Anda di halaman 1dari 3

Pendidikan dalam UU Cipta Kerja

Jumat (16/10/2020), ada berita tentang pendidikan, dalam konteks RUU Cipta Kerja yang disetujui DPR
dan pemerintah untuk disahkan menjadi UU.
Ada pandangan bernuansa keberatan atas pengaitan pendidikan dengan usaha komersial. Menurut Guru
Besar Universitas Negeri Jakarta Hafid Abbas, negara ini lahir karena memperlakukan pendidikan bukan
sebagai alat komersialisasi. Kekhawatiran Prof Hafid merujuk pada Paragraf 12 RUU Cipta Kerja yang
menyebutkan (Ayat 1) ”Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan
berusaha sebagaimana dimaksud dalam undang-undang (UU) ini.”
Kita sepandangan, prinsip dasar pendidikan adalah upaya untuk menghasilkan insan unggul Indonesia,
yang selain berkeahlian baik, juga berkarakter luhur. Namun, dalam perjalanan penyelenggaraan
pendidikan, kita juga mengamati bahwa untuk mencapai tujuan itu dibutuhkan biaya yang makin lama
makin besar. Dalam peribahasa Jawa disebutkan, jer basuki mawa bea. Keunggulan itu ada ongkosnya.
Di Indonesia, pendidikan diselenggarakan bersama antara sekolah negeri yang didanai pemerintah dan
sekolah yang diselenggarakan badan swasta. Keduanya mengemban misi dan idealisme sama, tetapi jalur
praksisnya berbeda.
Juru Bicara Tim Kajian Akademis RUU Cipta Kerja Federasi Guru Independen Indonesia Halimson
Redis mengamati, saat ini masih ada sekolah swasta di pinggiran dengan fasilitas minim dan
kesejahteraan guru terabaikan. Terhadap pengamatan itu tersirat kesan: pertama, oleh sebab keterbatasan
dan harus menjunjung idealisme, sekolah sulit berkembang karena dikelola dengan manajemen
nonkomersial.
Namun, dipandang dari sisi lain; kedua, bisa juga ditarik kesimpulan, menurut ilmu manajemen, sekolah
yang masih berfasilitas dan berkesejahteraan minim ini belum terkelola dengan baik atau dengan
manajemen ”profesional”. Kita belajar dari sekolah dan perguruan tinggi di luar negeri yang punya
reputasi bagus, uang kuliah per tahun bisa mencapai lebih dari 50.000 dollar AS atau sekitar Rp 750 juta.
Sekadar melihat biayanya, kita bisa serta-merta menyebut, itu sih sudah terlalu komersial. Namun, kita
paham, reputasi atau mutu dibangun dengan menggaji guru, dosen, dan guru besar dengan baik. Segala
sesuatu mesti sepadan dengan hasil yang ingin dicapai. ”Anda memanen apa yang Anda semaikan”.
Menyongsong Revolusi Industri 4.0, yang ditandai dengan merebaknya aplikasi teknologi baru, seperti
kecerdasan buatan, mahadata, juga internet untuk segala, dibutuhkan laboratorium baru dengan investasi
tidak kecil. Sekolah dan perguruan tinggi negeri bisa mengandalkan dana dari pemerintah, tetapi sekolah
dan perguruan tinggi swasta harus memutar otak untuk mencukupi kebutuhan yang ada.
Kita sepandangan, prinsip dasarnya pendidikan tidak dikomersialisasi. Namun, kita perlu realistis
menyikapi kebutuhan, justru untuk membuat pendidikan di Indonesia tetap unggul, berdaya saing, dan
mencapai tujuan secara mandiri.
Penerapan manajemen yang jitu—efektif tanpa terkesan komersial—dibutuhkan untuk pendidikan yang
unggul.
Bersama Atasi Covid-19
Pemerintah resmi mengumumkan dua kasus warga Indonesia asal Depok, Jawa Barat, terinfeksi virus
korona baru Covid-19. Pemerintah perlu menenangkan warga. Presiden Joko Widodo mengumumkan di
Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/3/2020), dua warga Indonesia terinfeksi Covid-19 setelah melakukan
kontak dengan warga negara Jepang yang terdeteksi terinfeksi virus korona setelah meninggalkan
Indonesia dan tiba di Malaysia.

Pengumuman Presiden yang didampingi Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Sekretaris
Negara Pratikno, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung menepis kecurigaan masyarakat internasional
bahwa Indonesia menyembunyikan kasus Covid-19.

Setelah pengumuman, tantangan pemerintah adalah menenangkan warga. Kepanikan terlihat dari
meningkatnya permintaan masker penutup hidung dan mulut serta cairan beralkohol pembersih tangan.
Warga di beberapa tempat dilaporkan memborong bahan pokok di toko swalayan.

Langkah Menteri Kesehatan menjelaskan dan menjawab semua pertanyaan media menunjukkan
keterbukaan informasi. Juga langkah menelusuri riwayat kontak pasien kita harapkan akan dapat
menenangkan masyarakat.

Akan sangat baik apabila pemerintah dapat menjelaskan alasan hanya mengisolasi rumah tinggal kedua
pasien dan tidak mengisolasi Kota Depok serta dampaknya pada pencegahan penularan virus.

Presiden Joko Widodo telah menegaskan kesiapan pemerintah, antara lain, menyiapkan 100 rumah sakit
dengan ruang isolasi dan peralatan berstandar internasional di seluruh Indonesia. Penanganan pun
berstandar internasional, kerja sama lintas lembaga dilakukan, anggaran juga disediakan.

Secara statistik, korban meninggal di seluruh dunia akibat Covid-19 sekitar 2 persen dari total kasus.
Namun, penularan dari orang ke orang relatif mudah dan sudah lintas negara, membuat ketakutan dan
kepanikan global.

Dalam situasi seperti saat ini, pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat harus bekerja sama
membangkitkan optimisme seraya tetap menjaga kehati-hatian. Lembaga legislatif kita harapkan dapat
membantu pemerintah mencegah dampak negatif kekhawatiran masyarakat. Kepala daerah segera
bergerak menjelaskan langkah pencegahan penularan dan penanganan Covid-19 di daerah masing-
masing. Komunitas masyarakat membantu menyebarkan informasi akurat.

Hanya dengan kerja sama kita dapat keluar dari dampak negatif pada berbagai sudut kehidupan kita
akibat wabah Covid-19. Penanganan yang baik secara bersama-sama akan menjaga kepercayaan dunia
usaha dan investor yang pada akhirnya akan menguatkan indeks harga saham gabungan, membuat
wisatawan mancanegara kembali berkunjung ke Indonesia, dan ekonomi membaik. Ke depan, kita ingin
Indonesia bukan hanya menemukan kasus warga yang terinfeksi, tetapi juga menyembuhkan dan bersama
masyarakat dunia mencegah persebaran Covid-19 melalui penelitian kedokteran yang tengah kita
lakukan.
Efektifkan Anggaran Covid-19
Anggaran pemerintah untuk menghadapi wabah virus korona (Covid-19) sangat kecil jika dibandingkan
negara maju sehingga efektivitasnya perlu dipastikan.

Paket stimulus yang dialokasikan pemerintah Rp 10,3 triliun (700 juta dollar AS), termasuk insentif
fiskal, hibah kepada pemerintah daerah, dan dorongan untuk dana jaminan sosial. Insentif fiskal kedua
sedang diformulasikan.

Bandingkan dengan Pemerintah China yang mengalokasikan 110,48 miliar yuan (16 miliar dollar AS) per
4 Maret 2020. Jepang mengalokasikan pengeluaran tambahan 5 triliun yen (47 miliar dollar AS) untuk
meredam dampak Covid-19. Korea Selatan dan Singapura masing-masing mengalokasikan 9,9 miliar
dollar AS dan 4,06 miliar dollar AS untuk membantu medis, bisnis, rumah tangga.

Anggaran Indonesia yang tak banyak itu akan semakin tidak efektif bila terlambat diserap atau
dibelanjakan dan tidak tepat sasaran. Karena itu, terbitnya surat edaran dari Kementerian Dalam Negeri
kepada seluruh pemerintah daerah agar mengendalikan dan mempercepat penyerapan anggaran untuk
mengatasi wabah Covid-19 beserta dampak ikutannya berupa perlambatan pertumbuhan ekonomi adalah
langkah tepat.

Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2019 tentang Peningkatan Kemampuan dalam Mencegah, Mendeteksi,
dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global, dan Kedaruratan Nuklir, Biologi, dan Kimia pun
mengamanatkan para gubernur dan bupati/wali kota untuk menggerakkan segala sumber daya sesuai
tanggung jawab dan kewenangannya; mengintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan
daerah; dan mengalokasikan anggaran yang memadai dalam upaya mencegah, mendeteksi, dan
merespons cepat berbagai penyakit yang menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat.

Kita berharap, anggaran yang minim itu difokuskan pada kegiatan yang dampaknya langsung dirasakan
masyarakat, seperti peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama ataupun rumah sakit
rujukan di daerah yang potensial terjangkit. Pemerintah telah mengeluarkan protokol kesehatan untuk
menghadapi Covid-19, mulai dari proses screening suspect, pengantaran ke RS rujukan, pengambilan
spesimen, hingga proses isolasi dan penyembuhan. Tanpa dukungan anggaran, protokol itu akan menjadi
kertas belaka.

Begitu pula implementasi protokol area pendidikan, seperti pengintensifan kebersihan lingkungan di
sekolah, ataupun protokol penanganan Covid-19 di berbagai pintu masuk di daerah, mulai dari bandara,
pelabuhan, hingga pos lintas batas darat negara. Tidak kalah penting adalah protokol komunikasi. Di era
banjir informasi, kegiatan komunikasi yang masif sangat vital untuk mengatasi bias informasi.

Anggaran yang ada sungguh-sungguh digunakan untuk menggerakkan ekonomi masyarakat. Percepatan
penyerapan anggaran jangan disalahgunakan untuk kegiatan yang tidak urgen atau balas jasa menjelang
pilkada. Dengan kesungguhan, keterpaduan, anggaran yang tidak banyak bisa menjadi modal kuat bagi
bangsa ini untuk menghadapi Covid-19.

Anda mungkin juga menyukai