Anda di halaman 1dari 19

Politisasi Birokrasi:

Pola Hubungan Politik dan Birokrasi di Indonesia

Wayu Eko Yudiatmaja


(wayuguci@gmail.com)
(Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP UMRAH)

Abstract:
This paper highlights the politization of bureaucracy in Indonesia. The purpose of this study is to
explain the practices of politization in Indonesian bureaucracy. The qualitative approach is used to
explore it purpose. The data of this study are gained from the secondary sources. Finding of this
research conclude that the politization ensuethroughout Indonesian voyage. Further, the politization
will be discussed in three periods, included pre-colonial, colonial, Old Order, New Order, and post New
Order.The politization of bureaucracy are determined by liberal democracy, multi-party system, and
high-cost politics.

Keywords: The politization of bureaucracy, liberal democracy, multi-party system, high-cost


politics

Pendahuluan dibahas oleh ilmuwan Administrasi Publik.


Jika melihat konteks sejarahnya, Ilmu
Hubungan politik-birokrasi di
Administrasi Publik lahir dan mendapat
Indonesia pada saat ini menjadi wacana
pengakuan dari para scientist berkat tulisan
menarik untuk dicermati. Pola hubungan
Woodrow Wilson yang berjudul The Study of
politik-birokrasi yang diistilahkan oleh
Administration yang dimuat pertama kali
beberapa ahli yakni relasi antara ‚cinta‛ dan
oleh The Journal Political Science Quarterly
‚benci‛ menjadi topik yang hangat
pada tahun 1887. Menurut Wilson, perlu
diperdebatkan. Politik-birokrasi adalah
suatu ilmu untuk mengkaji masalah
‚dua sejoli‛ yang dianalogikan sedang
administrasi dan membantu
‚berpacaran‛. Layaknya ‚orang yang
menerjemahkan kebijakan-kebijakan politik.
sedang berpacaran‛ akan selalu ada dua
Kemudian, Wilson berpendapat bahwa
perasaan yang muncul silih berganti yaitu
politik dan administrasi harus dipisah
perasaan ‚cinta‛ dan ‚benci‛. Di satu sisi
karena keduanya memiliki tugas yang
mereka ingin selalu berdekatan dan bekerja
berbeda. Pemisahan antara politik-
sama, tetapi di sisi lain ingin saling menjauh
administrasi dimaksudkan agar birokrasi
dan berdiri sendiri. Dengan analogi ini
publik dapat bekerja secara profesional
maka hubungan politik-birokrasi ini seperti
melayani kepentingan umum (public interest)
‚dua sisi mata uang‛, yang tidak bisa
tanpa dibebani isu-isu politik (Kumorotomo,
dipisahkan (unseparated) tetapi berdiri
2005:157).
sendiri (integrated).
Pendapat Wilson diperkuat oleh
Dalam literatur Administrasi Publik
Frank J. Goodnow, menurut Goodnow ada
hubungan politik-birokrasi sudah lama
dua fungsi yang berbeda dari pemerintah

10 Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN)


(two distinc function of government) yaitu Budha dan Islam seperti kerajaan Kutai,
politik dan administrasi. Politik menurut Majapahit, Sriwijaya, Samudera Pasai,
Goodnow, berhubungan dengan kebijakan Mataram, Gowa-Tallo dan lain-lain. Pada
atau berbagai masalah yang berhubungan masa ini kegiatan politik lebih diarahkan
dengan kebijakan negara. Sedangkan pada usaha penaklukan wilayah-wilayah
administrasi, berkaitan dengan pelaksanaan kerajaan lain untuk memperluas kekuasaan.
(implementasi) kebijakan tersebut (Henry, Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya misalnya
1988:34). Namun pendapat ini ditentang melakukan ekspedisi hampir ke seluruh
oleh Leonald D. White, menurutnya Ilmu wilayah nusantara bahkan sampai ke Negeri
Administrasi Publik hanya dapat dijalankan Sembilan (Malaysia), Tahiland dan Vietnam
dengan efektif jika dikawinkan dengan teori sehingga kedua kerajaan ini disebut sebagai
pemerintahan (Thoha, 2005:11). Dari dua kerajaan nasional. Raja-raja pada setiap
pemahaman tersebut kemudian akan kerajaan memiliki pengaruh yang kuat
berimplikasi terhadap hubungan politik- terhadap kerajaan-kerajaan kecil lain yang
birokrasi pada tataran paraktiknya. menjadi jajahannya. Namun, di setiap
Perbedaan pendapat dari para ahli wilayah jajahan tetap diangkat pemimpin
di atas pada tataran keilmuannya juga lokal (local leaders), yang disebut juga
memiliki dua pemahaman yang berbeda. sebagai bupati, sebagai perpanjangan
Ada kecenderungan untuk memisahkan tangannya, bupati-bupati tersebut
Ilmu Politik dan Administrasi Publik. diwajibkan membayar upeti setiap
Orang-orang yang menganut paham ini tahunnya, datang ke kerajaan pada hari-hari
berpendapat bahwa antara politik dan dan upacara-upacara tertentu seperti acara
administrasi harus dipisahkan, karena Grebek Maulud sebagai wujud
politik dan administrasi tidak bisa penghormatan kepada raja (Dwiyanto,
dicampuradukkan, begitupun sebaliknya. 2006:15).
Di lain pihak, ada pemahaman yang ingin Pola hubungan politik-birokrasi
menyatukan politik dan administrasi pada masa kerajaan maujud dengan
dengan argumen bahwa jika ingin kuatnya kekuasaan raja-raja yang berkuasa
membahas administrasi (birokrasi) mau terhadap aparat dan rakyatnya.
tidak mau harus mempelajari politik, dan Dominannya kekuasaan raja sebagai
sebaliknya. Tegasnya, jika ingin pemegang otoritas tertinggi, menjadikan
mempelajari Teori Administrasi Publik raja sangat berkuasa sehinggga raja
maka harus paham Teori Politik, maupun memiliki hak mutlak untuk menetapkan
sebaliknya. Dari dua pemahaman ini maka semua aturan yang menyangkut hajat hidup
anekdot ‚dua sejoli yang sedang orang banyak seperi hukum, politik, agama,
berpacaran‛ dan ‚dua sisi mata uang‛ dapat ekonomi, sosial dan budaya. Birokrasi pada
merepresentasikan pola hubungan politik- masa itu hanya mengabdi pada kepentingan
birokrasi dewasa ini. raja dan keluarganya, akibatnya fungsi
Pada tataran praktisnya, hubungan pelayanan oleh birokrasi tidak menjadi
politik-birokrasi yang ditandai oleh orientasi tetapi birokrasi lebih bersifat king
gabungan perasaan ‚cinta‛ dan ‚benci‛ oriented.
sudah berlangsung sejak lama di Indonesia. Kedua, Periode Kolonial
Jika dirunut berdasarkan konteks sejarahnya (penjajahan). Dalam literatur-litarartur
kita bisa memetakannya ke dalam tiga sejarah diketahui bahwa bangsa asing yang
periode. Pertama, periode pra-kolonial pertama kali datang ke Indonesia adalah
(kerajaan), pada masa ini, jauh sebelum Portugis (1511), kemudian Belanda (1818),
Indonesia merdeka sudah eksis kerajaan- disusul oleh Inggris dan terakhir Jepang
kerajaan lokal baik yang bercorak Hindu, (1942). Pada masa penjajahan, pihak

Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN) 11


penjajah merupakan penguasa yang Tulisan ini menganalisis tentang
mengendalikan semua sendi-sendi pola hubungan politik-birokrasi di
kehidupan bangsa Indonesia. Kebijakan- Indonesia, terutama pada masa
kebijakan umum ditetapkan secara pemerintahan SBY-JK. Penulis ingin
sentralistis oleh penjajah dan aparat mengidentifikasi dan menganalisis
birokrasi bertanggung jawab menjalankan mengenai politisasi birokrasi yang terjadi
kebijakan itu. Aparat-aparat birokrasi, mulai pada pemerintahan SBY-JK. Tulisan ini akan
dari hierarki yang tertinggi (Gubernur diawali dengan membahas konteks historis
Jenderal) hingga jabatan yang terendah politik-birokrasi pada masa prakolonial,
seperti kepala desa hanya perpanjangan kolonial dan pascakolonial. Setelah itu, baru
tangan penjajah untuk menerapkan dilanjutkan ke politisasi birokrasi pada era
kebijakan-kebijakannya kepada rakyat. Reformasi, yang didahului dengan paparan
Ketiga, periode pasca-kolonial yang mengenai politisasi pada pemerintahan
dibagi lagi kedalam tiga era, Orde Lama, Habibie, Gus Dur dan Megawati, baru
Orde Baru dan Reformasi. Pada dasarnya dibahas mengenai politisasi pada
pola hubungan politik-birokrasi pada ketiga pamerintahan SBY-JK.
era ini tidak jauh berbeda. Relasi perasaan
Konsep Politik dan Birokrasi
‚cinta‛ dan ‚benci‛ mewarnai hubungan
politik-birokrasi setelah Indonesia merdeka. Politik pada dasarnya erat kaitannya
Pola hubungan seperti ini yang kemudian dengan kekuasaan (power). Politik
menyebabkan politik dan birokrasi di merupakan sarana untuk memaksakan
Indonesia tidak bebas nilai (unvalue free), kehendak suatu pihak kepada pihak lain
sehingga pola ‚politisasi birokrasi‛ lebih dengan cara-cara tertantu. Seseorang
merefleksikan hubungan politik-birokrasi di berpolitik orientasinya adalah memperoleh
Indonesia. Para pemimpin yang menjadi kekuasaan, logikanya setelah berkuasa
penguasa ketiga era tersebut mempunyai dengan kekuasaan yang dimiliki maka ia
style dan cara tersendiri menyangkut akan menanamkan pengaruhnya kepada
kebijakan politik-birokrasi tergantung orang lain. Anggota DPR misalnya, ia
kepada pendekatan (approach) yang dipakai dicalonkan oleh partainya sehingga ia
dalam menata hubungan politik- duduk di legislatif, maka setelah ia menjabat
birokrasinya. Masa Orde Lama memberikan sebagai legislator maka ia akan memasukkan
pengalaman bagaimana birokrasi dijadikan kepentingan-kepentingan partainya,
arena perebutan pengaruh politik kepentingan pribadinya dan kepentingan
antarberbagai partai politik yang sedang constituentnya dalam setiap kebijakan yang
berkuasa. Masa Orde Baru mengajarkan dirumuskan oleh DPR.
pada Orde Baru untuk menjadi ‘mesin Selain itu, menurut Budiardjo
politik’ yng membuat birokrasi menjadi (2005:8) politik selalu menyangkut tujuan-
partisan untuk kepentingan partai Golkar tujuan dari seluruh masyarakat (public goals)
(Partini dan Wicaksono, 2004). Sedangkan dan bukan tujuan pribadi (private goals).
pada era Reformasi, politik akomodasi Dengan demikian dapat dipahami bahwa
dalam kabinet dan penempatan pejabat- politik yang dijalankan oleh sutu negara
pejabat politik pada jabatan-jabatan karier harus dilaksanakan dengan tujuan
merupakan dinamika umum hubungan menyejahterakan rakyat bukan hanya
politik-birokrasi di Indonesia. Namun, pada menguntungkan salah satu pihak.
dasarnya politisasi birokrasi lebih mewarnai Singkatnya, politik adalah instrumen untuk
hubungan politik-birokrasi di Indonesia mewujudkan tujuan-tujuan seluruh
sehingga terjadi hubungan yang saling masyarakat.
mempengaruhi.

12 Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN)


Konsep-konsep pokok yang terkait  Aturan-aturan formal yang mengatur
dengan politik menurut Budihardjo, (2005:9) tatahubungan anggota organisasi.
adalah: Setiap orang dalam organisasi bekerja
sesuai dengan tuntunan yang telah
1. Negara (state) tersedia sehingga pekerjaan-pekerjaan
2. Kekuasaan (power) dalam organisasi dapat dilakukan
3. Pengambilan kebijakan (decesion making) dengan efektif dan efisien.
4. Kebijakan (policy) 4. Impersonal
5. Pembagian (distribution) atau alokasi  Tidak mengenal adanya hubungan
(allocation) kekuasan saudara, pertemanan dan perkoncoan
Sedangkan birokrasi secara karena pola hubungan didasarkan
etimologi berasal dari kata Yunani yaitu biro atas rasionalitas.
yang artinya kantor dan krasi yang artinya 5. Penempatan pegawai berdasarkan
pemerintah. Jadi, secara etimologi birokrasi kemampuan
dapat didefinisikan sebagai kantor  Seleksi pegawai dilakukan dengan
pemerintah atau organisasi pemerintah. ketat sesuai dengan kompetensinya.
Sementara itu, menurut Wrong birokrasi Bagi pegawai yang lulus seleksi,
merupakan organisasi yang diangkat untuk penggunaan standar kompetensi yang
mencapai satu tujuan tertentu dari berbagai ketat, keilmuwan dan keterampilan
tujuan, diorganisir secara hierarki dengan merupakam syarat yang harus
jalinan komando yang tegas, menciptakan dipenuhi.
pembagian kerja yang jelas, peraturan- 6. Jenjang karier bagi pegawai
peraturan umum, karyawan dipilih  Kenaikan pangkat, pendidikan dan
berdasarkan kompetensi (merit system), dan pelatihan bagi pegawai untuk
pekerjaan sebagai birokrat merupakan meningkatkan kemampuannya
pekerjaan seumur hidup (Mufiz, 2004: 53). karena intensitas pekerjaan yang
semakin meningkat dan rumit.
Tipe Ideal Birokrasi
7. Kehidupan organisasi dipisahkan dari
Ketika membicarakan karakteristik kehidupan pribadi
birokrasi kita tidak bisa berpaling dari Max  Organisasi dijalankan tanpa
Weber. Sosiolog asal Jerman ini merupakn terkooptasi oleh kepentingan-
orang pertama yang meletakkan dasar-dasar kepentingan pribadi.
dan karakteristik organisasi modern yang
Pada prinsipnya, tipe ideal birokrasi
kemudian dikenal dengan birokrasi.
Weber ditujukan untuk menunjang efisiensi
Menurut Weber ada beberapa karakteristik
dan efektivitas organisasi. Di samping itu,
(ideal type) yang harus dimiliki oleh
tipe ideal Weber sejalan dengan tuntutan
birokrasi. Karakteristik tersebut menurut
demokrasi. Birokrasi adalah konsekuensi
Robbins (1994:338) sebagai berikut:
logis dari kehidupan yang demokratis yang
1. Pembagian kerja
menghendaki objektivitas dan konsistensi
 Adanya job descriptions yang jelas
kebijakan. Oleh karena itu birokrasi bersifat
untuk setiap bawahan agar pekerjaan
impersonal (Wibawa, 2005: 103). Sifat-sifat
dapat dilakukan dengan efektif dan
impersonal birokrasi dibutuhkan agar
efisien.
pelayanan yang diberikan birokrasi kepada
2. Hierarki kewenangan
masyarakat memenuhi asas keadilan (equiy)
 Jenjang kepangkatan yang disusun
dan terhindar dari kultur partisan.
secara tegas yang mendiskripsikan
Namun, pada tataran praktisnya di
kewenangan atasan dan bawahan.
Indonesia tipe ideal birokrasi Weber hanya
3. Formalisasi
sebatas sketsa semata. Tipe ideal birokrasi

Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN) 13


Weber tidak ditemukan aplikasinya pada jabatan politik (non-karier) dan jabatan
organisasi pemerintah. Bahkan sebaliknya, birokrasi (karier). Implikasinya adalah,
birokrasi dianggap sebagai simbol politisi-politisi yang memperoleh kekuasaan
kelambanan, kelalaian, korupsi, tidak efisien politik melalui pemilihan umum menempati
dan partisan (Tjokroamidjojo, 1995:71), jabatan politik sebagai pimpinan
sehingga kepercayaan (trust) publik departemen, sedangkan jabatan di
semakin hilang. bawahnya seperi jabatan Sekjen, Dirjen dan
Irjen dijabat oleh pegawai-pegawai
Pejabat Politik dan Pejabat Birokrasi
profesioanal (birokrat karier). Oleh karena
Hadirnya partai politik dalam suatu itu, perlu dibedakan natar jabatan
sistem pemerintahan akan berpengaruh politikdan jabatan birokrasi. Perbedaan
terhadap tatanan birokrasi pemerintah jabatan politik dan jabatan birokrasi dapat
(Thoha, 2004:151). Jabatan-jbatan dalam dilihat pada tabel 1.
suatu departemen di Indonesia terdiri dari
Tabel 1.
Perbedaan antara Jabatan Politik dan Jabatan Birokrasi

No Variabel Pembeda Jabatan politik Jabatan Birokrasi


1 Cara pengangkatan Dipilih melalui pemilu Diangkat berdasarkan
kualifikasi tertentu
2 Masa jabatan Ditentukan Seumur hidup
(biasanya 5 tahun)
3 Sifat jabatan Sewaktu-waktu bisa Tidak bisa diberhentikan
diberhentikan kecuali ybs meminta
berhenti
4 Pertanggungjawaban Bertanggung jawab Bertanggung jawab
kepada konstituent yang kepada negara
memilihnya

Konteks Historis Politik-Birokrasi di keterkaitan sejarah menjadi bagian penting


Indonesia untuk melihat kemunculan berbagai
fenomena dan persoalan-persoalan yang
Hubungan politik-birokrasi di
terjadi dalam tubuh birokrasi seperti
Indonesia pada sat ini tidak bisa dipisahkan
masalah korupsi, kolusi dan nepotisme serta
dari konteks sejarahnya. Hubungan itu
tidak tumbuhnya budaya pelayanan dalam
tidak lahir dengan sendirinya, tetapi
birokrasi di Indonesia (Dwiyanto, 2005:10).
dibentuk oleh sejarah yang telah
Oleh karena itu, sebelum membahas
mendahuluinya. Kajian historis politik-
perkembangan hubungan politik-birokrasi
birokrasi di Indonesia dapat membantu kita
pada saat ini, maka terlebih dahulu akan
memahami fenomena birokrasi yang terjadi
dibahas mengenai konteks historis politik-
pada saat ini, terutama fenomena politisasi
birokrasi di Indonesia.
birokrasi yang sedang berlangsung di
Indonesia pada saat ini. Selain itu, melalui 1. Periode Prakolonial (Kerajaan)
kajian sejarah kita akan mendapatkan Sebelum Indonesia memproklamir-
pemahaman mengenai patologi birokrasi kan diri sebagai sebuah bangsa yang
(bereaucrahcy patology) yang kerap melanda merdeka pada tahun 1945 dan sebelum
birokrasi publik di Indonesia. Sebagaimana kedatangan bangsa asing, jauh sebelum itu
yang diungkapkan oleh Dwiyanto, dkk kira-kira pada abad ke 16 sudah ada

14 Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN)


kerajaan-kerajaan yang menghuni wilayah tangga istana raja, (3) Tugas pelayanan yang
nusantara. Hampir seluruh wilayah ditujukan kepada pribadi sang raja, (4) Gaji
nusantara pada masa itu memiliki kerajaan- dari raja kepada pegawai pegawai kerajaan
kerajaan lokal yang berdasarkan agama pada hakikatnya adalah anugerah yang juga
tertentu, baik Hindu, Budha maupun Islam. dapat ditarik sewaktu-waktu sekehendak
Namun, hanya ada dua kerajaan yang raja dan (5) Para pejabat kerajaan dapat
dianggap sebagai kerajaan yang bercorak berbuat sekehendak hatinya kepada rakyat,
nasional yaitu Kerajaan Majapahit dan seperti halnya yang dilakukan oleh raja.
Kerajaan Sriwijaya. Kedua kerajaan ini Secara sosiologis, struktur
disebut sebagai kerajaan nasional karena masyarakat pada masa itu terbagi ke dalam
wilayah kekuasaannya yang tersebar dua lapisan, yaitu golongan priyayi dan
hampir di seluruh wilayah nusantara hingga wong cilik (rakyat jelata). Golongan priyayi
ke luar tanah air. Bahkan, sejarah mencatat terdiri atas para pejabat tinggi pusat mulai
bahwa Majapahit memiliki dari keluarga raja (pangeran), panglima
daerahkekuasaanhingga ke Negeri Sembilan perang (militer), penasihat raja (patih),
(Malaysia), Thailand dan Vietnam. kemudian pejabat-pejabat di bawahnya
Secara umum sistem pemerintahan seperti juru tulis (pejabat administrasi), abdi
pada masa kerajaan bersifat feodal- dalem, para punggawa (hulubalang istana)
sentralistik. Raja merupakan penguasa dan para bangsawan yang diberi hak
tunggal yang harus dipatuhi. Segala istimewa dan pejabat daerah mulai dari
keputusan ada di tangan raja dan rakyat adipati/bupati, kuwu (kepala daerah),
harus melaksanankannya. Birokrasi demang (kepala desa), bekel (kepala
diorganisir untuk mengkomunikasikan kampung), Sementara itu, wong cilik adalah
kebijakan-kebijakan raja kepada rakyat. rakyat jelata yang tidak memiliki kekuasaan
Birokrasi pada masa itu adalah apa-apa seperti petani, pedagang, buruh,
perpanjangan tangan raja untuk tukang, orang biasa dan lain-lain
memaksakan kehendaknya kepada rakyat. (Sinambela, 2006:73). Hubungan kedua
Ada beberapa ciri yang dimiliki oleh lapisan tadi lebih bersifat patront client di
birokrasi pada masa itu (1) Penguasa mana wong cilik tidak memiliki kekuasaan
menganggap dan menggunakan yang berarti. Apabila digambarkan maka
administrasi publik untuk urusan pribadi, struktur masyarakat pada masa itu akan
(2) Administrasi adalah perluasan rumah terlihat seperti pada gambar 1.

Gambar 1.
Struktur Masyarakat pada Zaman Kerajaan

Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN) 15


Sistem politik yang dipakai pada Kolonialisme Belanda dimulai
masa itu lebih berorientasi kepada dengan munculnya VOC (Verenigde
kekuasaan dengan cara perluasan wilayah. Oostindische Compagnie) pada tahun 1862,
Kerajaan-kerajaan besar mencoba yang merupakan organisasi dagang Timur
melakukan ekspansi ke luar untuk Jauh yang diberi wewenang besar untuk
memperluas wilayahnya. Setelah berhasil, mengeksploitasi wilayah dagang atas nama
politik ekspansi ini mengharuskan sang raja raja Belanda. Awalnya tujuan VOC datang
menempatkan orang kepercayaannya untuk ke Indonesia hanya untuk berdagang,
memimpin wilayah jajahan. Maka kemudian lama-kelamaan niat busuk VOC
ditunjuklah pemimpin-pemimpin lokal terungkap. Dimulai dengan memonopoli
(local leaders) sebagai perpanjangan tangan rempah-rempah penduduk, meminta tanah
raja. Pemimpin lokal, yang disebut bupati, untuk mendirikan kantor hingga akhirnya
bertugas mengimplementasikan kebijakan- ingin menguasai seluruhnya.
kebijakan raja kepada rakyatnya. Bupati Melihat perkembangan VOC yang
diberikan keleluasaan oleh raja untuk begitu pesat dan telah menguasai pusat
menjalankan tugasnya, sehingga tidak perdagangan rempah-rempah di Indonesia
sedikit dari para bupati yang bertindak mendorong kerajaan Belanda di awal
sewenang-wenang dan bahkan lebih kejam abad18 menempatkan seorang Gubernur
dari raja.. Akhirnya dapatlah diketahui Jenderal (General Gouvenour) untuk
bahwa politisasi pada masa kerajaan mengkoordinir wilayah jajahan. Akibatnya,
dimaknai dengan lemahnya kedudukan struktur pemerintahan di wilayah jajahan
birokrasi di hadapan raja, akibatnya menempatkan Gubernur Jenderal pada
birokrasi lebih loyal kepada raja posisi yang sangat berkuasa atas segala
dibandingkan bertanggung jawab kepada sesuatu urusan di negara jajahan (Dwiyanto,
rakyat. 2005:15). Gubernur Jenderal diberi
kekuasaan untuk mengatur wilayah jajahan,
2. Periode Kolonial
namun tetap membayar upeti kepada
Bangsa Indonesia pernah dijajah kerajaan Belanda sebagai bukti
selama beberapa abad oleh bangsa asing. kesetiaannya.
Bangsa asing yang pertama kali datang ke Pada masa itu, Belanda telah
Indonesia adalah Portugis (1511), kemudian menerapkan sistem administrasi modern
Belanda (1818), disusul oleh Inggris dan dalam mengurus dan mengendalikan
terakhir Jepang (1942). Pada awalnya wilayah jajahannya, termasuk di Indonesia.
mereka datang ke Indonesia hanya untuk Sebagaimana yang diungkapkan oleh
berdagang, namun lama kelamaan ingin Sinambela, bahwa cara-cara yang dipakai
menguasai. Dalam tulisan ini, yang Belanda melahirkan pola birokrasi kolonial
dijadikan pisau analisis untuk mengetahui yang cukup maju, tanpa mengubah total
pola politisasi birokrasi pada periode ini tatanan yang ada (Sinambela, 2006:75).
hanya pada masa penjajahan Belanda Selanjutnya menurut Dwiyanto, pada masa
dengan beberapa pertimbangan. Pertama, kolonial terdapat dualisme sistem
Belanda merupakan bangsa yang paling administrasi pemerintahan. Di satu sisi telah
lama menjajah Indonesia. Kedua, pola mulai diperkenalkan dan diberlakukan
hubungan politik-birokrasi lebih mudah sistem administrasi kolonial (Binnenlandsche
diidentifikasi pada masa ini karena Belanda Bestuur) yang mengenalkan sistem
sudah menerapkan administrasi administrasi dan birokrasi modern,
pemerintahan yang cukup baik dan rapi di sedangkan pada sisi lain sistem administrasi
Indonesia. tradisional (Inhemsche Bestuur) masih tetap
dipertahankan (Dwiyanto, 2005:14) .

16 Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN)


Artinya, Belanda tetap memakai jasa-jasa dengan jabatan residen, asisten residen dan
pegawai pribumi yang berasal dari priyayi countreuler yang hierarkinya bertanggung
untuk kegiatan-kegiatan birokratis- jawab kepada Gubernur Jenderal. Apabila
administratif. Sementara itu, untuk digambarkan maka struktur hierarki pada
mengawasi mereka diangkat pejabat masa kolonial akan terlihat seperti pada
Belanda dengan mengambil model Barat gambar 2 dan 3.
Gambar 2.
Struktur Hierarki pada Masa Kolonial

Ratu Belanda

Gubernur Jenderal

Residen Asisten residen Countreuler

Bupati

Rakyat

Gambar 3.
Struktur Masyarakat pada Masa Kolonial

Pegawai pribumi berkewajiban (penjajah) karena diiming-imingi dengan


melaksanakan (implementator) kebijakan- gaji dan kedudukan, tanpa mereka sadari
kebijakan Belanda kepada masyarakat. bahwa gaji dan kedudukan yang diperoleh
Dalam realitanya, pegawai-pegawai ini telah menyengsarakan rakryat. Seperti yang
lebih berorientasi pada kepentingan kolonial dikemukakan oleh Tjokroamidjojo, orientasi

Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN) 17


dan kondisi kepegawaian pada zaman itu Indonesia dipimpin oleh rezim-rezim
penjajahan lebih ditujukan untuk pemerintahan. Adapun rezim yang pernah
kepentingan penjajah dan demi kepentingan berkuasa di Indonesia adalah rezim Orde
pemeliharaan keamanan dan ketertiban Lama, Orde Baru dan Reformasi. Pada
belaka (Tjokroamidjojo, 1995:122). Jadi, bagian ini akan dibahas mengenai politisasi
dapat dipahami bahwa pola politisasi birokrasi pada era Orde Lama dan Orde
birokrasi pada masa kolonial ini terlihat Baru, sedangkan politisasi birokrasi pada
dalam pengangkatan pejabat-pejabat era Reformasi akan dibahas pada bab
pribumi (bupati) dari kalangan priyayi selanjutnya.
(bangsawan) tanpa kriteria yang jelas dan
3.1 Era Orde Lama
dominannya orientasi birokrasi pada
kepentingan-kepentingan politik penjajah Setelah berakhirnya kekuasan
dibanding melaksanakan fungsi pelayanan Belanda di Indonesia, pemerintahan
(service functions) terhadap publik dijalankan oleh Soekarno sebagi presiden
dan Hatta sebagai wakil presiden. Seiring
3. Periode Pascakolonial (Penjajahan)
dengan perkembangan bangsa pada sat itu,
Masa penjajahan Belanda berakhir di sistem pemerintahan selalu mengalami
Indonesia dan Indonesia secara de facto telah perubahan. Beberapa kali Indonesia
merdeka bersamaan dengan dibacakannya bongkar-pasang sistem pemerintahan.
proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh Dimulai dari sistem presidensial (1945-
Soekarno dan Hatta pada tanggal 17 1949), sistem Parlementer (1949-1950) dan
Agustus 1945. Selanjutnya, dibentuklah kembali ke sistem presidensial (1959) hingga
pemerintahan yang berdaulat sebagai sekarang.
pelaksana tujuan-tujuan negara. Sejak saat
Tabel 2.
Perkembangan Ketatanegaraan Indonesia

Periode Konstitusi Bentuk Negara Sistem Pemerintahan


18 Agustus 1945- 27 Desember 1949
A. 18 Agt 1945 – 14 Nov 1945 UUD 1945 Kesatuan Kabinet Presidensial
Kabinet Parlementer
B. 14 Nov 1945 – 27 Des 1949 UUD 1945 Kesatuan
27 Des 1949 – 17 Agustus 1950 UUD RIS 1949 Serikat/Federal Kabinet Parlementer
17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 UUD 1950 Serikat Kabinet Parlementer
5 Juli 1959 – Sekarang
A. Orde Lama
5 Juli 1959 – 11 Maret 1966 UUD 1945 Kesatuan Kabinet Presidensial
B. Orde Baru Kabinet Presidensial
11 Maret 1966 – 21 Mei 1998 UUD 1945 Kesatuan Kabinet Presidensial
C. Reformasi
21 Mei 1998 – sekarang UUD 1945 Kesatuan

Sumber: Dimodifikasi dari Budianto (1995: 123).

Politisasi birokrasi pada era Orde telah mempengaruhi birokrasi publik


Lama diawali dengan menjamurnya partai karena hampir semua pegawai berafiliasi
politik setelah keluarnya Maklumat X wakil dengan partai politik tertantu sehingga
presiden tanggal 3 November 1945 tentang mereka pun terkotak-kotak (Sinambela,
pembentukan partai politik. Menguatnya 2006:79). Birokrat-birokrat lebih senang
posisi tawar partai politik sedikit banyaknya berpolitik praktis dan mengurusi partai

18 Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN)


politik, daripada melakukan pelayanan pejabat-pejabat politik (menteri) secara silih
kepada publik, sehingga fungsi pelayanan berganti berpengaruh pada birokrasi publik.
tidak berjalan sebagaimana mestinya pada Menteri-mentri yang berkuasa dengan
masa itu. leluasa mengangkat pejabat-pejabat
Di samping itu, diterapkannya birokrasi dan pegawai-pegawai pemerintah
bentuk pemerintahan parlementer dan yang berasal dari partainya, sehingga warna
sistem politik yang mengiringinya pada politisasi birokrasi sangat kental terasa pada
tahun 1950-1959 membawa konsekuensi masa itu. Sebagaimana yang diungkapkan
seringnya terjadi pergantian kabinet hanya oleh Thoha, aparat-aparat pemerintah yang
dalam tempo beberapa bulan. Akibatnya, diharapkan bersikap netral sudah pandai
birokrasi sangat terfragmentasi secara bermain mata dengan kekuatan-kekuatan
politik (Dwiyanto, 2005:32). Pergantian politik yang ada Thoha 2004:137).
Gambar 4.
Konsepsi Revolusi Soekarno

Revolusi

Militer Birokrasi Rakyat

Selain itu, ideologi revolusi yang No. XXXIII/MPRS/1967 mencabut kekuasan


diusung oleh Soekarno juga berperan besar Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai
dalam mempolitisasi birokrasi. Keinginan pejabat Presiden RI (Badrika, 2000).
Soekarno untuk mengerahkan seluruh Bersamaan dengan itu, maka berakhirlah
komponen bangsa, termasuk birokrasi pemerintahan Orde Lama di bawah
untuk mendukung revolusi yang kepemimpinan Soekarno dan digantikan
digagasnya membuat birokrasi terpolitisasi oleh rezim yang baru yang kemudian
sedemikian rupa. Ideologi ini kemudian dikenal dengan Orde Baru di bawah
yang ditentang oleh Bung Hatta yang komando Soeharto.
menginginkan birokrasi profesional dan Pada dasarnya pola politisasi
berfungsi secara total sebagi public servant. birokrasi masih tetap berlangsung, tetapi
Puncak dari perbedaan pemahaman ini dengan model yang berbeda. Pada era Orde
adalah mundurnya Hatta dari jabatan wakil Baru, Soeharto menggunakan jargon-jargon
presiden (Purwanto dan Kumorotomo, stabilitas, ketahanan nasional,
2005:ix) pembangunan, monoloyalitas dan lain
sebagainya untuk memperkokoh
3.2 Era Orde Baru
kekuasaannya. Pendekatan developmentalism
Pada tanggal 20 Februari 1967, yang dipakai oleh Soeharto inilah yang
Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kemudian menuntunnya untuk
pemerintah kepada Soeharto. Penyerahan memobilisasi seluruh kekuatan yang ada
kekuasan ini dikukuhkan di dalam Sidang pada saat itu (Golkar, militer dan birokrasi)
Istimewa MPR. MPRS dalam ketetapannya

Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN) 19


untuk mendukung program-program melahirkan kontrol terhadap kehidupan
pembangunan yang dicita-citakannya. politik dan merusak netralitas birokrasi.
Dampaknya adalah birokrasi Birokrasi terseret ke dalam permainan
terseret ke dalam pergulatan politik politik dan bahkan menjadi satu pilar
pemerintah, karena birokrasi dijadikan alat kekuatan politik tertentu (Kurniawan,
yang ampuh oleh pemerintah untuk 2005:57). Dengan demikian dapat diketahui
mengontrol kehidupan politik rakyat. Hal bahwa selama rezim Orde baru berkuasa
ini senada dengan apa yang diungkapkan telah terjadi semacam konspirasi antara
oleh Kurniawan, bahwa obsesi Orde Baru pemerintah dan birokrasi untuk
menciptakan stabilitas ekonomi telah memperkokoh kekuasaan pemerintah.
Gambar 5.
Pola Politisasi Birokrasi pada Era Orde Baru

Golkar

Militer Birokrasi

Rakyat

Di samping itu, kebijakan


Politisasi Birokrasi: Sebuah Fenomena
monoloyalitas yang diterapkan oleh Orde
Mutakhir
Baru berpengaruh besar terhadap tumbuh-
suburnya politisasi birokrasi di Indonesia. 1. Era Transisi, Gusdur dan Megawati
Birokrasi dan militer dimobilisasi Setelah tumbangnya rezim Orde
sedemikian rupa untuk mendukung salah Baru pada tahun 1998 karena tuntutan dari
satu partai politik (Golkar), yang tidak mau berbagai kalangan, yang menginginkan
disebut sebagai partai politik tetapi pada tatanan pemerintahan yang lebih bersih dan
kenyataannya bepolitik. Pegawai-pegawai adil, maka muncullah suatu era baru, yang
pemerintah (PNS) hanya diperbolehkan kemudian disebut dengan era Reformasi.
meyalurkan aspirasi politiknya kepada Dimulainya era Reformasi ditandai dengan
Golkar, begitu pula halnya dengan militer. peralihan kekuasaan dari presiden Soeharto
Sehingga di Golkar ada tiga pintu yang kepada wakil presiden Habibie pada
mencirikan asal simpatisannya yaitu, dari tanggal 21 Mei 1998 (Kompas 1 Mei 2006:
fungsionaris Golkar sendiri, militer dan hal 4) dengan landasan pasal 8 UUD 1945.
birokrasi (Gaffar, T tahun:52). Hal ini Maka tampillah Habibie sebagai Presiden RI
menjadi dilematis karena birokrasi publik ketiga. Angin reformasi yang berhembus
diperlukan sebagi public service actor yang
pada saat itu, memberikan amanah yang
netral dan adil, namun pada masa Orde begitu besar kepada Presiden Habibie untuk
Baru telah terkontaminasi oleh manufer- memperbaiki tatanan kehidupan berbangsa
manufer politik pemerintah, sehingga dan bernegara dalam tempo yang cepat.
birokrasi dijadikan instrumen untuk Namun, hal ini tidak bisa dipenuhi oleh
mendukung pemenangan partai politik Habibie sehingga memaksa MPR segera
pemerintah(Soebhan. 2005). melakukan Sidang Istimewa.

20 Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN)


Di samping itu, rasa tidak percaya Kembalinya Indonesia kepada
dari masyarakat bahwa Habibie bisa sistem multipartai berpengaruh terhadap
menjalankan roda pemerintahan dengan hubungan politik-birokrasi di Indonesia
baik juga ikut andil dalam mengakhiri karena partai politik mempunyai posisi
pemerintahannya. Menurut penulis rasa tawar yang yang cukup kuat. Posisi partai
tidak percaya tersebut disebabkan oleh politik yang menguat tercermin dalam
beberapa faktor. Pertama, Habibie masih susunan kabinet yang disusun oleh Presiden
dianggap sebagai ‘antek-antek’ Golkar, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang
karena ia merupakan kaki tangan Soeharto dipilih oleh parlemen hasil multipartai pada
ketika Orde Baru masih berkuasa. Kedua, tahun 1999 (Purwanto dan Kumorotomo,
Lambannya penegakan HAM, supremasi 2005). Kabinet Gus Dur yang disebutnya
hukum, pemulihan ekonomi dan dengan Kabinet Persatuan Pembangunan
pengusutan kasus-kasus korupsi mantan lebih banyak mengakomodir kepentingan-
presiden Soeharto dan kroni-kroninya. kepentingan partai-partai politik yang telah
Ketiga, kebijakan pemerintahan Habibie memilihnya, untuk menjaga stabilitas
yang memberikan opsi merdeka kepada pemerintahannya. Berbagai upaya telah
Timor-timur, sehingga provinsi termuda dilakukan Gus Dur untuk menjaga
Indonesia itu akhirnya lepas dari NKRI. eksistensi pemerintahnnya dengan
Keempat, minimnya ‘jam terbang’ Habibie melakukan beberapa kali reshuffle kabinet.
berpolitik karena ia lebih dikenal sebagai Namun, usaha ini tidak berhasil hingga
teknokrat. akhirnya kabinet kemudian tidak lagi
Dari hasil SI MPR tersebut, maka mengakomodasi kepentingan partai politik
disepakati bahwa pelaksanaan pemilu yang telah mendukungnya. Akibatnya, Gus
dipercepat dan akan dilaksanakan pada Dur diimpeachment oleh MPR dan pada
tahun 1999. Berkaitan dengan itu, tanggal 23 Juli 2001 SI MPR mencabut
disusunlah UU No. 2 tahun 1999 yang mandat Gus Dur sebagai presiden (Kompas
kemudian direvisi dengan UU No. 31 Tahun 1 Mei 2006).
2002 tentang Partai Politik, maka secara Pada tanggal 23 Juli 2001 Megawati
otomatis kebijakan penyederhanaan partai Soekarnoputri dikukuhkan sebagai presiden
politik pada masa Orde Baru tidak berlaku dan sehari sesudahnya Hamzah Haz terpilih
lagi. Sejak saat itu, Indonesia kemudian sebagai wakil presiden (Kumorotomo,
kembali ke sistem multipartai sebagaimana 2005:13). Namun, jika dibandingkan dengan
yang pernah dianut sebelumnya (Purwanto Gus Dur Megawati sedikit lebih beruntung
dan Kumorotomo, 2005:x.Sejak saat itu, karena dapat menjalankan pemerintahannya
muncullah partai-partai baru dalam jumlah hingga akhir masa jabatannya
yang banyak seperti cendawan di musim Satu hal yang perlu dicatat bahwa
hujan. Namun, hanya 48 partai politik yang pola politisasi birokrasi tetap mewarnai
bersaing pada pemilihan umum tahun 1999. pemerintahan Megawati. Belajar dari
Melalui pergulatan politik yang pengalaman pendahulunya (Gus Dur),
cukup panjang, akhirnya Gus Dur Megawati lebih berhati-hati dalam
(Abdurrahman Wahid) terpilih sebagai menyusun kabinetnya. Politik akomodatif
Presiden RI yang keempat, setelah masih tetap dipertahankan guna
mengalahkan Megawati Soekarnoputri menghindari instabilitas kepemimpinannya
dengan perolehan 373 suara, sedangkan dengan mengkooptasi kepentingan-
Megawati hanya mendapatkan 313 suara kepentingan partai politik yang ada.
melalui mekanisme pemilihan oleh Dampaknya adalah sistem politik Indonesia
parlemen (Kompas 1 Mei 2006). telah mengkolaborasikan sistem
presidensial dan sistem parlementer karena

Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN) 21


parlemen (politik) telah mengintervensi 2.1 Analisis Komposisi dan Koalisi di
presiden dalam menetapkan susunan Parlemen serta Isu-isu Kontemporer
kabinetnya (birokrasi).
Implikasi dari sistem multipartai
2. Politisasi pada Pemerintahan SBY-JK yang kembali dipakai Indonesia adalah
kompleksnya komposisi partai politik yang
Pada tanggal 4 oktober 2006
mengisi parlemen (DPR). Hal ini berbeda
Pasangan SBY-JK ditetapkan oleh KPU
jika dibandingkan pada masa Orde Baru
sebagai presiden dan wakil presiden terpilih
berkuasa, di mana parlemen pada
untuk periode 2004-2009 setelah unggul
umumnya diisi oleh Golkar yang selalu
dengan perolehan 69.266.350 suara (60,62%)
meraih suara mayoritas dalam setiap pemilu
atas pasangan Megawati-Hasyim Muzadi
yang digelar. Sedangkan pada saat ini,
yang hanya memperoleh 44.990.704 suara
ketika partai politik kontestan pemilu
(39,38%) (Kompas 1 Mei 2006). Setelah dua
semakin banyak, sehingga tidak ada suara
tahun kepemimpinan SBY-JK (2004-2006),
mayoritas di DPR karena perolehan suara
pola politisasi birokrasi warisan
yang menyebar hampir ke setiap partai.
pendahulunya tetap dilestarikannya.
Pada bagian ini akan dianalisis komposisi
Untuk mengidentifikasi politisasi
anggota parlemen hasil pemilu 2004 dan
birokrasi pada pemerintahan SBY-JK, maka
hubungannnya dengan politisasi birokrasi.
menurut penulis ada beberapa pisau analisis
(knife of analisis) yang dapat digunakan.
Tabel 4.
Perolehan Kursi Partai Politik DPR Hasil Pemilu 2004

No. Nama Partai Jumlah Suara % Kursi


1 PNI Marhaenisme 906,739 0.80 1
2 Partai Buruh Sosial Demokrat 634,515 0.56 0
3 Partai Bulan Bintang 2,965,040 2.62 11
4 Partai Merdeka 839,705 0.74 0
5 Partai Persatuan Pembangunan 9,226,444 8.16 58
6 Partai Pers. Demok. Kebangsaan 1,310,207 1.16 4
7 Partai Perhimpunan Ind. Baru 669,835 0.59 0
8 Partai Nas. Banteng Kemerdekaan 1,228,497 1.09 0
9 Partai Demokrat 8,437,868 7.46 55
10 Partai Keadilan dan Pers. Ind. 1,420,085 1.26 1
11 Partai Penegak Demokrasi Ind. 844,480 0.75 1
12 Partai Persatuan Nahdatul Ulama 890,980 0.79 0
13 Partai Amanat Nasional 7,255,331 6.41 53
14 Partai Karya Peduli Bangsa 2,394,651 2.12 2
15 Partai Kebangkitan Bangsa 12,002,885 10.61 52
16 Partai Keadilan Sejahtera 8,149,457 7.20 45
17 Partai Bintang Reformasi 2,944,529 2.60 14
18 PDI Perjuangan 20,710,006 18.31 109
19 Partai Damai Sejahtera 2,424,319 2.14 13
20 Partai Golongan Karya 24,461,104 21.62 128
21 Partai Patriot Pancasila 1,178,738 1.04 0
22 Partai Sarikat Indonesia 677,259 0.60 0
23 Partai Persatuan Daerah 656,473 0.58 0
24 Partai Pelopor 896,603 0.79 3
Total 113,125,750 100.00 550
Sumber: KPU, 2004; CETRO, 2004 (Kumorotomo, 2005B: 16)

22 Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN)


Pemilu legislatif yang digelar pada Amanat Nasional yang notabene adalah
tanggal 5 Juli 2004 diikuti oleh 24 kontestan anggota koalisi kebangsaan (Haluan, 6
paserta pemilu. Namun, dari hasil akhir Desember 2006: Hal 16). Menurut analisis
pemilihan anggota DPR tersebut diketahui penulis, koalisi kebangsaan di DPR telah
tidak ada partai yang memperoleh suara berhasil menggagalkan kebijakan presiden
mayoritas (lihat tabel 4). Akibatnya adalah membentuk UKP3R.
tidak adanya kesatuan suara di DPR
2.2 Analisis Komposisi Kabinet Indonesia
sehingga pembentukan koalisi-koalisi di
Bersatu
DPR merupakan sesuatu yang tidak bisa
dihindari (rasion de etre). Maka atas prakarsa Setelah resmi menjadi menjadi
Akbar Tadjung dibentuklah koalisi Presiden RI keenam pemerintahan SBY-JK
kebangsaan yang terdiri dari gabungan segera menyusun kabinetnya. Kabinet yang
politisi PDI-P, Golkar dan beberapa partai telah disusun tersebut kemudian dinamai
lainnya yang beroposisi dengan pemerintah dengan Kabinet Indonesia Bersatu dan
dan koalisi kerakyatan yang didukung oleh diumumkan kepada publik pada tanggal 20
gabungan Partai Demokrat, partai-partai Oktober 2004. Akan tetapi, politik
Islam dan gabungan anggota DPD akomodatif warisan Gus Dur dan Megawati
(Kumorotomo, 2005:17). ketika memerintah tidak bisa dilepaskan
Terpolarisasinya parlemen ke dalam oleh pemerintahan yang baru. Seperti yang
dua koalisi ini ikut mempengaruhi diungkapkan oleh Kumorotomo, melalui
pemerintahan dan kebijakan yang akan pergulatan politik internal diantara aktor-
diambil oleh presiden (SBY). Dalam aktor lingkaran dalam pemerintah SBY
menetapkan calon panglima ABRI saja mengumumkan susunan kabinetnya. Politik
misalnya keinginan SBY untuk akomodasi SBY tampak sekali dalam daftar
mempertahankan Jenderal Endriartono nama kabinet tersebut (Kumorotomo,
Soetarto sebagai panglima ABRI tidak 2005:19). Meskipun pemilihan dan
terealisasi karena tidak ‘direstui’ oleh DPR pengangkatan para menteri-menterinya
sehingga SBY berpaling kepada Marsekal merupakan hak prerogatif presiden yang
Djoko Suyanto. Artinya, politisi di DPR dijamin oleh konstitusi, akan tetapi SBY
telah melakukan intervensi terhadap tidak bisa objektif dalam menetapkan
pemerintah dalam menetapkan kebijakan, susunan kabinetnya. Politik ‘balas budi’
padahal kebijakan tersebut merupakan hak harus dilakukan dengan mengangkat orang-
prerogatif presiden sebagai kepala negara. orang dari partai politik yang telah
Di samping itu, polarisasi anggota berkoalisi dengan partainya ketika pemilu
DPR ke dalam koalisi kebangsaan dan putaran kedua diselenggarakan. Eksesnya
koalisi kerakyatan berdampak juga terhadap adalah ‚kabinet pelangi‛merefleksikan
tarik-ulur kebijakan yang dirumuskan oleh wajah Kabinet Indonesia Bersatu.
DPR. UU tentang Dewan Penasihat Presiden Selajutnya, dampak yang ditimbulkan
(DPP) contohnya, telah disyahkan oleh DPR sebagai konsekuensi dari terbentuknya
baru-baru ini. Dengan disayahkannya UU kabinet kompromi tersebut yaitu politisasi
tersebut maka secara otomatis UKP3R (Unit dalam banyak aspek pemerintahan.
Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Dari komposisi kabinet, tampak jelas
dan Reformasi) yang telah dibentuk oleh politik akomodasi yang dilakukan oleh SBY-
presiden dengan Keppres No. 17 Tahun JK baik sebelum direshuffle maupun setelah
2006 dibubarkan dan dilebur ke dalam DPP. direshuffle. Partai Demokrat yang berhasil
Adapun partai yang paling vokal membahas memenangkan pasangan SBY-JK dalam
masalah ini adalah fraksi PDI-P, Fraksi PKB, pemilu presiden dua tahun silam hanya
Fraksi Partai Golkar dan Fraksi Partai mendapat jatah dua buah kursi di kabinet

Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN) 23


Indonesia Bersatu. Hal ini dapat dimaklumi diberitakan oleh media massa sebagai
karena jatah kursi di kabinet harus dibagi- menteri yang akan dipecat karena kinerja
bagi lagi kepada partai-partai politik lain mereka yang kurang memuaskan. Aburizal
yang telah berjasa memenangkan pasangan Bakrie dan Yusuf Anwar dinilai gagal oleh
SBY-JK melalui koalisi yang telah dilakukan banyak ekonom telah gagal mengangkat laju
dengan Partai Demokrat pada pemilu pertumbuhan ekonomi Indonesia,
presiden. Di samping itu, Pengaruh partai- sedangkan Siti Fadilah Supari dinilai
partai politik pendukung SBY-JK cukup lamban dalam menangani masalah flu
kentara dalam formasi kabinet. Tercatat burung di Indonesia. Namun, Abu Rizal
bahwa ada enam orang menteri yang masuk Bakrie dan Siti Fadilah Supari tetap
karena jasanya sebagi tim sukses atau dipertahankan oleh SBY.
pendukukung Partai Demokrat Selanjutnya dari hasil reshuffle
(Kumorotomo, 2005:263). perrtama Kabinet Indonesia Bersatu hanya
Selain itu, politik safety search juga tiga orang menteri yang benar-benar
berlangsung, jika kita melihat hasil reshuffle diberhentikan dari jabatannya. Pertama,
pertama kabinet Indonesia Beratu. Dengan Alwi Shihab (menko kesra), kedua Andung
dalih ingin mengoptimalkan kinerja kabinet, Nitimihardja (menteri perindutrian) dan
SBY mereshuffle kabinetnya. Namun, ada ketiga Yusuf Anwar (menteri keuangan).
keganjilan yang kita temukan dari hasil Namun, khusus untuk Alwi Shihab ia
reshuffle tersebut. Abu rizal Bakrie (menteri diminta oleh SBY untuk menjadi utusan
perekonomian), Siti Fadilah Supari (menteri khusus presiden untuk Timur Tengah.
kesehatan) dan yusuf Anwar (menteri Sedangkan tiga orang menteri yang benar-
keuangan) yang sebelumnya santer benar diberhentikan dari jabatannya.
Tabel 5.
Komposisi Kabinet Indonesia Bersatu

No. Jabatan Nama Latar belakang


1 Menko Pol. Huk. dan Kea. Widodo A.S Militer (Angkatan Laut)
2 Menko Perekonomian Budiono Akdemisi
3 Menko Kesra Aburizal Bakrie Pengusaha, Golkar
4 Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra PBB
5 Menteri Dalam Negeri M. Ma’ruf Militer (AD), Ketua Tim Sukess
SBY-JK
6 Menteri Luar Negeri Hasan Wirayuda Diplomat Karir
7 Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono Akademisi
8 Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin Mantan anggota KPU, pendukung
Golkar dari Makassar
9 Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati Akademisi
10 Menteri Pertamb. dan Energi Purnomo Yusgiantoro Profesional
11 Menteri Perindustrian Fahmi Idris Golkar
12 Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu Peneliti CSIS
13 Menteri Pertanian Anton Apriantono PKS
14 Menteri Kehutanan M.S Kaban PBB
15 Menteri Perhubungan Hatta Radjasa PAN
16 Menteri Kelautan dan Perika. Freddy Numberi Militer dari Papua
17 Menteri Ten. Kerja dan Trans. Erman Suparno
18 Menteri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto Profesional
20 Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo PAN
20 Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo PAN
21 Menteri Sosial Bachtiar Chamysah PPP

24 Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN)


No. Jabatan Nama Latar belakang
22 Menteri Agama M. Maftuh Basyuni Pendukung dari NU
23 Menteri Kebud. dan Pariwisata Jero Wacik Partai Demokrat
24 Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman Akademisi, ITB
25 Menteri Koperasi dan UKM Suryadarma Ali PPP
26 Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar Pengusaha, Golkar
27 Menteri Pemberd. Perempuan Meutia Farida Hatta Akademisi, Partai Keadilan dan
Persatuan
28 Menteri Pendy. Aparatur Neg. Taufiq Effendi Parati Demokrat
29 Menteri Negara Pembangunan Syaifullah yusuf PKB
Daerah Tertinggal
30 Menteri Perenc. Pemb Nasio. Paskah Suzetta Profesional
31 Menteri BUMN Sugiharto PPP
32 Menteri Kom. dan Inform. Sofyan Djalil Tim Sukses SBY-JK
33 Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault PKS, mantan ketua KNPI
34 Menteri Perumahan Rakyat M. Yusuf Ashari PKS
35 Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi
36 Jaksa Agung Abdurrahman Saleh Profesional
Sumber: Kumorotomo (2005B: 20-21) dengan penyesuaian hasil reshuffle pertama
Tabel 6.
Pergeseran Jabatan pada Reshuffle Pertama Kabinet Indonesia Bersatu

No. Jabatan Pejabat Sebelumnya Pejabat Sekarang


1 Menko Perekonomian Abu Rizal Bakrie Budiono
2 Menko Kesra Alwi Shihab Abu Rizal Bakrie
3 Menteri Keuangan Yusuf Anwar Sri Mulyani Indrawati
4 Menteri Perindustrian Andung Nitimihardja Fahmi Idris
5 Menakertrans Fahmi Idris Erman Suparno
6 Meneg PPN Sri Mulyani Indarawati Paskah Suzetta

Pertama, Alwi Shihab (menko kesra), perekonomian), Erman suparno


kedua Andung Nitimihardja (menteri (menakertrans) dan Paskah Suzetta (menteri
perindutrian) dan ketiga Yusuf Anwar perencanaan pembangunan nasional).
(menteri keuangan). Namun, khusus untuk Dari hasil reshuffle kabinet Indonesia
Alwi Shihab ia diminta oleh SBY untuk beratu dapat diketahui bahwa: (1) SBY
menjadi utusan khusus presiden untuk sangat berhati-hati sekali dalam meyusun
Timur Tengah. Sedangkan tiga orang kembali kabinetnya, agar tetap dapat
menteri lainnya hanya berpindah jabatan. mengakomodir kepentingan-kepentingan
Pertama, Abu Rizal Bakrie yang sebelumnya partai politik pendukungnya sehingga
menjabat sebagai menteri perekonomian pemerintahan tetap berjalan dengan stabil,
dipindahkan ke menteri kesejahteraan (2) Ia tidak mau terlalu radikal dalam
rakyat. Kedua, Sri Mulyani Indrawati dari mereshuffle kabinetnya, (3) SBY sangat
jabatan menteri negara perencanaan menjaga eksitensi pemerintahannya dengan
pembangunan nasional ke jabatan menteri hanya mengganti tiga orang menteri saja, (4)
keuangan. ketiga, Fahmi Idris dari jabatan SBY tidak mau hubungan baiknya dengan
menteri tenaga kerja dan transmigrasi partai politik pendukungnya menjadi rusak
menjadi menteri perindustrian. Sementara hanya karena reshuffle kabinet karena dapat
itu, muka-muka baru yang dipasang SBY membahayakan posisinya.
hanya tiga orang yaitu Budiono (menteri

Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN) 25


2.3. Analisis Hubungan Golkar, Jusuf mendukung konsistensi partainya dan
Kalla dan Pemerintah terpilihnya jusuf Kalla merupakan pilihan
yang tepat. Terpilihnya Jusuf Kalla telah
Pada pemilu legislatif tahun 2004
menyeret haluan politik Golkar sebagai
silam tampilnya Golkar sebagai pemenang
partai politik pendukung pemerintah
dengan perolehan 21% suara merupakan
(government supporter). Tidak ada pilihan
sebuah kejutan besar. Partai yang ingin
lain kecuali mendekat kepada orang-orang
dibubarkan oleh kalangan reformis pada
yang sedang berkuasa. Namun, setelah dua
masa transisi ini, ternyata menemukan
tahun kepemimpinan SBY-JK mulai muncul
kembali jati dirinya pada pemilu legislatif
riak-riak kecil memgiringi
2004. Hal ini senada dengan apa yang
pemerintahannya. Dalam Rapat Pimmpian
diungkapkan oleh Kumorotomo, bahwa
Nasional (rapimnas) Golkar yang
pemilu legislatif menunjukkan kembalinya
diselenggarakan pada tanggal 13-16
kekuatan partai Golkar yang pernah berjaya
November 2006, daerah mengangkat
pada Orde Baru dengan perolehan suara
wacana reshuffle kabinet yang kedua.
sebesar (21,6%), diikuti oleh PDI-P dengan
Bahkan, beberapa Dewan Pimpinan Daerah
perolehan (18,3%) suara, PKB (10,6%), PPP
(DPD) berniat menarik dukungannya
(8,2%), Partai Demokrat (7,5%), PAN (6,4%)
terhadap pemerintahan SBY karena
dan partai-partai lainnya (Kumorotomo,
kekecewaan beberapa DPD di daerah
2005:14). Selanjutnya, menurut
karena SBY tidak mengikutsertakan Jusuf
Kumorotomo, ada dua kemungkinan yang
Kalla dalam membentuk Unit kerja Presiden
meyebakan kembalinya Golkar sebagai
untuk Pengelolaan Program dan Reformasi
partai yang merupakan mesin politik orde
(UKP3R) (Media Indonesia 13 November
Baru. Pertama, banyak masyarakat di tingkat
2006: Hal 1). Akan tetapi, permasalahan ini
bawah yang merindukan kembalinya
dapat segera diatasi dengan dikeluarnya
stabilitas dan taraf hidup yang relatif lebih
hasil rapimnas pada tanggal 16 November
baik seperti pada masa Orde Baru. Kedua,
2006 bahwa Partai Golkar tetap menyatakan
Kemenangan Golkar menunjukkan bahwa
diri sebagai partai politik pendukung
mesin partai politik ini di daerah masih
pemerintah
sangat kuat dan menentukan (Kumorotomo.
Gerak politik Golkar yang selalu
2005C:47).
ingin mendekat dengan para penguasa ini
Kembalinya Partai Golkar sebagi
menarik untuk dicermati. Ternyata, Golkar
patai pemenang pemilu mengharuskannya
masih melestarikan budaya politik (politcal
mencari seorang sosok pemimpin yang
culture) mereka selama Orde Baru dulu.
dekat dengan pemerintah yang bisa
Sikap selalu beriringan dan saling
membimbing partai ini kembali ke masa-
mendukung dapat dilihat dari pola politik
masa kejayannya seperi dulu. Dalam
Golkar saat ini.
Musyawarah Nasional (Munas) Golkar yang
diselenggarakan pada pertengahan Penutup
Desember 2004, Memilih Jusuf Kalla sebagai
Secara umum dapat disimpulkan
ketua umum partai itu menggantikan Akbar
bahwa politisasi birokrasi di Indonesia telah
Tandjung (Kumorotomo, 2005B:17).
berlangsung sejak lama, hingga saat ini.
Terpilihnya Jusuf Kalla sebagai ketua umum
Dimulai dari periode prakolonial (kerajaan),
Golkar merupakan sebuah siasat politik
kolonial (penjajahan) dan pascakolonial.
yang dimainkan oleh Golkar sebagai batu
Politisasi birokrasi pada masa kerajaan
loncatan, karena Jusuf kalla saat ini
mengambil bentuk dari lemahnya posisi
menjabat sebagai wakil presiden. Golkar
tawar birokrasi terhadap raja, karena
membutuhkan seorang pemimpin yang
dominannya kekuasaan raja. Akibatnya,
dekat dengan pemerintah untuk

26 Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN)


birokrasi lebih berorientasi kepada Dwiyanto, Agus, dkk.. 2006. Reformasi
kepentingan raja dan keluarga raja, Birokrasi Publik di Indonesia.
dibandingkan melayani rakyat. Pada Yogyakarta: Gadjah Mada
periode kolonial, kuatnya dominasi penjajah University Press.
Belanda telah berimplikasi menyebabkan
Gaffar, Afan. 1999. Politik Indonesia: Tansisi
terjadinya politisasi birokrasi. Belanda
menuju Demokrasi. Yogyakarta:
memiliki otoritas penuh untuk memilih
Pustaka Pelajar.
pejabat-pejabat pribumi (birokrat) dari
kalangan priyayi untuk menerapkan Henry, Nicholas. 1988. Administrasi Negara
kebijakannya kepada rakyat. Rakyat dan Masalah-masalah Kenegaraan.
semakin menderita karena birokrasi publik Jakarta: Rajawali Pers.
sebagai aktor pelayanan publik (public I Wayan Badrika. 2000. Sejarah Nasional dan
service actor) lebih mengabdi kepada Umum untuk kelas 3 SMA. Jakarta:
kepentingan-kepentingan Belanda Erlangga.
ketimbang melayani rakryat.
Sedangkan, pada masa Orde Lama Kumorotomo, Wahyudi. 2005A.
gerakan revolusi yang dirancang oleh Akuntabilitas Birokrasi Publik: Sketsa
Soekarno membuat birokrasi ikut terseret pada Masa Transisi. Yogyakarta:
dalam permainan politik pemerintah, Kerjasama antara MAP-UGM dan
sehingga birokrasi menjadi tidak bebas nilai Pustaka Pelajar.
(unvalue free). Selanjutnya, Pada masa Orde Kumorotomo, Wahyudi. 2005B.
Baru dominannya kekuasaan presiden yang ‚Perkembangan Demokrasi dan
ditopang oleh kekuatan militer dan Pengaruhnya terhadap Birokrasi
birokrasi mengharuskan birokrasi bersikap Publik‛. Birokrasi Publik dalam Sistem
loyal terhadap pemerintah yang sedang Politik Semi-Parlementer. Editor:
berkuasa. Monoloyalitas yang telah Erwan Agus Purwanto dan Wahyudi
diterapkan, memaksa birokrasi untuk Kumorotomo. Yogyakarta: Gava
memainkan peranan politiknya secara Media.
intens. Pada era Reformasi, dengan
Kumorotomo, Wahyudi. 2005C. ‚Format
diterapkannya sistem multipartai di
pembiayaan Publik dalam Sistem
Indonesia berdampak pada kuatnya posisi
Semi-Parlementer‛. Birokrasi Publik
tawar partai politik di parlemen. Sehingga
dalam Sistem Politik Semi-Parlementer.
Gus Dur, Megawati dan SBY di dalam
Editor: Erwan Agus Purwanto dan
kabinetnya harus mengakomodasi
Wahyudi Kumorotomo. Yogyakarta:
kepentingan-kepentingan partai-partai
Gava Media.
politik yang telah memilih dan
mendukungnya. Penentuan susunan Kurniawan, Agung. 2005. Transformasi
kabinet yang merupakan hak prerogatif Pelayanan Publik. Yogyakarta:
presiden tidak dapat terwujud secara nyata Pembaruan.
karena SBY harus mengakomodasi pihak- Mufiz, Ali. 2004. Materi Pokok Pengantar Ilmu
pihak yang telah mendukungnya untuk
Administrasi Negara. Jakarta: Pusat
menjamin stabilitas pemerintahannya.
Penerbitan Universitas Terbuka
Referensi Depdiknas
Budianto. 1995. Tata Negara untuk Kelas 3 Partini dan Bambang Wicaksono. 2004.
SMA. Jakarta: Erlangga. ‚Chitizens’ Caharters: Terobosan
Baru Penyelenggaraan Pelayanan
Budiardjo, Miriam. 2005. Dasar-dasar Ilmu
Publik di Indonesia‛. Makalah yang
Politik. Jakarta: Gramedia.

Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN) 27


disampaikan pada Diskusi Bulanan
PSKK UGM.
Purwanto, Erwan Agus dan Wahyudi
Kumorotomo. 2005. Birokrasi Publik
dalam Sistem Politik Semi-
Parlementer. Yogyakarta: Gava Media.
Robins, Sthepen P. 1994. Teori Organisasi:
Struktur, Desain dan Aplikasi.
Penerjemah: Yusuf Udaya. Jakarta:
Arcan.
Samodra, Wibawa. 2005. Reformasi
Administrasi: Bunga Rampai Pemikiran
Administrasi Negara/Publik.
Yogyakarta: Gava Media.
Sinambela, Lijan Poltak, dkk.. 2006.
Reformasi Pelayanan Publik: Teori,
Kebijakan dan Implementasi. Jakarta:
Bumi Aksara.
Soebhan, Syafuan Rozi. 2006. ‚Model
Reformasi Birokrasi Indonesia‛.
Makalah dalam www.google.co.id
yang diakses pada tanggal 24
November 2006.
Subarsono, A.G. 2005. ‚Pelayanan Publik
yang Efisien, Responsif dan Non
Partisan‛. Mewujudkan Good
Governance Melalui Pelayanan Publik.
Editor: Agus Dwiyanto. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Thoha, Miftah. 2004. Birokrasi dan Politik di
Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Thoha, Miftah. 2005. Dimensi-dimensi Prima
Ilmu Administrasi Negara. Jakarta:
Rajawali Pers.
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1995. Pengantar
Administrasi Pembangunan. Jakarta:
LP3ES.
Haluan, edisi Jumat 8 Desember 2006.
Kompas, edisi Senin 1 Mei 2006.
Media Indonesia, edisi Selasa 7 November
2006.
Media Indonesia, edisi 13 November 2006.

28 Jurnal Ilmu Administrasi Negara (JUAN)

Anda mungkin juga menyukai