografi dengan skala 1 : 5.000 atau 1 : 10.000 lengkap dengan garis
kontur dengan interval 0,50 m daerah datar dan 1,00 m untuk daerah
perbukitan. Pemetaan harus menggambarkan kondisi riil dilapangan seperti
tata tanaman bangunan, dan batas desa/batas administrasi wilayah yang ada.
Pemetaan harus dengan sistem koordinat yang terikat dengan sistem
koordinat nasional.

c. Pemetaan detail, skala 1: 1000 , 1: 100, dipergunakan untuk membuat gambar


detai daerak bangunan utama seperti bendung, jembatan atau bangunan air
yang dianggap penting.

Faktor fakor yang mempengaruhi kebutuhan air tanaman sebagai berikut :

• Kebutuhan air tanaman adalah : sejumlah air yang dibutuhkan untuk


mengganti air yang hilang akibat penguapan.

• Penguapan bisa terjadi melalui permukaan air (evaporasi) maupun daun-


daun tanaman (transpirasi).

• Bila kedua proses penguapan tersebut terjadi bersama-sama terjadilah


Evapotranspirasi.

• Dengan demikian besar kebutuhan air tanaman adalah sebesar jumlah air
yang hilang akibat proses Evapotranspirasi

• Besar evaporasi sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim, meliputi temperatur


udara, kecepatan angin, kelembaban udara dan kecerahan penyinaran
matahari.

Besar transpirasi dipengaruhi oleh : keadaan iklim, jenis tanaman, varietas


tanaman dan umur tanaman, biasa disebut faktor tanaman.

43
Evaporasi dan transpirasi berperan penting dalam semua kajian tentang
keseimbangan air dan perencanaan dalam pengembangan sumber daya air.

Evaporasi adalah proses fisik yang mengubah suatu cairan atau bahan padat
menjadi gas. Penguapan air yang terjadi melalui tumbuhan disebut transpirasi.
Jika penguapan dari tanah atau melalui permukaan air dan transpirasi terjadi
bersama-sama maka kombinasi proses tersebut dinamakan
EVAPOTRANSPIRASI.

Dalam perhitungan Evapotranspirasi, dikenal dua istilah, yaitu :

- Evapotranspirasi

- Evapotranspirasi potensial (Ep) adalah evapotranspirasi yang terjadi dalam


keadaan air yang tersedia cukup, baik secara alam (hujan) maupun buatan
(irigasi), selama pertumbuhan tanaman.

Dalam perencanaan rinci diperlukan data peta kontur topografi yang lebih detail
dengan menggunakan skala 1 : 5000 atau mengingat luasnya lahan bila perlu juga
dilakukan foto udara untuk mendapatkan peta rinci agar dapat di lanjutkan dengan
perencanaan jaringan irigasi.
Langkah-langkah perencanaan detail meliputi :
1. Melakukan penelusuran trase seperti pada peta 1:5000.
2. Melakukan pengukuran potongan memanjang dan melintang terhadap trase
saluran dan melakukan penyelidikan tanah pada trase saluran.
3. Melakukan revisi dan penyesuaian terhadap trase saluran.
4. Melakukan pengecekan lokasi bangunan sadap dan muka air yang diperlukan.
5. Melakukan pengecekan lokasi bangunan pembawa.
6. Melakukan perencanaan pendahuluan bangunan utama (bendung) dan
menentukan kehilangan-kehilangan tinggi energi di bangunan.
7. Membuat profil memanjang pendahuluan.
8. Melakukan ploting trase saluran yang telah disesuaikan dengan kondisi lokasi
bangunan pengatur dan bangunan pembawa serta batas petak tersier pada peta
skala 1:5000 atau peta lebih detail
9. Membuat program penyelidikan tanah detail pada lokasi bendung, bangunan
utama/prasarana, saluran pembawa dan saluran drainase.

44
10. Melakukan desain rinci pada bendung dan kelengkapannya dan bangunan
utama pada saluran primer dan sekundeir sesuai kapasitas dan kondisi tanah.

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam menentukan trase


saluran :
- Saluran primer dan sekunder umumnya saluran garis tinggi. Muka air di
saluran primer ditentukan oleh kebutuhan air di saluran sekunder.
- Bila selalu memperkecil kehilangan air (karena diambil tanpa mengikuti
aturan) maka muka air di saluran primer dan sekunder sebagian di bawah
elevasi sawah di samping kiri maupun kanannya. Akibatnya ada beberapa
bagian di kiri dan kanan saluran yang tidak mendapatkan air karena elevasi
sawahnya lebih tinggi dari muka air saluran primer atau sekunder.

45
BAB 5
Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan

Persediaan air segar dunia hampir seluruhnya berasal dari hujan sebagai hasil
penguapan dari air laut. Siklus Hidrologi adalah proses peralihan dari penguapan
air laut bergerak keatas menjadi dingin, membeku menjadi titik – titik air yang
berkumpul banyak dan turun menjadi hujan. Pengelolaan sumber daya air perlu
diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis
antarwilayah, antarsektor, dan antargenerasi.Sejalan dengan semangat
demokratisasi, desentralisasi, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara, masyarakat perlu diberi peran dalam
pengelolaan sumber daya air.

Didasarkan pada pertimbangan diatas, Dewan Perwakilan Rakyat Republik


Indonesia dan Presiden Republik Indonesia memutuskan : Menetapkan Undang –
Undang Tentang Sumber Daya Air Nomor 7 tahun 2004.

Bahwa untuk melaksanakan Pasal 41 ketentuan Undang Undang No 7 tahun


2004, telah diterbitkan dan ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Irigasi
Nomor 20 Tahun 2006 sebagai dasar pelaksanaan usaha penyediaan, pengaturan
dan pembuangan irigasi. Definisi tentang sumber daya air dapat dilihat didalam
Undang – Undang Sumber Daya Air nomor 7 tahun 2004 Bab I Ketentuan Umum
Pasal 1, sedangkan tentang irigasi dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah R I.
Nomor 20 tahun 2006

5.2 Saran
Trase saluran harus dipilih sedemikian rupa sehingga antara galian dan
timbunan harus seimbang. Jika material tanah setempat tidak memenuhi syarat
sebagai konstruksi timbunan, maka tanah tersebut harus dibuang dan untuk
konstruksi timbunannya perlu mendatangkan tanah tempat lain. Untuk itu
perlu dipertimbangkan apakah perubahan trase ke arah yang lebih tinggi
(berarti lebih banyak cut dari pada fill) masih lebih ekonomis dibandingkan
trasenya di daerah rendah tapi perlu mendatangkan banyak material tanah dari

46
luar untuk konstruksi timbunannya. Namun demikian saluran diatas timbunan
harus diperhatikan sistem pemadatannya dan harus dihindari terjadinya
penurunan tanah timbunan yang akan mengakibatkan kerusakan pada saluran.
Jika memungkinkan bangunan sadap berbagai petak tersier harus digabung
dalam satu bangunan bagi. Pada saluran garis tinggi penggabungan bangunan
sadap ini harus diteliti tata letaknya, apakah dengan adanya penggabungan ini
menyebabkan adanya irigasi melingkar (counter irrigation) ataukah tidak.
Adanya irigasi melingkar (counter irrigation) sebaiknya dihindari, karena ada
sejumlah areal yang tidak mendapatkan air dan perlu dibandingkan biaya
akibat perubahan panjang saluran.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Undang Undang RI Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

2. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi

3. Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penetapan


Wilayah Sungai.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan


Daerah Pengaliran Sungai

5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2012 tentang Sungai

6. Standar Perencanaan Irigasi, Kriteria Perencanaan, KP-01 sd KP-07

7. Hidrologi Untuk Pengairan, Ir. Suyono Sosrodarsono dan Kensaku


Takeda, PT. Pradnya Paramita, Jakarta , 1976.

8. Hidrologi Teknik, Ir. CD Soemarto, Dipl, HE

9. Hydrologi for Engineers, Ray K. Linsley Ir. Max. A. Kohler, Joseph 1.11.
Apaulhus. Mc.grawhill, 1986.

10. Mengenal dasar dasar hidrologi, Ir. Joice martha, h. Wanny Adidarma
Dipl.It Nova, Bandung.

11. Hidrologi & Pemakaiannya, jilid 1, Prof Ir. Soemadyo, diktat kuliah
ITS. 1976.

12. Irigasi dan Bangunan Air, Ir. Agus Suroso. MT.

13. Rekayasa Hidrologi, Ir. Hadi susilo. MM

14. Pengembangan Sumber Daya Air, Ir. Hadi Susilo. MM

15. Mekanika Fluida/Hidrolika, Ir. Hadi Susilo. MM

48

Anda mungkin juga menyukai