A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengenal cara pengoperasian instrumen GC.
2. Memahami cara kerja instrumen GC untuk analisis kualitatif.
3. Menentukan beberapa komponen dalam sampel pertamax plus.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Distribusi komponen A, B, dan C pada fase diam dan fase gerak
Berdasarkan jenis fasa gerak yang digunakan, ada dua klasifikasi dalam kromatografi,
yaitu : kromatografi gas dan kromatografi cairan. Jenis kromatografi gas meliputi
kromatografi gas-cair (KGC) yang biasa disebut kromatografi gas (GC) dan kromatografi
gas-padat (KGP). Untuk KGC fasa diamnya berupa sautu cairan bertitik didih tinggi dan
proses serapannya lebih banyak berupa partisi. Sedangkan untuk KGP fasa diamnya
berupa padatan dan adsorpsi memainkan peranan utama. Aplikasi KGP sangat terbatas
karena aktifnya retensi semipermanen atau molekul polar dan beberapa tailing puncak
elusi.
1
1. Kromatografi Gas akan memisahkan campuran-campuran yang mengandung
banyak komponen dengan perbedaan titik didih rendah.
2. Analisis cepat (biasanya 10 -15 menit).
3. Sensitif
4. Volume yang diperlukan sangat kecil ( 1 – 10 µl )
5. Bisa dipakai untuk menganalisis berbagai macam campuran, hidrokarbon, obat,
pestisida, gas-gas dan steroid-steroid
6. Mudah dioperasikan dan tekniknya terpercaya.
7. Baik pada analisa kualitatif dan kuantitatif
G a s d a l a m s i
Cuplikan berupa campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntik
ke dalam aliran gas tersebut. Kemudian cuplikan di bawa oleh gas pembawa ke dalam
kolom dan di dalam kolom terjadi proses pemisahan.
2
Gambar 2. Skema Sistem Kromatografi Gas
3
Gas Pembawa sebagai fase gerak akan membawa komponen sampel melalui kolom
menuju detektor. Gas pembawa harus inert, kering dan murni. Pemilihan gas pembawa ini
tergantung pada detektor yang digunakan, ketersediaan, keamanan dan biaya. Gas
pembawa yang umum digunakan adalah nitrogen, hidrogen, helium dan argon. Pemilihan
gas pembawa ini tidak mempengaruhi selektivitas. Namun dapat mempengaruhi resolusi
sebagai hasil dari perbedaan laju difusi dan dapat mempengaruhi waktu analisis karena
kecepatan optimum gas pembawa akan berkurang sesuai dengan pengurangan difusitas
bahan terlarut.
Untuk kolom kemasan konvensional dengan panjang normal dan didukung oleh rata-
rata partikel kemasan ukuran kecil perlu dilakukan pemilihan gas pembawa. Untuk kolom
berbentuk pipa terbuka grafik Van Deemter menunjukkan secara jelas pilihan untuk
hidrogen yang diikuti oleh helium. Sedangkan nitrogen menunjukkan ketinggian plat yang
lebih rendah dan ini terjadi pada aliran yang sangat rendah sehingga akan menyebabkan
waktu analisis lebih lama. Kerugian utama menggunakan hirogen adalah kemungkinan
terjadinya ledakan. Alternatif yang baik untuk kolom berbentuk pipa terbuka adalah
helium.
4
Metode injeksi pada Gas Chromatograohy (GC) tediri dari tiga cara pada proses
penginkesiannya, anatara lain :
a) Split Injection
Split injeksi adalah salah satu metode injeksi pada kromatografi gas yang paling tua,
paling sederhana dan mudah untuk menggunakan teknik injeksi. Prosedur yang melibatkan
menginjeksi sampel dengan syringe ke dalam port injeksi panas melalui karet septum.
Sampel yang diinjeksikan lebih cepat menguap dan hanya sebagian kecil dan biasanya 1-
2% dari uap sampel yang masuk ke kolom. Suhu dalam injeksi port mencapai 350°C.
Pada metode split injeksi, sisa dari sampel akan menguap dan besar aliran gas
pembawa akan membagikan melalui split atau katup pembersihan. Bagian dari
sampel/pembawa campuran gas di ruang injeksi akan habis melalui lubang angin yang
terbelah. Metode split ini lebih disukai ketika bekerja untuk menganalisis suatu sampel
dengan konsentrasi tinggi (> 0,1%). Beda dengan metode Splitless yang paling cocok
dengan konsentrasi rendah (0,01%).
b) Splitless Injection
Metode Splitless Injection, sampel diinjeksikan kemudian diuapkan dalam injektor
panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup pemecah ditutup. Suhu pada injektor
dalam metode ini mencapai 220°C. Sampel akan menguap dan perlahan-lahan terbawa ke
arah kolom dengan aliran laju sekitar 1 ml/menit.
5
Gambar 4. Ijektor splitless
c) ON-Column Injection
Metode ON-Column Injection, ujung split dimasukan ke dalam kolom. Teknik ini
digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah menguao, dikarenakan jika penyuntikan
melalui lubang suntik secara langsung dikhawatirkan akan terjadi peruraian senyawa
tersebut karena suhu tinggi.
3. Kolom
Kolom merupakan tempat berlangsungnya pemisahan komponen campuran. Kolom
ini terdiri dari kumparan pipa kawat yang terbuat dari baja tahan karat, tembaga, nikel,
kaca atau kwarsa. Isi kolom terdiri dari padatan pendukun dan fasa cairan. Sebagai padatan
pendukung biasanya digunakan tanah diatom yang mempunyai pori 1 mm dengan luas
6
permukaan 20 m2/g. Sebelum digunakan tanah diatom ini harus diproses terlebih dahulu
dengan cara di cetak seperti bata, dipanaskan dalam tanur, digerus sampai halus dan
akhirnya disaring dengan ukuran mesh tertentu. Bahan yang dihasilkan diperdagangkan
dengan nama Chromosorb-P, Chromosorb-W, dan Chromosorb-G.
Gambar 6. Fotomikrograf
diatom perbesaran 5000x
Dikenal dua jenis kolom yang digunakan dalam kromatografi gas yaitu kolom pak dan
kolom terbuka. Kolom merupakan tempat terjadinya pemisahan dari komponen analit yang
akan dianalisis.
a) Kolom pak
Panjang kolom pak bervariasi dari 2-3 m, diameter 2-4 mm. Biasanya terbuat dari
silika atau stainless steel, glass dan teflon. Kolom diisi dengan serbuk zat padat halus atau
zat pendukung yang dilapisi zat cair kental yang sukar menguap sebagai fasa diam. Jenis
kolom ini lebih disukai untuk tujuan preparatif karena dapat menampung jumlah cuplikan
yang banyak.
7
Kolom kapiler lebih kecil dan panjang daripada kolom pak. Umumnya terbuat dari
gelas berbahan dasar silika yang mempunyai sedikit gugus silamol (Si-O-H). Diameter
kolom terbuka berkisaran antara 0,1-0,7 mm dan panjangnya berkisar 13-100m. Dengan
semakin panjang kolom diharapkan kolom akan lebih efisien dan perbedaan waktu retensi
senyawa satu dan yang lainnya akan bertambah sehingga selektivitas meningkat
(memberikan resolusi tinggi).
Gambar 9.
Jenis-jenis kolom kapiler
1) Wall-coated open tubular column (wcot), fasa diam cairan kental dilapiskan
secara merata pada dinding dalam kolom.
2) Support-coated open tubular column (scot), partikel zat padat pendukung seperti
silika atau alumunium ditempelkan pada dinding dalam kolom. Partikel
pendukung ini terlebih dahulu dilapisi zat cair kental sebagai fas diam untuk
meningkatkan luas permukaan. Dengan bertambahnya luas permukaan berarti
8
jenis scot mempunyai volume fasa diam yang lebih besar daripada wcot. Dengan
kata lain jenis scot ini cocok untuk analisis renik (konsentrasi analit yang sangat
kecil). Rancangan jenis kedua ini, lebih disukai.
3) Porous-layer open tubular column (plot), partikel zat padat yang ditempelkan
pada dinding dalam kolom bertindak sebagai fasa diam
4. Termostat
Suhu kolom adalah variabel penting yang harus dikontrol hingga beberapa puluhan
derajat pada pengerjaan yang perlu teliti. Kolom biasanya disimpan di dalam open
bertermostat. Suhu kolom optimum bergantung pada titik didih cuplikan dan derjat
pemisahan yang diperlukan. Secara kasar, suhu sama dengan atau sedikit di atas titik didih
cuplikan menghasilkan waktu emulsi yang baik (2 sampai 30 menit)
Kolom dapat dioperasikan dengan dua cara , yaitu : secara isotermal (temperatur
konstan) dan temperatur terprogram (variabel peningkatan temperatur dan waktu ditahan
pada temperatur konstan).
a) Operasi Isotermal
Pada operasi isotermal, temperatur kolom dijaga konstan. Batas temperatur maksimum
dan minimum dipengaruhi stabilitas dan karakter fisik fase diam. Batas bawah ditentukan
oleh titik beku dan batas atas ditentukan oleh “bleed” dari fase diam. Bleed adalah fase
diam masuk ke detektor. Secara umum pada mode operasional ini, injektor dioperasikan
9
30oC diatas temperatur komponen dengan titik didih maksimum (kolom kemasan
konvensional).
b) Operasi temperatur terprogram (TPGC)
Pada kromatografi gas temperatur terprogram, temperatur oven dikendalikan oleh
sebuah program yang dapat mengubah tingkatan pemanasan yang terjadi antara 0,25 oC
sampai 20oC. Sebuah oven massa rendah mengijinkan pendinginan dan pemanasan cepat
dari kolom yang dapat ditahan sampai 1oC dari temperatur yang diperlukan. Pada operasi
temperatur terprogram diperlukan pengendali aliran untuk memastikan kesetabilan
alirangas. Kestabilan aliran sangat diperlukan untuk mencapai stabilitas hasil detektor yang
baik yang ditunjukan pada garisbawah/baseline datar yang stabil. Fase diam harus stabil
secara termal melewati range temperatur yang lebar. Bleed dapat diganti dengan
menjalankan dua kolom yang identik secara tandem, satu untuk pemisahan komponen dan
yang lain untuk melawan “bleed”.
5. Detektor
Untuk mendeteksi komponen yang terpisah dari kolom ,diperlukan alat pendeteksi.
Pada kolom kapiler penambahan gas (make up gas) digunakan untuk menghilangkan
komponen yang terpisah dari bagian akhir kolom ke dalam detektor untuk mengurangi
efek “dead volume” dan kecepatan aliran yang rendah. Sebuah detektor yang ideal
seharusnya:
a) Mempunyai sensitifitas yang tinggi untuk mengenali unsur dalam bentuk gas. (1
volume terlarut : 1000 volume pelarut)
b) Mempunyai respon yang linear terhadap jumlah unsur dengan cakupan yang luas.
c) Tidak bergantung pada kondisi operasi, seperti : kecepatan alir.
d) Mempunyai stabilitas baseline yang baik.
e) Mudah perawatannya
f) Mempunyai volume internal yang kecil (resolusi puncak)
g) Mempunyai respon yang cepat untuk menghindari gugusanpuncak
h) Murah dan dapat dipercaya
i)
10
Berdasarkan kespesifikannya, detektor yang hanya dapat mendeteksi beberapa jenis
senyawa saja disebut detektror spesifik. Contoh detektor jenis ini adalah detektor
tangkapan elektron (DTE atau ECD = Electron Capture Detector) dan detektor fotometri
nyala (DFN atau FPD = Flame Photometric Detector). Sebaliknya detektor yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi hampir semua senyawa disebut detektor universal.
Contoh detektor jenis ini adalah detektor hantaran panas (DHP atau TCD = Thermal
Conductivity Detector) dan detektor ionisasi (DIN atau FID = Flame Ionization Detector)
Berdasarkan pengaruhnya terhadap cuplikan detektor diklasifikasikan menjadi detektor
yang merusak cuplikan (destructive) dan detektor yang tidak merusak cuplikan (non
destructive). Contoh detektor yang dapat merusak cuplikan adalah DIN, sedangkan
detektor yang tidak merusak cuplikan misalnya DHP
11
air dan senyawa anorganik. Persyaratan detektor TCD memerlukan pengatur temperatur
yang baik, pengatur aliran yang baik, gas pembawa murni dan power supply yang teratur.
Gambar 11. Detektor TCD
Senyawa
Detektor ini mengukur jumlah atom karbon dan bersifat umum untuk semua senyawa
organik (senyawa flour tinggi dan karbondisulfida tidak terdeteksi). Respon sangan peka,
dan linear ditinjau dari segi ukuran cuplikan serta teliti. Perlu diperhatikan kecepatan aliran
O2 dan H2 (H2 +/- 30 mL/menit, O2 10 kalinya), serta suhu harus diatas 100°C untuk
mencegah kondensasi uap air yang merusak DIN.
12
Electron capture detector beroperasi pada prinsip electrons attachments oleh molekul
analit. Nitrogen sebagai gas pembawamengalir melalui detektor dan terionisasi oleh
sumber elektron biasanya tritum yang teradsorbsi pada Titanium atau Scandium (TiH 3,
ScH3) atau Nickel 63( Ni63). Nitrogen terionisasi akan membentuk arus antar elektroda-
elektroda.
Detektor dapat dioperasikan dalam D.C. maupun mode pulsa dengan 1 us 50v. Mode
pulsa terjadi pengumpulan elektron-elektron yang bergerak bukan ion negatif yang lebih
lambat dan lebih berat, untuk menghasilkan sensitifitas yang lebih besar.Electron capture
detectorsangat sensitif terhadap molekul tententu, seperti alkil halida, conjugated carboxyl,
nitrit, nitrat, dan organometals. Tetapi tidak sensitif terhadap hydrocarbons, akcohols,
ketones.
Sebagai akibat dari sensitivitasnya terhadap alkil halida, ECD ini telah digunakan
secara ekstensif dalam analisa pestisida dan obat-obatan dimana alkil halida telah
diderivatisasi. Pestisida tertentutelah terdeteksi pada sub picogram level. Karena tingginya
sensitivitas, ECD ini telah digunakan secara ekstensif pada kolom kapiler.
14
Gambar 14. Detektor FPD
5. Rekorder
Sinyal elektronik yang dikirimkan gas pembawa dari detektor direkam oleh rekorder
dan ditampilkan dalam layar komputer yang terdapat kromatogram. Fungsi rekorder
sebagai alat untuk mencetak hasil percobaan pada sebuah kertas yang hasilnya disebut
kromatogram (kumpulan puncak grafik).
15
komponen yang telah terpisahkan dan keluar dari kolom dikondensasi untuk
kemudian analisis spektrometri NMR dengan syarat detektor nondestruktif
(misalnya TCD) harus digunakan.
2. Analisis Kuantitatif
Analisis ini dengan kromatografi gas dpaat didasarkan pada salah satu pendekatan
tinggi peak atau area peak analit dengan standar.
a) Tinggi Puncak
Mula-mula ditarik garis yang menghubungkan kedua dasar puncak, kemudian
ditarik garis vertikal yang sejajar dengan sumbu tegak. Dengan mengukur tinggi
sampel dan standar, maka konsentrasi sampel dapat ditentukan.
b) Luas puncak
Ditentukan menggunakan rumus luas segitiga dengan nilai lebih baik menggunakan
lebar pada setengah tinggi puncak.
Derivatisasi
Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa menjadi
senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan analisis. Alasan
silakukan derivatisasi diantaranya:
16
1. Senyawa tersebut tidak dimungkinkan dilakukan analisis dengan GC terkait dengan
volatilitas dan stabilitas.
2. Untuk menentukan batas deteksi dan bentuk kromatogram
3. Meningkatkan batas detksi pada penggunaan detektor tangkap elektron (ECD)
4. Menutunkan volatilitas suatu senyawa yang terlalu volatil
5. Senyawa polar yang umumnya akan menyerap permukaan aktif dari kolom dibuat
kurang polar.
a) Eseterifikasi
Digunakan untuk membuat derivat gugus karbonil. Pengubahan gugus karboksilat
menjadi esternya, akan meningkatkan volatilitas karena akan menurunkan ikatan
hidrogen. Derivatisasi dengan cara esterifikasi dapat dilakukan dengan cara
esterifikasi fisher biasa dalam asam kuat.
b) Asilasi
Jika sampel yang diuji mengandung gugus fenol, alkohol, amin primer atau sekunder.
Derivatisasi dilakukan dengan asam asetat. Asilasi pada umumnya memberikan
bentuk kromatogram yang baik. Derivatisasi ini dilakukan dengan menggunakan
perflouroanhidrida yang murni atau dalam pelarut, misal asetonitril dan etil asetat.
c) Alkilasi
Digunakan untuk menderivatisasi alkohol, amin primer atau sekunder, dan sulfuhidril.
Derivat dapat dibuat dengan sintesis williamson, yakni alkohol atau fenol ditambah
alkil atau benzil halida dengan adanya basa.
d) Sililasi
Derivat silil saat ini digunakan untuk menggantikan eteralkil untuk menganalisis
sampel yang bersifat polar yang tidak mudah menguap. Derivat yang sering dibuat
adalah trimetilsilil. Derivatisasi dengan cara sililasi mempunyai beberapa keuntungan:
- Dapat dilakukan dalam vial kaca dengan tutup berskrup yang dilapisi dengan teflon
- Eter silil dapat dibuat untuk banyak gugus fungsi, dll
e) Kondensasi
Dapat digunakan untuk menderivatisasi amina yang mana pereaksinya mengandung
gugus karbonil. Amina primer bereaksi dengan keton membentuk enamin atau
bereaksi dengan karbon disulfida membentuk isotiosianat. Aseton dan siklobutanon
17
bereaksi dengan anhidrida asam atau klorida membentuk azlakton yang bersifat lebih
volatil.
: 92,140C
terbakar
2: Jika terkena kulit
menyebabkan
iritasi
MassaMolar
3: Sangat mudah
terbakar
0:Stabil tidak reaktif
19
Diiapkan larutan sampel pertamax plus sebanyak 1 mL
3. Penyiapan campuran sampel dan standar
Diiapkan larutan campuran sampel dan standar masing-masing 0,5 mL
4. Penyiapan Instrumen GC
Dilakukan pengaturan parameter operasional GC yaitu suhu injector 150ºC, suhu
detector 250ºC, suhu awal kolom pada 40ºC kemudian diprogram dengan
kenaikan 8ºC permenit sampai 150ºC dipertahankan selama 2 menit , detector
FID, kolom DB-5, gas pembawa H2 tekanan 4-5 Bar.
5. Pengukuran dengan instrumen GC
Dimbil sebanyak 0,5 µL larutan yang akan diukur dengan syringe dan injeksikan
pada GC.
20
Senyawa-senyawa yang dapat dipisahkan oleh kromatografi gas adalah senyawa yang
mudah menguap dan stabil pada suhu pengoperasian. Artinya senyawa tersebut tidak boleh
terurai menjadi senyawa lain pada suhu tersebut. Syarat-syarat tersebut dipenuhi oleh
sampel yang akan dianalisis yaitu pertamax plus karena pertamax plus bersifat mudah
menguap dan stabil pada suhu pengoperasian kromatografi gas.
Metode analisis kualitatif yang digunakan adalah membandingkan waktu retensi dan
ko-kromatografi. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pengukuran sampel pertamax plus
terlebih dahulu dilakukan pengukuran standar, sehingga kromatogramnya dapat digunakan
sebagai perbandingan. Standar yang digunakan adalah campuran dari xylena, toluena, dan
n-heksana yang kemungkinan besar ketiga senyawa tersebut terkandung dalam sampel
pertamax plus. Setelah dilakukan preparasi larutan standar dan sampel, kemudian
dilakukan penginjeksian larutan tersebut ke dalam instrumen kromatografi gas. Tetapi
sebelum melakukan injeksi, terlebih dahulu dilakukan pengkondisian alat dengan
mengatur parameter operasional pada kromatografi gas.
Alat kromatografi gas yang digunakan adalah GC-2010 Shimadzu. Gas pembawa
yang digunakan adalah Nitrogen dan digunakan pula gas pembakar hidrogen dan
kompresor. Suhu injektor diset pada 150°C sedangkan suhu awal kolom yaitu 40°C.
Karena metode yang digunakan adalah suhu terprogram maka suhu kolom dinaikkan pada
selang waktu tertentu. Pengaturan kenaikan suhu pada praktikum kali ini yaitu 8°C/menit
hingga suhu 120°C dengan total waktu program 10 menit. Jenis detektor yang digunakan
yaitu FID (Flame Ionization Detektor) yang diset pada suhu 250°C. Penggunaan FID
dilakukan karena jenis detektor ini lebih peka dibandingkan dengan detektor yang lain jika
senyawa yang di analisis adalah senyawa organik dan digunakannya N 2 sebagai gas
pembawa akan meningkatkan kepekaan detektor FID. Kolom yang digunakan yaitu DB-
5.625 dengan panjang 30 meter dan diameter 0,25 mikrometer.
Tahapan dari pengoperasian alat ini adalah pastikan kabel penghubung listrik
tersambung dengan benar, lalu alirkan gas Nitrogen diikuti oleh mengalirkan gas
hydrogen. Setelah itu, hidupkan kompresor dan juga instrumen kromatografi gas dengan
menekan tombol ‟ON” pada sakelar listrik. Lalu hidupkan computer sebagai alat
pemrograman. Instrumen kromatografi gas dan pastikan tombol heat pada posisi „‟ON‟‟.
Pada program di computer, pilih N2 sebagai gas pembawa.atur suhu injector 1500C, dengan
21
suhu awal kolom 400C dan diprogram dengan kenaikan 80C/menit sampai 1200C dan suhu
detector 2500C dan pilih FID sebagai jenis detector yang akan digunakan. Sebelum
dilakukan pengukuran, instrument GC harus dibiarkan selama ±2 menit hingga alat
instrument GC ini “ready” , juga agar aliran gas pembawa tetap sehingga kolom tidak
akan cepat rusak. Digunakannya metode suhu terprogram karena komponen-komponen
yang akan dipisahkan memiliki rentang titik didih yang berjauhan satu dengan yang
lainnya.
Pada kromatografi ideal, bentuk puncak kromatogram yang diperoleh berupa puncak-
puncak sempit yang terpisah satu sama lain. Hal ini bisa dicapai jika molekul-molekul
berkelakuan sama mulai masuk kolom sampai keluar kolom. Lebar pucak-puncak pada
kromatogram standar didapat dengan cara mencari selisih dari puncak akhir dan puncak
awal, seperti yang ditujukan pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Selisih puncak akhir dan puncak awal pada kromatogram standar
22
Peak Peak Start Peak End Peak End – Peak Start
1 1,835 3,190 1,355
2 3,190 4,730 1,540
3 4,595 4,730 0,135
4 4,730 9,995 5,265
5 5,170 5,465 0,295
Berdasarkan data pada tabel di atas, puncak-puncak pada kromatografi standar merupakan
puncak-puncak sempit kecuali puncak ke-4. Jika dilihat secara langsung pun puncak-
puncak pada kromatogram standar merupakan puncak yang sempit.
Selain itu, pada pemisahan yang ideal puncak dalam kromatogram berbentuk
simetris seperti kurva Gaussian atau kurva distribusi normal. Ketidaksimetrisan puncak
dapat disebabkan baik oleh pengaruh instrumen kromatografi yang dipakai maupun sistem
kromatografi yang digunakan. Bentuk distorsi yang paling umum adalah fronting (bagian
depan puncak lebih tajam daripada bagian belakang puncak) dan tailing (bagian puncak
Puncak dikatakan simetris jika selisih peak start dengan waktu retensi sama dengan
selisih waktu retensi dengan peak end. Berdasarkan hasili perhitungan diperoleh data
sebagai berikut:
23
Tabel 2. Selisih waktu retensi dengan puncak awal serta selisih puncak akhir
dengan waktu retensi pada kromatogram standar
Tabel 3. jumlah plat teori puncak-puncak yang paling tinggi pada kromatogram sampel.
24
puncak dapat terpisah dengan baik apabila resolusinya di atas 1,5. Resolusi kolom dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut.
2[ ( RT ) y −( RT ) x ]
R s=
W x +W y
Berdasarkan data di atas resolusi puncak-puncak pada kromatogram standar tidak ada
yang lebih dari 1,5 artinya kolom yang digunakan tidak tidak dapat memisahkan puncak-
puncak secara baik. Berdasarkan hasil analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa
kromatogram standar yang dihasilkan adalah jelek.
Tabel 5. Selisih puncak akhir dan puncak awal pada kromatogram sampel
25
Berdasarkan data pada tabel di atas, puncak-puncak yang dianggap mewakili
kromatogram sampel merupakan puncak-puncak yang sempit, hal ini juga dapat diketahui
dengan melihat puncak-puncak kromatogram sampel secara langsung. Selain itu
kromatogram dapat dikatakan baik jika puncak-puncak yang dihasilkan adalah puncak-
puncak simetris.
Tabel 6. Selisih waktu retensi dengan puncak awal serta selisih puncak akhir
dengan waktu retensi pada kromatogram sampel
Berdasarkan tabel diatas, tidak terdapat puncak-puncak yang simetris pada kromatogram
sampel walaupun puncak-puncak yang dihasilkan merupakan puncak yang sempit. Selain
itu, jika dilihat secara langsung puncak-puncak pada kromatogram sampel tidak terpisah
secara sempurna. Hal ini dibuktikan melalui perhitungan plat teori dan resolusi kolom.
Hasil perhitungannya ditunjukan pada tabel di bawah ini.
Tabel 7. jumlah plat teori puncak-puncak yang paling tinggi pada kromatogram sampel.
Peak Rs
5,6 0,7878
6,7 1,5034
18,19 1.2880
26
19, 20 0,53
29, 30 0,718
30,31 1,433
Puncak-puncak pada tabel di atas adalah puncak-puncak yang waktu retensinya dekat
dengan waktu retensi standar. Berdasarkan data di atas, hanya terdapat satu puncak yang
memiliki resolusi lebih dari 1,5 sehingga secara keseluruhan puncak-puncak pada
kromatogram sampel tidak terpisah dengan baik. Berdasarkan analisis data di atas dapat
disimpulkan bahwa kromatogram sampel yang dihasilkan merupakan kromatogram yang
jelek.
Tabel 9. Selisih puncak akhir dan puncak awal pada kromatogram sampel + standar
Tabel 10. Selisih waktu retensi dengan puncak awal serta selisih puncak akhir
dengan waktu retensi pada kromatogram sampel + standar
27
Peak Retention Peak Start Peak End RT – PS PE – RT
Time (RT) (PS) (PE)
6 1,720 1,705 1,760 0,015 0,040
7 1,784 1,760 2,135 0,024 0,351
8 1,948 1,915 2,000 0,033 0,052
19 3,115 3,080 3,145 0,035 0,035
20 3,183 3,145 3,260 0,038 0,077
21 3,285 3,260 0,165 0,025 0,140
27 4,590 4,540 0,150 0,050 0,100
28 4,772 4,690 5,285 0,082 5,203
29 5,154 5,050 0,445 0,103 0,342
Berdasarkan tabel diatas, hanya ada satu puncak yang simetris pada kromatogram
sampel + standar walaupun puncak-puncak yang dihasilkan merupakan puncak yang
sempit. Selain itu, jika dilihat secara langsung puncak-puncak pada kromatogram sampel
tidak terpisah secara sempurna. Hal ini dibuktikan melalui perhitungan plat teori dan
resolusi kolom. Hasil perhitungannya ditunjukan pada tabel di bawah ini,
Tabel 11. jumlah plat teori puncak-puncak yang paling tinggi pada kromatogram
sampel + standar
Peak Plat Teori (N)
7 362,1105
20 12257,3241
28 13,043
Peak Rs
6,7 0,2977
7,8 0,7130
19,20 0,7556
20,21 0,3643
27,28 0,0669
29,30 0,1329
28
Puncak-puncak pada tabel di atas adalah puncak-puncak yang waktu retensinya
dekat dengan waktu retensi standar. Berdasarkan data di atas, tidak terdapat puncak yang
mempunyai resolusi lebih dari 1,5 sehingga secara keseluruhan puncak-puncak pada
kromatogram sampel tidak terpisah dengan baik. Berdasarkan hasil analisis data di atas,
dapat disimpulkan bahwa kromatogram campuran sampel dan standar merupakan
kromatogram yang jelek.
Berdasarkan literatur, titik didih ketiga komponen tersebut adalah sebagai berikut
Senyawa yang memiliki titik didih paling rendah adalah n-heksana sehingga
puncak ke-1 adalah puncak n-heksana dengan waktu retensi 1,869. Puncak ke-2 adalah
puncak toluena karena titik didih nya berada diantara n-heksana dan xilena dengan waktu
retensi sebesar 3,291. Sedangkan puncak ke-3,4, dan 5 merupakan puncak xilena karena
xilena memiliki tiga isomer struktu yang berbeda, yaitu
29
0 0 0
C C C
Diantara isomer-isomer xilena, isomer yang mempunyai titik didih paling rendah
adalah para-xilena yang memiliki gugus metil pada posisi 1 dan 4. Letak gugus tersebut
menyebabkan bentuk molekul para xilena lebih simetri dibandingkan isomer lainnya.
Semakin simetri bentuk molekul maka semakin sulit awan elektron untuk dipolarisasi.
Oleh karena itu, pembentukan dipol terinduksi akan lebih susah, sehingga menyebabkan
gaya london anatara molekul-molekul p-xilena paling lemah. Gaya antarmolekul yang
lemah tersebut menyebabkan dibutuhkan suhu yang lebih kecil untuk memutuskan gaya
antar molekul para-xilena sehingga para-xilena memiliki titk didih paling rendah. Titik
didih m-xilena lebih rendah dibanndingkan o-xilena, hal tersebut dikarenakan posisi gugus
metil pada m-xilena yang terletak pada posisi 1 dan 3 menyebabkan molekul m-xilena
mempunyai keruahan yang lebih besar dibandingkan o-xylena yang mempunyai gugus
metil pada posisi 1 dan 2. Semakin ruah struktur molekul maka semakin jauh jarah antar
molekul-molekulnya, hal tersebut menyebabkan interaksi gaya london pada m-xilena lebih
lemah dibandingkan pada o-xilena. Semakin lemah gaya antarpartikel maka akan semakin
rendah titik didihnya karena semakin mudah untuk memutuskan gaya antarmolekul
tersebut.
Oleh karena itu, puncak ke-3, 4, dan 5 berturut-turut adalah puncak para xilena,
meta xilena, dan orto xilena dengan masing-masing waktu retensi 4,640, 4,956, dan 5,216.
Sampel yang digunakan adalah pertamax plus. Pada kromatogram pertamax plus
terdapat 50 puncak yang menandakan adanya 50 komponen yang terdapat dalam pertamax
plus. Untuk mengidentifikasi adanya n-heksana, toluena, dan xilena didapatkan dengan
cara membandingkan waktu retensi standar dengan waktu retensi sampel. Waktu retensi
bersifat khas untuk setiap senyawa pada kondisi atau parameter yang sama. Jika waktu
retensi pada sampel sama dengan waktu retensi pada standar, maka sampel tersebut
mengandung komponen yang sama dengan standar. Toleransi waktu retensi sebesar 0,01.
Perbandingan waktu retensi sampel dan standar ditunjukkan pada tabel di bawah ini.
30
Waktu Retensi Senyawa
1,869 n-heksana
3,291 Toluen
4,956 Xilena
Tabel 15. Perbandingan waktu retensi n-hexana pada standar dan sampel.
Puncak Waktu
Puncak Waktu Retensi Perbedaan waktu retensi
standar Retensi
sampel Sampel dengan standar
Standar
5 1,774 0,095
1 1,869 6 1,839 0,03
7 1,948 0,079
Dari ketiga puncak tersebut, diduga tidak terdapat senyawa n-heksana dalam sampel
karena perbedaan waktu retensi standar dengan sampel lebih dari 0,01.
Tabel 16. Perbandingan waktu retensi toluena pada standar dan sampel
Puncak Waktu
Puncak Waktu Retensi Perbedaan waktu retensi
standar Retensi
Sampel Sampel dengan standar
Standar
19 3,258 0,033
2 3,291 20 3,372 0,081
21 3,509 0,218
Dari ketiga puncak tersebut, diduga tidak terdapat senyawa toluena dalam sampel karena
perbedaan waktu retensi standar dengan sampel lebih dari 0,01.
Tabel 17. Perbandingan waktu retensi xylena pada standar dan sampel
Puncak Waktu
Perbedaan waktu retensi
standar Retensi Peak Waktu Retensi
dengan standar
Standar
29 4,633 0,323
4 3,291 30 4,836 0,12
31 5,216 0,26
Dari ketiga puncak tersebut, diduga tidak terdapat senyawa xilena dalam sampel karena
perbedaan waktu retensi standar dengan sampel lebih dari 0,01.
31
Berdasarkan analisis kualitatif menggunakan waktu retensi, diduga sampel tidak
mengandung n-heksana, toluena dan xilena. Namun analisis kualitatif pada GC dengan
waktu retensi tidak bisa dijadikan analisis kualitatif yang baik karena untuk mendapatkan
waktu retensi yang sama untuk satu komponen saja sangat sulit. Oleh karena itu,
dibutuhkan metode lain sebagai dasar analisis kulaitatif salah satunya yaitu menggunakan
ko-kromatografi. Pada metode ko-kromatografi, standar ditambahkan ke dalam cuplikan
kemudian dianalisis. Jika terdapat puncak dengan luas yang bertambah, maka puncak
tersebut identik dengan standar tetapi jika pada kromatogram tidak ada penambahan luas
area atau tinggi puncak dan menghasilkan puncak baru, maka di dalam sampel tidak
terdapat komponen di dalam standar.
Pada kromatogram sampel+standar terdapat tiga puncak yang luas areanya bertambah
secara signifikan, yaitu
Tabel 19. Puncak dan luas area pada sampel yang mengalami peningkatan
32
Puncak ke-7, 21, dan 29 pada sampel tersebut bukan merupakan puncak yang memiliki
toleransi waktu retensi paling kecil dengan waktu retensi standar. Puncak pada sampel
yang memiliki toleransi waktu retensi dengan standar paling kecil adalah puncak ke-6, 19,
dan 30. Namun puncak tersebut tidak mengalami kenaikan luas area.
Hal-hal tersebut bisa disebabkan oleh injeksi standar, sampel, dan sampel+standar
dilakukan oleh orang yang berbeda. Selain itu, rentang waktu injeksi dan penekanan
tombol “start” juga berbeda.
F. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis kualitatif dengan perbandingan waktu retensi, diduga tidak
terdapat komponen n-heksana, toluena, dan xilena dalam sampel pertamax plus.
Sedangkan dari analisis ko-kromatografi, diduga sampel mengandung n-heksana, toluena,
dan xilena tetapi hasil ini masih berupa dugaan karena berdasarkan hasil analisis
kromatogram, kromatogram yang diperoleh jelek.
33
G. DAFTAR PUSTAKA
Adamovics, J.A. (1997). Chromatographic Analysis of Pharmaceuticals 2nd
Edition.New York :Marcel Dekker
Basse,J, dkk. (1989). Textbook of Quantitative Chemical Analysisis. Great Britain:
Bath
Press, Avon.
Hendayana, S. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang Press.
Khasani, I.S. (1998). Lembar Data Keselamatan Bahan Vol.1. Bandung: Puslitbang
Kimia Terapan LIPI.
Skoog, et.al,.(2000). Principles of instrumental analysis.USA:Thomson brocks.
Wiji, M.Si, dkk. (2010). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung:
Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Wiryawan, A,dkk. (2007). Kimia Analitik. Malang : Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
34
H. LAMPIRAN
1. LAMPIRAN DATA PENGAMATAN
2. Preparasi sampel
Sampel berupa larutan berwarna
1 mL sampel
merah
Dimasukkan ke botol vial
Disimpan dalam botol vial dan ditutup
Hasil
35
3. Preparasi sampel dengan standar internal
Sampel berupa larutan berwarna
0,5 mL sampel
merah.
Dimasukkan ke botol vial
Ditambah 0,5 mL larutan standar
Campuran sampel dan standar
Disimpan dalam botol vial dan ditutup
berupa larutan berwarna merah.
Hasil
4. Preparasi instrumen GC Suhu injektor : 1500C
Pastikan kabel penghubung listrik Suhu detektor : 2500C
tersambung dengan benar. Suhu kolom : pada 400C diprogram
Alirkan gas nitrogen, diikuti dengan dengan kenaikan 80C per menit
mengalirkan gas hidrogen. sampai 1200C.
Hidupkan kompresor. Detektor : FID.
36
2. LAMPIRAN PERHITUNGAN
A. Kromatogram Standar
1) Memiliki puncak yang sempit
2) Keseimbangan puncak
37
3 4,640 0,135
4 4,956 5,265
5 5,216 0,295
2[3,291−1,869] 2[4,956−4,640]
R s 1,2= R s 3,4=
1,355+1,540 0,135+5,265
2,844 0,632
R s 1,2= R s 3,4=
2,895 5,4
R s 1,2=0,984 R s 3,4=0,1170
2[ 4,640−3,291] 2[5,216−4,956]
R s 2,3= R s 4,5=
1,540+ 0,135 5,265+0,295
2,698 0,610
R s 2,3= R s 4,5=
1,675 5,860
R s 2,3=1,023 R s 4,5=0,104
4) Teori Pelat
2
RT
N=16 ( )W
2
1,896
N 1=16 ( 1,355 )
N 1=30,4395
2
3,291
N 2=16 ( 1,540 )
N 2=73,0683
2
4,956
N 4=16 (
5,265 )
38
N 1=14,1767
30,4395+73,0683+14,1767
N rata−rata=
3
117,6845
N rata−rata=
3
N rata−rata=39,2282
Nilai pelat sangat kecil
B. Kromatogram Sampel
1) Memiliki puncak yang sempit
2) Keseimbangan puncak
39
3) Resolusi nya baik minimal 1,5
a. Resolusi
2[ ( RT ) y −( RT ) x ]
R s=
W x +W y
2 [1,839−1,774] 2[1,948−1,839]
R s 5,6= R s 6,7=
1,105+ 0,06 0,04 +0,105
0,13 0,218
R s 5,6= R s 6,7=
0,165 0,145
R s 5,6=0,7878 R s 6,7=1,5034
2[3,258−3,083] 2[ 4,836−4,633]
R s 18,19= R s 29,30=
0,165+ 0,12 0,15+0,415
0,35 0,406
R s 18,19= R s 29,30=
0,285 0,565
R s 18,19=1.2880 R s 29,30=0,718
2[3,372−3,258] 2[5,216−4,836]
R s 19,20= R s 30,31=
0,265+ 0,165 0,415+0,115
0,228 0,76
R s 19,20= R s 30,31=
0,43 0,53
R s 19,20=0,53
40
R s 30,31=1,43
b. Teori Pelat
2
RT
N=16 ( )
W
2
1,839
N 6=16 (
0,105 )
N 6=4908,0032
2
3,258
N 19=16 ( 0,165 )
N 19=6238,1276
2
4,836
N 30=16 ( 0,415 )
N 30=2172,68
4908,0032+2172,68+2172,68
N rata−rata=
3
N rata−rata=4439,6036
Nilai pelat sangat kecil
41
28 4,690 5,285 5,285
29 5,050 0,445 0,445
2) Keseimbangan puncak
2[1,784−1,72] 0,328
R s 6,7= R s 7,8=
0,055+0,375 0,46
0,128 R s 7,8=0,7130
R s 6,7=
0,430
2[3,183−3,115]
R s 19,20=
R s 6,7=0,2977 0,065+ 0,115
2[1,948−1,784] 0,136
R s 7,8= R s 19,20=
0,375+ 0,085 0,18
42
R s 19,20=0,7556 0,364
R s 27,28=
5,435
2[3,285−3,183]
R s 20,21= R s 27,28=0,0669
0,115+0,165
0,102 2[5,513−4,772]
R s 20,21= R s 29,30=
0,280 5,285+ 0,445
R s 20,21=0,3643 0,762
R s 29,30=
5,73
2[ 4,772−4,590]
R s 27,28= R s 29,30=0,1329
0,15+5,285
4) Teori Pelat
2
RT
N=16 ( )W
2 2
1,784 4,772
N 7=16 ( 0,375 ) N 28=16 ( 5,285 )
N 7=362,1105 N 28=13,043
3,183 2
362,1105+12257,3241+13,043
N 20=16 ( 0,115 ) N rata−rata=
3
N 20=12257,3241 12632,4783
N rata−rata=
3
N rata−rata=4210,8261
Nilai pelat sangat kecil
43
5) Memperhatikan casumable parts (rubber septum, glass insert), jika diperlukan
mengganti dengan yang baru.
6) Membuka aliran gas pembawa yang akan digunakan (gas N2).
7) Membuka aliran gas pembakar (gas H2).
8) Menghidupkan kompresor udara.
9) Menghidupkan GC–2010 Shimadzu.
10) Menghidupkan PC.
B. Instrumentasi
1) Meng-klik GC solution pada menu utama windows.
2) Memunculkan tampilan log in dengan meng-klik 1.
3) Mengisi kolom user ID dengan admin, meng-klik OK yang akan terdengar
bunyi
koneksi dan akan muncul tampilan utama menu real time analysis.
4) Meng-klik file , meng-klik new methode file.
5) Meng-klik configuration and maintenance.
6) Meng-klik system configuration sehingga muncul tampilan.
7) Memastikan FID telah muncul di kolom configured modules.
8) Meng-klik SPL 1 sehingga muncul tampilan.
9) Mengisi kolom corner gas sesuai gas pembawa yang digunakan.
10) Meng-klik tab bar column sehingga muncul tampilan.
11) Memilih kolom yang digunakan.
12) Meng-klik tab bar FID 1 shingga muncul tampilan.
13) Meng-klik OK.
14) Meng-klik set sehingga instrumen terkoneksi.
15) Meng-klik TOP untuk kembali ke menu utama.
16) Pada menu utama real time analysis, meng-klik tab bar SPL 1 sehingga muncul
tampilan.
17) Mengisi parameter suhu kolom, waktu kesetimbangan, dan lain-lain sesuai
kondisi analisis.
18) Meng-klik FID 1sehingga muncul tampilan.
19) Mengisi parameter suhu detektor dan waktu analisis.
20) Meng-klik tab bar Gen area 1 sehingga muncul tampilan.
44
21) Memberi tanda (√) pada auto flame on, auto zero after ready dan reignite.
22) Menyimpan parameter yang telah diatur dalam suatu nama file tertentu dengan
cara meng-klik file, save method file as, menentukan nama file-nya, meng-klik
save.
23) Meng-klik download untuk mengirim parameter ke instrumen GC.
24) Meng-klik sistem ON untuk mengaktifkan GC.
25) Memperhatikan tampilan instrumen monitor, menunggu hingga semua
parameter
tercapai (akan muncul status ready pada layar).
26) Memastikan/memperhatikan baseline, tunggu hingga ±15 menit. Untuk
mengatur
tampilan klik untuk menampilkan yang diinginkan. Untuk meng -nol-kan baseline,
klik zero adjust. Langkah selanjutnya:
Melakukan uji slopeuntuk mengetahui tingkat kelurusan baseline dengan
meng-klik slope test.
Nilai slope akan munculpada layar, apabila nilai slope telah sesuai dengan
kriteria, dapat segera melakukan analisis. Apabila belum, menunggu beberapa
saat, lalu melakukan uji slope kembali.
45
diinginkan kemudian meng-klik OK.
46
4. LAMPIRAN FOTO PRAKTIKUM
SAMPEL PREMIUM
PLUS (MERAH) ALAT YANG DIGUNAKAN
INSTRUMEN GC
47
48