Anda di halaman 1dari 48

PENENTUAN KOMPONEN DALAM SAMPEL PERTAMAX PLUS

MENGGUNAKAN INSTRUMEN KROMATOGRAFI GAS (GC)

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengenal cara pengoperasian instrumen GC.
2. Memahami cara kerja instrumen GC untuk analisis kualitatif.
3. Menentukan beberapa komponen dalam sampel pertamax plus.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Kromatografi adalah metode pemisahan yang berkaitan dengan perbedaan dalam


keseimbangan distribusi dari komponen-komponen sampel di antara dua fase yang
berbeda, yaitu fase bergerak dan fase diam. Fasa diam dapat berupa padatan atau cairan
yang terikat pada permukaan padatan (kertas atau suatu adsorben), sedangkan fasa gerak
dapat berupa cairan disebut eluen atau gas pembawa yang inert.

Fase gerak / mobile phase (m)

Fase diam / mobile stationary (m)

Gambar 1. Distribusi komponen A, B, dan C pada fase diam dan fase gerak

Berdasarkan jenis fasa gerak yang digunakan, ada dua klasifikasi dalam kromatografi,
yaitu : kromatografi gas dan kromatografi cairan. Jenis kromatografi gas meliputi
kromatografi gas-cair (KGC) yang biasa disebut kromatografi gas (GC) dan kromatografi
gas-padat (KGP). Untuk KGC fasa diamnya berupa sautu cairan bertitik didih tinggi dan
proses serapannya lebih banyak berupa partisi. Sedangkan untuk KGP fasa diamnya
berupa padatan dan adsorpsi memainkan peranan utama. Aplikasi KGP sangat terbatas
karena aktifnya retensi semipermanen atau molekul polar dan beberapa tailing puncak
elusi.

Kromatografi gas banyak digunakan dalam analisis kualitatif dan kuantitatif.


Keuntungan – keuntungan dari kromatografi gas antara lain :

1
1. Kromatografi Gas akan memisahkan campuran-campuran yang mengandung
banyak komponen dengan perbedaan titik didih rendah.
2. Analisis cepat (biasanya 10 -15 menit).
3. Sensitif
4. Volume yang diperlukan sangat kecil ( 1 – 10 µl )
5. Bisa dipakai untuk menganalisis berbagai macam campuran, hidrokarbon, obat,
pestisida, gas-gas dan steroid-steroid
6. Mudah dioperasikan dan tekniknya terpercaya.
7. Baik pada analisa kualitatif dan kuantitatif

Mekanisme Kerja Kromatografi Gas :

G a s d a l a m s i

Cuplikan berupa campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntik
ke dalam aliran gas tersebut. Kemudian cuplikan di bawa oleh gas pembawa ke dalam
kolom dan di dalam kolom terjadi proses pemisahan.

2
Gambar 2. Skema Sistem Kromatografi Gas

Komponen-komponen campuran yang telah terpisahkan satu persatu meninggalkan


kolom. Suatu detektor diletakkan di ujung kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah
tiap komponen campuran. Hasil pendeteksian direkam dengan rekorder dan dinamakan
kromatogram yang terdiri dari beberapa peak. Jumlah peak yang dihasilkan menyatakan
jumlah komponen (senyawa) yang terdapat dalam campuran. Bila suatu kromatogafi terdiri
dari 5 peak maka terdapat 5 senyawa atau 5 komponen dalam cuplikan tersebut.
Sedangkan luas peak bergantung pada kauntitas suatu komponen dalam campuran. Karena
peak-peak dalam kromatogram berupa segitiga maka luasnya dapat dihitung berdasarkan
tinggi dan lebar peak tersebut.

Instrumentasi Kromatografi Gas

1. Gas Pembawa dan Pengendali Aliran


Gas pembawa dipasok dari tangki melalui pengatur tekanan. Karena gas disimpan
dalam tabung bertekanan tinggi maka gas tersebut akan mengalir dengan sendirinya secara
cepat membawa komponen-komponen campuran. Pemilihan gas pembawa harus
disesuaikan dengan detektor yang digunakan. Gas pembawa yang sering kali digunakan
adalah N2, He, H2, dan Ar.
Kecepatan aliran normalnya dikontrol oleh dua regulator tekanan pada silinder gas dan
beberapa regulator tekanan atau regulator aliran tercatat dalam kromatogram. Tekanan yag
dipakai biasanya memiliki rentang dari 10 – 50 psi di atas tekanan ruangan dengan
kecaptan alir 25 sampai 150 ml/menit dengan kolom kemasan dan 1-25 ml/menit dengan
kolom tabung kapiler
Kotoran yang terdapat dalam gas pembawa dapat merusak kolom secara perlahan
karena fasa diam bereaksi dengan kotoran tersebut. Oleh karena itu, gas berkualitas tinggi
harus digunakan untuk merawat kolom dari kerusakan. Untuk menghilangkan kotoran
dalam gas pembawa, biasanya gas dialirkan melalui saringan yang disebut molecular serve
untuk menghilangkan air dan hidrokarbon.

Pemilihan Fasa Gerak

3
Gas Pembawa sebagai fase gerak akan membawa komponen sampel melalui kolom
menuju detektor. Gas pembawa harus inert, kering dan murni. Pemilihan gas pembawa ini
tergantung pada detektor yang digunakan, ketersediaan, keamanan dan biaya. Gas
pembawa yang umum digunakan adalah nitrogen, hidrogen, helium dan argon. Pemilihan
gas pembawa ini tidak mempengaruhi selektivitas. Namun dapat mempengaruhi resolusi
sebagai hasil dari perbedaan laju difusi dan dapat mempengaruhi waktu analisis karena
kecepatan optimum gas pembawa akan berkurang sesuai dengan pengurangan difusitas
bahan terlarut.

Untuk kolom kemasan konvensional dengan panjang normal dan didukung oleh rata-
rata partikel kemasan ukuran kecil perlu dilakukan pemilihan gas pembawa. Untuk kolom
berbentuk pipa terbuka grafik Van Deemter menunjukkan secara jelas pilihan untuk
hidrogen yang diikuti oleh helium. Sedangkan nitrogen menunjukkan ketinggian plat yang
lebih rendah dan ini terjadi pada aliran yang sangat rendah sehingga akan menyebabkan
waktu analisis lebih lama. Kerugian utama menggunakan hirogen adalah kemungkinan
terjadinya ledakan. Alternatif yang baik untuk kolom berbentuk pipa terbuka adalah
helium.

2. Injektor (Pemasukan Cuplikan)


Ada berbagai cara sampel dimasukkan ke dalam kolom. Sebagian besar kromatografi
gas dilengkapi dengan jenis injektor yang bisa memasukkan cairan langsung ke dalam
kolom menggunakan jarum suntik. Tipe injektor yang digunakan tergantung jenis kolom
yang dipakai.
Cuplikan yang dimasukan dapat berupa cairan, padatan, atau gas asalkan cuplikan
mudah menguap pada suhu di tempat pemasukan cuplikan dan stabil (tidak rusa pada
kondisi operasional). Ditempat pemasukan cuplikan terdapat pemanas yang suhunya dapat
diatur untuk menguapkan cuplikan. Suhu tempat penyuntikan cuplikan biasanya sekitar
50°C di atas titik didih cuplikan.
Untuk mendapatkan efisiensi dan resolusi sebaik mungkin, sampel dimasukan ke
dalam aliran gas dalam jumlah yang sedikit mungkin dan dalam waktu yang secepat
mungkin. Jika perlu sampel cairan harus diencerkan dan sampel padat harus diubah ke
dalam bentuk larutannya. Banyaknya sampel yang dimasukan kira-kira 0,1µl sampai
dengan 10 µl.

4
Metode injeksi pada Gas Chromatograohy (GC) tediri dari tiga cara pada proses
penginkesiannya, anatara lain :
a) Split Injection
Split injeksi adalah salah satu metode injeksi pada kromatografi gas yang paling tua,
paling sederhana dan mudah untuk menggunakan teknik injeksi. Prosedur yang melibatkan
menginjeksi sampel dengan syringe ke dalam port injeksi panas melalui karet septum.
Sampel yang diinjeksikan lebih cepat menguap dan hanya sebagian kecil dan biasanya 1-
2% dari uap sampel yang masuk ke kolom. Suhu dalam injeksi port mencapai 350°C.
Pada metode split injeksi, sisa dari sampel akan menguap dan besar aliran gas
pembawa akan membagikan melalui split atau katup pembersihan. Bagian dari
sampel/pembawa campuran gas di ruang injeksi akan habis melalui lubang angin yang
terbelah. Metode split ini lebih disukai ketika bekerja untuk menganalisis suatu sampel
dengan konsentrasi tinggi (> 0,1%). Beda dengan metode Splitless yang paling cocok
dengan konsentrasi rendah (0,01%).

Gambar 3. Injektor split

b) Splitless Injection
Metode Splitless Injection, sampel diinjeksikan kemudian diuapkan dalam injektor
panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup pemecah ditutup. Suhu pada injektor
dalam metode ini mencapai 220°C. Sampel akan menguap dan perlahan-lahan terbawa ke
arah kolom dengan aliran laju sekitar 1 ml/menit.

5
Gambar 4. Ijektor splitless
c) ON-Column Injection
Metode ON-Column Injection, ujung split dimasukan ke dalam kolom. Teknik ini
digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah menguao, dikarenakan jika penyuntikan
melalui lubang suntik secara langsung dikhawatirkan akan terjadi peruraian senyawa
tersebut karena suhu tinggi.

Gambar 5. Injektor ON-


Column

3. Kolom
Kolom merupakan tempat berlangsungnya pemisahan komponen campuran. Kolom
ini terdiri dari kumparan pipa kawat yang terbuat dari baja tahan karat, tembaga, nikel,
kaca atau kwarsa. Isi kolom terdiri dari padatan pendukun dan fasa cairan. Sebagai padatan
pendukung biasanya digunakan tanah diatom yang mempunyai pori 1 mm dengan luas

6
permukaan 20 m2/g. Sebelum digunakan tanah diatom ini harus diproses terlebih dahulu
dengan cara di cetak seperti bata, dipanaskan dalam tanur, digerus sampai halus dan
akhirnya disaring dengan ukuran mesh tertentu. Bahan yang dihasilkan diperdagangkan
dengan nama Chromosorb-P, Chromosorb-W, dan Chromosorb-G.

Gambar 6. Fotomikrograf
diatom perbesaran 5000x

Dikenal dua jenis kolom yang digunakan dalam kromatografi gas yaitu kolom pak dan
kolom terbuka. Kolom merupakan tempat terjadinya pemisahan dari komponen analit yang
akan dianalisis.

a) Kolom pak
Panjang kolom pak bervariasi dari 2-3 m, diameter 2-4 mm. Biasanya terbuat dari
silika atau stainless steel, glass dan teflon. Kolom diisi dengan serbuk zat padat halus atau
zat pendukung yang dilapisi zat cair kental yang sukar menguap sebagai fasa diam. Jenis
kolom ini lebih disukai untuk tujuan preparatif karena dapat menampung jumlah cuplikan
yang banyak.

Gambar7. Kolom pak


b) Kolom kapiler

7
Kolom kapiler lebih kecil dan panjang daripada kolom pak. Umumnya terbuat dari
gelas berbahan dasar silika yang mempunyai sedikit gugus silamol (Si-O-H). Diameter
kolom terbuka berkisaran antara 0,1-0,7 mm dan panjangnya berkisar 13-100m. Dengan
semakin panjang kolom diharapkan kolom akan lebih efisien dan perbedaan waktu retensi
senyawa satu dan yang lainnya akan bertambah sehingga selektivitas meningkat
(memberikan resolusi tinggi).

Gambar 8. Kolom kapiler

Jenis-jenis kolom kapiler

Gambar 9.
Jenis-jenis kolom kapiler

1) Wall-coated open tubular column (wcot), fasa diam cairan kental dilapiskan
secara merata pada dinding dalam kolom.
2) Support-coated open tubular column (scot), partikel zat padat pendukung seperti
silika atau alumunium ditempelkan pada dinding dalam kolom. Partikel
pendukung ini terlebih dahulu dilapisi zat cair kental sebagai fas diam untuk
meningkatkan luas permukaan. Dengan bertambahnya luas permukaan berarti

8
jenis scot mempunyai volume fasa diam yang lebih besar daripada wcot. Dengan
kata lain jenis scot ini cocok untuk analisis renik (konsentrasi analit yang sangat
kecil). Rancangan jenis kedua ini, lebih disukai.
3) Porous-layer open tubular column (plot), partikel zat padat yang ditempelkan
pada dinding dalam kolom bertindak sebagai fasa diam

4. Termostat
Suhu kolom adalah variabel penting yang harus dikontrol hingga beberapa puluhan
derajat pada pengerjaan yang perlu teliti. Kolom biasanya disimpan di dalam open
bertermostat. Suhu kolom optimum bergantung pada titik didih cuplikan dan derjat
pemisahan yang diperlukan. Secara kasar, suhu sama dengan atau sedikit di atas titik didih
cuplikan menghasilkan waktu emulsi yang baik (2 sampai 30 menit)

Gambar 10. Termostat/Oven


pada GC

Kolom dapat dioperasikan dengan dua cara , yaitu : secara isotermal (temperatur
konstan) dan temperatur terprogram (variabel peningkatan temperatur dan waktu ditahan
pada temperatur konstan).

a) Operasi Isotermal
Pada operasi isotermal, temperatur kolom dijaga konstan. Batas temperatur maksimum
dan minimum dipengaruhi stabilitas dan karakter fisik fase diam. Batas bawah ditentukan
oleh titik beku dan batas atas ditentukan oleh “bleed” dari fase diam. Bleed adalah fase
diam masuk ke detektor. Secara umum pada mode operasional ini, injektor dioperasikan

9
30oC diatas temperatur komponen dengan titik didih maksimum (kolom kemasan
konvensional).
b) Operasi temperatur terprogram (TPGC)
Pada kromatografi gas temperatur terprogram, temperatur oven dikendalikan oleh
sebuah program yang dapat mengubah tingkatan pemanasan yang terjadi antara 0,25 oC
sampai 20oC. Sebuah oven massa rendah mengijinkan pendinginan dan pemanasan cepat
dari kolom yang dapat ditahan sampai 1oC dari temperatur yang diperlukan. Pada operasi
temperatur terprogram diperlukan pengendali aliran untuk memastikan kesetabilan
alirangas. Kestabilan aliran sangat diperlukan untuk mencapai stabilitas hasil detektor yang
baik yang ditunjukan pada garisbawah/baseline datar yang stabil. Fase diam harus stabil
secara termal melewati range temperatur yang lebar. Bleed dapat diganti dengan
menjalankan dua kolom yang identik secara tandem, satu untuk pemisahan komponen dan
yang lain untuk melawan “bleed”.

5. Detektor
Untuk mendeteksi komponen yang terpisah dari kolom ,diperlukan alat pendeteksi.
Pada kolom kapiler penambahan gas (make up gas) digunakan untuk menghilangkan
komponen yang terpisah dari bagian akhir kolom ke dalam detektor untuk mengurangi
efek “dead volume” dan kecepatan aliran yang rendah. Sebuah detektor yang ideal
seharusnya:
a) Mempunyai sensitifitas yang tinggi untuk mengenali unsur dalam bentuk gas. (1
volume terlarut : 1000 volume pelarut)
b) Mempunyai respon yang linear terhadap jumlah unsur dengan cakupan yang luas.
c) Tidak bergantung pada kondisi operasi, seperti : kecepatan alir.
d) Mempunyai stabilitas baseline yang baik.
e) Mudah perawatannya
f) Mempunyai volume internal yang kecil (resolusi puncak)
g) Mempunyai respon yang cepat untuk menghindari gugusanpuncak
h) Murah dan dapat dipercaya
i)

Jenis-jenis detektor dapat diklasifikasikan menurut (a) kespesifikannya; (v)


pengaruhnya terhadap cuplikan; (c) dan cara kerjanya.

10
Berdasarkan kespesifikannya, detektor yang hanya dapat mendeteksi beberapa jenis
senyawa saja disebut detektror spesifik. Contoh detektor jenis ini adalah detektor
tangkapan elektron (DTE atau ECD = Electron Capture Detector) dan detektor fotometri
nyala (DFN atau FPD = Flame Photometric Detector). Sebaliknya detektor yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi hampir semua senyawa disebut detektor universal.
Contoh detektor jenis ini adalah detektor hantaran panas (DHP atau TCD = Thermal
Conductivity Detector) dan detektor ionisasi (DIN atau FID = Flame Ionization Detector)
Berdasarkan pengaruhnya terhadap cuplikan detektor diklasifikasikan menjadi detektor
yang merusak cuplikan (destructive) dan detektor yang tidak merusak cuplikan (non
destructive). Contoh detektor yang dapat merusak cuplikan adalah DIN, sedangkan
detektor yang tidak merusak cuplikan misalnya DHP

Berdasarkan cara kerjanya:

a) DHP (Detektor Hantaran Panas) atau TCD (Thermal Conductivity Detector)


Detektor ini didasarkan bahwa panas dihantarkan dari benda yang suhunya tinggi ke
benda lain yang suhunya lebih rendah. Kebanyakan thermal conductivity detector berisi
kawat logam yang dipanaskan secara elektrik dan menjulang pada aliran gas. Ketika suatu
unsur yang asing diperkenalkan ke dalam, temperatur dari kawat dan karenanya maka
resistan kawat akan berubah. Masing-masing unsur mempunyai konduktivitas termal
berbeda yang mengijinkan pendeteksian nya di aliran gas. Resistan elektrik adalah secara
normal diukur oleh Wheatstone brigde circuit Pada detektor ini filamen harus dilindungi
dari udara ketika filamen itu panas dan tidak boleh dipanaskan tanpa dialiri gas pembawa.
Secara teoritis keuntungannya tidak merusak komponen yang dideteksi.
Detektor TCD adalah universal, memberi
respon terhadap semua senyawa kecuali gas
pembawa itu sendiri. Digunakan secara luas
untuk gas-gas ringan dan yang telah
ditetapkan. Karena detektor FID tidak
menghasilkan sinyal dengan sampel-sampel
tersebut, maka juga digunakan untuk analisa

11
air dan senyawa anorganik. Persyaratan detektor TCD memerlukan pengatur temperatur
yang baik, pengatur aliran yang baik, gas pembawa murni dan power supply yang teratur.
Gambar 11. Detektor TCD

b) DIN (Detektor Ionisasi Nyala) atau FID (Flame Ionization Detector)


Pada F.I.D, sumber ionisasi adalah pembakaran biasanya berasal dari hidrogen dan
udara atau oksigen. Untuk sensitivitas maksimum kondisi pembakaran memerlukan
optimisasi. Untuk menentukan volume gas yang tidak tertahan (waktu gas yang tertahan
mis: puncak udara) digunakan methaneselama detektor tidak sensitif terhadap udara. FID
ini sempurna dan mungkin merupakan detektor yang paling banyak digunakan. Bersifat
sensitif dan digunakan secara ekstensif dengan kolom kapiler.

Senyawa

Detektor ini mengukur jumlah atom karbon dan bersifat umum untuk semua senyawa
organik (senyawa flour tinggi dan karbondisulfida tidak terdeteksi). Respon sangan peka,
dan linear ditinjau dari segi ukuran cuplikan serta teliti. Perlu diperhatikan kecepatan aliran
O2 dan H2 (H2 +/- 30 mL/menit, O2 10 kalinya), serta suhu harus diatas 100°C untuk
mencegah kondensasi uap air yang merusak DIN.

Gambar 12. Detektor FID

c) DTE (Detektor Tangkap Elektron) atau ECD ( Electron Capture Detector)

12
Electron capture detector beroperasi pada prinsip electrons attachments oleh molekul
analit. Nitrogen sebagai gas pembawamengalir melalui detektor dan terionisasi oleh
sumber elektron biasanya tritum yang teradsorbsi pada Titanium atau Scandium (TiH 3,
ScH3) atau Nickel 63( Ni63). Nitrogen terionisasi akan membentuk arus antar elektroda-
elektroda.

Analit tertentu masuk ke


detektor akan bereaksi dengan elektron-elektron untuk membentuk ion negatif.

Pada saat ini terjadi, arus akan berkurang


sebagai respon negatif. Detektor akan sangat sensitif terhadap molekul yang mengandung
atom-atom elektronegatif. ( N. O, S, F, Cl).

Detektor dapat dioperasikan dalam D.C. maupun mode pulsa dengan 1 us 50v. Mode
pulsa terjadi pengumpulan elektron-elektron yang bergerak bukan ion negatif yang lebih
lambat dan lebih berat, untuk menghasilkan sensitifitas yang lebih besar.Electron capture
detectorsangat sensitif terhadap molekul tententu, seperti alkil halida, conjugated carboxyl,
nitrit, nitrat, dan organometals. Tetapi tidak sensitif terhadap hydrocarbons, akcohols,
ketones.

Sebagai akibat dari sensitivitasnya terhadap alkil halida, ECD ini telah digunakan
secara ekstensif dalam analisa pestisida dan obat-obatan dimana alkil halida telah
diderivatisasi. Pestisida tertentutelah terdeteksi pada sub picogram level. Karena tingginya
sensitivitas, ECD ini telah digunakan secara ekstensif pada kolom kapiler.

Sumber-sumber radioaktif digunakan


(kecuali Beckman) untuk mengawali
respon ionisasi. Hal ini memerlukan ijin
AEC di USA dan tindakan pencegahan
khusus pada saat membersihkan atau
mengganti detektor. Gas pembawa yang
sangat bersih sangat dibutuhkan dan
dalam model plat paralel gas pembawa
13
khusus dan pulsed power supplysangat dianjurkan. Kalibrasi yang ekstensif dan kontinyu
(terus-menerus) perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil kuantitatif.
Gambar 13. Detektor ECD

d) DFN (Detektor Fotometri Nyala) atau FPD ( Flame Photometric Detector)


Flame Photometric Detector dapat melakukan pengukuran yang sensitif dan selektif
terhadap senyawa yang mengandung sulphur atau phosphorus. Jenis S2* dan jenis HPO*
yang dibentuk dalam pengurangan karakteristik bakar Chemiluminescene emision,bisa di
ukur dari jenis ini, dengan photomultiplier tube. Filter optik dapat diganti dalam detektor
untuk memperlihatkan cahaya 394 nm yang dihasilkan dari sulphur atau 526 nm untuk
cahaya dariphosphorus.
Kolom effluen dicampur dengan oksigen dan dimasukkan dalam kelebihan hidrogen.
(dalam beberapa desain, digunakan udara sebagi pengganti oksigen) yang mana
memerlukan optimisasi.
Walaupun F.P.D. utamanya digunakan untuk P dan S, telah ditunjukkan bahwa
dengan mengganti kondisi pembakaran, F.P.D. dapat memberi respon terhadap nitrogen,
halogen, boron, chromium, solenium, tellurium, dan germanium.

14
Gambar 14. Detektor FPD

e) DNF (Detektor Nitrogen Fosfor)


Detektor ini selektif terhadap nitrogen dan fosfor karena adanya elemen aktif diatas
aliran kapiler yang terbakar oleh plasma (1600C). Elemen dapat berupa logam K, Rb atau
Cs yang dilapiskan pada silinder kecil Al dan berfungsi sebagai sumber ion di dalam
plasma yang menekan ionisasi hidrokarbon di dalam plasma tetapi menaikkan ionisasi
sampel yang mengandung N/F.

5. Rekorder
Sinyal elektronik yang dikirimkan gas pembawa dari detektor direkam oleh rekorder
dan ditampilkan dalam layar komputer yang terdapat kromatogram. Fungsi rekorder
sebagai alat untuk mencetak hasil percobaan pada sebuah kertas yang hasilnya disebut
kromatogram (kumpulan puncak grafik).

Analisis data kromatografi gas:


1. Analisis Kualitatif
Tujuan dari analisis ini adalah identifikasi suatu komponen atau lebih dari suatu
cuplikan. Hal ini dilakukan dengan membandingkan cuplikan dengan standar. Cara
yang dilakukan adalah dengan membandingkan:
a) Waktu Retensi
Waktu retensi relatif bergantung pada suhu kolom dan jenis fasa diam. Waktu
retensi yang telah dikoreksi adalah volume yang diukur dari titik suntik sampai ke
maksimum puncak. Menentukan waktu retensi:
b) Spiking/ko-kromatografi
Spiking dilakukan jika ternyata didapatkan waktu-waktu retensi yang sama
sehingga dapat menyatakan bahwa dua senyawa tersebut adalah sama. Pada kasus
ini dibutuhkan suatu teknik dengan menambahkan cuplikan standar.
c) Metode Spektroskopi (mass spectra)
Spektroskopi massa dapat digabungkan dengan kromatografi gas, sehingga setiap
komponen dalam suatu cuplikan dpaat diketahui secara menyeluruh. Setiap

15
komponen yang telah terpisahkan dan keluar dari kolom dikondensasi untuk
kemudian analisis spektrometri NMR dengan syarat detektor nondestruktif
(misalnya TCD) harus digunakan.

2. Analisis Kuantitatif
Analisis ini dengan kromatografi gas dpaat didasarkan pada salah satu pendekatan
tinggi peak atau area peak analit dengan standar.
a) Tinggi Puncak
Mula-mula ditarik garis yang menghubungkan kedua dasar puncak, kemudian
ditarik garis vertikal yang sejajar dengan sumbu tegak. Dengan mengukur tinggi
sampel dan standar, maka konsentrasi sampel dapat ditentukan.
b) Luas puncak
Ditentukan menggunakan rumus luas segitiga dengan nilai lebih baik menggunakan
lebar pada setengah tinggi puncak.

Jenis-jenis metode analisis kuantitatif pada kromatografi gas:


1. Kalibrasi. Melibatkan beberapa larutan standar eksternal yang komposisinya
mendekati yang akan diuji.
2. Metode internal standar. Sampel dilibatkan dalam standar sehingga komponen yang
tidak diinginkan dapat dikenali yang menyebabkan presisi tinggi.
3. Metode normalisasi area. Digunakan untuk mengurangi kesalahan data yang
berhubungan dengan injeksi cuplikan. Elusi yang sempurna (keseluruhan) untuk
semua komponen diperlukan pada metode ini, luas puncak yang dielusikan dihitung
kemudian dikoreksi luarnya terhadap respon detektor untuk jenis senyawa yang
berbeda, konsentrasi analit dihitung dari rasio luas area puncak dengan total luas
seluruh puncak.

Derivatisasi
Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa menjadi
senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan analisis. Alasan
silakukan derivatisasi diantaranya:

16
1. Senyawa tersebut tidak dimungkinkan dilakukan analisis dengan GC terkait dengan
volatilitas dan stabilitas.
2. Untuk menentukan batas deteksi dan bentuk kromatogram
3. Meningkatkan batas detksi pada penggunaan detektor tangkap elektron (ECD)
4. Menutunkan volatilitas suatu senyawa yang terlalu volatil
5. Senyawa polar yang umumnya akan menyerap permukaan aktif dari kolom dibuat
kurang polar.

Beberapa cara derivatisasi yang dilakukan pada kromatografi gas:

a) Eseterifikasi
Digunakan untuk membuat derivat gugus karbonil. Pengubahan gugus karboksilat
menjadi esternya, akan meningkatkan volatilitas karena akan menurunkan ikatan
hidrogen. Derivatisasi dengan cara esterifikasi dapat dilakukan dengan cara
esterifikasi fisher biasa dalam asam kuat.
b) Asilasi
Jika sampel yang diuji mengandung gugus fenol, alkohol, amin primer atau sekunder.
Derivatisasi dilakukan dengan asam asetat. Asilasi pada umumnya memberikan
bentuk kromatogram yang baik. Derivatisasi ini dilakukan dengan menggunakan
perflouroanhidrida yang murni atau dalam pelarut, misal asetonitril dan etil asetat.
c) Alkilasi
Digunakan untuk menderivatisasi alkohol, amin primer atau sekunder, dan sulfuhidril.
Derivat dapat dibuat dengan sintesis williamson, yakni alkohol atau fenol ditambah
alkil atau benzil halida dengan adanya basa.
d) Sililasi
Derivat silil saat ini digunakan untuk menggantikan eteralkil untuk menganalisis
sampel yang bersifat polar yang tidak mudah menguap. Derivat yang sering dibuat
adalah trimetilsilil. Derivatisasi dengan cara sililasi mempunyai beberapa keuntungan:
- Dapat dilakukan dalam vial kaca dengan tutup berskrup yang dilapisi dengan teflon
- Eter silil dapat dibuat untuk banyak gugus fungsi, dll
e) Kondensasi
Dapat digunakan untuk menderivatisasi amina yang mana pereaksinya mengandung
gugus karbonil. Amina primer bereaksi dengan keton membentuk enamin atau
bereaksi dengan karbon disulfida membentuk isotiosianat. Aseton dan siklobutanon

17
bereaksi dengan anhidrida asam atau klorida membentuk azlakton yang bersifat lebih
volatil.

Sifat Fisik dan Kimia Bahan

Nama Sifat Fisik Sifat Kimia Tingkat Bahaya


Bahan
Heksana Titik didih : 68,95 0C Rumus Molekul:
0
Titik leleh : (-96 C ) - (- C6H14
940C) Mudah menguap
Wujud : Cairan tidak Penyebab iritasi
berwarna dan berbau
khas
Massamolar :86,18 g/mol
Mudah terbakar

1: Jika terkena kulit


menyebabkan
iritasi
3: Sangat mudah
terbakar
0: stabil tidak reaktif
Xilena Titik leleh Rumus Molekul:
Xylena : 47,40C C8H10
o-xylena : -250C
m-xylena : -480C
p-xylena : 13 0C
2: Jika terkena kulit
menyebabkan
Titik didih iritasi
Xylena : 138,50C 3: Sangat mudah
o-xylena : 1440C terbakar
m-xylena : 1390C 0: Stabil tidak
p-xylena : 1380C reaktif
Wujud : cairan
tidak
berwarna

Tidak larut dalam air


Massa molar : 106,16
g/mol
Toluena Titik leleh Rumus
: -950C
Titik didih Molekul:C7H8
Wujud : 110,60C Sangat mudah
: Cairan
tidak 18
berwarna

: 92,140C
terbakar
2: Jika terkena kulit
menyebabkan
iritasi
MassaMolar
3: Sangat mudah
terbakar
0:Stabil tidak reaktif

C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM


1. Alat
 Perangkat GC 1 set
 Botol vial 2 buah
 Gelas ukur 10 mL 1 buah
2. Bahan
 Standar Heksana p.a 0,7 mL
 Standar Toluena p.a 0,7 mL
 Standar Xylena p.a 0,7 mL
 Sampel Pertamak plus 1,5 mL

D. PROSEDUR KERJA PRAKTIKUM


1. Persiapan larutan standar
Disiapkan larutan standard dengan cara mencampurkan 0,5 mL hexane; 0,5 mL
toluene dan 0,5 mL xilena.
2. Persiapan larutan sampel

19
Diiapkan larutan sampel pertamax plus sebanyak 1 mL
3. Penyiapan campuran sampel dan standar
Diiapkan larutan campuran sampel dan standar masing-masing 0,5 mL
4. Penyiapan Instrumen GC
Dilakukan pengaturan parameter operasional GC yaitu suhu injector 150ºC, suhu
detector 250ºC, suhu awal kolom pada 40ºC kemudian diprogram dengan
kenaikan 8ºC permenit sampai 150ºC dipertahankan selama 2 menit , detector
FID, kolom DB-5, gas pembawa H2 tekanan 4-5 Bar.
5. Pengukuran dengan instrumen GC
Dimbil sebanyak 0,5 µL larutan yang akan diukur dengan syringe dan injeksikan
pada GC.

E. HASIL DAN ANALISIS DATA

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan komponen-komponen yang terdapat pada


sampel pertamax plus dengan instrumen kromatografi gas (GC). Percobaan ini bertujuan
untuk mengenal cara pengoperasian instrumen GC, memahami cara kerja instrumen GC
untuk analisis kualitatif dan menentukan komponen dalam sampel pertamax plus.

Pemisahan pada kromatografi gas ini didasarkan pada perbedaan kesetimbangan


distribusi komponen-komponen sampel diantara fasa gerak dan fasa diam. Perbedaan
kesetimbangan distribusi ini terjadi karena adanya perbedaan interaksi komponen-
komponen tersebut dengan fasa diam dan fasa gerak. Kromatografi gas adalah sebutan
umum untuk kromatografi Gas-Cair. Oleh karena itu, fasa gerak pada kromatografi ini
berupa gas sedangkan fasa diamnya berupa cairan yang melekat pada fasa pendukung.
Pada praktikum ini, fasa diam yang digunakan adalah DB -5 yang komposisinya terdiri
dari 5% fenil 95% dimetilpolisiloksan dan bersifat nonpolar, sedangkan fasa geraknya
adalah gas Nitrogen.

20
Senyawa-senyawa yang dapat dipisahkan oleh kromatografi gas adalah senyawa yang
mudah menguap dan stabil pada suhu pengoperasian. Artinya senyawa tersebut tidak boleh
terurai menjadi senyawa lain pada suhu tersebut. Syarat-syarat tersebut dipenuhi oleh
sampel yang akan dianalisis yaitu pertamax plus karena pertamax plus bersifat mudah
menguap dan stabil pada suhu pengoperasian kromatografi gas.

Metode analisis kualitatif yang digunakan adalah membandingkan waktu retensi dan
ko-kromatografi. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pengukuran sampel pertamax plus
terlebih dahulu dilakukan pengukuran standar, sehingga kromatogramnya dapat digunakan
sebagai perbandingan. Standar yang digunakan adalah campuran dari xylena, toluena, dan
n-heksana yang kemungkinan besar ketiga senyawa tersebut terkandung dalam sampel
pertamax plus. Setelah dilakukan preparasi larutan standar dan sampel, kemudian
dilakukan penginjeksian larutan tersebut ke dalam instrumen kromatografi gas. Tetapi
sebelum melakukan injeksi, terlebih dahulu dilakukan pengkondisian alat dengan
mengatur parameter operasional pada kromatografi gas.

Alat kromatografi gas yang digunakan adalah GC-2010 Shimadzu. Gas pembawa
yang digunakan adalah Nitrogen dan digunakan pula gas pembakar hidrogen dan
kompresor. Suhu injektor diset pada 150°C sedangkan suhu awal kolom yaitu 40°C.
Karena metode yang digunakan adalah suhu terprogram maka suhu kolom dinaikkan pada
selang waktu tertentu. Pengaturan kenaikan suhu pada praktikum kali ini yaitu 8°C/menit
hingga suhu 120°C dengan total waktu program 10 menit. Jenis detektor yang digunakan
yaitu FID (Flame Ionization Detektor) yang diset pada suhu 250°C. Penggunaan FID
dilakukan karena jenis detektor ini lebih peka dibandingkan dengan detektor yang lain jika
senyawa yang di analisis adalah senyawa organik dan digunakannya N 2 sebagai gas
pembawa akan meningkatkan kepekaan detektor FID. Kolom yang digunakan yaitu DB-
5.625 dengan panjang 30 meter dan diameter 0,25 mikrometer.

Tahapan dari pengoperasian alat ini adalah pastikan kabel penghubung listrik
tersambung dengan benar, lalu alirkan gas Nitrogen diikuti oleh mengalirkan gas
hydrogen. Setelah itu, hidupkan kompresor dan juga instrumen kromatografi gas dengan
menekan tombol ‟ON” pada sakelar listrik. Lalu hidupkan computer sebagai alat
pemrograman. Instrumen kromatografi gas dan pastikan tombol heat pada posisi „‟ON‟‟.
Pada program di computer, pilih N2 sebagai gas pembawa.atur suhu injector 1500C, dengan

21
suhu awal kolom 400C dan diprogram dengan kenaikan 80C/menit sampai 1200C dan suhu
detector 2500C dan pilih FID sebagai jenis detector yang akan digunakan. Sebelum
dilakukan pengukuran, instrument GC harus dibiarkan selama ±2 menit hingga alat
instrument GC ini “ready” , juga agar aliran gas pembawa tetap sehingga kolom tidak
akan cepat rusak. Digunakannya metode suhu terprogram karena komponen-komponen
yang akan dipisahkan memiliki rentang titik didih yang berjauhan satu dengan yang
lainnya.

Setelah instrumen kromatografi gas siap digunakan, larutan standar diinjeksikan ,


kemudian larutan sampel dan terakhir campuran sampel+standar. Larutan tersebut masuk
ke injektor dengan cara disuntikkan menggunakan syringe. Syringe akan ditahan oleh
septum dan oring. Septum terbuat dari karet yang berbentuk lingkaran. Sampel dalam
syringe ± 0,5 µL. Sampel yang telah diuapkan di dalam injektor kemudian dibawa oleh
fasa gerak (N2) menuju kolom. Jika titik didih komponen telah tercapai, maka komponen
tersebut akan keluar dari kolom yang bercampur dengan gas H2 dan gas O2. Kemudian
komponen tersebut akan dibakar pada bagian dalam detektor. Pembakaran tersebut
membuat atom C dari senyawa organik membentuk radikal CH dengan nyala hidrogen
udara. Dari radikal tersebut, akan dihasilkan ion CHO+ yang akan bergerak ke katoda yang
berada di atas nyala. Pergerakan tersebut menghasilkan arus listrik yang diterjemahkan
sebagai kromatogram oleh rekorder. Rekorder akan menampilkan kromatogram yang
selajuntnya dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Namun sebelum
menganalisis komponen yang terkandung dalam sampel terlebih dahulu dilakukan analisis
beberapa parameter kromatogram yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah
kromatogram yang dihasilkan baik atau tidak. Kromatogram yang baik adalah
kromatogram yang memiliki puncak-puncak sempit dan simteris, jumlah plat teori banyak
dan resolusi kolom minimal 1,5.

Pada kromatografi ideal, bentuk puncak kromatogram yang diperoleh berupa puncak-
puncak sempit yang terpisah satu sama lain. Hal ini bisa dicapai jika molekul-molekul
berkelakuan sama mulai masuk kolom sampai keluar kolom. Lebar pucak-puncak pada
kromatogram standar didapat dengan cara mencari selisih dari puncak akhir dan puncak
awal, seperti yang ditujukan pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Selisih puncak akhir dan puncak awal pada kromatogram standar

22
Peak Peak Start Peak End Peak End – Peak Start
1 1,835 3,190 1,355
2 3,190 4,730 1,540
3 4,595 4,730 0,135
4 4,730 9,995 5,265
5 5,170 5,465 0,295
Berdasarkan data pada tabel di atas, puncak-puncak pada kromatografi standar merupakan
puncak-puncak sempit kecuali puncak ke-4. Jika dilihat secara langsung pun puncak-
puncak pada kromatogram standar merupakan puncak yang sempit.

Selain itu, pada pemisahan yang ideal puncak dalam kromatogram berbentuk
simetris seperti kurva Gaussian atau kurva distribusi normal. Ketidaksimetrisan puncak
dapat disebabkan baik oleh pengaruh instrumen kromatografi yang dipakai maupun sistem
kromatografi yang digunakan. Bentuk distorsi yang paling umum adalah fronting (bagian
depan puncak lebih tajam daripada bagian belakang puncak) dan tailing (bagian puncak

memanjang jika dibandingkan dengan bagian depan puncak).

Puncak dikatakan simetris jika selisih peak start dengan waktu retensi sama dengan
selisih waktu retensi dengan peak end. Berdasarkan hasili perhitungan diperoleh data
sebagai berikut:

23
Tabel 2. Selisih waktu retensi dengan puncak awal serta selisih puncak akhir
dengan waktu retensi pada kromatogram standar

Peak Retention Peak Start Peak End RT – PS PE – RT


Time (RT) (PS) (PE)
1 1,869 1,835 3,190 0,034 1,321
2 3,291 3,190 4,730 0,101 1,439
3 4,640 4,595 4,730 0,045 0,135
4 4,956 4,730 9,995 0,226 4,99
5 5,216 5,170 5,465 0,046 0,295
Pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada puncak yang simetris pada
kromatogram standar.

Puncak-puncak yang sempit berhubungan dengan efisiensi kolom, semakin sempit


puncak yang dihasilkan semakin efisien suatu kolom kromatografi. Efisiensi kolom dapat
dihitung dengan teori plat. Menurut teori ini kolom kromatografi dibayangkan terdiri dari
segmen-segmen identik yang disebut plat teori, di dalam setiap pelat teori dianggap terjadi
kesetimbangan distribusi. Semakin banyak jumlah plat teori (N), semakin baik
kemampuan memisahkan atau efisiensi kolom semakin baik. Jumlah plat teori puncak-
puncak pada kromatogram standar ditunjukan pada tabel berikut ini.

Tabel 3. jumlah plat teori puncak-puncak yang paling tinggi pada kromatogram sampel.

Peak Plat Teori (N)


1 30,4395
2 73,0683
3 18901,11
4 14,1767
5 5002,08
Pada tabel tersebut hanya puncak 3 dan 5 yang mempunya jumlah plat teori yang besar.
Selain dengan menghitung plat teori, efisiensi kolom dapat diketahui dari resolusi kolom.

Resolusi kolom adalah kemampuan kolom untuk memisahkan komponen-


komponen cuplikan. Semakin besar resolusi kolom maka semakin baik kolom memisahkan
komponen-komponen sampel. Harga resolusi 1,5 merupakan resolusi dasar, artinya dua

24
puncak dapat terpisah dengan baik apabila resolusinya di atas 1,5. Resolusi kolom dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut.

2[ ( RT ) y −( RT ) x ]
R s=
W x +W y

Tabel 4. Resolusi kolom puncak kromatogram standar

Resolusi antara dua


Rs
puncak
R s 1,2 0,984
R s 2,3 1,023
R s 3,4 0,1170
R s 4,5 0,104

Berdasarkan data di atas resolusi puncak-puncak pada kromatogram standar tidak ada
yang lebih dari 1,5 artinya kolom yang digunakan tidak tidak dapat memisahkan puncak-
puncak secara baik. Berdasarkan hasil analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa
kromatogram standar yang dihasilkan adalah jelek.

Selanjutnya adalah analisis kromatogram sampel. Lebar pucak-puncak pada


kromatogram standar didapat dengan cara mencari selisih dari puncak akhir dan puncak
awal. Oleh karena pada kromatogram sampel dihasilkan 50 puncak, maka puncak-puncak
yang yang dianalisis adalah puncak-puncak yang mempunyai waktu retensi dekat dengan
waktu retensi standar.

Tabel 5. Selisih puncak akhir dan puncak awal pada kromatogram sampel

Peak Peak Start Peak End Peak End – Peak Start


5 1,760 1,820 0,046
6 1,820 1,925 0,086
7 1,925 1,965 0,017
18 3,305 3,155 0,032
19 3,115 3,320 0,062
20 3,320 3,585 0,213
29 4,575 4,725 0,092
30 4,725 5,140 0,304
31 5,140 5,255 0,039

25
Berdasarkan data pada tabel di atas, puncak-puncak yang dianggap mewakili
kromatogram sampel merupakan puncak-puncak yang sempit, hal ini juga dapat diketahui
dengan melihat puncak-puncak kromatogram sampel secara langsung. Selain itu
kromatogram dapat dikatakan baik jika puncak-puncak yang dihasilkan adalah puncak-
puncak simetris.

Tabel 6. Selisih waktu retensi dengan puncak awal serta selisih puncak akhir
dengan waktu retensi pada kromatogram sampel

Peak Retention Peak Start Peak End RT – PS PE – RT


Time (RT) (PS) (PE)
5 1,774 1,760 1,820 0,014 0,046
6 1,839 1,820 1,925 0,019 0,086
7 1,948 1,925 1,965 0,023 0,017
18 3,083 3,305 3,155 0,048 0,032
19 3,258 3,115 3,320 0,103 0,062
20 3,372 3,320 3,585 0,052 0,213
29 4,633 4,575 4,725 0,058 0,092
30 4,836 4,725 5,140 0,111 0,304
31 5,216 5,140 5,255 0,076 0,039

Berdasarkan tabel diatas, tidak terdapat puncak-puncak yang simetris pada kromatogram
sampel walaupun puncak-puncak yang dihasilkan merupakan puncak yang sempit. Selain
itu, jika dilihat secara langsung puncak-puncak pada kromatogram sampel tidak terpisah
secara sempurna. Hal ini dibuktikan melalui perhitungan plat teori dan resolusi kolom.
Hasil perhitungannya ditunjukan pada tabel di bawah ini.

Tabel 7. jumlah plat teori puncak-puncak yang paling tinggi pada kromatogram sampel.

Peak Plat Teori (N)


6 4908,0032
19 4908,0032
30 2172,68

Tabel 8. Resolusi kolom puncak kromatogram sampel

Peak Rs
5,6 0,7878
6,7 1,5034
18,19 1.2880

26
19, 20 0,53
29, 30 0,718
30,31 1,433

Puncak-puncak pada tabel di atas adalah puncak-puncak yang waktu retensinya dekat
dengan waktu retensi standar. Berdasarkan data di atas, hanya terdapat satu puncak yang
memiliki resolusi lebih dari 1,5 sehingga secara keseluruhan puncak-puncak pada
kromatogram sampel tidak terpisah dengan baik. Berdasarkan analisis data di atas dapat
disimpulkan bahwa kromatogram sampel yang dihasilkan merupakan kromatogram yang
jelek.

Selanjutnya adalah analisis kromatogram campuran sampel dan standar. Lebar


pucak-puncak pada kromatogram sampel+standar didapat dengan cara mencari selisih dari
puncak akhir dan puncak awal. Puncak-puncak yang kami cari adalah puncak-puncak yang
mempunyai waktu retensi dekat dengan waktu retensi standar.

Tabel 9. Selisih puncak akhir dan puncak awal pada kromatogram sampel + standar

Peak Peak Start Peak End Peak End – Peak Start


6 1,705 1,760 0,055
7 1,760 2,135 0,375
8 1,915 2,000 0,085
19 3,080 3,145 0,065
20 3,145 3,260 0,115
21 3,260 0,165 0,165
27 4,540 0,150 0,150
28 4,690 5,285 5,285
29 5,050 0,445 0,445

Berdasarkan data pada tabel di atas, puncak-puncak yang mewakili kromatografi


sampel+standar merupakan puncak-puncak yang sempit, hal ini juga dapat diketahui
dengan melihat puncak-puncak kromatogram sampel secara langsung. Selain itu
kromatogram dapat dikatakan baik jika puncak-puncak yang dihasilkan adalah puncak-
puncak simetris..

Tabel 10. Selisih waktu retensi dengan puncak awal serta selisih puncak akhir
dengan waktu retensi pada kromatogram sampel + standar

27
Peak Retention Peak Start Peak End RT – PS PE – RT
Time (RT) (PS) (PE)
6 1,720 1,705 1,760 0,015 0,040
7 1,784 1,760 2,135 0,024 0,351
8 1,948 1,915 2,000 0,033 0,052
19 3,115 3,080 3,145 0,035 0,035
20 3,183 3,145 3,260 0,038 0,077
21 3,285 3,260 0,165 0,025 0,140
27 4,590 4,540 0,150 0,050 0,100
28 4,772 4,690 5,285 0,082 5,203
29 5,154 5,050 0,445 0,103 0,342

Berdasarkan tabel diatas, hanya ada satu puncak yang simetris pada kromatogram
sampel + standar walaupun puncak-puncak yang dihasilkan merupakan puncak yang
sempit. Selain itu, jika dilihat secara langsung puncak-puncak pada kromatogram sampel
tidak terpisah secara sempurna. Hal ini dibuktikan melalui perhitungan plat teori dan
resolusi kolom. Hasil perhitungannya ditunjukan pada tabel di bawah ini,

Tabel 11. jumlah plat teori puncak-puncak yang paling tinggi pada kromatogram
sampel + standar
Peak Plat Teori (N)
7 362,1105
20 12257,3241
28 13,043

Tabel 12. Resolusi kolom puncak kromatogram sampel + standar

Peak Rs
6,7 0,2977
7,8 0,7130
19,20 0,7556
20,21 0,3643
27,28 0,0669
29,30 0,1329

28
Puncak-puncak pada tabel di atas adalah puncak-puncak yang waktu retensinya
dekat dengan waktu retensi standar. Berdasarkan data di atas, tidak terdapat puncak yang
mempunyai resolusi lebih dari 1,5 sehingga secara keseluruhan puncak-puncak pada
kromatogram sampel tidak terpisah dengan baik. Berdasarkan hasil analisis data di atas,
dapat disimpulkan bahwa kromatogram campuran sampel dan standar merupakan
kromatogram yang jelek.

Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis untuk mengetahui komponen yang


ada pada sampel pertamax plus. Jumlah puncak-puncak pada kromatogram menyatakan
jumlah komponen yang terdapat dalam cuplikan. Standar yang digunakan yaitu campuran
n-heksana, toluena, dan xilena. Pada kromatogram standar, terdapat lima puncak yang
muncul. Hal tersebut menandakan tiga puncak yang muncul merupakan puncak n-heksana,
toluena, dan xilena, sedangkan dua puncak lainnya merupakan isomer dari xilena. Untuk
mengetahui puncak mana yang merupakan komponen tersebut didapat dengan cara
membandingkan titik didih komponen-komponen dalam cuplikan. Komponen yang
memiliki titik didih paling rendah akan terpisah terlebih dahulu karena komponen yang
memiliki titik didih paling rendah akan berubah fasa dari cair menjadi gas lebih cepat
sehingga akan dibawa oleh fassa gerak terlebih dahulu.

Berdasarkan literatur, titik didih ketiga komponen tersebut adalah sebagai berikut

Tabel 13. Titik didih n-heksana, toluena dan xilena

Senyawa Titik didih


n-heksana 68,950C
Toluena 110,60C
Xilena ±1380C
(Khasani, 1998:037-98,016-98,017-98)

Senyawa yang memiliki titik didih paling rendah adalah n-heksana sehingga
puncak ke-1 adalah puncak n-heksana dengan waktu retensi 1,869. Puncak ke-2 adalah
puncak toluena karena titik didih nya berada diantara n-heksana dan xilena dengan waktu
retensi sebesar 3,291. Sedangkan puncak ke-3,4, dan 5 merupakan puncak xilena karena
xilena memiliki tiga isomer struktu yang berbeda, yaitu

29
0 0 0
C C C

Diantara isomer-isomer xilena, isomer yang mempunyai titik didih paling rendah
adalah para-xilena yang memiliki gugus metil pada posisi 1 dan 4. Letak gugus tersebut
menyebabkan bentuk molekul para xilena lebih simetri dibandingkan isomer lainnya.
Semakin simetri bentuk molekul maka semakin sulit awan elektron untuk dipolarisasi.
Oleh karena itu, pembentukan dipol terinduksi akan lebih susah, sehingga menyebabkan
gaya london anatara molekul-molekul p-xilena paling lemah. Gaya antarmolekul yang
lemah tersebut menyebabkan dibutuhkan suhu yang lebih kecil untuk memutuskan gaya
antar molekul para-xilena sehingga para-xilena memiliki titk didih paling rendah. Titik
didih m-xilena lebih rendah dibanndingkan o-xilena, hal tersebut dikarenakan posisi gugus
metil pada m-xilena yang terletak pada posisi 1 dan 3 menyebabkan molekul m-xilena
mempunyai keruahan yang lebih besar dibandingkan o-xylena yang mempunyai gugus
metil pada posisi 1 dan 2. Semakin ruah struktur molekul maka semakin jauh jarah antar
molekul-molekulnya, hal tersebut menyebabkan interaksi gaya london pada m-xilena lebih
lemah dibandingkan pada o-xilena. Semakin lemah gaya antarpartikel maka akan semakin
rendah titik didihnya karena semakin mudah untuk memutuskan gaya antarmolekul
tersebut.

Oleh karena itu, puncak ke-3, 4, dan 5 berturut-turut adalah puncak para xilena,
meta xilena, dan orto xilena dengan masing-masing waktu retensi 4,640, 4,956, dan 5,216.

Sampel yang digunakan adalah pertamax plus. Pada kromatogram pertamax plus
terdapat 50 puncak yang menandakan adanya 50 komponen yang terdapat dalam pertamax
plus. Untuk mengidentifikasi adanya n-heksana, toluena, dan xilena didapatkan dengan
cara membandingkan waktu retensi standar dengan waktu retensi sampel. Waktu retensi
bersifat khas untuk setiap senyawa pada kondisi atau parameter yang sama. Jika waktu
retensi pada sampel sama dengan waktu retensi pada standar, maka sampel tersebut
mengandung komponen yang sama dengan standar. Toleransi waktu retensi sebesar 0,01.
Perbandingan waktu retensi sampel dan standar ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 14. Waktu retensi standar

30
Waktu Retensi Senyawa
1,869 n-heksana
3,291 Toluen
4,956 Xilena

Tabel 15. Perbandingan waktu retensi n-hexana pada standar dan sampel.

Puncak Waktu
Puncak Waktu Retensi Perbedaan waktu retensi
standar Retensi
sampel Sampel dengan standar
Standar
5 1,774 0,095
1 1,869 6 1,839 0,03
7 1,948 0,079

Dari ketiga puncak tersebut, diduga tidak terdapat senyawa n-heksana dalam sampel
karena perbedaan waktu retensi standar dengan sampel lebih dari 0,01.

Tabel 16. Perbandingan waktu retensi toluena pada standar dan sampel

Puncak Waktu
Puncak Waktu Retensi Perbedaan waktu retensi
standar Retensi
Sampel Sampel dengan standar
Standar
19 3,258 0,033
2 3,291 20 3,372 0,081
21 3,509 0,218
Dari ketiga puncak tersebut, diduga tidak terdapat senyawa toluena dalam sampel karena
perbedaan waktu retensi standar dengan sampel lebih dari 0,01.

Tabel 17. Perbandingan waktu retensi xylena pada standar dan sampel

Puncak Waktu
Perbedaan waktu retensi
standar Retensi Peak Waktu Retensi
dengan standar
Standar
29 4,633 0,323
4 3,291 30 4,836 0,12
31 5,216 0,26
Dari ketiga puncak tersebut, diduga tidak terdapat senyawa xilena dalam sampel karena
perbedaan waktu retensi standar dengan sampel lebih dari 0,01.

31
Berdasarkan analisis kualitatif menggunakan waktu retensi, diduga sampel tidak
mengandung n-heksana, toluena dan xilena. Namun analisis kualitatif pada GC dengan
waktu retensi tidak bisa dijadikan analisis kualitatif yang baik karena untuk mendapatkan
waktu retensi yang sama untuk satu komponen saja sangat sulit. Oleh karena itu,
dibutuhkan metode lain sebagai dasar analisis kulaitatif salah satunya yaitu menggunakan
ko-kromatografi. Pada metode ko-kromatografi, standar ditambahkan ke dalam cuplikan
kemudian dianalisis. Jika terdapat puncak dengan luas yang bertambah, maka puncak
tersebut identik dengan standar tetapi jika pada kromatogram tidak ada penambahan luas
area atau tinggi puncak dan menghasilkan puncak baru, maka di dalam sampel tidak
terdapat komponen di dalam standar.

Pada kromatogram sampel+standar terdapat tiga puncak yang luas areanya bertambah
secara signifikan, yaitu

Tabel 18. Puncak dan luas area pada kromatogram sampel+standar

Puncak Waktu retensi Luas area


7 1,784 2810369
20 3,183 4540134
28 4,772 7193674
Puncak-puncak ini dibandingkan dengan puncak pada sampel yang diduga merupakan
puncak n-heksana, toluena, dan xilena. Berdasarkan hasil analisis, puncak-puncak sampel
yang mengalami kenaikan adalah puncak ke-7, 21, dan 29 dengan perbedaan luas area
yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini

Tabel 19. Puncak dan luas area pada sampel yang mengalami peningkatan

Nama Puncak Waktu Retensi Luas Area Kenaikan


Senyawa Sampel Sampel + Sampel Sampel + Sampel Sampel + Area
Standar Standar Standar

n-Hexana 7 7 1,948 1,784 1644695 2810369 1165674

Toluena 21 20 3,509 3,183 639589 4540134 3900545

Xylene 29 28 4,633 4,772 6638315 7193674 555359

32
Puncak ke-7, 21, dan 29 pada sampel tersebut bukan merupakan puncak yang memiliki
toleransi waktu retensi paling kecil dengan waktu retensi standar. Puncak pada sampel
yang memiliki toleransi waktu retensi dengan standar paling kecil adalah puncak ke-6, 19,
dan 30. Namun puncak tersebut tidak mengalami kenaikan luas area.

Hal-hal tersebut bisa disebabkan oleh injeksi standar, sampel, dan sampel+standar
dilakukan oleh orang yang berbeda. Selain itu, rentang waktu injeksi dan penekanan
tombol “start” juga berbeda.

Dari hasil analisis ko-kromatografi, diduga sampel mengandung n-heksana, toluena,


dan xilena tetapi hasil ini masih berupa dugaan karena berdasarkan analisis dengan
menggunakan ko-kromotagrafi terdapat tiga puncak yang mengalami kenaikan luas area
secara signifikan namun peningkatan tersebut terjadi pada puncak yang bukan merupakan
puncak dengan waktu retensi yang paling dekat dengan standar. Selain itu, hasil analisis
kromatogram, kromatogram yang diperoleh jelek sehingga diperlukan pengulangan atau
analisis menggunakan instrumen tambahan, seperti GC-MS.

F. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis kualitatif dengan perbandingan waktu retensi, diduga tidak
terdapat komponen n-heksana, toluena, dan xilena dalam sampel pertamax plus.
Sedangkan dari analisis ko-kromatografi, diduga sampel mengandung n-heksana, toluena,
dan xilena tetapi hasil ini masih berupa dugaan karena berdasarkan hasil analisis
kromatogram, kromatogram yang diperoleh jelek.

33
G. DAFTAR PUSTAKA
Adamovics, J.A. (1997). Chromatographic Analysis of Pharmaceuticals 2nd
Edition.New York :Marcel Dekker
Basse,J, dkk. (1989). Textbook of Quantitative Chemical Analysisis. Great Britain:
Bath
Press, Avon.
Hendayana, S. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang Press.
Khasani, I.S. (1998). Lembar Data Keselamatan Bahan Vol.1. Bandung: Puslitbang
Kimia Terapan LIPI.
Skoog, et.al,.(2000). Principles of instrumental analysis.USA:Thomson brocks.
Wiji, M.Si, dkk. (2010). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung:
Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Wiryawan, A,dkk. (2007). Kimia Analitik. Malang : Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.

34
H. LAMPIRAN
1. LAMPIRAN DATA PENGAMATAN

Langkah Kerja Pengamatan


1. Pembuatan larutan standar ( heksana 0,7 mL Larutan n-heksana, toluena, dan
toluena 0,7 mL , dan xilena 0,7 mL xilena berupa larutan tidak
berwarna
Heksana, toluena , dan xilena 0,7 mL

 Masing-masing dipipet dengan


komposisi yang sama kemudian
dicampurkan.
 Dimasukkan ke dalam botol vial.
Dihomogenkan. Larutan standar berupa larutan tidak
berwarna
Hasil

2. Preparasi sampel
Sampel berupa larutan berwarna
1 mL sampel
merah
 Dimasukkan ke botol vial
 Disimpan dalam botol vial dan ditutup

Hasil

35
3. Preparasi sampel dengan standar internal
Sampel berupa larutan berwarna
0,5 mL sampel
merah.
 Dimasukkan ke botol vial
 Ditambah 0,5 mL larutan standar
Campuran sampel dan standar
 Disimpan dalam botol vial dan ditutup
berupa larutan berwarna merah.

Hasil
4. Preparasi instrumen GC Suhu injektor : 1500C
 Pastikan kabel penghubung listrik Suhu detektor : 2500C
tersambung dengan benar. Suhu kolom : pada 400C diprogram
 Alirkan gas nitrogen, diikuti dengan dengan kenaikan 80C per menit
mengalirkan gas hidrogen. sampai 1200C.
 Hidupkan kompresor. Detektor : FID.

 Hidupkan instrumen GC dengan menekan Kolom : DB – 5


tombol “ON” pada sakelar listrik. Gas pembawa : N2 tekanan 115,2

 Hidupkan komputer sebagai alat kPa


pemrograman instrumen GC
 Tombol heat pada sisi ”ON”
 Pilih N2 sebagai gas pembawa dengan laju
alir 1 mL / menit.
 Atur suhu injektor 1500C, suhu kolom 400C
dan diprogram selama 10 menit sampai
1200C dan suhu detektor 2500C.
 Pilih FID sebagai detektor
 Pompa dijalankan, biarkan alat stabil selama
waktu tertentu ( sekitar 1 jam).

36
2. LAMPIRAN PERHITUNGAN
A. Kromatogram Standar
1) Memiliki puncak yang sempit

Peak Peak Start Peak End Peak End – Peak Start


1 1,835 3,190 1,355
2 3,190 4,730 1,540
4 4,730 9,995 5,265

2) Keseimbangan puncak

Peak Retention Peak Start Peak End RT – PS PE – RT


Time (RT) (PS) (PE)
1 1,869 1,835 3,190 0,034 1,321
2 3,291 3,190 4,730 0,101 1,439
4 4,956 4,730 9,995 0,226 4,99
Puncak yang seimbang memiliki nilai RT – PS sama dengan nilai PE – RT. Pada
kromatogram standar tidak didapat puncak yang seimbang.

3) Resolusi nya baik minimal 1,5


2[ ( RT ) y −( RT ) x ]
R s=
W x +W y

Peak Retention Time (RT) Width Peak (W)


1 1,869 1,355
2 3,291 1,540

37
3 4,640 0,135
4 4,956 5,265
5 5,216 0,295

2[3,291−1,869] 2[4,956−4,640]
R s 1,2= R s 3,4=
1,355+1,540 0,135+5,265
2,844 0,632
R s 1,2= R s 3,4=
2,895 5,4
R s 1,2=0,984 R s 3,4=0,1170

2[ 4,640−3,291] 2[5,216−4,956]
R s 2,3= R s 4,5=
1,540+ 0,135 5,265+0,295
2,698 0,610
R s 2,3= R s 4,5=
1,675 5,860
R s 2,3=1,023 R s 4,5=0,104

4) Teori Pelat
2
RT
N=16 ( )W

Peak Retention Time Width Peak (W) Plat Teori (N)


(RT)
1 1,869 1,355 30,4395
2 3,291 1,540 30,4395
4 4,956 5,265 30,4395

2
1,896
N 1=16 ( 1,355 )
N 1=30,4395

2
3,291
N 2=16 ( 1,540 )
N 2=73,0683

2
4,956
N 4=16 (
5,265 )
38
N 1=14,1767

30,4395+73,0683+14,1767
N rata−rata=
3
117,6845
N rata−rata=
3
N rata−rata=39,2282
Nilai pelat sangat kecil

B. Kromatogram Sampel
1) Memiliki puncak yang sempit

Peak Peak Start Peak End Peak End – Peak Start


5 1,760 1,820 0,046
6 1,820 1,925 0,086
7 1,925 1,965 0,017
18 3,305 3,155 0,032
19 3,115 3,320 0,062
20 3,320 3,585 0,213
29 4,575 4,725 0,092
30 4,725 5,140 0,304
31 5,140 5,255 0,039

2) Keseimbangan puncak

Peak Retention Peak Start Peak End RT – PS PE – RT


Time (RT) (PS) (PE)
5 1,774 1,760 1,820 0,014 0,046
6 1,839 1,820 1,925 0,019 0,086
7 1,948 1,925 1,965 0,023 0,017
18 3,083 3,305 3,155 0,048 0,032
19 3,258 3,115 3,320 0,103 0,062
20 3,372 3,320 3,585 0,052 0,213
29 4,633 4,575 4,725 0,058 0,092
30 4,836 4,725 5,140 0,111 0,304
31 5,216 5,140 5,255 0,076 0,039
Puncak yang seimbang memiliki nilai RT – PS sama dengan nilai PE – RT. Pada
kromatogram standar tidak didapat puncak yang seimbang.

39
3) Resolusi nya baik minimal 1,5
a. Resolusi
2[ ( RT ) y −( RT ) x ]
R s=
W x +W y

Peak Retention Time (RT) Width Peak (W)


5 1,774 0,06
6 1,839 0,105
7 1,948 0,04
18 3,083 0,12
19 3,258 0,165
20 3,372 0,265
29 4,633 0,15
30 4,836 0,415
31 5,216 0,115

2 [1,839−1,774] 2[1,948−1,839]
R s 5,6= R s 6,7=
1,105+ 0,06 0,04 +0,105
0,13 0,218
R s 5,6= R s 6,7=
0,165 0,145
R s 5,6=0,7878 R s 6,7=1,5034

2[3,258−3,083] 2[ 4,836−4,633]
R s 18,19= R s 29,30=
0,165+ 0,12 0,15+0,415
0,35 0,406
R s 18,19= R s 29,30=
0,285 0,565
R s 18,19=1.2880 R s 29,30=0,718

2[3,372−3,258] 2[5,216−4,836]
R s 19,20= R s 30,31=
0,265+ 0,165 0,415+0,115
0,228 0,76
R s 19,20= R s 30,31=
0,43 0,53
R s 19,20=0,53

40
R s 30,31=1,43

b. Teori Pelat
2
RT
N=16 ( )
W

Peak Retention Time (RT) Width Peak (W)


6 1,839 0,105
19 3,258 0,165
30 4,836 0,415

2
1,839
N 6=16 (
0,105 )
N 6=4908,0032

2
3,258
N 19=16 ( 0,165 )
N 19=6238,1276

2
4,836
N 30=16 ( 0,415 )
N 30=2172,68
4908,0032+2172,68+2172,68
N rata−rata=
3
N rata−rata=4439,6036
Nilai pelat sangat kecil

C. Kromatogram Sampel + Standar


1) Memiliki puncak yang sempit

Peak Peak Start Peak End Peak End – Peak Start


6 1,705 1,760 0,055
7 1,760 2,135 0,375
8 1,915 2,000 0,085
19 3,080 3,145 0,065
20 3,145 3,260 0,115
21 3,260 0,165 0,165
27 4,540 0,150 0,150

41
28 4,690 5,285 5,285
29 5,050 0,445 0,445

2) Keseimbangan puncak

Peak Retention Peak Start Peak End RT – PS PE – RT


Time (RT) (PS) (PE)
6 1,720 1,705 1,760 0,015 0,040
7 1,784 1,760 2,135 0,024 0,351
8 1,948 1,915 2,000 0,033 0,052
19 3,115 3,080 3,145 0,035 0,035
20 3,183 3,145 3,260 0,038 0,077
21 3,285 3,260 0,165 0,025 0,140
27 4,590 4,540 0,150 0,050 0,100
28 4,772 4,690 5,285 0,082 5,203
29 5,154 5,050 0,445 0,103 0,342
Puncak yang seimbang memiliki nilai RT – PS sama dengan nilai PE – RT. Pada
kromatogram standar tidak didapat puncak yang seimbang.

3) Resolusi nya baik minimal 1,5


2[ ( RT ) y −( RT ) x ]
R s=
W x +W y

Peak Retention Time (RT) Width Peak (W)


6 1,720 0,055
7 1,784 0,375
8 1,948 0,085
19 3,115 0,065
20 3,183 0,115
21 3,285 0,165
27 4,590 0,150
28 4,772 5,285
29 5,154 0,445

2[1,784−1,72] 0,328
R s 6,7= R s 7,8=
0,055+0,375 0,46
0,128 R s 7,8=0,7130
R s 6,7=
0,430
2[3,183−3,115]
R s 19,20=
R s 6,7=0,2977 0,065+ 0,115
2[1,948−1,784] 0,136
R s 7,8= R s 19,20=
0,375+ 0,085 0,18

42
R s 19,20=0,7556 0,364
R s 27,28=
5,435
2[3,285−3,183]
R s 20,21= R s 27,28=0,0669
0,115+0,165
0,102 2[5,513−4,772]
R s 20,21= R s 29,30=
0,280 5,285+ 0,445
R s 20,21=0,3643 0,762
R s 29,30=
5,73
2[ 4,772−4,590]
R s 27,28= R s 29,30=0,1329
0,15+5,285

4) Teori Pelat
2
RT
N=16 ( )W

Peak Retention Time (RT) Width Peak (W)


7 1,784 0,375
20 3,183 0,115
28 4,772 5,285

2 2
1,784 4,772
N 7=16 ( 0,375 ) N 28=16 ( 5,285 )
N 7=362,1105 N 28=13,043

3,183 2
362,1105+12257,3241+13,043
N 20=16 ( 0,115 ) N rata−rata=
3
N 20=12257,3241 12632,4783
N rata−rata=
3
N rata−rata=4210,8261
Nilai pelat sangat kecil

3. LAMPIRAN PENGOPERASIAN ALAT GC


A. Persiapan
1) Menghubungkan kabel power dengan sumber listrik.
2) Menghidupkan UPS.
3) Menyiapkan kebutuhan analisis (larutan baku, sampel di dalam botol vial , alat-
alat gelas, tissue, dan lain-lain).
4) Memastikan kolom yang akan digunakan telah terpasang.

43
5) Memperhatikan casumable parts (rubber septum, glass insert), jika diperlukan
mengganti dengan yang baru.
6) Membuka aliran gas pembawa yang akan digunakan (gas N2).
7) Membuka aliran gas pembakar (gas H2).
8) Menghidupkan kompresor udara.
9) Menghidupkan GC–2010 Shimadzu.
10) Menghidupkan PC.

B. Instrumentasi
1) Meng-klik GC solution pada menu utama windows.
2) Memunculkan tampilan log in dengan meng-klik 1.
3) Mengisi kolom user ID dengan admin, meng-klik OK yang akan terdengar
bunyi
koneksi dan akan muncul tampilan utama menu real time analysis.
4) Meng-klik file , meng-klik new methode file.
5) Meng-klik configuration and maintenance.
6) Meng-klik system configuration sehingga muncul tampilan.
7) Memastikan FID telah muncul di kolom configured modules.
8) Meng-klik SPL 1 sehingga muncul tampilan.
9) Mengisi kolom corner gas sesuai gas pembawa yang digunakan.
10) Meng-klik tab bar column sehingga muncul tampilan.
11) Memilih kolom yang digunakan.
12) Meng-klik tab bar FID 1 shingga muncul tampilan.
13) Meng-klik OK.
14) Meng-klik set sehingga instrumen terkoneksi.
15) Meng-klik TOP untuk kembali ke menu utama.
16) Pada menu utama real time analysis, meng-klik tab bar SPL 1 sehingga muncul
tampilan.
17) Mengisi parameter suhu kolom, waktu kesetimbangan, dan lain-lain sesuai
kondisi analisis.
18) Meng-klik FID 1sehingga muncul tampilan.
19) Mengisi parameter suhu detektor dan waktu analisis.
20) Meng-klik tab bar Gen area 1 sehingga muncul tampilan.

44
21) Memberi tanda (√) pada auto flame on, auto zero after ready dan reignite.
22) Menyimpan parameter yang telah diatur dalam suatu nama file tertentu dengan
cara meng-klik file, save method file as, menentukan nama file-nya, meng-klik
save.
23) Meng-klik download untuk mengirim parameter ke instrumen GC.
24) Meng-klik sistem ON untuk mengaktifkan GC.
25) Memperhatikan tampilan instrumen monitor, menunggu hingga semua
parameter
tercapai (akan muncul status ready pada layar).
26) Memastikan/memperhatikan baseline, tunggu hingga ±15 menit. Untuk
mengatur
tampilan klik untuk menampilkan yang diinginkan. Untuk meng -nol-kan baseline,
klik zero adjust. Langkah selanjutnya:
 Melakukan uji slopeuntuk mengetahui tingkat kelurusan baseline dengan
meng-klik slope test.
 Nilai slope akan munculpada layar, apabila nilai slope telah sesuai dengan
kriteria, dapat segera melakukan analisis. Apabila belum, menunggu beberapa
saat, lalu melakukan uji slope kembali.

C. Injeksi larutan standar atau sampel atau larutan campuran


1) Meng-klik Single Run pada tampilan menu utama Real Time Analysis.
2) Meng-klik sampel log in sehingga muncul tampilan.
3) Mengisi parameter yang diiginkan (terutama harus mengisi kolom data file
dengan nama file kromatogram yang diinginkan, meng-klik OK).
4) Meng-klik start sehingga muncul tampilan Status Ready (Stand by).
5) Menginjeksikan larutan standar atau sampel atau larutan campuran pada
injektor
kemudian menekan tombol start pada instrumen GC.
6) Proses analisis akan segera berlangsung dan akan berhenti secara otomatis
sesuai
yang telah diset. Untuk menghentikan analisis secara manual, meng-klik stop ,
mengubah waktu analisis. Pada saat analisis sedang berlangsungdapat dilakukan
dengan klik acqursition, meng-klik change stop time, mengisi waktu yang

45
diinginkan kemudian meng-klik OK.

D. Mencetak data hasil analisa


1) Meng-klik post run untuk masuk pada menu past run analysis.
2) Meng-klik data analysis pada menu utama post run analysis. Apabila icon tidak
ada, kembali pada menu utama dengan meng-klik TOP.
3) Drag-in data file ke tampilan sebelah kanan (atau klik 2X). Akan muncul
kromatogramdata tersebut. Mengubah skala dengan mengatur tampilan yang
diinginkan.
4) Meng-klik Report in Data, kemudia memilih Format Report yang diinginkan.
Meng-klik preview untuk melihat tampilan, dan meng-klik print untuk mencetak.

46
4. LAMPIRAN FOTO PRAKTIKUM

SAMPEL PREMIUM
PLUS (MERAH) ALAT YANG DIGUNAKAN
INSTRUMEN GC

SYIRINGE (ALAT INJEKSI)


PARAMETER ALAT TABUNG GAS ALIR

PENGINJEKSIAN SAMPEL KOLOM DB-5


LARUTAN STANDAR

47
48

Anda mungkin juga menyukai