Panduan Keterampilan Klinis PERDOSKI2017
Panduan Keterampilan Klinis PERDOSKI2017
PANDUAN
KETERAMPILAN KLINIS
Sekretaris
dr. Irene Darmawan
Kontributor
Kelompok Studi Dermatologi Laser Indonesia
Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia
Kelompok Studi Tumor dan Bedah Kulit Indonesia
Kelompok Studi Dermatopatologi Indonesia
Para Pakar Dermatologi dan Venereologi
DISCLAIMER
ISBN : 978-602-50061-0-4
ii
Kata Sambutan Ketua Pengurus Pusat PERDOSKI
Buku Panduan Keterampilan Klinis merupakan buku pendamping Panduan Praktik Klinis (PPK)
PERDOSKI. Hal ini dibuat untuk kebutuhan para praktisi yang melakukan kegiatan intervensi
bedah kulit dan kosmetik di lapangan.
Dengan diterbitkannya buku ini diharapkan dapat menjadi acuan seluruh anggota PERDOSKI
di seluruh tingkat fasilitas kesehatan dalam melakukan praktik sesuai dengan sarana dan
prasarana yang ada berdasarkan kewenangan klinisnya.
Penghargaan setingginya disampaikan kepada Ketua dan tim penyusun serta seluruh
kontributor dari kelompok studi sehingga kedua buku ini dapat diterbitkan bersamaan dengan
kegiatan ilmiah KONAS XV PERDOSKI di Semarang.
Agustus 2017
Ketua Umum PP PERDOSKI
iii
Kata Pengantar
Saat ini bidang ilmu dermatologi dan venereologi telah mencakup pula topik keterampilan
melakukan berbagai tindakan medik yang dikenal sebagai dermatologi intervensi. Beragam
tindakan medik dalam dermatologi intervensi telah masuk dalam program pendidikan dokter
spesialis kulit dan kelamin serta menjadi kompetensi yang harus dikuasai oleh setiap dokter
spesialis kulit dan kelamin di Indonesia.
Melihat kebutuhan dan perkembangan jenis tidakan dermatologi intervensi yang saat ini telah
dilakukan dalam layanan spesialis kulit dan kelamin, maka dipandang perlu dibuat panduan
melakukan tindakan medik yang mengacu pada berbagai panduan yang digunakan di berbagai
negara. Panduan ini selanjutnya disebut sebagai Panduan Keterampilan Klinis (PKK)
PERDOSKI 2017.
PKK PERDOSKI 2017 dibuat dengan memperhatikan modul tindakan medik yang dikeluarkan
oleh Kolegium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Indonesia 2017 serta mengacu pada
informasi yang berbasis bukti dengan mencantuman tindakan medik dengan level of evidence
(LOE) dan grade of recommendation (GOR) yang disepakati oleh para pakar dibidangnya.
Masih terdapat beberapa topik yang belum tersusun dengan lengkap dan sempurna, namun
diharapkan berbagai acuan dalam PKK PERDOSKI 2017 ini dapat menjadi panduan awal
dalam melakukan tindakan medik sesuai dengan kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing
dokter dan sarana maupun prasarana yang tersedia di layang kesehatan yang digunakan.
Panduan ini beserta Panduan Praktik Klinis (PPK) PERDOSKI 2017 dan Standar Kewenangan
PERDOSKI merupakan salah satu panduan dalam memberikan layanan kesehatan terbaik bagi
pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kebutuhan pasien. Ketersediaan dan legalitas
alat maupun bahan medik yang digunakan juga perlu menjadi perhatian. Kebijakan seorang
dokter dalam memilih tindakan medik yang tepat bagi pasien merupakan prioritas seorang
dokter.
Terimakasih dan rasa bangga disampaikan kepada tim penyusun dan editor serta para
kontributor dari Kelompok Studi PERDOSKI yang telah bekerja keras menyelesaikan panduan
ini tepat waktu. Saran, koreksi dan asupan sangat diharapkan bagi perbaikan PKK PERDOSKI
2017 ini agar panduan ini menjadi panduan yang sahih dan andal serta tepat untuk digunakan
oleh Anggota PERDOSKI di Indonesia.
Tim Penyusun
Ketua
iv
Daftar Isi
Halaman
Sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat PERDOSKI ............................................... iii
Kata Pengantar Tim Penyusun.................................................................................... iv
Daftar Isi ....................................................................................................................... v
Panduan Penyusunan Rekomendasi ........................................................................ vi
A. Dermatologi Laser
A. 1. Laser dan IPL untuk kelainan pigmen ................................................................ 2
A. 2. Laser dan IPL penghilang rambut ....................................................................... 7
A. 3. Laser untuk kelainan tumor jinak kulit ................................................................. 11
A. 4. Laser untuk kelainan vaskular ............................................................................ 15
A. 5. Laser untuk menghilangkan tato ......................................................................... 19
A. 6. Laser untuk resurfacing ....................................................................................... 23
A. 7. Laser untuk skar akne ......................................................................................... 27
C. Uji Kulit
C. 1. Autologous serum skin test (ASST) ................................................................... 75
C. 2. Uji Intradermal .................................................................................................... 78
C. 3. Uji Provokasi Obat ............................................................................................. 81
C. 4. Uji Tempel .......................................................................................................... 89
C. 5. Uji Tusuk ............................................................................................................ 93
v
Panduan Penyusunan Rekomendasi
vi
Sementara grade of recommendation yang digunakan mengacu pada Oxford Centre for
Evidence-based Medicine tahun 2009 dan European Society for Clinical Microbiology
and Infectious Disease tahun 2016 yang telah dimodifikasi. Kriteria grade of
recommendation dapat dilihat pada tabel 3.
Keterangan Tambahan
1. Pemberian tanda * pada rekomendasi D,5 menunjukkan bahwa kepustakaan
diambil dari guideline atau panduan baik yang digunakan di Indonesia ataupun
internasional.
2. Pemberian tanda ** dibelakang nama terapi menunjukkan bahwa terapi tersebut
belum tersedia di Indonesia atau belum disetujui oleh BPOM.
vii
DERMATOLOGI LASER
A.1 Laser dan IPL untuk kelainan pigmen
A.2 Laser dan IPL penghilang rambut
A.3 Laser untuk kelainan tumor jinak kulit
A.4 Laser untuk kelainan vaskular
A.5 Laser untuk menghilangkan tato
A.6 Laser untuk resurfacing
A.7 Laser untuk skar
1
Dermatologi Laser
A.1 Laser dan IPL Untuk Kelainan Pigmen
I. Definisi2-4
Tindakan untuk menghilangkan kelainan pigmentasi dengan deposit di epidermis,
epidermis dan dermis, dan dermis di kulit dengan menggunakan laser yang bersifat
selektif dan non selektif terhadap pigmen.
Pemilihan panjang gelombang laser harus disesuaikan dengan tipe kulit Fitzpatrick
pasien.
II. Indikasi3,4,5,21
1. Kelainan pigmentasi epidermal: lentigenes, lentigo simpleks, Cafe-au-lait
Macule‟s (CALMs), efelides, nevus spilus, junctional nevus, keratosis seboroik,
labial melanotic macules.
2. Kelainan pigmentasi epidermal-dermal: melasma, Becker‟s nevus,
hiperpigmentasi pasca inflamasi, drug-induced hyperpigmentation, dan nevus
kongenital.
3. Kelainan pigmentasi dermal: nevi of Ota/Ito, nevus Hori, acquired nevus, blue
nevus, congenital dermal melanocytosis, dan argyria.
III. Kontraindikasi3,4,5,21
1. Obat imunosupresif
2. Penurunan struktur adneksa kulit termasuk terapi radiasi, skar luka bakar,
medium and deep chemical peeling yang dalam dengan mengggunakan fenol.
3. Penyakit infeksi termasuk AIDS, herpes simpleks yang aktif.
4. Koebnerizing disease termasuk labile psoriasis, vitiligo, dermatitis yang berat.
5. Kondisi medis termasuk diabetes, masalah hipertensi, penyakit paru dan
kardiovaskular yang signifikan.
6. Riwayat vitiligo dan psoriasis (berhubungan dengan kobnerisasi).
7. Infeksi kulit yang aktif.
8. Dermatitis yang aktif.
9. Riwayat keloid/skar hipertrofik.
10. Setelah menjalani prosedur resurfacing ablative.
11. Setelah peeling medium atau dalam
12. Setelah tindakan pembedahan pada daerah yang akan dilakukan prosedur.
13. Riwayat photoinduced dermatitis (lupus, polymorphous light eruption).
14. Systemic gold therapy
15. Kehamilan
2
Dermatologi Laser
V. Persiapan
Persiapan Dokter2-5
1. Pemberian keterangan tentang tindakan laser yang diberikan, resiko/komplikasi
dalam formulir yang khusus dan ditandatangani oleh pemberi informasi dan
penerima informasi.
2. Persiapan berupa cuci tangan, dilanjutkan menggunakan sarung tangan, dan
masker.
3. Perlindungan mata pada dokter dan petugas medis pendamping, dengan
kacamata khusus pelindung sinar laser.
4. Tindakan laser dengan menggunakan parameter yang ada pada alat
disesuaikan dengan kondisi kelainan pada pasien.
5. Cuci tangan dan perawatan paska tindakan.
Persiapan Pasien2-5
1. Sebelum dilaksanakan prosedur dilakukan skin conditioning minimal selama 3
siklus kulit (4,5 bulan) terutama pada tipe kulit Fitzpatrick tipe 4-6.
2. Menandatangani formulir persetujuan tindakan medik.
3. Dokumentasi foto, lakukan pengambilan foto berwarna pasien, yaitu sebelum
dan sesudah dilakukan tindakan laser (posisi tampak depan, 450 kanan, 450
kiri), lokasi anatomi lainnya menyesuaikan.
4. Daerah yang akan dilakukan tindakan dibersihkan dengan alkohol swab.
5. Bila diperlukan, pada area tidak luas pasien diberikan anestesi topikal selama
45-60 menit.
6. Penggunaan sedatif dan analgesik bila diperlukan.
7. Setelah anestesi, daerah yang akan dilaser dibersihkan dari krim anestesi
topikal menggunakan kasa.
8. Mata pasien ditutup dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.
Alat7-20
1. Laser yang bekerja terhadap pigmen secara non selektif: carbon dioxide
(10.600 nm) (Ultrapulse®), erbium 29400 nm (ConBio CB®), erbium (1540 nm)
(Aramis®), yttrium scandium gallium garnet (YSGG, 2790 nm), fraksional
CO2(Active Fx®).
2. Laser yang bekerja secara selektif terhadap pigmen: QS ruby 694 nm
(RUBY®), QS alexandrite (755 nm) (Cynosure®), QS Nd: YAG (Medlite®) dan
KTP (1064 dan 532 nm) (Laserscupe®).
3. Picosecond Nd: YAG 1064(Pico W®) dan Picosecond Alexandrite 755
(Picosure®).
3
Dermatologi Laser
5. Bila terjadi perlukaan di epidermis, lakukan perawatan luka tertutup sesuai
dengan prosedur.
4
Dermatologi Laser
6. Jangan menggaruk atau menggores area setelah laser.
7. Hindari penggunaan bahan dan kegiatan yang dapat mengiritasi kulit. (misalnya
scrubing dan kosmetik).
8. Sabun yang bersifat tidak mengiritasi dapat digunakan sehari dua kali.
9. Lakukan penanganan pertama dengan topikal steroid, jika nyeri berkelanjutan
atau terdapat blister segera hubungi dokter.
10. Perawatan ini dapat dipertahankan hingga 2-7 hari.
IX. Kepustakaan
1. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s diseases of the skin clinical dermatology. Edisi
ke-11. Saunder: Elsevier; 2011.
2. Landthaler M, Baumler W, Honenlaeutrer V. Lasers and flashlamps in Dermatology. Dalam:
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. editor. Fitzpatrick
dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: Mc.Graw Hill; 2012.h.5371-406.
3. Mariwala K, Hruza G. Laser treatment of pigmented lesions. Dalam: Hruza G, Avram M, Dover
J, Alam M. editors. Laser and Lights. Edisi ke-3. China: Elseiver; 2013.h.21-35.
4. Ibrahimi O, Kilmer S. Laser treatment of benign pigmented lesions. Dalam: Goldman M,
Fitzpatrick, Ross VE, Kilmer S, Weiss R. Laser and Energy Devices for The Skin. Edisi ke-2.
New York: CRC Press; 2013.h.31- 41.
5. Mokos M, Lipozenčić J, Čeović R, Štulhofer D, Kostović K. Laser Therapy of Pigmented
Lesions: Pro and Contra. Acta Dermatovenerol Croat. 2010;18(3):185-189.
6. AlNomair N, Nazarian M, Marmur E. Complications in Lasers, Lights, and Radiofrequency
Devices. Facial Plast Surg. 2012;28:340-6.
7. Pretel M, Irarrazaval I, Aguado L. Partial unilateral lentiginosis with alexandrite Q-switched
laser: Case report and review of the literature. Journal of Cosmetics and Laser Therapy.
2013;15:207-9.
8. Jun J, Kim S, Choi W. A Split face, evaluator-blind randomized study on the early effectsof Q-
switched Nd: YAG laser versus Er: YAG micropeel in light solar lentigines in Asians. Journal of
Cosmetics and Laser therapy. 2014;16:83-9.
9. Kim H, Min J, Soo M, Joon S. A low-fluence 1064 nm Q-Switchedneodymium-doped ytrrium
aluminium garnet laser for the treatment of café-au lait macules. J Am Acad Dermatol. 2015;
73;477-83.
10. Wang Y, Hui Q, Zhong L. Treatment of café au lait macules in chinese patients with a Q-
Switched 755-nm alexandrite laser. Journal of Dermatological treatment. 2012:23:431-36.
11. Karth, Gupta L.Treatmentt of nevus spilus with Q-switched Nd: YAG laser. Indian J Dermatol
Venereol Leprol 2013;79:243-51.
12. Kim S, Hun CK.Treatment of procedure-related post inflammatory hyperpigmentation using
1064 Qs Nd: YAG laser with low fluence in Asian patient: report of five cases. JCD 2010:
(9):4:302-6.
13. Momen S,Mallipeddi R, Niami F. The use of lasers in Becker’s naevus: An evidence based
review.Journal of cosmethic and laser therapy. 2016;18(4):188-92.
14. Funayama E,Sasaki S, Furukawa H, Hayashi T. Effectiveness of combined pulsed dye and Q-
switched ruby laser treatment for large to giant congenitalmelanocytic naevi. BJD. 2012:
167:1085-91.
15. Hadithy N,Nakib K, Quaba A. Outcomes of 52 patients with congenital melanocytic naevi
treated with ultrapulse carbondioxide and frequency double Q-switched Nd-YAg laser. Journal
of plastic, reconstructive & aesthetic surgery. 2012:65:1019-28.
16. Bray F,Shah V, Nouri K. Laser treatment of congenital melanocytic naevi: a review of the
literature. Laser Med Sci. 2015;10:1-4.
17. Lee SU, Choi Y, Hong KT, Lee R. Treatment of Acquired and small congenital melanocytic nevi
with combined Er: YAG laser and long pulsed alexandrite laser in Asian skin. Dermatol surg.
2015:41:473-80.
18. Yu P, Yu . Dian W, Yang X, Feng Q. Comparison of clinical efficacy and complications
between Q-switched alexandrite laser and Q-switched Nd: yAG laser on nevus of Ota: a
systematic review and meta-analysis. Lasers Med Sci. 2016:31:581-91.
19. Shankar K, Godse K, Aurangabadha S, Lahir K, Mysone V. Evidence- based treatment for
melisma : expert opinion & a review. Dermatol Thar (Heideln). 2014;4:165-86.
5
Dermatologi Laser
20. Tehranchimin z, Rahimi M, Moradloo M. Comparison between peeling with focal trichloroacetic
acid and quasi continuous frequency double Nd:YAG 532 nm laser in the treatment of freckles.
Iranian Journal Of Dermatology. 2010;13(3):81-6.
21. Railan D, Kilmer S. Treatment of Benign Pigmented Cutaneous Lasions. Dalam: Goldman
MP,editor. Cutaneous and Cosmetic Laser Surgery. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006.h.93-
108.
6
Dermatologi Laser
A.2 Laser dan IPL Penghilang Rambut
I. Definisi1-3
Hair removal menggunakan laser adalah salah satu pilihan tindakan untuk
menghilangkan rambut yang diakibatkan oleh suatu penyakit atau rambut yang
tidak dikehendaki (unwanted hair). Pemilihan panjang gelombang laser harus
disesuaikan dengan tipe kulit Fitzpatrick pasien.
II. Indikasi1-3
1. Hirsutisme,
2. Hipertrichosis, atau estetika (unwanted hair)
III. Kontraindikasi3-5
Kontraindikasi
Kontraindikasi laser non ablatif (selektif fototermolisis):
1. Riwayat skar keloid
2. Riwayat vitiligo dan psoriasis (berhubungan dengan kobnerisasi)
3. Vaskulitis
4. Infeksi kulit yang aktif
5. Tanning (pasca pajanan matahari langsung)
6. Kehamilan.
V. Persiapan
Persiapan Dokter1-4
1. Pemberian keterangan tentang tindakan laser dan light, resiko/komplikasi
tindakan, yang diberikan dalam formulir yang khusus dan ditandatangani oleh
pemberi informasi dan penerima informasi..
2. Persiapan berupa cuci tangan, dilanjutkan menggunakan sarung tangan, dan
masker.
3. Perlindungan mata pada dokter dan petugas medis pendamping, dengan
7
Dermatologi Laser
kacamata khusus pelindung sinar laser.
4. Tindakan laser dengan menggunakan parameter yang ada pada alat
disesuaikan dengan kondisi kelainan pada pasien.
5. Cuci tangan dan perawatan paska tindakan.
Persiapan Pasien1-4
1. Menandatangani formulir persetujuan tindakan medik.
2. Dokumentasi foto. Untuk wajah, lakukan pengambilan foto berwarna pasien,
yaitu sebelum dan sesudah dilakukan tindakan laser (posisi tampak depan, 450
kanan, 450 kiri), lokasi anatomi lainnya menyesuaikan.
3. Mencukur dilakukan oleh perawat sesaat sebelum prosedur.
4. Daerah yang akan dilakukan tindakan dibersihkan dengan alkohol swab.
5. Bila diperlukan, pada area tidak luas pasien diberikan anestesi topikal selama
45-60 menit.
6. Setelah anestesi, daerah yang akan dilakukan tindakan dibersihkan dari krim
anestesi topikal menggunakan kasa.
7. Mata pasien ditutup dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.
Alat6-8
1. Long pulsed Ruby 694 nm (RUBY®)
2. Long pulsed Alexandritte 755 nm (CYNOSURE®)
3. Pulsed Diode 800 nm (Lumenis®)
4. Long pulsed Nd: YAG 1064 nm (Candela®)
5. Intense Pulsed light (IPL) (PALOMAR®)
6. IPL dikombinasikan dengan radiofrequency ( E-Light IPL RF®)
7. QS Nd: YAG 1064 nm (temporary hair removal) (Candela®)
No Alat GOR/LOE
1. Long pulsed Ruby 694 nm B,26
2. Long pulsed Alexandritte 755 nm B,26
3. Pulsed Diode 800 nm B,26
4. Long Pulsed Nd:YAG 1064 nm B,26
5. QS Nd: YAG 1064 nm B,26
6. Intense Pulsed light (IPL) B,17
7. IPL dikombinasikan dengan radiofrequency B,28
Keterangan: Level of evidence (LOE) dan grade of recommendation (GOR) berdasarkan
kepustakaan dengan alat laser yang digunakan dalam penelitian tersebut, mohon untuk
melihat masing-masing kepustakaan, tidak semua jenis laser yang sama mempunyai efek
yang sama terus-menerus.
8
Dermatologi Laser
switch).
4. Menembakkan sinar LASER pada lesi kulit sampai terjadi perubahan klinis (end
point). End point berupa perifollicular erythema dan reaksi edema tanpa adanya
tanda-tanda perlukaan epidermis akut.
5. Setelah end point tercapai lesi yang menjadi area laser dikompres dingin.
6. Efek samping foto paska tindakan.
7. Area paska laser dibersihkan dengan NaCl 0,9% dan dioleskan salep antibiotik
topikal.
9
Dermatologi Laser
IX. Kepustakaan
1. Ibrahim O, Kilmer A. Hair removal. Dalam: Goldman M, Fitzpatrick, Ross VE, Kilmer S, Weiss
R. editor. Laser and energy devices for the skin. Edisi ke-2. New York: CRC Press; 2013.h.94-
104.
2. Landthaler M, Baumler W, Honenlaeutrer V. Lasers and flashlamps in Dermatology. Dalam:
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. editor. Fitzpatrick
dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: Mc.Graw Hil; 2012.h.5371-406.
3. Dierickx CC. Hair Removal by Laser other Light Sources. Dalam: Goldman MP. editor.
Cutaneous and Cosmetic Laser Surgery. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006.h.135-153.
4. Goldberg DJ.Current Trends in Intense Pulsed Light. Clinical Aesthetic J. 2012;6(6):45– 53.
5. AlNomair N, Nazarian M, Marmur E. Complications in Lasers, Lights, and Radiofrequency
Devices. Facial Plast Surg. 2012;28:340-6.
6. Haedersal M, Wulf HC. Evidence-based review of hair removal using lasers and light sources.
JEADV. 2006;9-20.
7. Petersen T, Bjerring P, Dierickx C, Nash JF. A Systematic review of light-based home use
devices for hair removal and consideration of human safety. J Eur Acad Dermatol Venereol.
2012; 26(5):545-53.
8. Garden J, Zelickson B, Gold M, Friedman D, Kutscher T. Home hair removal in all skin types
with a combined radiofrequency andoptical energy source device. Dermatol Surg. 2014;40:
142-51.
10
Dermatologi Laser
A.3 Laser Untuk Kelainan Tumor Jinak Kulit
I. Definisi1,2
Penatalaksanaan tumor jinak kulit dengan menggunakan laser CO2 dan laser
ablatif lainnya.
II. Indikasi1-10
1. Keratosis seboroik
2. Veruka vulgaris
3. Skin tags
4. Hiperplasia glandula sebaseus
5. Kutil (warts)
6. Xanthelasma
7. Syringoma
8. Keratosis aktinik difus
IV. Kontraindikasi1,11,12
1. Kemungkinan penyembuhan luka yang tidak normal dikarenakan konsumsi
isotretinoin 1-2 tahun, keloid/skar hipertrofik, skleroderma/kelainan kolagen
vaskular, obat imunosupresif.
2. Penurunan struktur adneksa kulit termasuk terapi radiasi, skar luka bakar,
peeling yang dalam dengan mengggunakan fenol.
3. Penyakit infeksi termasuk HIV/AIDS, hepatitis C, herpes simpleks yang aktif,
riwayat infeksi yang rekuren/anergi.
4. Koebnerizing disease termasuk labile psoriasis, vitiligo, dermatitis yang berat
5. Kondisi medis termasuk diabetes, masalah hipertensi, penyakit paru dan
kardiovaskular yang signifikan.
V. Persiapan
Persiapan Dokter1,11,12
1. Pemberian keterangan tentang tindakan laser, risiko/komplikasi yang diberikan
dalam formulir yang khusus dan ditandatangani oleh pemberi informasi dan
penerima informasi.
2. Persiapan berupa cuci tangan dilanjutkan menggunakan sarung tangan, dan
masker.
11
Dermatologi Laser
3. Perlindungan mata pada dokter dan petugas medis pendamping, dengan
kacamata khusus pelindung sinar laser.
4. Tindakan laser dengan menggunakan parameter yang ada pada alat
disesuaikan dengan kondisi kelainan pada pasien.
5. Cuci tangan dan perawatan paska tindakan.
Persiapan Pasien1,11,12
1. Sebelum dilaksanakan prosedur dilakukan skin conditioning minimal selama 3
siklus kulit (4,5 bulan) terutama pada tipe kulit Fitzpatrick tipe 4-6.
2. Menandatangani formulir persetujuan tindakan medik.
3. Dokumentasi foto, lakukan pengambilan foto berwarna pasien, yaitu sebelum
dan sesudah dilakukan tindakan laser (posisi tampak depan, 450 kanan, 450
kiri), lokasi anatomi lainnya menyesuaikan.
4. Daerah yang akan dilakukan tindakan dibersihkan dengan alkohol swab.
5. Bila diperlukan, pada area tidak luas pasien diberikan anestesi topikal selama
45-60 menit.
6. Penggunaan sedatif dan analgesik bila diperlukan.
7. Setelah anestesi, daerah yang akan dilaser dibersihkan dari krim anestesi
topikal menggunakan kasa.
8. Mata pasien ditutup dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.
Alat1-12
1. Carbodioxide (CO2) 10.600 nm (Ultrapulse®,Fraxel®)
2. Carbodioxide (CO2) 10.600 nm fraksional (Mosaic e CO2®)
3. PDL 585-595 nm (V-beam®)
4. Long pulsed Nd: YAG 1064 nm (Versapulse®)
5. Er: YAG 2940 nm (Sciton®)
12
Dermatologi Laser
VII. Level of Evidence
13
Dermatologi Laser
IX. Kepustakaan
1. Landthaler M, Baumler W, Honenlaeutrer V. Lasers and flashlamps in Dermatology. Dalam:
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. editor. Fitzpatrick
dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: Mc. Graw Hill; 2012.h.5371-406..
2. Glaser DA, Semchyshyn NL, Carnio PJ. Carbon dioxide laser resurfacing, Fractional
resurfacing and YSGG resurfacing. Dalam: Carniol PJ, Saddick NS. Clinical procedures in
Laser Skin Rejuvenation. Edisi ke-1. Chennai: Replika Press; 2007.h.30-56.
3. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s diseases of the skin clinical dermatology. Edisi
ke-11. Saunder: Elsevier; 2011.
4. AlNomair N, Nazarian M, Marmur E. Complications in Lasers, Lights, and Radiofrequency
Devices. Facial Plast Surg 2012;28:340-6.
5. Ali BMM, El-Tatawy RA, Ismael MA. Electrocautery versus ablative Co2 laser in the treatment
of seborrheic keratoses: a clinical and histopathological study. J Egypt W Derm. 2014;136-141.
6. Aral BB, Gurel MS. Effectiveness of erbium:YAG laser and cryosurgery in seborrheic keratoses:
Randomized, prospective intraindividual comparison study. J Derm T. 2015:26;45-54.
7. Sterling JC, Gibbs S, Husain SSH, Mustapa MFM, Hanfield-jones SE. British association of
dermatologist’ guidelines for the management of cutaneous warts 2014. BJD. 2014; 696-712.
8. Zane C, Facchinetti E, Rossi MT, Specchia C, Ortel B, Pinton CP. Cryotherapy is preferable to
ablative CO2 laser for the treatment of isolated actinic keratoses of the face and scalp: a
randomized clinical trial. British Journal of Dermatology. 2014;170:1114–21.
9. Cho BS, Kim JH, Noh S, Lee SJ, Kim, Lee JH. Treatment of Syringoma Using an Ablative
10,600-nm Carbon Dioxide Fractional Laser: A Prospective Analysis of 35 Patients. Dermatol
Surg. 2011;37:433–38.
10. Abdelkaber M, Alashry SE. Argon laser versus erbium:YAG laser in the treatment of
xanthelasma palpebrarum. Saudi Journal of Ophtalmology 2015;29:116-20.
11. David, Jeremy M. Complication and legal consideration of laser and light treatments. Dalam:
Hruza G, Avram M, Dover J, Alam M. Laser and lights. Edisi ke-3. China: Elseiver; 2013.h.10-
20.
12. Ross EV, Winstley. Laser treatment of vascular lesions. Dalam: Goldman M, Fitzpatrick, Ross
VE, Kilmer S, Weiss R. editors. Laser and energy devices for the skin. Edisi ke-2. New York.
CRC Press; 2013.h.162.
14
Dermatologi Laser
A.4 Laser Untuk Kelainan Vaskular
I. Definisi1,3,4
Laser dan Light vaskular adalah laser dan light yang digunakan untuk penanganan
lesi vaskular dengan target chromopore utama oxyhemoglobin.
II. Indikasi2-4
1. Malformasi kapiler (Port wine stain)
2. Hemangioma
3. Cherry angioma
4. Telangiektasia
5. Venous lake
6. Anomali vaskuler lain
7. Granuloma Piogenikum
8. Venous malformation small and descrete
9. Rosasea
10. Cherry angioma
11. Poikiloderma of civatte
12. Leg vein
13. Angiokeratoma
14. Striae rubra
15. Ekimosis
III. Kontraindikasi3,4,17
Kontraindikasi absolut:
1. Infeksi di area target
2. Fotosensitivitas
3. Kehamilan
Kontraindikasi relatif:
1. Vitiligo aktif
2. Dalam masa terapi isotretinoin
3. Pasien tidak kooperatif atau memiliki harapan tidak realistis
4. Keloid/skar hipertrofik, skleroderma/kelainan kolagen vaskular, obat-obatan
imunosupresif
5. Penurunan struktur adneksa kulit termasuk terapi radiasi, skar luka bakar,
peeling yang dalam dengan mengggunakan fenol
6. Penyakit infeksi termasuk HIV/AIDS, hepatitis C, herpes simpleks yang aktif,
riwayat infeksi yang rekuren/anergi
7. Koebnerizing disease termasuk labile psoriasis, vitiligo, dermattis yang berat.
Kondisi medis termasuk diabetes, masalah hipertensi, penyakit paru dan
kardiovaskular yang signifikan.
15
Dermatologi Laser
IV. Efek Samping6,17
Terbentuk krusta di kulit diatas pembuluh darah yang dilakukan laser, perubahan
pigmen sementara, fibrosis ringan, depresi pada kulit, hipopigmentasi. Purpura
transien, eritema, edema, terbentuk vesikel, trombosis superfisial, atrofik skar,
transient hyperpigmentation dan dyspigmentation.
V. Persiapan
Persiapan Dokter3,4,17
1. Pemberian keterangan tentang tindakan laser dan light yang diberikan,
resiko/komplikasi dalam formulir yang khusus dan ditandatangani oleh pemberi
informasi dan penerima informasi.
2. Persiapan berupa cuci tangan, dilanjutkan menggunakan sarung tangan, dan
masker.
3. Perlindungan mata pada dokter dan petugas medis pendamping, dengan
kacamata khusus pelindung sinar laser.
4. Tindakan laser dan light dengan menggunakan parameter yang ada pada alat
disesuaikan dengan kondisi kelainan pada pasien.
5. Cuci tangan dan perawatan paska tindakan.
Persiapan Pasien3,4,17
1. Sebelum dilaksanakan prosedur dilakukan skin conditioning minimal selama 3
siklus kulit terutama pada tipe Fitzpatrick skin type 4-6.
2. Menandatangani formulir persetujuan tindakan medik.
3. Dokumentasi foto, lakukan pengambilan foto berwarna pasien, yaitu sebelum
dan sesudah dilakukan tindakan laser (posisi tampak depan, 450 kanan, 450
kiri), lokasi anatomi lainnya menyesuaikan.
4. Daerah yang akan dilakukan tindakan dibersihkan dengan alkohol swab.
5. Bila diperlukan, pada area tidak luas pasien diberikan anestesi topikal selama
45-60 menit.
6. Anestesi topikal diberikan bila diperlukan misalnya pada kasus PWS.
7. Anestesi berupa cooling device bila diperlukan.
8. Penggunaan sedatif dan analgesik bila diperlukan.
9. Setelah anestesi, daerah yang akan dilaser dibersihkan dari krim anestesi
topikal menggunakan kasa.
10. Mata pasien ditutup dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.
Alat7-16
1. Frequency-Doubled Nd: YAG (Potassium-Tytanyl-Phosphate (KTP) 532 nm
dan 1064 nm (Cynergy®)
2. Pulsed dye laser (PDL) 585-595 nm (V-beam®)
3. Long Pulsed Neodymium: Yttrium-Aluminium-Garnet(Nd: YAG) 1064 nm
(Versapulse®)
4. Intense Pulsed Laser (IPL) (Vasculight®)
5. Carbondioxide (CO2) 10.600 nm (Reliant®)
6. Er: YAG 29.400 nm (Sciton®)
7. Long pulsed Diode 980 nm (Medilas®)
8. Long pulsed Alexandrite 755 nm (Sandela®)
16
Dermatologi Laser
IV. Prosedur Tindakan3,4,17
1. Dokter mempersiapkan alat laser dan light dengan menentukan parameter dan
sebaiknya dilakukan spot test.
2. Menembakkan sinar laser pada lesi kulit sampai terjadi perubahan klinis (end
point) berupa eritema, pupura atau blanching (lesi memucat).
3. Lesi dikompres dengan kasa dan NaCl 0,9% dan dioleskan selama 10-20
menit.
4. Lesi diberi antibiotik topikal.
5. Bila terjadi perlukaan di epidermis, lakukan perawatan luka tertutup sesuai
dengan prosedur.
V. Level of Evidence
17
Dermatologi Laser
7. Hindari penggunaan bahan dan kegiatan yang dapat mengiritasi kulit (misalnya
scrubing dan kosmetik).
8. Sabun yang bersifat tidak mengiritasi dapat digunakan sehari dua kali.
9. Lakukan penanganan pertama dengan topikal steroid, jika nyeri berkelanjutan
atau terdapat blister segera hubungi dokter.
10. Bila perlu menggunakan analgesik.
11. Penggunaan steroid topikal jika diperlukan pada leg vein dengan long pulsed
Nd: YAG.
12. Penggunaan cooling device setelah prosedur.
13. Perawatan ini dapat dipertahankan hingga 7-10 hari.
VII. Kepustakaan
1. Goldman MP. Laser treatment of cutaneous vascular lesions. Dalam: Goldman MP. editors.
Cutaneous and Cosmetic Laser Surgery. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006.h.31-92.
2. Landthaler M, Baumler W, Honenlaeutrer V. Lasers and flashlamps in Dermatology. Dalam:
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. editor. Fitzpatrick
Dermatology In General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc. Graw Hill; 2012.h.5371-406.
3. Rubin KI, Kelly M. Laser treatment of vascular lesions. Dalam: Hruza G, Avram M, Dover J,
Alam M. Laser and lights. Edisi ke-3. China: Elseiver; 2013.h.10- 20.
4. Ross EV, Krakowski AC. Laser treatment of vascular lesions. Dalam: Goldman M, Fitzpatrick,
Ross VE, Kilmer S, Weiss R. editor. Laser and energy devices for the skin. Edisi ke-2. New
York: CRC Press; 2013.h.31- 41.
5. Hochman M, Carniol PJ. Management of vascular lesion. Dalam: Carniol PJ, Sadick NS.
Editors. Clinical prosedures in laser skin rejuvenation. Chennai: Replika Press; 2007.h.125- 45.
6. AlNomair N, Nazarian M, Marmur E. Complications in Lasers, Lights, and Radiofrequency
Devices. Facial Plast Surg. 2012;28:340-6.
7. Faurschou A, Olesen AB, Leonardi B, Haeder. Laser of light sources for treating port wine
stains (Review). Cohcrane Database Systematic Review. 2011.
8. Bee L, Batta K, Brien C. Interventions for infantile hemangiomas (strawberry birthmarks) of the
skin (review). Evid-Based Child Health: Cochrane review journal. 2011(7):2:578-626.
9. Brightman, Braurer. Ablatif fractional resurfacing for involuted hemangioma residuum. Arch
Dermatol. 2012:148(11):1294-98.
10. Collyer J, Boone SL, White L. Comparison of treatment of cherry angiomata with pulsed- dye
laser, potassium titanyl phosphate laser and electrodesiccation. Arch Dermatol 2010; 146(1):
33-7.
11. Tanghetti EA. Split-face randomized treatment of facial telangiectasia comparing pulsed dye
laser and an intense pulsed light handpiece. Laser Surg Med. 2012;44:97-102.
12. Lauren M, Craig B, Tina S. Vascular skin lesions in children: A review of laser surgical and
medical treatments. Dermatol surg. 2013:1-10.
13. Kovaceusk, Tomov, Voynov. Nonsurgical treatment of lip venous lake using a 980 nm Diode
laser: Report of series of 10 cases. IJSR. 2015(4):2:140-5.
14. Moser CM, Hamsah C. Succesful treatment of cutaneous venous malformations in a patient
with blue rubber bleb nevus syndrome by: Nd: YAG laser. Br J Dermatol. 2012;166:1143-5.
15. Zonungsangan. Pyogenic granuloma treated with continuous wave CO 2 laser followed by
ultrapulsed CO2 laser ablation. Our Dermatol Online. 2014;6(2):160-2.
16. Feurazad, Khoei, Hanieh. Pyogenic granuloma: Surgical treatment with Er: YAG laser. J laser
Med Sci. 2014: 5(4): 199-205.Tanghetti EA. Split-face randomized treatment of facial
telangiectasia comparing pulsed dye laser and an intense pulsed light handpiece. Laser Surg
Med. 2012;44:97-102.
18
Dermatologi Laser
A.5 Laser Untuk Menghilangkan Tato
I. Definisi1,2
Tindakan untuk menghilangkan tato dengan menggunakan laser. Tato merupakan
suatu kondisi masuknya pigmen eksogen ke dalam lapisan dermis yang dihasilkan
dengan kesengajaan atau karena tindakan yang tidak sengaja, dan trauma.
II. Indikasi3-5
1. Tato amatir
2. Tato kosmetik
3. Tato traumatik
4. Tato medis di kulit
III. Kontraindikasi3-5
Kontraindikasi laser non ablatif:
1. Riwayat skar keloid diwajah
2. Riwayat vitiligo dan psoriasis (berhubungan dengan kobnerisasi)
3. Peradangan kulit pada lokasi tato
4. Kehamilan.
V. Persiapan
Persiapan Dokter1,2,12-14
1. Pemberian keterangan tentang tindakan laser yang diberikan, risiko/komplikasi
dalam formulir yang khusus dan ditandatangani oleh pemberi informasi dan
penerima informasi.
2. Persiapan berupa cuci tangan, dilanjutkan menggunakan sarung tangan, dan
masker.
3. Perlindungan mata pada dokter dan petugas medis pendamping, dengan
kacamata khusus pelindung sinar laser.
4. Tindakan laser dengan menggunakan parameter yang ada pada alat
disesuaikan dengan kondisi kelainan pada pasien.
5. Cuci tangan dan perawatan paska tindakan.
19
Dermatologi Laser
Persiapan Pasien1,2,12-14
1. Sebelum dilaksanakan prosedur dilakukan skin conditioning minimal selama 3
siklus kulit terutama pada tipe Fitzpatrick skin type 4-6.
2. Menandatangani formulir persetujuan tindakan medik.
3. Dokumentasi foto, lakukan pengambilan foto berwarna pasien, yaitu sebelum
dan sesudah dilakukan tindakan laser (posisi tampak depan, 450 kanan, 450
kiri), lokasi anatomi lainnya menyesuaikan.
4. Daerah yang akan dilakukan tindakan dibersihkan dengan alkohol swab.
5. Bila diperlukan, pada area tidak luas pasien diberikan anestesi topikal selama
45-60 menit.
6. Penggunaan sedatif dan analgesik bila diperlukan.
7. Setelah anestesi, daerah yang akan dilaser dibersihkan dari krim anestesi
topikal menggunakan kasa.
8. Mata pasien ditutup dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.
9. Hati-hati pada penggunaan laser dengan panjang gelombang 532 nm pada tipe
kulit gelap Karena dapat menyebabkan hipo- dan hiperpigmentasi, serta pada
tato warna merah dapat menyebabkan reaksi alergi dan reaksi granulomatosa.
Alat7-11
1. QS Ruby 694 nm(RUBY®)
2. QS Nd: YAG 1064 nm (Medlite®)
3. Frequency double QS Nd: YAG 532 nm (Versapulse®)
4. Picosecond Alexandrite 755 nm(Picosure®)
5. Picosecond Nd:YAG 1064 nm(PicoW®)
6. Frequency double Nd: YAG 1064 nm (Versapulse®)
20
Dermatologi Laser
VII. Level of Evidence
No Alat GOR/LOE
1 QS Ruby 694 nm C,27
2 QS Nd: YAG 1064 nm C,28
3 Frequency double QS Nd: YAG 532 nm C,29
4 Picosecond Alexandrite 755 nm B,110
5 Picosecond Nd: YAG 1064 nm C,211
6 Frequency double QS Nd: YAG 532nm C,211
Keterangan: Level of evidence (LOE) dan grade of recommendation (GOR) berdasarkan
kepustakaan dengan alat laser yang digunakan dalam penelitian tersebut, mohon untuk melihat
masing-masing kepustakaan, tidak semua jenis laser yang sama mempunyai efek yang sama. Hasil
juga sangat tergantung pada keterampilan operator, diperlukan latihan yang terus-menerus.
21
Dermatologi Laser
IX. Kepustakaan
1. Goldman MP, Ehrlich M, Kilmer SL. Treatment of Tattoos. Dalam: Goldman MP, editor.
Cutaneous and Cosmetic Laser Surgery. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006.h.109-134.
2. Landthaler M, Baumler W, Honenlaeutrer V. Lasers and flashlamps in Dermatology. Dalam:
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. editors. Fitzpatrick
Dermatology In General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc. Graw Hill; 2012.h.5371-406.
3. Ho SG, Goh CL. Laser tattoo removal: A clinical update. J Cutan Aesthet Surg. 2015;8:9-15.
4. Kathryn M.K , Emmy M. G. Laser tattoo removal: a review. Dermatol Surg. 2012;38:1-13.
5. Oliver CGB, Cohar S, Alves V. Laser assisted tattoo removal: a literature review. Surg Cosmet
Dermatol. 2013;5(4):289-96.
6. AlNomair N, Nazarian M, Marmur E. Complications in Lasers, Lights, and Radiofrequency
Devices. Facial Plast Surg. 2012;28:340-6.
7. Theresia A, Grunewold S, Wagner J, Simon JC, Paasch V. Fractional CO 2 laser is as effective
as Qs ruby laser for the initial treatment of a traumatic tattoo. J Cosmet Laser Ther.
2014:16(6):303-5.
8. Munyniran A, MAnuskiatti W, Hattahanirum P, Outtarawichran, Sookruen, Buatusy, et al. Laser
tattoo removal in thai students. Medical Laser Application C. 2011;26:126-32.
9. Ali M, Mahmood A. Removal of tattoo by 1064 and 532 nm Qswitched Nd: Yag laser. Iraqi J Md
Sci; 2009;9(3):66-81.
10. Reiter O, Armong L, Ackerman L. Picosecond lasers for tattoo removal: a systematic review.
Laser Med Sci. 2016;6:456-61.
11. Bernstein E, Schomacluer K, Basila VL, Plugis J, Bhawalkar J. A novel dual wavelength Nd:
YAG, Picosecond domain laser safety and effectively removed multicolor tattoos. Laser in
Surgery and Medicine 2014:47:542-48.
12. Mariwala K, Hruza G. Laser treatment of pigmented lesions and Tattoos. Dalam: Hruza G,
Avram M, Dover J, Alam M. editors. Laser and Lights. Edisi ke-3. New York: Elseiver;
2013.h.21-32.
13. Kirby WT. Tattoo removal. Dalam: Goldman M, Fitzpatrick, Ross VE, Kilmer S, Weiss R. Laser
and Energy Devices for The Skin. Edisi ke-2. New York: CRC Press; 2013.h.74-93.
14. Goldman MP, Ehrlich M, Kilmer SL, editor. Treatment of Tattoos. Dalam: Goldman MP.
Cutaneous and Cosmetic Laser Surgery. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006.h.109-134.
22
Dermatologi Laser
A.6 Laser Untuk Resurfacing
I. Definisi1,8,9
Menggunakan laser sebagai usaha untuk memperbaiki fungsi kulit yang terganggu
yang merupakan bagian dari proses menghambat penuaan kulit dengan cara
merangsang perbaikan fungsi jaringan ikat kolagen. Resurfacing dapat
menggunakan laser ablatif, non ablatif, dan fraksional.
II. Indikasi1,8,9
1. Superficial dyschromia
2. Rhytides yang superfisial dan dalam
3. Anomali tekstur seperti laxity
4. Bekas luka (skar)
5. Peubahan ukuran pori kelenjar pilosebaseus
6. Perubahan pigmen termasuk hiperpigmentasi, perubahan pigmen kulit,
penuaan, lentigines, diskromia, setelah peeling atau setelah tindakan ablatif:
garis demarkasi
7. Rejuvenation
III. Kontraindikasi1,8,9
Kontraindikasi laser ablatif:
1. Kemungkinan penyembuhan luka yang tidak normal dikarenakan konsumsi
isotretinoin 1-2 tahun, keloid/skar hipertrofik, skleroderma/kelainan kolagen
vaskular, obat imunosupresif
2. Penurunan struktur adneksa kulit termasuk terapi radiasi, skar luka bakar,
peeling yang dalam dengan mengggunakan fenol
3. Penyakit infeksi termasuk HIV/AIDS, hepatitis C, herpes simpleks yang aktif,
riwayat infeksi yang rekuren/anergi
4. Koebnerizing disease termasuk labile psoriasis, vitiligo, dermatitis yang berat
5. Kondisi medis termasuk diabetes, masalah hipertensi, penyakit paru dan
kardiovaskular yang signifikan.
23
Dermatologi Laser
8. Setelah tindakan pembedahan pada daerah wajah
9. Riwayat photoinduced dermatitis (lupus, polymorphous light eruption).
V. Persiapan
Persiapan Dokter1,8,9
1. Pemberian keterangan tentang tindakan laser yang diberikan, resiko/komplikasi
dalam formulir yang khusus dan ditandatangani oleh pemberi informasi dan
penerima informasi.
2. Persiapan berupa cuci tangan, dilanjutkan menggunakan sarung tangan, dan
masker.
3. Perlindungan mata pada dokter dan petugas medis pendamping, dengan
kacamata khusus pelindung sinar laser.
4. Tindakan laser dengan menggunakan parameter yang ada pada alat
disesuaikan dengan kondisi kelainan pada pasien.
5. Cuci tangan dan perawatan paska tindakan.
Persiapan Pasien1,8,9
1. Sebelum dilaksanakan prosedur dilakukan skin conditioning minimal selama 3
siklus kulit (4,5 bulan) terutama pada tipe kulit Fitzpatrick tipe 4-6.
2. Menandatangani formulir persetujuan tindakan medik.
3. Dokumentasi foto, lakukan pengambilan foto berwarna pasien, yaitu sebelum
dan sesudah dilakukan tindakan laser (posisi tampak depan, 450 kanan, 450
kiri), lokasi anatomi lainnya menyesuaikan.
4. Daerah yang akan dilakukan tindakan dibersihkan dengan alkohol swab.
5. Bila diperlukan, pada area tidak luas pasien diberikan anestesi topikal selama
45-60 menit.
6. Penggunaan sedatif dan analgesik bila diperlukan.
7. Setelah anestesi, daerah yang akan dilaser dibersihkan dari krim anestesi
topikal menggunakan kasa.
8. Mata pasien ditutup dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.
Alat2-5,7
1. Laser ablatif:
CO2 (pulsed) 10.600 nm (UltraPulse®)
Er:YAG (pulsed) 2940 nm (Sciton laser®)
2. Laser non ablatif:
KTP 532 nm (Cynergy®)
Pulsed dye laser 585-595 nm (V-beam®, Vasculight®)
Nd: YAG QS 1064 nm (Medlite®)
Nd: YAG LP 1064 nm (Versapulse®)
Nd: YAG 1320 nm (Cooltouch II®)
IPL 515-1200 nm
24
Dermatologi Laser
3. Fraksional:
Ablatif
CO2 (10.600 nm) (Active Fx, Lumenis, Inc®)
25
Dermatologi Laser
6. Jangan menggaruk atau menggores area setelah laser.
7. Hindari penggunaan bahan dan kegiatan yang dapat mengiritasi kulit (misalnya
scrubing dan kosmetik).
8. Sabun yang bersifat tidak mengiritasi dapat digunakan sehari dua kali.
9. Lakukan penanganan pertama dengan steroid topikal, jika nyeri berkelanjutan
atau terdapat blister segera hubungi dokter.
10. Bila perlu menggunakan analgesik.
11. Perawatan ini dapat dipertahankan hingga 7-10 hari.
IX. Kepustakaan
1. Landthaler M, Baumler W, Honenlaeutrer V. Lasers and flashlamps in Dermatology. Dalam:
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. editors. Fitzpatrick
Dermatology In General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc. Graw Hill; 2012.h.5371-406.
2. Karsai S, Czarnecka A, Junger M, Christian R. Ablative fractional laser (CO2 dan Er: YAG): a
randomized controlled double blind split face trial of the treatment of periorbital rytides. Laser
Surgery Med. 2009;42:160-7
3. Hong JS, Park SY, Seo KK, Goo BL, Hwang EJ, Park GY, et al. Long pulsed 1064 nm Nd: YAG
laser treatment to wrinkle reduction and skin laxity: evaluation of new parameter. Int Soc
dermatol. 2014;1-6.
4. Liu G, Wang F, Yan L, Wang S, Xie J, Pan N. Efficacy evaluation of 585 nm pulsed dye laser in
pathologic scars. Int J Clin Exp Med. 2016; 9(2):3363-8.
5. Jason P, Kristy H, Ramsey M. Current Laser Resurfacing Technologies: A Review that Delves
Beneath the Surface. Semin Plast Surg. 2012;26:109-16.
6. Adrian R. Complication to lasers and light sources. Dalam: Carniol J, Saddick N, editor. Clinical
procedures in laser skin rejuvenation. Chennai: Replika press;2007.h.45-56.
7. Karn, Amatya, Razouria, Timalsina. Q-Switched Neodymium-Doped Yttrium Aluminum Garnet
Laser Therapy for Pigmented Skin Lesions: Efficacy and Safety. Kathmandu Univ Med J.
2012;38(2):46-50.
8. Ibrahimi O, Fitzpatrick R, Goldman M, Kilmer S. Skin resurfacing ablative laser. Dalam:
Goldman M, Fitzpatrick, Ross VE, Kilmer S, Weiss R. editor. Laser and energy devices for the
skin. Edisi ke-2. New York: CRC Press; 2013.h.110.
9. Pozner NJ, Di Bernardo BE, Bass LE. Laser Resurfacing. Dalam: Hruza G, Avram M, Dover J,
Alam M. Laser and lights. Edisi ke-3. China: Elseiver; 2013.h.72-80.
26
Dermatologi Laser
A.7 Laser Untuk Skar Akne
I. Definisi
Penatalaksaaan skar akne dengan menggunakan laser dan sinar. 1,2
II. Indikasi1,2
1. Skar atrofik
2. Skar hipertrofik
3. Skar keloid
III. Kontraindikasi1-4
Kontraindikasi absolut
1. Infeksi area target
2. Fotosensitivitas
3. Kehamilan
Kontraindikasi relatif:
1. Vitiligo aktif
2. Dalam masa terapi isotretinoin
3. Pasien tidak kooperatif atau memiliki harapan tidak realistis
4. Keloid/skar hipertrofik, skleroderma/kelainan kolagen vaskular, obat-obatan
imunosupresif
5. Penurunan struktur adneksa kulit termasuk terapi radiasi, skar luka bakar,
peeling yang dalam dengan mengggunakan fenol
6. Penyakit infeksi termasuk HIV/AIDS, hepatitis C, herpes simpleks yang aktif,
riwayat infeksi yang rekuren/anergi
7. Koebnerizing disease termasuk labile psoriasis, vitiligo, dermatitis yang berat
8. Kondisi medis termasuk diabetes, masalah hipertensi, penyakit paru dan
kardiovaskular yang signifikan.
V. Persiapan1-4
Persiapan Dokter
1. Pemberian keterangan tentang tindakan laser yang diberikan, resiko/komplikasi
dalam formulir yang khusus dan ditandatangani oleh pemberi informasi dan
penerima informasi.
2. Persiapan berupa cuci tangan, dilanjutkan menggunakan sarung tangan, dan
masker.
3. Perlindungan mata pada dokter dan petugas medis pendamping, dengan
kacamata khusus pelindung sinar laser.
4. Tindakan laser dengan menggunakan parameter yang ada pada alat
27
Dermatologi Laser
disesuaikan dengan kondisi kelainan pada pasien.
5. Cuci tangan dan perawatan paska tindakan.
Persiapan Pasien
1. Sebelum dilaksanakan prosedur dilakukan skin conditioning minimal selama 3
siklus kulit terutama pada tipe Fitzpatrick skin type 4-6.
2. Menandatangani formulir persetujuan tindakan medik.
3. Dokumentasi foto, lakukan pengambilan foto berwarna pasien, yaitu sebelum
dan sesudah dilakukan tindakan laser (posisi tampak depan, 450 kanan, 450
kiri), lokasi anatomi lainnya menyesuaikan.
4. Daerah yang akan dilakukan tindakan dibersihkan dengan alkohol swab.
5. Bila diperlukan, pada area tidak luas pasien diberikan anestesi topikal selama
45-60 menit.
6. Penggunaan sedatif dan analgesik bila diperlukan.
7. Setelah anestesi, daerah yang akan dilaser dibersihkan dari krim anestesi
topikal menggunakan kasa.
8. Mata pasien ditutup dengan kacamata khusus pelindung sinar laser.
Alat1-4
Skar atrofik:
1. CO2 10.600 nm (Ultrapulse, Lumenis®)
2. Er: YAG 2940 nm (Alma Pixel®, Palomar®)
3. Diode 1450 nm (SmoothBeam, Candela®)
4. Nd:YAG 1064 nm (CoolGlide Vantage®, Cutera, Cynosure)
5. Er: Glass 1540 nm (Lux 1540®)
Skar hipertrofik dan skar keloid: PDL 585 nm (V-Beam®)
No Laser GOR/LOE
1 CO2 (10.600 nm) A,15
2 Er: Glass (1540 nm) A,15
3 Nd: YAG (1064 nm) A,15
4 Er: YAG (2940 nm) A,15
5 PDL (585 nm) A,16
Keterangan: Level of evidence (LOE) dan grade of recommendation (GOR) berdasarkan
kepustakaan dengan alat LASER dan Light yang digunakan dalam penelitian tersebut, mohon untuk
melihat masing-masing kepustakaan, tidak semua jenis LASER dan Light yang sama mempunyai
efek yang sama. Hasil juga sangat tergantung pada keterampilan operator dan diperlukan latihan.
28
Dermatologi Laser
VIII. Pasca Prosedur Tindakan2-4,7
1. Perawatan paska laser tergantung pada ada tidaknya luka serta luas perlukaan
pada lapisan epidermis.
2. Edukasi setelah tindakan laser, pasien dapat menggunakan ice pack atau
kompres dingin, yang ditempelkan pada area yang dilakukan laser dan light
tersebut selama 10-15 menit.
3. Antibiotik dan antiinflamasi topikal jika diperlukan. Steroid topikal dapat
diberikan sesaat segera tindakan dan diberikan dalam waktu singkat.
4. Pasien sebaiknya mengurangi paparan sinar matahari, dengan menggunakan
sun block SPF 30 atau pelindung yang lain. Pasien sebaiknya mengurangi
paparan sinar matahari selama 2 minggu.
5. Pasien sebaiknya mengurangi kegiatan yang menyebabkan peningkatan panas
tubuh (24 jam pertama).
6. Jangan menggaruk atau menggores area setelah laser.
7. Hindari penggunaan bahan dan kegiatan yang dapat mengiritasi kulit (misalnya
scrubing dan kosmetik).
8. Sabun yang bersifat tidak mengiritasi dapat digunakan sehari dua kali.
9. Lakukan penanganan pertama dengan topikal steroid, jika nyeri berkelanjutan
atau terdapat blister segera hubungi dokter.
10. Bila perlu menggunakan analgesik.
11. Perawatan ini dapat dipertahankan hingga 7-10 hari.
IX. Kepustakaan
1. Fitzpatrick ER. Treatment of scars. Dalam: Goldman , Fitzpatrick ER, Ross VR, Kilmer S.
editors. Laser energy devices for the skin. Edisi ke-2. Chennai: CRC Press; 2013.h.193-208.
2. Alam M, Goodmann G. Treatment of acne scarring. Dalam: Carniol P, Saddick N. In Laser Skin
Rejuvenation. Chennai: Replika Press; 2007.h.89-98.
3. Oliaei S, Nelson JS. Fitzpatrick R, Wong BJF. Laser Treatment of Scars. Facial Plast Surg
2012;28:518–24.
4. Alster T, Zaulyanov-scanlon M. Laser Scar Revision: A Review. Dermatol Surg. 2007;33:131–
40.
5. Abdel Hay R, Shalaby K, Zaher H, Hafez V, Chi CC, Dimitri S, Nabhan AF, Layton AM.
Interventions for acne scars (Review). Cochrane Database of Systematic Reviews. 2016;4:1-
183.
6. Jacqueline M, Arunee S. Pulsed dye laser for the treatment of keloid and hypertrophic scars: a
systematic review. Expert Review of Medical J. 2012.9;6:641-50.
7. Stephanides S, August PJ, Ferguson JE, Madan V. Treatment of Refractory Keloids with
Pulsed Dye Laser alone and with rotational pulsed dye laser and intralesiona; corticosteroids :
a retrospective case series. Laser Therapy. 2011;4:279-86.
29
Dermatologi Laser
TINDAKAN DALAM DERMATOLOGI
B.1 Bedah beku
B.2 Bedah eksisi/flap/graft
B.3 Bedah kimia (chemical peeling)
B.4 Bedah kuku
B.5 Bedah kulit untuk vitiligo
B.6 Bedah listrik
B.7 Bedah Mohs
B.8 Bedah sedot lemak
B.8 Bedah subsisi
B.10 Biopsi kulit
B.11 Blefaroplasti
B.12 Dermabrasi dan mikrodermabrasi
B.13 Face Lift menggunakan benang
B.14 Face lift: minimum incision face lift
B.15 Face llift: non-surgical face lift
B.16 Injeksi bahan pengisi (filler)
B.17 Injeksi toksin botulinum
B.18 Skin Needling
B.19 Skleroterapi
B.20 Transplantasi rambut
I. Definisi
Tindakan bedah menggunakan bahan kriogen/pembeku dengan tujuan
menghancurkan sel dari jaringan patologis.
II. Indikasi
Kelainan prakanker
1 Keratosis aktinik7 B 1 Lesi jumlah sedikit dan
localized9
2 Penyakit Bowen8 B 1 Efek samping lebih sering
pada tungkai9
Kelainan ganas
1 Karsinoma sel basal10 B 1 Bila pasien tidak dapat
dibedah pisau
2 Karsinoma sel skuamosa11 B 4 KI bila biopsi tampak invasi di
subkutan9
3 Lentigo maligna12 C 4 Bila pasien tidak dapat
dibedah pisau
4 Terapi paliatif2 C 5 Terapi untuk mengurangi
massa atau perdarahan pada
pasien yang tidak dapat
menjalani terapi lainnya.
Keterangan: KI= kontraindikasi, GOR= grade of recommendation, LOE= level of evidence
III. Persiapan
1. Persiapan pasien: pada beberapa kondisi diperlukan terapi pratindakan. Buat
persetujuan tindakan medis dengan pasien. Persiapan petugas: cuci tangan
petugas medis yang terlibat.
2. Persiapan alat: sarung tangan, larutan antiseptik, anestesi lokal (bila
diperlukan), tabung spray bedah beku/kapas lidi, nitrogen cair, kassa basah,
pisau atau silet (bila diperlukan) wadah kecil berisi air hangat.
V. Kepustakaan
1. Vujevich JJ, Goldberg LH. Cryosurgery and electrosurgery. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K, editor. Dalam: Fitzpatrick’s dematology in general medicine,
edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill, 2012.h.2968-72.
2. Pasquali P. Cryosurgery. Dalam: Nouri K, editor. Dermatologic surgery step by step. West
Sussex: Wiley-Blackwell; 2013. p. 51-57.
3. Gibbs S, Harvey I, Sterling JC, Stark R. Local treatments for cutaneous warts. Cochrane
Database Syst Rev. 2003;(3).
4. Noah S. Genital warts. Dermatology Online Journal [internet]. 2006 [cited 2016 Oct 17];12(3).
Available from: http://escholarship.org/uc/item/7v57p744
1. He H, Lu JY, Fang J. Observation on effect of four kinds of therapy for molluscum contagiosum.
Chinese Journal of Dermatovenereology 2001;15(5):308-9.
2. Zimmerman E, Crawford P. Cutaneous cryosurgery. American Family Physician.
2012;86(12):1118-1124.
3. Pierre P, Weil E, Chen S. Cryotheraphy versus topical 5-fluouracil therapy of actinic keratosis: a
systematic review. Allergologie. 2001;24:204-5.
4. Morton CA, Whitehurst C, Moseley H, McColl JH, Moore JV, MacKie RM. Comparison of
photodynamic therapy with cryotherapy in the treatment of Bowen’s disease. Br J Dermatol.
1996;135:766-71.
5. Williams H, Bigby M, Diepgen T, Herxheimer A, Naldi L, Rzany B. Evidence-based
dermatology. Edisi ke-2. Singapore: Blackwell Publishing; 2008.h.294-314.
6. Thissen MR, Nieman FH, Ideler AH, Berretty PJ, Neumann HA. Cosmetic results of cryosurgery
versus surgeical excision for primary uncomplicated basal cell carcinomas of the head and
neck. Dermatol Surg. 2000;26:759-64.
7. Zacarian SA. Cryosurgery of cutaneous carcinomas. An 18-year study of 3022 patients with
4228 carcinomas. J Am Acad Dermatol. 1983;9:947-56.
8. Samaniego E, Redondo P. Lentigo Maligna. Actas Dermo-Sifiliográficas (English Ed. AEDV.
2011;147(10):1211–3.
I. Definisi
Pemindahan jaringan kulit yang masih tersambung pada tempat asalnya atau
pengambilan tandur kulit untuk menutupi defek pada bedah kulit.
II. Indikasi
Adanya defek kulit yang perlu ditutup akibat pembedahan tumor jinak: lipoma,
kista, nevus, tumor ganas: karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa,
melanoma maligna dan kelainan kulit lain: revisi skar, dll.
IV. Kepustakaan
1. Nguyen TH, McGinness JL. Skin flaps. Dalam: Nouri K (ed). Dermatologic surgery step
by step. West Sussex: Wiley-Blackwell, 2013:77-95.
2. Sheehan J, Kingsley M, Rohrer TE. Excisional surgery and repair, flaps, and grafts.
Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz AI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ [Ed].
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine, edisi ke-8. New York: McGraw-Hill,
2012: 2921-2949.
3. Rohrer TE, Cook JL, Nguyen TH, Mellette JR Jr. Flaps and grafts in dermatologic
surgery. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007.
I. Definisi
Bedah kimia merupakan suatu tindakan aplikasi bahan kimia pada kulit agar terjadi
pengelupasan kulit terkontrol, yang akan diikuti dengan regenerasi lapisan
epidermis dan dermis.1-3
Jenis tindakan2
1. Sangat superfisial: bila kedalaman pengelupasan mencapai lapisan stratum
corneum.
2. Superfisial: bila kedalaman pengelupasan mencapai sampai lapisan stratum
basale.
3. Medium: bila kedalaman pengelupasan mencapai sampai stratum dermis pars
papilare.
4. Dalam: bila kedalaman pengelupasan mencapai sampai stratum medium dan
dalam.
III. Kontraindikasi
Kontraindikasi relatif:
1. Iradiasi radio terapi pada area tindakan
2. Pekerjaan pasien di luar ruangan yang terpajan sinar matahari
3. Kehamilan dan menyusui (A,1)
4. Imunokompromais/memiliki kelainan sistemik (A,1)
5. Herpes labialis aktif, veruka, infeksi jamur, infeksi bakteri dan dermatitis pada
wajah (A,1)
6. Tindakan bedah kepala atau leher beberapa waktu sebelumnya
7. Hair removal fasial beberapa waktu sebelumnya
8. Penggunaan isotretinoin 6 bulan terakhir (A,1)
9. Memiliki kecenderungan keloid (A,1).
Kontraindikasi absolut:
1. Alergi terhadap bahan bedah kimia (A,1)
2. Pasien yang memiliki harapan tidak realistis (A,1).
V. Persiapan2 (D,5)
Bahan yang digunakan:
1. Asam retinoat (RA)
2. Alpha hydroxyl acid (AHA), BHA, PHA
3. Asam Azelaik (AA)
4. TCA10-50%
5. Fenol 88%
6. Kombinasi berbagai zat kimia dalam formula yang disusun oleh: Jessner, Unna,
Mc Keedan Karp, Brown, Sperber, Baker, Ayres, Aronsohn dan lainnya.
I. Definisi
Tindakan bedah untuk kelainan pada kuku, yang bertujuan untuk menegakkan
diagnosa dengan biopsi, untuk menyembuhkan infeksi, untuk mengurangi nyeri,
menghilangkan tumor, dan untuk memastikan hasil kosmetik terbaik pada kelainan
kuku yang kongenital ataupun didapat.
II. Indikasi
1. Kelainan kongenital
2. Infeksi
3. Proses peradangan
4. Tumor
5. Trauma kuku
6. Medikasi
III. Persiapan
1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Alat yang dibutuhkan sama seperti peralatan bedah kulit lainnya, namun
ditambah nail elevator, single-or-double pronged skin hooks, double-action nail
splinter, clippers, splitting scissor, English nail splitter, pointed scissors, curved
iris scissors, small nosed hemostat, disposable biopsy punches, penrose
drains, Luer-lok syringe, jarum 30G.
I. Definisi
Tindakan bedah untuk vitiligo yang telah stabil lebih dari 1 tahun dan usia di atas 12
tahun, lesi < 3% luas tubuh.
II. Indikasi
Vitiligo
III. Persiapan
1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
V. Kepustakaan
1. Sheth R, Kamat A, Doshi A, Lodaya B. Cosmetic dermatologic surgery in ethnic skin. Dalam:
Nouri K, editor. Dermatologic surgery step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013.h.293-
298
2. Avram MR, Tsao S, Tannous Z, Avram MM. Color atlas of cosmetic dermatology. New York:
McGraw-Hill; 2007.
3. Savant SS. Miniature punch grafting. Dalam: Savant SS, Shah R, Gore D, editor. Textbook and
atlas of dermatosurgery and cosmetology. Mumbai: ASCAD; 2004.h.998:235-9.
4. Jin SIK BURM, Rhee SC, Kim YW. Superficial dermabrasion and suction bilister epidermal
grafting for postburn dyspigmentation. Dalam: Asian Skin Dermatologic Surgery;
2007.h.33:326-32
5. Oiso N, Suzuki T, Kaneda MW, Tanemura A, Tanioka M, Fujimoto T. Guidelines for the
diagnosis and treatment of vitiligo in Japan. Journal of Dermatology. 2013;40:344-354.
6. Birlea SA, Spritz RA, Norris DA. Vitiligo. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel
DJ, et al. Dalam Fitzpattrick’s dermatology in general medicine. 8th ed. New York: Mc Grawhill;
2012.h.792-803.
I. Definisi
Penggunaan arus listrik frekuensi tinggi pada jaringan biologi dengan tujuan
memotong, melakukan koagulasi, desikasi, dan fulgurasi jaringan. Sebutan
tindakan bedah listrik di bidang dermatologi mencakup modalitas: elektrofulgurasi,
elektrodesikasi, elektrokoagulasi, elektroseksi, elektrokauter, dan, elektrolisis.
II. Indikasi
1. Elektrofulgurasi: penggunaan elektroda mono terminal yang mampu
menghasilkan bunga api tanpa menyentuh jaringan. Indikasi: veruka, skin tag,
atau keratosis seboroik yang berada pada lapisan epidermis (superfisial).
2. Elektrodesikasi: pada prinsipnya sama dengan elektrofulgurasi kecuali
elektrodanya kontak dengan jaringan dan tidak menghasilkan bunga api.
Walaupun kerusakan jaringan yang ditimbulkan lebih jika dibandingkan
elektrofulgurasi, namun tetap pada lapisan epidermis (superfisial). Indikasi:
keratosis, veruka.
3. Elektrokagulasi: penggunaan elektroda bi-terminal, dimana kerusakan jaringan
yang terjadi lebih dalam dibandingkan elektrofulgurasi/elektrodesikasi. Teknik
ini bertujuan menghasilkan panas pada jaringan, sehingga tercapai koagulasi
jaringan. Indikasi: hemostasis.
4. Elektroseksi: untuk memotong jaringan dengan perdarahan yang minimal (efek
koagulasi).
5. Elektrokauterisasi: penggunaan filamen pemanas pada ujung elektroda dengan
tujuan untuk transfer panas dari filamen ke jaringan target, sehingga terjadi
denaturasi protein dan koagulasi jaringan. Tidak terjadi transfer listrik pada
target jaringan, sehingga aman untuk pasien dengan pace-maker, ataupun
pada jaringan dengan konduktifitas listrik rendah (tulang rawan, tulang, atau
kuku).
6. Elektrolisis: penggunaan arus elektroda negatif ke positif dengan tujuan untuk
lisis dan koagulasi jaringan. Indikasi: hair removal.
III. Kontraindikasi
Tidak terdapat kontraindikasi absolut.
Penting diperhatikan pada pasien dengan IECD (implantable electronic cardiac
device) yang mendapatkan tindakan bedah listrik sebaiknaya diawasi oleh
supervisor dan ahli anestesi. Hasil EKG paling tidak 1 lead dimana spike dan atau
kompleks QRS dapat terlihat dan teridentifikasi.
V. Persiapan
1. Persetujuan tindakan medis.
2. Pemasangan monitor rekam jantung pada pasien dengan riwayat pemakaian
alat picu jantung ataupun defibrilator jantung tanam.
3. Persiapan pasien, alat, dan petugas.
4. Pasien diminta untuk melepas perhiasan ataupun logam/metal yang ada pada
badan.
5. Pasien dalam posisi supinasi atau pronasi pada bed tindakan.
6. Pemasangan lempeng elektroda pada pasien.
7. Pencegahan infeksi sebelum tindakan (hindari pemakaian alkohol sebagai
disinfektan).
8. Anastesi lokal menggunakan pehakain dengan epinefrin.
Peringatan
Memerlukan surat keterangan kompetensi tambahan dari Kolegium Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin
I. Definisi
Suatu teknik eksisi tumor kulit dengan pemeriksaan histopatologi (horizontal frozen
section) yang terintegrasi. Bedah Mohs merupakan prosedur yang paling teliti
dalam mengevaluasi batas lesi bebas tumor, sehingga dapat sesedikit mungkin
mengangkat jaringan sehat sekitar tumor.
II. Indikasi
1. Karsinoma sel basal
2. Karsinoma sel skuamosa
3. Melanoma
4. Lentigo maligna melanoma
5. Extramammary Paget’s disease
6. Dermatofibrosarkoma
III. Persiapan
1. Pemberian informasi dan persetujuan tindakan medik
2. Persiapan pasien, alat, tenaga medis
Peringatan
Pengambilan lemak lebih dari 100 ml (yaitu jumlah yang sesuai untuk kebutuhan tandur
kulit dan mesenchymal stem cells), memerlukan surat keterangan kualifikasi tambahan
dari Kolegium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
I. Definisi
Tindakan pengambilan kumpulan jaringan lemak subkutis untuk keperluan tandur
dan donor mesenchymal stem cells dan untuk menghilangkan lemak yang tidak
dikehendaki.
II. Indikasi
Tandur lemak untuk rekonstruksi maupun mendapatkan dan memperbaiki contour
tubuh, lipoma, lipodistrofi, hiperhidrosis aksilaris, rekonstruksi.
III. Kontraindikasi
1. Pasien dengan psikologi tak stabil.
2. Pasien dengan obat anticoagulant dan herbal dg efek anticoagulant; perhatian
khusus pada pasien dengan obat obat yang berinteraksi dengan lidokain.
V. Persiapan
Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan darah lengkap, hitung platelet,
prothrombin time, partial thromboplastin time, fungsi hati.
VIII. Kepustakaan
1. Stebbins WG, Leonard AL, Hanke CW. Liposuction. Dalam Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K (eds). Fitzpatrick’s dematology in general medicine, edisi ke-8.
New York: Mc Graw-Hill; 2012.
2. Narins RS. Safe liposuction and fat transfer. New York: Marcel Dekker, Inc; 2003.
3. Kaminer MS, Dover JS, Arndt KA. Atlas of cosmetic surgery. Philadelphia: WB Saunders
Company; 2002.
4. Sattler G, Sonja G, Ferris KM, Al Qubaisy Y. Liposuction. Dalam: Nouri K, editor. Dermatologic
surgery step by step. West Sussex: Wiley-Blcakwell; 2013:223-227.
5. Lawrence Naomi, Nemeth SA and Leonhardth Janie. Liposuction. Dalam: Robinson JK, Hanke
CW, Siegel DM et al. Surgery of the skin. Edinburg. Mosby Elsivier; 2010 .
I. Definisi
Tindakan subsisi untuk memperbaiki skar akne adalah prosedur operatif dengan
menggunakan jarum untuk merusak jaringan ikat di bawah skar akne atrofi yang
dalam.1-2
II. Indikasi
1. Skar hipotrofik yang tertarik ke dermis 1,2 (D,5)
2. Skar akne tipe rolling menunjukkan respons paling baik
3. Skar akne tipe boxcar yang dalam tidak menunjukkan respons yang baik
III. Kontraindikasi3-6
1. Infeksi aktif, seperti infeksi herpes simpleks, veruka vulgaris, dll.
2. Akne vulgaris aktif (A,1)
3. Kulit terbakar matahari
4. Penggunaan agen topikal seperti glycolic acids, alphahydroxy acids, and Retin-
A
5. Setelah prosedur peeling kimiawi
6. Diabetes tidak terkontrol
7. Eczema, dermatitis
8. Kanker kulit
9. Lesi vaskular
10. Penggunaan obat pengencer darah (A,1)
11. Gangguan pembekuan darah (A,1)
12. Penggunaan obat oral isotretinoin dalam satu tahun terakhir
13. Rosacea
14. Kehamilan
15. Riwayat skar hipertrofik atau keloid
V. Persiapan7 (D,5)
1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
VIII. Kepustakaan
1. Alsufyani MA. Subcision: a further modification, an ever continuing process. Dermatology
Research and Practice; 2012.
2. Sanchez FH. Treatment of acne scars. Dalam: Nouri K, editor. Dermatologic surgery step by
step. West Sussex: Wiley-Blackwell, 2013:197-206.
3. Kucuktas M, Engin B, Kutlubay Z, Serdaroglu S. Subcision treatment of acne scars. Journal of
the Turkish Academy of Dermatology, 2013;7(3):1-5.
4. AbouKhedrs NAE, Hussein TM, El-Fatah AMEA. Comparing the role of subcission suction
method with and without the injection of platelet-rich plasma in the treatment of depressed
scars. 2016;1-10.
5. Robati RM, Abdollahimajd, Robati AM. Evaluation of subcision for the correction of the
prominent nasolabial folds. Dermatology research and practice, 2015:1-7
6. Alam M, Omura N, Kaminer MS. Subcision for acne scarring: technique and outcomes in 40
patients. 2005;31:310-317.
7. Kucuktas M, Engin B, Kutlubay Z, Serdaroglu S. Subcision treatment of acne scars. J Turk
Acad Dermatol. 2013;7(3):1373-1378.
I. Definisi1-5
Pengambilan jaringan kulit untuk pemeriksaan histologi, imunofluoresensi,
imunohistokimia, polymerase chain reaction (PCR), dan kultur jaringan.
II. Indikasi1-5
Membantu menegakkan diagnosis, menyingkirkan diagnosis banding, dan
mengikuti perjalanan (evaluasi) berbagai penyakit kulit, tumor jinak, dan tumor
ganas di kulit.
IV. Kontraindikasi6
1. Biopsi tidak boleh diambil dari area terinfeksi.
2. Pasien memiliki gangguan pembekuan darah.
3. Pasien dalam terapi aspirin dan NSAID. Aspirin dihentikan 7 hari sebelum
tindakan dan NSAID dihentikan 3 hari sebelum tindakan. Pasien dengan
riwayat serangan jantung, angina, transient ischemic attack, atau stroke
diperbolehkan melanjutkan terapi aspirin, NSAID, atau warfarin selama waktu
perdarahan dalam batas normal.7
V. Persiapan1-5
Persiapan Dokter
1. Memeriksa bleeding time, clotting time, PT, dan APTT pasien, bila ada indikasi.
2. Mempersiapkan alat dan bahan untuk tindakan biopsi.
3. Pemberian keterangan tentang tindakan biopsi yang diberikan dalam formulir
khusus dan ditandatangani oleh pemberi informasi dan penerima informasi.
4. Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan).
5. Dokumentasi lesi awal sebelum tindakan biopsi.
6. Dokter cuci tangan, memakai masker, topi, baju, dan sarung tangan.
7. Tindakan biopsi disesuaikan dengan diagnosis penyakit, waktu pengambilan,
lokasi, dan metode biopsi.
8. Cuci tangan dan perawatan paska-tindakan.
Persiapan Pasien
1. Persetujuan tindakan medik.
2. Pencegahan infeksi, hingga perawatan luka pasca-tindakan biopsi, dilakukan
sesuai dengan standar operasional tindakan bedah kulit lainnya.
Parapsoriasis, large Semua stadium Lesi belum diterapi Dua atau lebih C
plaque punch
Keterangan:
1. Biopsi punch/plong: adalah pengambilan jaringan kulit menggunakan alat
berbentuk silinder (punch/plong), berukuran diameter 2-8 mm.
2. Biopsi shave: adalah pengambilan jaringan kulit menggunakan pisau scalpel/
silet khusus shave biopsy hingga kedalaman dermis superfisial/tengah.
3. Biopsi insisi: adalah pengambilan jaringan kulit menggunakan pisau scalpel,
tanpa mengambil keseluruhan lesi kulit.
4. Biopsi eksisi: adalah pengambilan jaringan kulit menggunakan pisau scalpel,
dengan mengangkat seluruh lesi kulit.
A= Konsisten, bukti berorientasi pada pasien dengan kualitas baik serta konsisten,
B= Bukti berorientasi pada pasien dengan kualitas terbatas atau tidak konsisten
C= Konsensus, bukti berorientasi pada penyakit, praktek sehari-hari, pendapat ahli,
atau kasus serial.
Peringatan
Pengambilan kulit bagian dermis, memerlukan surat keterangan kualifikasi tambahan
dari Kolegium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
I. Definisi
Tindakan pembedahan kulit kelopak mata
II. Indikasi
Dermatochalasis, Xanthelasma, oriental upper eyelids, eyebag/baggy lower eyelid.
III. Persiapan
1. Persetujuan tindak medik
2. Mempersiapkan pasien, alat, petugas, pastikan pasien tidak sedang minum
antikoagulan/pengencer darah
3. Design operasi dan disetujui pasien
V. Kepustakaan
1. Lee WW, Samimi DH. Upper eyelid blepharoplasty. fillers. Dalam: Nouri K (ed). Dermatologic
surgery step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013.h.229-232.
2. Kaminer MS, Dover JS, Arndt KA. Atlas of Cosmetic Surgery. Philadelphia: WB Saunders
Company; 2002.
3. Butani A. Blepharoplasty. Dalam: Alam M.(eds). Evidence based procedural dermatology. New
York: Springer; 2012:403-415.
4. Moody BR, Weber PJ. Blepharoplasty and browlift. Dalam: Robinson JK, Hanke CW,
Sengelmann RD, Siegel DM. Surgery of the skin. Philadelphia: Elsevier Mosby. 2005;673-690.
I. Definisi
Dermabrasi adalah tindakan pengikisan kulit (abrasi) lapis demi lapis untuk
mencapai kedalaman target yang diinginkan. Dermabrasi bisa dilakukan dengan
cara fisik dan manual misalnya dengan amplas atau bubuk kasar, dengan zat kimia
misalnya dengan garam dapur atau asam kuat, atau bantuan alat listrik
elektromotor yang menggerakkan hand piece parut dari kawat baja, silinder
bergerigi atau bubuk intan.
Mikrodermabrasi adalah tindakan dermabrasi yang sangat superfisial dengan
menggunakan hand piece yang tidak tajam yaitu bubuk mikrogranul silica yang
dilontarkan ke permukaan kulit sehingga hanya stratum korneum yang
mengelupas.1
V. Persiapan5 (A,1)
1. Persetujuan tindak medik dan penjelasan rinci.
2. Persiapan pasien (lab untuk cek kesehatan), alat- alat, petugas
VIII. Kepustakaan
1. Allemann IB, Hafber J. Dermabrasion. Dalam: Nouri K, editor. Dermatologic surgery step by
step. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013.h.207-211.
2. Kaminer MS, Dover JS, Arndt KA. Atlas of cosmetic surgery. Philadelphia: WB Saunders
Company; 2009.
3. Tanzi EL, Alster TS. Ablative lasers, chemical peels, and dermabrasion. Dalam: Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K (eds). Fitzpatrick’s dematology in general
medicine,edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; 2012.
4. Arora S. A study of efficacy of microdermabration in treatment of facial acne scar-original
research. International Journal of Dental and Medical Specialty. 2014;11-19.
5. Kleinerman R, Armstrong AW, Ibrahimi OA, King TH, Eisen DB. Electrobrasion vs. manual
dermabrasion: a randomized,double-blind, comparative effectiveness trial. British Journal of
Dermatology. 2014;171:124-129.
6. Fernandes M, Pinheiro NM, Crema VO, Mendonca AC. Effects of microdermabrasion on skin
rejuvenation. Jornal of Cosmetic and Laser Therapy. 2014;16:26-31.
7. Bhalla M, Thami GP. Microdermabrasion: reappraisal and brief review of literature.
Dermatologic Surgery. 2006:809-814.
8. Karimipour DJ, Karimipour G, Orringer JS. Microdermabrasion: an evidence-based review.
Plast. Reconstr Surg, 2010;125:372-377.
I. Definisi
TIndakan bedah kulit untuk penanganan pengenduran jaringan lunak kulit atau
ptosis wajah akibat gravitasi menggunakan benang Aptos.1,2
V. Persiapan5 (D,5)
1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
VIII. Kepustakaan
1. Langdon RC, Sattler G, Hanke CW. Minimum incision face lift. Dalam: Robinson JK, Hanke
CW, Sengelmann RD, Siegel DM. Surgery of the skin. Philadelphia: Elsevier Mosby,
2005.h.657-672
2. Sulaimanidze MA, Fournier PF, Sulaimanidze GM. Removal of facial soft tissue ptosis with
special threads. Dermatol Surg 2000;28:367-371.
3. Sandhofer M, Sandhofer-Novak R, Blugerman G, Sattler G. Aptos-lifting: Eine minimal invasive
method zur gesichtsrejuvenation. Aesthet Dermatol 2003;1:10-17.
4. Lycka B, Bazan C, Poletti E, Treen B. The emerging technique of the antiptosis subdermal
suspension thread. Dermatol Surg 2004;30:41-44.
5. Fereydoun Pourdanesh, Mohammad Esmeelinejad, Seyed Mehrshad Jafari and Zahra
nematollahi. Facelift : Current Concepts, techniques, and Principles: 2016,653-679.
I. Definisi
Mengurangi atau menghilangkan kerutan wajah dan leher dengan pembedahan
kulit.
II. Indikasi
Ptosis kulit akibat faktor gravitasi berupa kulit yang kendur pada sisi mandibula dan
bawah dagu.
III. Persiapan
1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
V. Kepustakaan
1. Langdon RC, Sattler G, Hanke CW. Minimum incision face lift. Dalam: Robinson JK, Hanke
CW, Sengelmann RD, Siegel DM. Surgery of the skin. Philadelphia: Elsevier Mosby;
2005.h.657-672
2. Chipps LK, Moy RM. Facelifts. Dalam: Nouri K , editor. Dermatologic surgery step by step. West
Sussex: Wiley-Blackwell; 2013.h.233-239.
I. Definisi
Mengurangi atau menghilangkan kerutan wajah dan leher tanpa pembedahan. 1
V. Persiapan7,8 (A,1)
1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
4. Semua make up dibersihkan terlebih dahulu
5. Dua minggu sebelum tindakan, menggunakan krim tretinoin 0,025% setiap
malam, sunscreen setiap pagi
VIII. Kepustakaan
1. Weiss RA, Weiss MA, Munavalli G. Monopolar radiofrequency facial tightening: a retrospective
analysis of efficacy and safety inover 600 treatments. J Drug Dermatol. 2006 Sep;5(8):707-712.
2. Alster TS, Tanzi E. Improvement of neck and cheek laxity with a nonablative radiofrequency
device: a lifting experience. Dermatol Surg. 2004;30(4 pt 1):503-507.
3. Lauback HJ. Intensed focused ultrasound: evaluation of a new treatment modality for precise
microcoagulation within the skin. Dermatol Surg. 2008;34:727-734.
4. Key DJ. Single treatment skin tightening by radiofrequency and longpulsed 1064 nm Nd:Yag
laser compared. Lasers Surg Med. 2007;39:169-175.
5. Chan HHL. Lasers for skin tightening. Dalam: Nouri K, editor. Dermatologic surgery step by
step. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013.h.391-395
6. Mayoral FA. Radiofrequency for skin tightening. Dalam: Nouri K, editor. Dermatologic surgery
step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013.h.396-399.
7. Steven H. Dayan, MD; A. John Vartanian, MD; Gregg Menaker, MD. Nonablative Laser
Resurfacing Using the Long-pulse (1064-nm) Nd:YAG Laser. Arch Facial Plast Surg.
2003;5(4):310-315.
8. Richard E. Fitzpatrick, MD, Mitchel P. Goldman,MD; Nancy M. Satur, MD; Whitney D. Tope,
MPhil, MD. Pulsed Carbon Dioxide Laser Resurfacing of Photoaged Facial Skin. Arch
Dermatol. 1996;132:395-402.
I. Definisi
Penggunaan bahan pengisi untuk perbaikan contour/defek kulit.1,2
III. Kontraindikasi1,2
1. Rasa nyeri selama injeksi (D,5)
2. Kemerahan dan pembengkakan (D,5)
3. Hematoma (D,5)
4. Papul akneiformis (D,5)
5. Hipersensitifitas terhadap HA, riwayat penyakit autoimun (seperti skleroderma),
transplantasi organ, penyakit kulit aktif atau kronis (infeksi, dermatitis, dll),
kelainan genetik yang melibatkan fibroblast atau kolagen seperti epidermolisis
bulosa, kecendrungan keloid atau skar hipertrofi. (A,1)
V. Persiapan
1. Pemeriksaan darah: darah lengkap, trombosit, protrombin time, parsial
tromboplastine time, dan gula darah. (A,1)
2. Perempuan usia produktif: dilakukan tes kehamilan. (A,1)
VIII. Kepustakaan
1. Donofrio LM. Soft tissue augmentation. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffel DJ [Ed]. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, edisi ke-8. New York,
McGraw-Hill, 2012:3044-3052.
2. Vujevick J, Baumann L. Permanent fillers. Dalam: Nouri K, Leal-Khouri S. Techniques in
Dermatology Surgery. Edinburgh: Mosby;2003:259-80.
3. Bisaccia E, Scarborough DA. The Columbia Manual of Dermatologic Cosmetic Surgery. New
York:McGraw-Hill; 2002.
4. Mariwalla K. Temporary fillers. Dalam: Nouri K (ed). Dermatologic surgery step by step. West
Sussex: Wiley-Blackwell; 2013:259-285.
5. Sattler G, Gout U. Illustrated guide to injectable fillers. UK: Quintessence Publishing Group .
2016;118-120.
6. Hanke CW, Rochrich RJ, Busso M, Carruthers A, Carruthers J, Fagien S, et al. Facial Soft-
Tissue Fillers conference: Assessing the State of the Science. J Am Acad Dermatol
2011;64:S66-85.
7. Hu X, Xue Z, Qi H, Shen B. Comparative study of aulogous fat vs hyaluronic acid in correction
of the nasolabial folds. J Cosmet Dermatol. 2017;1-8.
8. Roy D, Sadick N, Mangat D. Clinical trial of a novel filler material for soft tissue augmentation of
the face containing synthetic calcium hydroxylapatite microspheres. Dermatol Surgery.
2006;32(9):1134-1139.
I. Definisi
Penyuntikan toksin botulinum (TB) untuk melumpuhkan sementara otot lurik
penyebab berbagai kelainan pada otot mata,kulit dan kelenjar kulit.1,2
Persiapan bahan
1. Toksin Botulinum-A dalam vial
2. Larutan NaCl 0,9%
Pengenceran TB
1. Toksin botulinum dilarutkan dengan NaCl 0,9% sebanyak 2,5 ml.
2. Vial dimiringkan 45°, kemudian jarum dengan syringe yang berisi cairan NaCl
0,9% sebanyak 2,5 ml ditusukkan ke dalam vial, dengan arah jarum ke bagian
dinding vial.
3. Pada saat memasukkan NaCl ke dalam vial tahan alat penghisap agar cairan
dari syringe tidak masuk terlalu cepat kedalam vial.
4. Campurkan sediaan dengan memutar vial secara perlahan pada suatu bidang
datar.
5. Konsentrasi TB setelah pengenceran adalah 4 unit/0,1 ml. Jumlah TB yang
dibutuhkan yaitu 20-30 unit TB untuk 5 titik injeksi.
IX. Kepustakaan
1. Glogau RG. Botulinum toxin. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffel DJ [Ed]. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, edisi ke-8. New York, McGraw-
Hill, 2012:3053-3061.
2. Carruthers J, Carruthers A. Botulinum toxin: procedures in dermatology. Chicago: Saunders,
2013.
3. Hexsel DM, Soreifmann M, Hexsel CM. Botulinum toxin. Dalam: Nouri K (ed). Dermatologic
surgery step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell, 2013:253-258.
4. Kane M, Sattler G. Illustrated Guide to Aesthetic Botulinum Toxin Injections. UK: Quintessence
Publishing. 2013:5-8.
5. Almeida.A.R.T, Silva Y.K. Botulinum toxins. Daily Routine in Cosmetic Dermatology. Brazil.
2016:1-10.
6. Hexsel DM, Soreifmann M, Hexsel CM. Botulinum toxin. Dalam: Nouri K (ed). Dermatologic
surgery step by step. West Sussex: Wiley-Blackwell, 2013:253-258.
7. D.W.Kim et al. Botulinum toxin a for the treatment of lateral periorbital rhytids. Facial Plastic and
Reconstructive Surgery.San Francisco. 2003:445-451.
8. Small Rebecca. Botulinum toxin injection for facial wrinkles. American Academy of Family
Physicians. California, 2014:168-175.
9. Nauman M, Jankovic J. Safety of botulinum toxin tipe A. Current Medical Research and
Oppinion. USA. 2004:981-990.
10. Jia Z.et al. Adverse events of botulinum toxin type A in facial rejuvenation. Aesthetic Plastic
Surgery. China, 2016.
11. Zhu J.et al. The efficacy of intradermal injection of type A botulinum toxin for facial rejuvenation.
Dermatology Therapy. China, 2016:1-4.
12. Fino P.et al. Patient satisfaction as an excellent track record in nonsurgical rejuvenation
procedures. European Review for Medical and Pharmacological Sciences. Italy. 2016:1911-
1917.
13. Sundaram H. et al. Botulinum toxin type A. Global Aesthetics Consensus. UK, 2015 : 518e-
529e.
14. Chang B.et al. Patient perceived benefit in facial aesthetic procedures: FACE-Q as a tool to
study botulinum toxin injection outcomes. Aesthetic Surgery Journal. Philadelphia. 2016:810-
820.
I. Definisi
Skin needling adalah tindakan dengan tusukan multipel pada kulit dengan jarum
kecil untuk menginduksi pertumbuhan kolagen.
II. Indikasi
1. Skar atrofi/akne hipertrofik 7 (A,1)
2. Wrinkle1 (D,5)
3. Stretchmarks1 (D,5)
4. Skin laxity1 (D,5)
5. Melasma sedang-berat7 (A,1)
V. Persiapan (D,5)
1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
VIII. Kepustakaan
1. Orentreich DS, Orentreich N. Subcutanous incisonless (subcision) surgery for the correction of
depressed scars and wrinkles. Dermatol Surg. 1995;21(6):543-9.
2. Fernandes D. Upper lip treatment. Paper presented at the ISAPS Conference. Taipei, Taiwan,
October 1996.
3. Falabell AF, Falanga V. Wound healing. Dalam: Fremkel FK, Woodley DT, editor. The biology
of the skin. New York: Parthenon Publ Group; 2001.
4. Kim SE, Koe DS, Lee AY, Moon HS. Medical conference presentation. Medical science Lab of
the Dept of Dermatology at Eulji University School of Medicine and the Dept. Of Dermatology,
School of Medicine at Dongguk University Dongguk University, 2005.
5. Schwartz et al. Reflections about collagen induction therapy (CIT). A hypothesis for the
machanism of action of collagen induction therapy (CIT) using microneedles. Edisi ke-1. 2006.
6. Deepali B. Collagen Induction Therapy With Dermaroller. CBMJ. 2012 Jan;1(1):35-37.
7. Hou Et Al. Microneedling:A Comprehensive Review. Dermatological Surgery. 2017;43:321-339
8. Singh A, Yadaf S. Microneedling: Advanced and Widening horizons.Indian Dermatology Online
Journal. July-Agustus 2016;7(4).
9. Cohen B.F.Elbuluk N. Microneedling in skin of color: A Review of uses and efficacy Newyork. J
AM dermatol. 2015.
10. Arora S. Gupta BP. Automated microneedling device – a new tool in dermatologist’skit - a
review. Journal of Pakistan Assosiation of Dermatologist. 2012;22(4):354-357.
I. Definisi
Penyuntikan bahan sklerosan untuk pengobatan telangiektasia dan venulektasia
superfisial pada ekstremitas inferior, termasuk penyuntikan sejumlah bahan iritan
tertentu pada dilatasi vena kulit yang tidak normal dilanjutkan dengan pembebatan..
II. Indikasi
1. Telangiektasia
2. Vena retikular
3. Varises
III. Persiapan
1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
V. Kepustakaan
1. Weiss RA, Weiss MA. Treatment for varicose and telangiectatic leg veins. Dalam: Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine, edisi ke-8. New York: McGraw-Hill;2012:2997-3008.
2. Perez MI. Sclerotherapy. Dalam: Nouri K, Leal-Khouri S. Techniques in Dermatology Surgery.
Edinburgh:Mosby; 2003:259-80.
3. Bisaccia E, Scarborough DA. The Columbian Manual of Dermatologic Cosmetic Surgery. New
York: McGraw-Hill; 2002.
4. Goldman MP. Sclerotherapy. Dalam: Roenigk RK, Roenigk HH. Roenigk & Roenigk’s
Dermatologic Surgery. Principle and Practice, edisi ke-2. New York; Marcell Dekker.h.1169-84
5. Gloviczki P, Comerota AJ, Dalsing MC, Eklof BG, Gillespie DL, Glovicski ML, etc. The care of
patients with varicose veins and associated chronic venous diseases: Clinical practice
guidelines of the Society for Vascular Surgery and the American Venous Forum. Journal of
Vascular Surgery. 2011;53(5):2s-48s.
6. Gopal B, Keshava SN, Moses V, Surendrababu NSR, Stephan E, Agarwal S, etc. Role of
percutaneous sclerotherapy in venous malformations of the trunk and extremities: A clinical
experience. Biomed Imaging Interv J. 2013;9(3):e18:1-6.
7. Parnis J, Cannataci C, Umana E, Cassar K. Foam sclerotherapy: the Maltase experience. Malta
Medical Journal. 2013;25(1):50-4.
I. Definisi
Tindakan tandur alih rambut.
II. Indikasi
Kebotakan androgenetik (male/female pattern), trauma/luka bakar, luka operasi,
kebotakan genetik lainnya.
III. Persiapan
1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
V. Kepustakaan
1. Withworth JM, Seager DJ. Hair restoration Dalam: Nouri K, Leal-Khouri S. Techniques in
Dermatology Surgery. Edinburgh, Mosby; 2003.h.217-32.
2. Unaeze J, Ciocon DH. Hair transplantation. Dalam: Alam M (eds). Evidence based procedural
dermatology. New York: Springer; 2012:377-389.
3. Unger WP, Unger RH, Unger MA. Hair transplantation and alopecia reduction. Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, et al. Dalam: Fitzpattrick’s dermatology in general
medicine. 8th ed. New York:McGrawhill; 2013:3061-3076.
4. Unger WP and Shapiro R. Textbook of Hair Transplantation. Edisi ke-4. Marcel Decker Inc; 2004.
Uji Kulit 74
C.1 Autologous Serum Skin Test (ASST)
I. Definisi
The autologous serum skin test merupakan tes in vivo sederhana untuk
mendiagnosis urtikaria kronik idiopatik dengan cara menilai autoreaktivitas melalui
injeksi serum autologous intradermal.1,2
II. Indikasi
Urtikaria kronik.1-4
Pemeriksaan ASST memiliki sensitivitas 70 % dan spesifisitas 80%.5
III. Kontraindikasi
1. Sedang dalam terapi antihistamin1,2
Antihistamin short acting sebaiknya dihentikan pemberiannya minimal 3 hari
sebelum dilakukan uji tusuk dan antihistamin long acting dihentikan minimal 7
hari sebelum dilakukan uji tusuk.1
2. Sedang dalam terapi kortikosteroid dosis tinggi (lebih dari 10 mg/hari). 1
3. Sedang menggunakan kortikosteroid topikal1
V. Persiapan
Ada berbagai rekomendasi metode ASST.
Metode yang paling banyak digunakan adalah metode yang direkomendasikan oleh
European Academy of Allergy and Clinical Immunology (EAACI), The Global
Allergy and Asthma European Network (GA2LEN).2
Persiapan pasien
1. Informed concent
2. Penentuan lokasi yaitu lengan bawah bagian fleksor
Uji Kulit 75
3. Lakukan tindakan antiseptik mengunakan kapas yang dibasahi larutan alkohol
70% dengan olesan ringan, tanpa menggosok
4. Tandai jarak antara suntikan yaitu 3-5 cm
Persiapan operator
1. Cuci tangan
2. Memakai sarung tangan steril
Uji Kulit 76
Pembacaan dan Interpretasi hasil
Sumber: Kostantinou.2
Kriteria Kepositifan ASST yaitu bila selisih diameter urtika serum autolog dengan salin lebih
atau sama dengan 1,5 cm. (D,5)
VIII. Kepustakaan
1. Kulthanan K, Jiamton S, Gorvanich T, Pikaew S. Autologous Serum Skin Test in Chronic
Idiopathic Urticaria: Prevalence, Corelation and Clinical Implications. Asian Pacific Journal of
Allergy and Imunology. 2006;24:201-6.
2. Kostantinou G, Asero R, Maurer M, Sabroe RS, Schmid-Grendelmeier P, Grattan C.
EAACI/GA2LEN task force consesus report: the autologous serum skin test in urticaria. Allergy.
2009;64:1256-1268.
3. Powell RJ, Leech SC, Till S, Huber PAJ, Nasser SM, Clark AT. BSACI guideline for the
management of chronic urticaria and angioedema. Clin. Exp. Allergy. 2015;45:547-65.
4. Sabroe RA, Greaves MW. The Pathogenesis of chronic idiopathic urticaria. Arch Dermatol
1997;133:1003-8.
5. Sabroe RA, Seed PT, Francis DM, Barr RM, Black AK, Greaves MW. Chronic idiopathic
urticaria: comparison of the clinical features of patients with and without anti-Fc epsilon RI or
anti-IgE autoantibodies. J Am Acad Dermatol. 1999;40:443-50.
6. Swaroop MR, Sathyanarayana BD, Gupta A, Aneesa, Kumari P, Raghavendra J. Autologous
Serum Skin Test in Chronic Urticaria. IJCED. 2015;1(1):25-7.
Uji Kulit 77
C.2 Uji Intradermal
I. Definisi
Uji intradermal adalah pemeriksaan untuk mengetahui reaksi hipersensitivitas yang
dimediasi oleh IgE terhadap bahan yang diujikan.1,2
Uji ini juga dapat digunakan untuk mengetahui reaksi hipersentivitas tipe lambat
tetapi dalam hal ini dibatasi uji intradermal untuk mengetahui reaksi
hipersensitivitas tipe cepat.3
II. Indikasi
Keperluan untuk menyuntikkan obat sistemik, contoh: penisilin.4,5
III. Kontraindikasi5
Sudah diketahui terdapat reaksi hipersensitivitas terhadap bahan/obat yang
diujikan.
V. Persiapan
Persiapan alat dan bahan4,5,7 (C,3)
1. Tentukan obat yang akan diujikan
2. Phenolated saline (0,5% fenol dalam larutan Nacl 0,9%) atau larutan NaCl
0,9%
3. Kontrol positif (larutan histamin 0,01 g/ml) (Digunakan untuk memastikan pada
keadaan anergi)
4. Kontrol negatif (larutan NaCl 0,9%)
5. Spuit 1 cc (untuk uji intradermal)
6. Perlengkapan kedaruratan medik:
Tempat tidur
Oksigen
Set infus
Cairan NaCl 0,9% 500cc
Spuit 1 cc dan 3 cc
Adrenalin/epinefrin injeksi
Kortison/kortikosteroid parenteral lain.
Persiapan pasien
1. Pemeriksaan dilakukan bila telah diketahui hasil uji tusuk obat sebelumnya
negatif.3,4
Uji Kulit 78
2. Hentikan obat yang dapat memengaruhi hasil sesuai waktu paruh obat (pada
umumnya 3-5 hari sebelumnya). Obat yang dapat memberi hasil positif palsu:
morfin, kodein, aspirin, blocker, tetrasiklin. Obat yang memberi hasil negatif
palsu: antihistamin, epinefrin, efedrin, aminofilin, kortikosteroid lebih dari 10 mg
prednison per hari.3
3. Awasi tanda-tanda vital pasien3
Persiapan dokter
Tidak ada persiapan khusus
Uji Kulit 79
VIII. Kepustakaan
1. Li JT. Allergy testing. 2002. [cited 2016 December, 25]. Available from URL: www.aafp.org/afp
2. Schwindt C, Hutchenson PS, Leu SY, Dykewicsz MS. Role of intradermal skin test in the
evaluation of clinically relevant respiratory allergy assesed using patient history and nasal
challenges. Ann Allergy Asthma Immunol. 2005;94:627-33.
3. Chiriac AM, Bousquet J, Demoly P. In vivo methods for the study and diagnosis of allergy.
Dalam: Adkinson NF, Bochner BS, Burks AW, Busse WW. Holgate ST, Lemanske RF, dkk
(penyunting). Middleton’s allergy principles and practice. Edisi ke-8. Philadelphia: Saunders;
2014.h.1119-32
4. Barbaud A, Goncalo M, Bruynzeel D, Bircher A. Guidelines for performing skin test with drugs in
the investigation of cutaneous adverse drug reactions. Cont Derm. 2001;45:321-328.
5. Barbaud A, Penetrat SR, Trechot P, Petit MA. The use of skin testing in the inverstigation of
cutaneous adverse drug reactions. Br J Dermatol. 1998;139:49-58.
6. Brockow K, Romano A, Blanca M, Ring J. General conciderations for skin test procedures in the
diagnosis of drug hipersensitivity. Allergy. 2002;57:45-51.
7. European Academy of Allergy and Clinical Immunology. Allergy Spesific Test Intradermal Test.
2009. [diakses tanggal 24 Februari 2017]. Tersedia di: http://www.eaaci.org/patients/diagnosis-
and-treatment/allergy-spesific-test/intradermal-test.html.
Uji Kulit 80
C.3 Uji Provokasi Obat
I. Definisi
Uji Provokasi Obat (UPO)/Oral Challenge adalah metode pemberian obat terkontrol
untuk menegakkan diagnosis reaksi hipersensitivitas terhadap obat pada pasien
dengan riwayat dugaan alergi obat.1-4
II. Indikasi
1. Untuk menyingkirkan diagnosis hipersensitivitas pada pasien dengan riwayat
yang kurang mendukung atau dengan gejala yang tidak spesifik. 2,4,5
2. Untuk menilai toleransi obat-obat yang secara farmakologis aman atau obat-
obat yang secara struktural tidak berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas yang
telah ditegakan dan dapat dilakukan untuk membantu individu yang sangat
cemas, yang menolak semua obat tanpa bukti toleransi obat. 2,4
3. Untuk menyingkirkan kemungkinan reaksi silang terhadap obat yang memiliki
hubungan dengan obat yang terbukti menyebabkan reaksi. 2,4
4. Untuk menegakkan diagnosis hipersensitivitas obat pada seseorang dengan
riwayat positif dengan hasil tes alergi negatif, tidak dapat disimpulkan, atau
tidak tersedia.2,4
III. Kontraindikasi
1. Ibu hamil, dengan pengecualian pada obat yang sangat dibutuhkan selama
kehamilan atau pada saat persalinan.2,6
2. Faktor komorbiditas seperti alergi dan infeksi akut, asma yang tidak terkontrol,
penyakit jantung, gangguan ginjal, hepar, dan ginjal. 7
3. Riwayat reaksi obat jenis yang berat dan mengancam kehidupan yaitu,
Generalized Bullous Fixed Drug Eruption; Acute Generalized Exanthematous
Pustulosis; Toxic Epidermal Necrolysis; Steven Johnson Syndrom; DRESS;
Systemic Vasculitis; Systemic Organ Manifestations (blood citopenia,hepatitis,
nephritis, pneumonitis); Severed Anaphylaxis; Drug Induced Autoimmune
Disease(systemic lupus erythematosus, pemphigus vulgaris, and bullous
pemphigoid).4,6
V. Persiapan
Persiapan alat dan bahan3,5
1. Jenis obat yang diberikan biasanya merupakan preparat komersil. Khusus
untuk obat kombinasi, preparat penyusun obat juga harus diujikan dalam UPO
yang terpisah. oleh karena kandungan dan bahan aditif obat dapat pula
memicu reaksi.2
2. Ketersediaan fasilitas resusitasi untuk kegawatan, termasuk diantaranya
prosedur intubasi, disarankan tergantung pada berat ringannya reaksi obat
sebelumnya, dan jenis obat yang diujikan.2,8
Uji Kulit 81
3. Obat-obat kegawatan seperti kortikosteroid, antihistamin, adrenalin, teofilin, dan
inhalan beta-mimetik harus sudah dipersiapkan sebelum prosedur UPO.2
Persiapan pasien
1. Pasien harus dalam keadaan sehat, pada saat tes dilakukan, tidak ada tanda-
tanda alergi, atau infeksi virus.2,9
2. Tidak ada lesi kulit selama minimal 4-6 minggu sebelum tes dilakukan.4,7
3. Obat-obat selain yang diujikan tidak boleh dikonsumsi selama UPO.2
4. Washout obat-obat yang dikhawatirkan mempengaruhi atau mengganggu hasil
tes termasuk diantaranya antihistamin, antidepresan, glukokortikoid, beta-
bloker, dan ACE-inhibitor (tabel 1).2,4,6,8
5. Dokumentasi pasien dan pencatatan data pasien secara lengkap, riwayat
medis, dan riwayat terapi obat sebelum UPO, tahap paparan dosis obat, dan
hasil pemeriksaan fisik awal sebelum UPO.2
6. Pemeriksaan fungsi paru harus dilakukan pada pasien dengan riwayat
bronkospasme.2
7. Pemasangan kateter intravena selama prosedur UPO harus dilakukan pada
pasien dengan riwayat syok anafilaksis sebelumnya.2
Salah satu guideline UPO yang sering dijadikan acuan adalah protokol dari
European Network for Drug Allergy ( ENDA) 2003. Protokol UPO yang lain berasal
dari berbagai penelitian kohort dalam skala kecil terhadap beberapa jenis obat,
diantaranya aspirin, cyclooxigenase-2 inhibitor, beta-laktams.7,8,10,12 (D,5)
1. Protokol European Network for Drug Allergy (ENDA): pasien dengan riwayat
reaksi obat berat dirawatinapkan, sedangkan prosedur pada pasien dengan
riwayat delayed type reaction atau pada pasien dengan reaksi yang tidak
membahayakan dapat dilakukan dengan rawat jalan. 2,7
2. Dosis obat untuk UPO tergantung jenis obat, dan derajat keparahan reaksi
sebelumnya, rute pemberian, hingga waktu laten setelah aplikasi hingga reaksi,
dan status kesehatan pasien. Secara umum dosis dimulai dari dosis rendah,
kemudian dinaikkan secara hati-hati, dan dihentikan segera setelah reaksi
muncul. Jika tidak ada gejala yang muncul, dapat diberikan dosis maksimal
tunggal atau diberikan dosis harian tertentu (lampiran 2). 2
3. ENDA menetapkan dosis awal UPO dengan reaksi tipe immediate (riwayat
reaksi obat kurang dari 1 jam setelah pemberian obat berupa urtikaria,
angioedema, rhinitis, bronkospame, atau syok anafilatik) dapat dimulai antara
1/10.000 hingga 1/10 dosis terapi tergantung berat ringannya riwayat reaksi.
Dosis obat dinaikkan setiap minimal 30 menit hingga dosis terapi tercapai atau
hingga gejala reaksi obat muncul.8,10
4. Pada reaksi non immediate (riwayat reaksi obat lebih dari 1 jam setelah
pemberian obat berupa erupsi makulopapular, urticaria atau angioedema tipe
Uji Kulit 82
delayed) ENDA menetapkan dosis awal obat tidak boleh lebih dari 1/100 dari
dosis terapi, dengan pengecualian pada fixed drug eruption.10
5. UPO harus dilakukan dengan kontrol plasebo (pil laktosa atau salin 0,9% untuk
prosedur parenteral), buta tunggal atau bila diperlukan buta ganda. Pemberian
plasebo paling sering dilakukan pada hari pertama provokasi tes dengan satu,
dua, atau 3 dosis plasebo dalam interval waktu bervariasi disesuaikan dengan
interval obat yang diujikan, rata-rata 1 hingga 4 jam. Plasebo dapat pula
diberikan setelah UPO terhadap obat uji selesai dilakukan untuk kofirmasi hasil
yang meragukan dalam periode waktu yang berbeda. 2,4
6. Pada adverse drug reaction dengan kemungkinan obat penyebab yang
multipel, UPO pertama dilakukan terhadap obat yang memiliki kemungkinan
paling kecil untuk menimbulkan reaksi alergi dan obat yang paling dicurigai
sebagai penyebab reaksi hipersensitifitas diberikan paling akhir. Provokasi
selanjutnya dapat dilakukan dalam beberapa hari hingga beberapa bulan ke
depan tergantung pada jenis obat dan reaksi UPO sebelumnya. 2,7,8
7. Lama pengawasan UPO, tergantung pada riwayat reaksi obat sebelumnya dan
obat yang diujikan, dapat dilakukan hingga 5 kali waktu paruh obat uji untuk
menjamin eliminasi seluruhnya.12 ENDA menetapkan waktu untuk pengawasan
ketat minimal 2 jam setelah stabilisasi, tetapi untuk pertimbangan keamanan
menyarankan pengawasan hingga 24 jam.2 Pada UPO dengan reaksi yang
berat seperti syok anafilaksis pasien dapat diminta untuk rawat inap, karena
adanya kemungkinan episode bifasik yang dapat mengancam jiwa jika tidak
dikenali dan diterapi lebih awal.12 Pasien dapat dibekali dengan obat-obat
pertolongan pertama, termasuk antihistamin, betamimetik, kortikosteroid, untuk
gejala lanjutan yang mungkin masih bisa terjadi.2
Protokol Lammintausta et al, (2005), sebagai modifikasi protokol UPO dari ENDA:
1. UPO terbukti aman dilakukan dengan rawat jalan setelah pasien dengan
riwayat reaksi yang berat disingkirkan terlebih dahulu.
2. Pengawasan ketat di rumah sakit hanya pada hari pertama UPO dengan
pemantauan pada reaksi kulit, tekanan darah, denyut jantung, dan suhu tubuh.
3. Pasien diijinkan untuk pulang ke rumah 3 hingga 4 jam setelah dosis terapi
obat tercapai dan bisa dilanjutkan dengan dosis harian regular selama 3-7 hari
di rumah. Jika reaksi tidak muncul pasien diminta menghubungi dan reaksi jika
dirasakan muncul diminta segera menghubungi, menghentikan obat, dan
segera memeriksakan diri kembali.7
Uji Kulit 83
VII. Pasca Prosedur Tindakan
Penilaian Hasil UPO (D,5)
1. UPO dinyatakan positif bila didapatkan adanya gejala atau tanda reaksi obat
yang sesuai dengan reaksi hipersensitivitas pada riwayat sebelumnya. Untuk
tipe immediate reaksi (urtikaria, angioedema, rhinitis, bronkospasme, and syok
anafilaktik) muncul dalam waktu kurang dari 1 jam setelah dosis obat terakhir
diberikan (3 jam untuk obat golongan aspirin dan NSAID).
2. UPO dinyatakan negatif bila setelah dosis harian regular diberikan 2 hingga 4
kali tidak ditemukan adanya gejala dan atau tanda-tanda reaksi
hipersensitivitas.12
3. UPO ulangan dengan dosis terakhir sangat disarankan pada pasien dengan
riwayat reaksi obat dengan gejala subjektif, dengan hasil UPO yang serupa dan
tidak khas, setelah dikonfirmasi dengan placebo challenge hasilnya negatif.2
4. Spesifitas dan sensitivitas UPO memiliki keterbatasan karena uji ini tidak dapat
dilakukan pada pasien dengan hasil uji kulit positif atas pertimbangan etik. Nilai
prediksi UPO sangat tergantung pada mekanisme reaksi dan obat yang terlibat.
Keterbatasan lain dari tes ini yang harus dipertimbangkan pemeriksa adalah
kemungkinan positif palsu dan negatif palsu, sehingga UPO dengan hasil
negatif bukan merupakan jaminan toleransi terhadap obat dimasa yang akan
datang.2
Prosedur UPO dengan segala keterbatasannya terbukti cukup aman dan efektif bila
dilakukan secara hati-hati dan dilakukan dalam pengawasan ahli dan terbukti aman
dilakukan dengan rawat jalan pada pasien dengan riwayat reaksi yang tidak berat.
Uji Kulit 84
VIII. Kepustakaan
1. Chiriac AM, Demoly P. Drug provocation tests: up-date and novel approaches. Allergy Asthma
Clin Immunol. 2013;9(1):12.
2. Aberer W, Bircher A, Romano A, et al. Drug provocation testing in the diagnosis of drug
hypersensitivity reactions: General considerations. Allergy.. 2003;58:854-63.
3. Rerkpattanapipat T, Chiriac AM, Demoly P. Drug provocation tests in hypersensitivity drug
reactions. Curr Opin Allergy Clin Immunol. 2011 Aug;11(4):299-304.
4. Bousquet PJ. Provocation Tests in Diagnosing Drug Hypersensitivity. Current Pharmaceutical
Design, 2008;14:2792-2802.
5. Brockow K, Romano A, Blanca M, et al. Rostrum: General considerations for skin test
procedures in the diagnosis of drug hypersensitivity. Allergy. 2002;57:43-51.
6. Mirakian R, Ewan PW, Durham SR, et al. BSACI guideline for the management of drug allergy.
Clin Exp Allergy 2008;39:43-61.
7. Lammintausta K, Kortekangas-Savolainen O. The usefulness of skin test to prove drug
hypersensitivity. Br J Dermatol. 2005;152:968-74.
8. Messad D, Sahla H. Benahmed S, et al. Drug provocation test in patiens with history
suggesting an immediate drug hypersensitivity reaction. Annals Internal Med 2004;140:1001-6.
9. Aberer W, Kranke B. Clinical manifestations and mechanisms of skin reactions after systemic
drug administration. Drug Discovery Today: Disease Mechanisms 2008;5:237-47.
10. Blanca M, Romano A, Torres MJ, et al. Update on the evaluation of hypersensitivity reaction to
betalactams. Allergy 2009;64:183-93.
11. Lammintausta K, Kortekangas-Savalainen O. Oral challenge in patien with suspected cutaneus
adverse drug reactions: Finding in 784 patients during a 25-year-period. Acta Derm Venereol
2005;85:491-6.
12. Blanca-Lopez N, Zapatero L, Alonso E, et al. Skin testing and drug provocation in the diagnosis
of nonimmediate reactions to aminopenicillins in children. Allergy. 2009;64:229-33.
Uji Kulit 85
Tabel 1. Obat yang perlu dihindari sebelum melakukan uji provokasi obat2,4,6,8
Golongan Reaksi Reaksi non Interval Konsekuensi
intermediet intermediet bebas
obat
Anti-histamin H1 + - 3-7 hari Menutupi reaksi
Antidepresan + - 5 hari
(imipramin dan
fenotiazin)
Agonis β-2
Kerja cepat + - 6-8 jam
(short acting) Menutupi reaksi
Kerja lambat + - 1-2 hari
(long acting)
Β-blocker
Per OS + + 1-2 hari Memperberat
Tetes mata +/- - 1-2 hari reaksi
Kortikosteroid
Jangka +/- - 3-5 hari
pendek, dosis
rendah (<50 Menutupi reaksi
mg) +/- + 1 minggu
Jangka
pendek, dosis
tinggi (>50 mg) +/- + 3 minggu
Jangka
panjang
Ipratropium + - 6-8 jam Menutupi reaksi
bromida
Leukotriene + - >1 minggu Menutupi reaksi
modifier
Teofilin kerja + - 1-2 hari Menutupi reaksi
lambat
ACE inhibitor + + 1 hari Memperberat
reaksi
Uji Kulit 86
Tabel 2. Sekuens peningkatan dosis β-laktam saat uji provokasi obat (diadaptasi dari Messad
et al.)
Obat Golongan Dosis’ Rute Dosis harian
untuk dewasa”
Amoksisilin Penisilin 1,5,25,100,500,1000 Oral 1000-2000 mg
Ampisilin Penisilin 1,5,25,100,500,1000 Oral 2000 mg
Kloksasilin Penisilin 1,5,25,100,500,1000 Oral 2000 mg
Cefaclor Cephalosporin 1,5,25,125,500 Oral 750 mg
Cefadroxil Cephalosporin 1,5,25,100,500,1000 Oral 2000 mg
Cefatrizine Cephalosporin 1,5,25,50,250,700 Oral 1000 mg
Cefazolin Cephalosporin 1,5,25,100,500,2000 Intravena 1500-3000 mg
Cefuroxime Cephalosporin 1,5,20,80,400 Oral 500 mg
Ceftazidime Cephalosporin 1,5,25,100,500,2000 Intravena 3000 mg
Cefixime Cephalosporin 1,5,25,100,225 Oral 400 mg
Ceftriaxone Cephalosporin 1,5,25,100,500,1000 Intravena 1000-2000 mg
‘ Sepuluh kali lebih rendah dibandingkan dosis awal pada syok anafilasis, satuan yang sama dengan
kolom 5
“ Berdasarkan rekomendasi French Agency on Drug Safety (www.AFSSAPS.sante.fr)
Tabel 3. Sekuens peningkatan dosis antibiotik non β-laktam saat uji provokasi obat (diadaptasi
dari Aberer et al.)
Obat Golongan Dosis’ Rute Dosis harian
untuk dewasa”
Azitromisin Makrolida 1,5,25,75,125,250 Oral 500 mg
Klaritromisin Makrolida 1,5,25,100,500,1000 Oral 1500-2000 mg
Eritromisin Makrolida 1,5,25,100,500,1500 Oral 2000-3000 mg
Josamycin Makrolida 1,5,25,100,500,1000 Oral 1000-2000 mg
Roxithromycin Makrolida 1,5,25,100,150 Oral 300 mg
Spiramisin Makrolida 15 000, 75 000, 325 Oral 6-9 mIU
000,750 000, 1 500
000, 4 500 000
Siprofloksasin Kuinolon 1,5,25,100,500 Oral 500-1500 mg
Ofloksasin Kuinolon 2,10,50,100,200 Oral 400 mg
Pefloksasin Kuinolon 4,20,100,200,400 Oral 800 mg
‘ Sepuluh kali lebih rendah dibandingkan dosis awal pada syok anafilasis, satuan yang sama dengan
kolom 5
“ Berdasarkan rekomendasi French Agency on Drug Safety (www.AFSSAPS.sante.fr)
Uji Kulit 87
Tabel 4. Sekuens peningkatan dosis NSAID saat uji provokasi obat (diadaptasi dari Messad et
al.)
Obat Dosis’ Rute Dosis harian untuk
dewasa”
Diklofenak 1,5,20,80 Oral 100-150 mg
Ibuprofen 1,5,20,80,150,300 Oral 200-1200 mg
Ketoprofen 1,5,20,80 Oral 100-200 mg
Asam Tiaprofenik 1,5,20,80,200 Oral 300-400 mg
Meloxicam 1,3,7.5 Oral 7.5-15 mg
Piroxicam 1,3,6,10 Oral 20 mg
Asam niflumik 1,5,25,125,625 Oral 750-1000 mg
Aspirin 1,5,20,50,100,200,500 Oral 500-3000 mg
Parasetamol 1,510,50,250,500,1000 Oral 500-4000 mg
‘ Sepuluh kali lebih rendah dibandingkan dosis awal pada syok anafilasis, satuan yang sama dengan
kolom 4
“ Berdasarkan rekomendasi French Agency on Drug Safety (www.AFSSAPS.sante.fr)
Tabel 5. Sekuens peningkatan dosis obat saat uji provokasi obat (diadaptasi dari Messad et al.)
Obat Golongan Dosis’ Rute Dosis harian
untuk
dewasa”
Betamethasone Steroid 0.2,1,2,4 Oral 3-12 mg
Metilprednisolone Steroid 1.6,8,16,32 Oral 16-64 mg
Prednisolone Steroid 2,10,20,40 Oral 20-80 mg
Omeprazole Proton-pump 1,5,10,20 Oral 20-40 mg
inhibitor
Pristinamycin Synergistin 1,5,25,100,500,1500 Oral 2000-3000
mg
Tetrazepam Benzodiazepin 1,2.5,25,50 Oral 50-100 mg
Vaksin apa saja Vaksin 0.1,0.4,0.5 Subkutan 0.5(1.0) ml
Lidokain/ Artikain Anestesi lokal 0.1,1,2 Subkutan 1-3 ml
‘ Sepuluh kali lebih rendah dibandingkan dosis awal pada syok anafilasis, satuan yang sama dengan
kolom 5
“ Berdasarkan rekomendasi French Agency on Drug Safety (www.AFSSAPS.sante.fr)
Uji Kulit 88
C.4 Uji Tempel
I. Definisi
Pemeriksaan in vivo untuk mengetahui reaksi hipersensitivitas tipe lambat, dan
bertujuan untuk mengidentifikasi alergen penyebab.1-5
II. Indikasi
1. DKA1,2
2. Dermatitis kontak iritan (DKI) dengan diagnosis banding DKA1,2
3. Dermatitis kronis dengan penyebab belum diketahui1,2
4. Erupsi obat alergi6
III. Kontraindikasi
1. Dermatitis yang diderita masih dalam fase akut 2 (D,5*)
2. Kehamilan (medikolegal)2 (D,5*)
3. Menggunakan obat-obat yang dapat mempengaruhi reaksi kulit, misalnya
setara prednison ≥20 mg/hari dan imunomodulator 2,7 (A,1)
V. Persiapan
Persiapan alat dan bahan9
1. Alergen kontaktan:
Standar/komersial (Eropa, Jepang, Internasional)
Non-standar/tidak komersial/own material dalam vehikulum vaselin atau
cairan
Obat tersangka dalam vehikulum vaselin atau cairan
2. Unit uji tempel: Finn Chamber, Gama chamber, Plastic square chamber
(vanderBend, IQ square)
3. Plester hipoalergenik
4. Perlengkapan kedaruratan medik
Tempat tidur
Oksigen
Set infus
Uji Kulit 89
Cairan NaCl 0,9% 500 cc
Spuit 1 cc dan 3 cc
Kortison/kortikosteroid parenteral lain
Persiapan pasien
1. Lesi kulit dalam keadaan tenang.1,2
2. Uji dilakukan minimum 1 minggu setelah pasien menghentikan penggunaan
kortikosteroid topikal pada lokasi uji, kortikosteroid sistemik (prednison >20
mg/hari),7 (A,1) dan imunomodulator.9
3. Tidak mengonsumsi imunosupresan atau kortikosteroid sistemik. 1,2
4. Untuk alergen nonstandar tertentu perlu pengenceran 1/1.000, 1/100, 1/10.1,2
5. Uji dilakukan minimum 2 minggu setelah lesi tenang. Pada erupsi obat alergik
uji dilakukan 6 minggu-6 bulan setelah lesi tenang.2
6. Uji dilakukan minimum 4 minggu setelah pajanan berat sinar
matahari/fototerapi UVB.2
Uji Kulit 90
3. Hasil uji tempel dibaca sesuai metode ICDRG yaitu:
? eritema
+ eritema, infiltrat, papul
++ eritema, infiltrat, papul, vesikel
+++ eritema, infiltrat, papul, vesikel berkonfluesi atau bula
- negatif
IR reaksi iritan
NT tidak dilakukan uji
4. Pasien diizinkan pulang namun lokasi uji tetap dianjurkan untuk tidak basah/
terkena air
5. Pada hari ke-3 (72 jam) dan hari ke-4 (96 jam) dilakukan pembacaan ulang
dengan cara yang sama
6. Dari hasil pembacaan disimpulkan reaksi yang timbul bersifat alergik atau iritan
7. Hasil uji tempel yang positif bermakna (minimal +) dinilai relevansinya melalui
anamnesis dan gambaran klinis. Hasil dengan relevansi positif ditetapkan
sebagai penyebab kelainan kulit saat ini. Jika ditemukan relevansi dari reaksi
positif, maka seharusnya dihindari bahan-bahan sebagai penyebab.
Bila hasil uji tempel meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan pada
penderita dengan menggunakan Repeated Open Application Test (ROAT).1,2 (C,4)
Uji Kulit 91
VIII. Kepustakaan
1. Devos SA, Pieter VDV. Epicutaneous Patch Testing: a review. Eur J Dermatol. 2002;12(5):
506-13.
2. Lachapelle JM, Malbach HI. Patch testing methodology. Dalam: Lachapell JM, Maibach HI,
penyunting. Patch testing and prick testing, a practical guide. Edisi kedua. Jerman;Springer;
2009.h.33-67
3. Castanedo-Tardan MP, Zug KA. Allergic Contact Dermatitis. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ,
Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. Edisi kedelapan. New York: Mc Graw Hill; 2003.h.152-64.
4. Lachapelle JM, Maibach HI. The standart and additional series of the patch test. Dalam:
Lachapell JM, Maibach HI, editor. Patch testing and prick testing, a practical guide. Edisi kedua.
Jerman;Springer; 2009.h.70-94.
5. Fortina AB, Cooper SM, Spiewak R, Fontana E, Schnuch A, Uter W. Patch test results in
children and adolescents across Europe. Analysis of the ESSCA Network 2002–2010. Pediatr
Allergy Immunol. 2015;26(5):446-55.
6. Barbaud A. Skin testing and patch testing in non-IgE-mediated drug allergy. Curr Allergy
Asthma Rep. 2014:14:442.
7. Anveden I, Lindberg M, Andersen KE, Bruze M, Isaksson M, Liden C, et al. Oral prednisone
suppresses allergic but not irritant patch test reactions in individuals hypersensitive to nickel.
Contact Dermatitis. 2004;50(5):298-303.
8. Hillen U, Frosch PJ, John SM, Pirker C, Wundenberg J, Goos M. Patch test sensitization
caused by para-tertiary-butylcatechol. Results of a prospective study with a dilution series.
Contact Dermatitis 2001:45:193-196.
9. Johansen JD, Korte KA, Agner T, Andersen KE, Bicher A, et al. European society of contact
dermatitis guideline for diagnostic patch testing-recommendations on best practice. Contact
Dermatitis. 2015:1-27.
10. Manuskiatti W, Maibach H I. 1- versus 2- and 3-day diagnostic patch testing. Contact
Dermatitis. 1996:35:197-200.
11. Brasch J, Geier J, Henseler T. Evaluation of patch test results by use of the reaction index. An
analysis of data recorded by the Information Network of Departments of Dermatology (IVDK).
Contact Dermatitis 1995:33:375-380.
Uji Kulit 92
C.5 Uji Tusuk
I. Definisi
Pemeriksaan in vivo untuk mengetahui reaksi hipersensitivitas tipe cepat, dan
bertujuan untuk mengidentifikasi alergen penyebab.1,2
II. Indikasi3,4
Identifikasi sensitisasi terhadap alergen tertentu pada penyakit-penyakit dengan
dasar reaksi hipersensitivitas tipe 1:
Urtikaria
Dermatitis atopik
Erupsi obat alergik
Asma bronkial
Rinitis alergika
Konjungtivitis alergik.
III. Kontraindikasi2,3,5
1. Kehamilan
2. Penyakit dalam keadaan aktif
3. Terdapat lesi kulit yang dapat mengganggu pembacaan pada lokasi uji
4. Pasien yang tidak kooperatif atau takut jarum
5. Riwayat anafilaksis
V. Persiapan
Persiapan alat dan bahan5,6,7(C,3)
1. Alergen yang telah distandarisasi (makanan, hirup, dan obat tersangka dalam
vehikulum cairan)
2. Jarum 25–27G/lancet sesuai jumlah alergen
3. Kontrol positif (histamin klorhidrat 10 mg/ml)
4. Kontrol negatif (Larutan NaCl 0,9% atau vehikulum yang digunakan pada
alergen)
5. Perlengkapan kedaruratan medik:
Tempat tidur
Oksigen
Set infus
Cairan NaCl 0.9% 500 cc
Spuit 1 cc dan 3 cc
Adrenalin/epinefrin injeksi
Uji Kulit 93
Kortison/kortikosteroid parenteral lain
Persiapan pasien
Hentikan obat-obat antihistamin, seperti setirizin, loratadin, feksofenadin, ebastin,
mizolastin, desloratadin, dan levosetirizin selama 3 hari. Ketotifen dihentikan selama
15 hari. Obat yang dapat memberi hasil positif palsu: morfin, kodein, aspirin, β
blocker, tetrasiklin. Obat yang dapat memberi hasil negatif palsu: epinefrin, efedrin,
aminofilin, kortikosteroid lebih dari 10 mg prednison perhari. 6
Uji Kulit 94
VIII. Kepustakaan
1. Caffarelli C, Dondi A, Dascola CP, Ricci G. Skin prick test to foods in childhood aopic eczema:
pros and cons. Ital J Pediatr. 2013;31;1-5.
2. Heinzerling L, Mari A, Bergman KC, Bresciani M, Burbach G, Darsow U, dkk. The skin prick
test-European standards. Clin Trans Allerg. 2013;3:1-10.
3. Coetzee O, Green RJ, Masekela R. A guide to performing skin prick testing in practice: tips and
tricks of the trade. S AfrFamPract. 2013;55:415-9.
4. Bousquet J, Heinzerling L, Bachert C, Papadopoulos NG, Bousquet PJ, Burney PG, et al.
Practical guide to skin prick tests in allergy to aeroallergens . Allergy. 2012;67:18-24.
5. Morris A. Allsa position statemen: allergen skin-prick testing. Curr Allerg Clin Immunol.
2006;19:1-4.
6. Lachapelle JM, Malbach HI. The methodology of open (non-prick) testing, prick testing, and its
variants. Dalam: Lachapell JM, Maibach HI, penyunting. Patch testing and prick testing.
Edisikedua. Jerman;Springer:2009. Hlm.141-52.
7. Nelson HS, Knoetzer J, Bucher B. Effect of distance between sites and region of the body on
results of skin prick tests. J Allergy Clin Immunol. 1996;97(2):596-601.
8. Demoly P, Bousquet J, Manderscheid JC, Dreborg S, Dhivert H, Michel FB. Precision of skin
prick and puncture tests with nine methods.J Allergy Clin Immunol. 1991;88(5):758-62.
9. Konstantinou GN, Bousquet PJ, Zuberbier T, Papadopoulos NG.The longest wheal diameter is
the optimal measurement for the evaluation of skin prick tests.Int Arch Allergy
Immunol. 2010;151(4):343-5.
10. Sampson HA, Albergo R. Comparison of results of skin tests, RAST, and double-blind, placebo-
controlled food challenges in children with atopic dermatitis.J Allergy Clin
Immunol. 1984;74(1):26-33.
Uji Kulit 95
Daftar Kontributor
96
Dr. dr. Niken Indrastuti, Sp.KK(K), FINSDV
Dr. dr. Reiva Farah D, Sp.KK. M.Kes, FINSDV
dr. Sri Awalia Febriana, Sp.KK, M.Kes., Ph.D., FINSDV
dr. Retno Indar Widayati, Sp.KK, M.Si
dr. Endi Novianto, Sp.KK, FINSDV
dr. Nopriyati, Sp.KK, FINSDV
dr. Pati Aji Achdiat, Sp.KK
dr. Nuriah, Sp.KK
dr. Miranti Pangastuti, Sp.KK
97
HIMBAUAN
Kepada Yth.
Sejawat anggota PERDOSKI
Di
Tempat
Buku Panduan Keterampilan Klinis Bagi Dokter Spesialis Dermatologi dan Venereologi ini
masih belum sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik, saran dan usulan Sejawat
untuk perbaikan/penyempurnaan buku ini.
PP PERDOSKI
Grand Ruko Salemba
Jl. Salemba Raya 1 no. 22, Unit no. 11
Telp/Fax. 021.3904517
Email: ppperdoski@cbn.net.id
Hormat kami,
Penyusun
98
99