disusun oleh :
H. Abdul Qadir Abu Lc,MA.
Sejarah perkembangan Ilmu fikih dan berdirinya madzhab-madzhab dalam Islam tidak
bisa dipisahkan denga peran para ulama-ulama Mujtahid pada saat itu. Salah satu ulama yang
sangat berperan itu adalah Imam Malik. perannya dalam pengembangan ilmu fiqih sangat
penting, terutama dalam konteks implementasi hadits dalam kerangka ilmu fiqih. Kemampuan
dan penguasaan Imam Malik terhadap hadits memang diakui oleh para guru, sahabatnya dan
orang-orang setelahnya. Dalam makalah singkat ini dipaparkan secara singkat tentang profil
Imam Malik, dasar dan metode ijtihadnya, pengaruh sosial, politik dan kultur terhadap pemikiran
fikihnya dan karya-karyanya.
B. Dampak Sosiologis, Politik dan Kultural Terhadap Pemikiran Fikih Imam Malik bin
Anas.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi perkembangan hukum Islam, yaitu faktor personal
mujtahid, faktor lingkungan sosial, serta faktor politik dan kehendak penguasa. Oleh karena itu,
perlu pengkajian terhadap ketiga hal tersebut untuk mengetahui perkembangan hukum Islam di
masa Imam Malik.
Dalam lingkup lingkungan sosial, Imam Malik tumbuh dari keluarga yang ayahnya
pernah mempelajari hadits-hadits dan berprofesi sebagai pembuat panah. Kemudian menghafal
al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah saw serta belajar fikih. Imam Malik tidak pernah keluar
dari Madinah kecuali haji. Kota Madinah merupakan kota yang mendukung perkembangannya,
karena di kota inilah Rasulullah tinggal selama beberapa tahun. Selain itu, permasalahan di
Madinah ringan dan sederhana sehingga permasalahan yang dihadapi masyarakatnya dapat
diselesaikan dengan hadits.
Imam Malik hidup di periode Tabi’in dan Tabi’-tabi’in (imam-imam mazhab) kurang
lebih abad kedua sampai pertengahan abad keempat Hijriyah. Para sejarawan menyebut periode
ini masa keemasan fikih Islam. Daerah kekuasaan Islam juga semakin meluas yang dijumpai
berbagai macam adat istiadat, cara hidup dan kepentingan masing-masing. Pada periode ini ada
tiga pembagian geografis yang besar untuk kegiatan ijtihad, yaitu Irak, Hijaz dan, Suriah. Selain
itu, pada periode ini umat Islam telah berpecah belah menjadi tiga kelompok, yaitu Khawarij,
Syi’ah, dan Jumhur. Tiga kelompok ini berpegang teguh, merasa bangga kepada pendapat
masing-masing dan berusaha mempertahankannya. Golongan jumhur sendiri dalam menetapkan
hukum terbagi menjadi dua golongan, yaitu ahlul hadits dan ahlul ra’yi.
Maka dari itu, berdasarkan catatan sejarah sosial ijtihad di atas diketahui bahwa pada
periode tersebut kondisi sosial di Hijaz berbeda dengan Irak. Perbedaan itu antara
C. Dasar dan Metode Ijtihad Imam Malik
Dasar Ijtihad atau Sistematika sumber Istinbāţh Imam Malik, pada dasarnya ia tidak
menulis secara sistematis. Akan tetapi para muridnya atau madzhabnya menyusun sistematika
Imam Malik.
Adapun metode-metode lain yang digunakan Imam Malik selain dari empat sumber (al-
Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas) adalah Atsar Ahli Madinah, Mashlahah al-Mursalah
(istishlâh), Qaul Shahâbi (Fatwa sahabat), Khabar Ahad, al-Istihsân, Sadd Al-Dzarâ`i, Istishâb,
Syar`u man Qablanâ (Syariat sebelum Islam).
Sebagaimana qadhi’ iyyad dalam kitabnya al-Mudharrak, sebagai berikut:
“sesungguhnya manhaj Imam dar al-Hijrah, pertama ia mengambil kitabullah, jika tidak
ditemukan dalam kitabullah, ia mengambil as-Sunnah (kategori as-Sunnah menurutnya hadits-
hadits nabi dan fatwa-fatwa sahabat), amal ahli al-Madinah, al-Qiyas, al-Mashlahah al-Mursalah,
Sadd adz-Dzara’i, al-‘Urf dan al-‘Adat”.
Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan diuraikan metode-metode atau dasar-dasar yang
digunakan Imam Malik dalam berijtihad :
1. Al-qur’an: Al-Qur’an merupakan sumber utama dan pertama dalam pengambilan hukum.
Karena Al-Qur’an adalah perkataan Allah yang merupakan petunjuk kepada ummat
manusia dan diwajibkan untuk berpegangan kepada Al-Qur’an.
2. Sunnah rasul yang beliau pandang sah.
3. Ijma’ para Ulama Madinah, tetapi beliau kadang-kadang menolak hadits apabila nyata-
nyata berlawanan atau tidak diamalkan oleh para ulama madinah.
4. Qiyas, yaitu menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hukum karena adanya
sebab yang antara keduanya.
Seperti halnya para Ulama mujtahid yang lain Imam Malik juga sepakat menjadikan
empat sumber dalil utama dalam hokum Islam trsebut di atas. Namun beliau berbeda dengan
ulama yang lain dalam penggunaan metode-metode berikut ini :
7. Fatwa Sahabat
Yang dimaksud dengan sahabat di sini adalah sahabat besar, yang pengetahuan
mereka terhadap suatu masalah itu didasarkan pada an-naql. Ini berarti, yang dimaksudkan
dengan fatwa sahabat itu adalah berwujud hadis-hadis yang wajib diamalkan. Menurut Imam
Malik, para sahabat besar tersebut tidak akan memberi fatwa, kecuali atas dasar apa yang
dipahami dari Rasulullah SAW. Namun demikian, beliau mensyaratkan fatwa sahabat
tersebut tidak boleh bertentangan dengan hadis marfu` yang dapat diamalkan dan fatwa
sahabat yang demikian ini lebih didahulukan dari pada qiyas. Juga adakalanya Imam Malik
menggunakan fatwa tabi`in besar sebagaimana peganngan dalam menentukan hukum. Fatwa
sahabat yang bukan hasil dari ijtihad sahabat, tidak diperselisihkan oleh para ulama untuk
dijadikan hujjah, begitu pula ijma` sahabat yang masih diperselisihkan di antara para ulama
adalah fatwa sahabat yang semata-mata hasil ijtihad mereka. Di kalangan mutaakkhirin
mazhab Maliki, fatwa sahabat yang semata-mata hasil ijtihad mereka dijadikan sebagai
hujjah.
9. Istihsaan
Dengan digunakannya istihsan dalam mazhab Maliki, maka di antara imam empat
mazhab yang memegang istihsan sebagai sumber hukum adalah Imam Abu Hanifah dan
Imam Malik. Adapun As-Syafi`i dan Ahmad tidak menggunakan istihsan sebagai sumber
hukum. Bahkan as-Syafi`i mendebat keras siapapun yang menggunakan istihsan sebagai
sumber hukum.
1.Al-Muwatta'.
2 Kitab 'Aqdiyah;
3 Kitab Nujum, Hisâb Madâr al-Zaman, Manâzil al-Qamar;
4 Kitab Manâsik;
5 Kitab Tafsîr li Garîb al-Qur'ân;
6 Ahkâm al-Qur'ân;
7 Al-Mudawanah al-Kubrâ;
8 Tafsîr al-Qur'ân;
9 Kitâb Masa' Islam;
10 Risâlah ibn Matruf Gassan;
11 Risâlah ila al-Lais,
12 Risâlah ila ibn Wahb.
Tidak banyak karya beliau yang sampai kepada kita, setidaknya hanya ada dua karya
tersebut yang sampai kepada kita yakni, al-Muwatta' dan al-Mudawwanah al- Kubra. Kitab ini
sudah disyarahi oleh Muhammad Zakaria al-Kandahlawi dengan judul Audhaz al-Masalik ila
Muwatta' Malik, dan Muhammad ibn 'Abd al-Baqi al-Zarqanidengan judul Syarh al-Zarqani 'al-
Muwatta' al- Imam Malik, dan Jalal al-Din'Abd al-Rahman al-Suyuthi al-Syafi'i yang berjudul
Tanwir al-Hawalik Syarh'al-Muwatta' Malik.
Al-Muwatta’ adalah kitab fikih berdasarkan himpunan hadits-hadits pilihan. Karya Imam
Malik yang ini merupakan kitab hadis dan fikih sekaligus yang di dalamnya terkumpul hadis-
hadis dalam tema-tema fikih yang dibahas Imam Malik, seperti praktek atau amalan penduduk
Madinah, pendapat tabi'in yangia temui, dan pendapat sahabat serta tabi'in yang tidak sempat
ditemuinya
Menurut beberapa riwayat, sesungguhnya al-Muwatta’ tak akan lahir bila Imam Malik
tidak ‘dipaksa’ Khalifah Mansur. Setelah penolakan untuk ke Baghdad, Khalifah al-Mansur
meminta Imam Malik mengumpulkan hadits dan membukukannya. Awalnya, Imam Malik
enggan melakukan itu. Namun, karena dipandang tak ada salahnya melakukan hal tersebut,
akhirnya lahirlah Al Muwatta’. Ditulis di masa Al Mansur (754-775 M) dan baru selesai di masa
al-Mahdi (775-785 M). Imam Malik memang sangat menekankan para perawi harus teruji. Pada
mulanya, kitab ini memuat 10 ribu hadits. Namun, lewat penelitian ulang, Imam Malik hanya
memasukkan 1.720 hadits. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dengan 16
edisi yang berlainan. Selain al- Muwatta’, Imam Malik juga menyusun kitab al-Mudawwanah al
Kubra, yang berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam Malik atas berbagai persoalan.
Imam Malik tak hanya meninggalkan warisan buku. Ia juga mewariskan mazhab fikih di
kalangan Islam Sunni, yang disebut sebagai Mazhab Maliki. Selain fatwa-fatwa Imam Malik dan
Al Muwatta’, kitab-kitab seperti Al Mudawwanah al Kubra, Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul
Muqtashid (karya Ibnu Rusyd), Matan ar Risalah fi al Fiqh al Maliki (karya Abu Muhammad
Abdullah bin Zaid), Asl al Madarik Syarh Irsyad al Masalik fi Fiqh al Imam Malik (karya
Shihabuddin al Baghdadi), dan Bulgah as Salik li Aqrab al Masalik (karya Syeikh Ahmad as
Sawi), menjadi rujukan utama mazhab Maliki.
Daftar Pustaka
Abdul Wahab Khallâf. Tt. Ilmu Ushul Fiqih. Mesir. Maktabah al-Da`wah al-Islâmiyyah
Ahmad al-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, terj. Sabil Huda dan Ahmadi,
Jakarta: Amzah, 2011
Ali Fikri, Kisah-Kisah Imam Mazhab, Terj. Abd Aziz, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003
Dedi Ismatullah, Sejarah Sosial Hukum Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2011
Huzaenah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, Jakarta: Gaung Persada (GP)
Press, 2011
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2010,
Zuhaili, Zuhaili, Ushul Fiqh Al-Islaami. Damaskus. Dârul Fikri. 1986.
Zein, Muhammad Ma’shum, Arus Pemikiran Empat Madzhab: Studi Analisis Istinbhath Para
fuqoha, Jombang: Darul Hikmah, 2008.
https://minanews.net/imam-malik-penyusun-al-muwatta-yang-terkenal/ Selasa, 28 Sya`ban 1441
H / 21 April 2020 M pukul 13.12 WIB