Anda di halaman 1dari 90

PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN DARING MENULIS CERPEN

SISWA KELAS XI MIPA 1 SMA NEGERI 9 MAROS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh
Meidina Sri Hanum
105331108816

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020

viii
ii
iii
iv
v
MOTO DAN PERSEMBAHAN

Mulai dengan keyakinan,

Jalani dengan keikhlasan, karena

Hasil tidak akan menghianati proses.

Kupersembahkan karya ini kepada:

Kedua orang tuaku Ayahanda Herman dan Ibunda Asriati

yang senantiasa mendoakan, mendukung, dan mengorbankan

segala hal demi mewujudkan angan dan mimpi untuk masa depan.

Serta teman-teman yang selalu memberikan motivasi agar saya terus berusaha

dan sabar untuk menyelesaikan skripsi ini.

vi
ABSTRAK

Meidina Sri Hanum. 2020. Problematika Pembelajaran Daring Menulis Cerpen


Siswa Kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 9 Maros. Skripsi. Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Universitas Muhammadiyah Makassar, dibimbing oleh Amal Akbar dan Abdul
Munir.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan problematika
pembelajaran daring menulis cerpen siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 9
Maros.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data
dilakukan melalui teknik wawancara. Wawancara dilakukan secara tidak
terstruktur dan hanya memuat inti permasalahan tentang problematika
pembelajaran daring. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
deskripsi data dan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa problematika pembelajaran daring
terdapat pada perangkat pembelajaran, penyampaian materi, penggunaan aplikasi,
pengelolaan kelas, dan teknik pemberian tugas dan penilaian.

Kata kunci: problematika, pembelajaran daring.

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah swt

yang senantiasa memberikan rahmat, taufik, dan hidayah, serta nikmat berupa

nikmat iman dan nikmat kesehatan. Jika semua ranting pohon yang ada di dunia

dijadikan sebagai pena dan air di lautan dijadikan sebagai kertasnya tidak bisa

melukiskan betapa banyaknya nikmat Allah swt. Selawat serta salam tak lupa

tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, para keluarga, dan sahabat

yang senantiasa menggulung tikar-tikar kebatilan dan membentangkan permadani-

permadani Islam hingga saat ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dan penyelesaian

pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar dengan

judul “Problematika Pembelajaran Daring Menulis Cerpen Siswa Kelas XI MIPA

1 SMA Negeri 9 Maros”.

Motivasi dari berbagai pihak sangat membantu dalam penyelesaian skripsi

ini. Pada kesempatan ini segala rasa hormat dan terima kasih luar biasa peneliti

hanturkan kepada kedua orang tua Ayahanda Herman dan Ibunda Asriati atas

segala pengorbanan, doa serta didikan untuk peneliti dalam rangka menuntut ilmu.

Penyelesaian skripsi ini tidak akan berjalan sebagaimana mestinya jika

tidak ada keterlibatan dari pihak yang memberikan arahan dan bimbingan. Dengan

segala kerendahan hati peneliti mengucapkan terima kasih kepada Dr. Amal

Akbar, M.Pd selaku pembimbing I dan Dr. Drs. Abdul Munir, M.Pd selaku

viii
pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing peneliti

dengan sangat baik dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

Terima kasih kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar Prof.

Dr. H. Ambo Asse, M.Ag. Terima kasih kepada Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Erwin Akib, M.Pd, Ph.D serta para wakil Dekan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Ketua

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Dr. Munirah, M.Pd dan

sekretaris Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Dr. Muhammad

Akhir, M.Pd serta seluruh stafnya.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada teman-teman peneliti Nur Adila,

Rahmawati, Mittahul Akar Manna, Hikmah, Rahmawati, dan Ade Irmawati yang

selalu memberi peneliti bantuan, dukungan, dan motivasi dalam menyelesaikan

skripsi ini. Semoga dukungan, motivasi, dan bantuan yang diberikan kepada

peneliti senantiasa mendapat balasan dari Allah swt berupa pahala yang berlipat

ganda. Akhirnya dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan tidak ada

manusia yang luput dari kesalahan serta kekhilafan. Oleh karena itu, peneliti

mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga peneliti dapat berkarya

dengan lebih baik di masa yang akan datang. Mudah-mudahan skripsi ini bisa

bermanfaat bagi pembaca, terutama bagi diri peneliti. Aamiin ya Rabbal

Alaamiin.

Makassar, Agustus 2020

Meidina Sri Hanum

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................................... iii

SURAT PERNYATAAN .................................................................................... iv

SURAT PERJANJIAN .........................................................................................v

MOTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vi

ABSTRAK ........................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

A. Latar Belakang .............................................................................................1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................5

C. Tujuan Penelitian .........................................................................................5

D. Manfaat Penelitian .......................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR .............................7

A. Tinjauan Pustaka ..........................................................................................7

1. Penelitian Relevan .................................................................................7

2. Hakikat Probematika .............................................................................8

3. Pembelajaran .........................................................................................9

x
4. Daring ..................................................................................................16

5. Menulis ................................................................................................19

6. Cerpen .................................................................................................31

B. Kerangka Pikir ...........................................................................................45

BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................47

A. Jenis Penelitian ...........................................................................................47

B. Data dan Sumber Data ...............................................................................47

C. Definisi Istilah ............................................................................................47

D. Teknik Pengumpulan Data .........................................................................48

E. Teknik Analisis Data ..................................................................................48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................49

A. Hasil Penelitian ..........................................................................................49

B. Pembahasan ................................................................................................57

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .....................................................................62

A. Simpulan ...................................................................................................62

B. Saran ..........................................................................................................63

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................64

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Maret 2020, World Health Organization (WHO) atau organisasi

kesehatan dunia menetapkan Corona Virus Disease (Covid-19) sebagai

pandemi (Sohbari, et, al 2020). Pandemi Covid-19 yang merebak hampir

ke seluruh penjuru dunia, tak terkecuali Indonesia menimbulkan

perubahan yang signifikan di berbagai aspek kehidupan manusia, sehingga

kita dituntut untuk merespon hal tersebut secara cepat guna mendapat

solusi atas perubahan yang terjadi.

Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah

mengeluarkan Surat Edaran No. 4 tentang Pelaksanaan Kebijakan

Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease

(Covid-19) terhitung mulai 24 Maret 2020. Adanya surat tersebut

menyebabkan semua instansi pendidikan mengambil langkah cepat

sebagai antisipasi penyebaran Covid-19 dan keterlaksanaan pembelajaran.

Pada skala umum, pemerintah memberlakukan kebiajakan social

distancing (menjaga jarak fisik) di tengah masyarakat. Konsekuensi dari

kebijakan ini adalah terbatasnya ruang gerak masyarakat dalam

beraktifitas, sehingga banyak yang harus bekerja dari rumah (untuk

pekerja tertentu), beribadah di rumah, dan tak terkecuali siswa yang harus

belajar dari rumah secara daring atau online.

1
2

Kebijakan pembelajaran melalui daring atau online merupakan

langkah yang dinilai tepat sebagai solusi untuk menjamin berlangsungnya

proses pendidikan (formal) bagi generasi bangsa di tengah pandemi Covid-

19, dengan melihat konteks kemajuan teknologi sebagai perspektif untuk

pemecahan masalah. Memang banyak sekali produk-produk dari kemajuan

teknologi modern yang dapat dipertimbangkan sebagai sarana untuk

pembelajaran melalui daring, seperti aplikasi yang dapat diakses melalui

platform semisal melalui grup WhatsApp, Email, Google Classroom,

Zoom atau media lainnya. Umumnya, langkah yang dilakukan guru mulai

dari menyiapkan konten materi pelajaran yang disampaikan pada setiap

pertemuan lantas diunggah di media daring. Berikutnya siswa mempelajari

materi dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Sementara guru

memonitoring pelaksanaan yang dilakukan siswa termasuk juga menjawab

pertanyaan dan memberikan umpan balik proses pembelajaran.

Pembelajaran secara daring merupakan cara baru dalam proses

belajar mengajar yang memanfaatkan perangkat elektronika khususnya

internet dalam penyampaian belajar. Pembelajaran daring sepenuhnya

bergantung pada akses jaringan. Menurut Imrana (2019), pembelajaran

daring merupakan bentuk penyampaian pembelajaran konvensional yang

dituangkan pada format digital melalui internet. Pembelajaran yang

dianggap menjadi satu-satunya media penyampai materi antara guru dan

siswa dalam masa darurat pandemi.


3

Pada kegiatan pembelajaran tatap muka, media pembelajaran dapat

berupa orang, benda-benda sekitar, lingkungan, dan segala sesuatu yang

dapat digunakan guru sebagai perantara menyampaikan materi pelajaran.

Hal tersebut akan menjadi berbeda ketika pembelajaran dilaksanakan

secara daring. Semua media atau alat yang dapat dihadirkan guru secara

nyata, berubah menjadi media visual karena keterbatasan jarak.

Implementasi pembelajaran daring sebenarnya tidak mudah

diberlakukan di Indonesia. Dalam proses pelaksanaannya, banyak

keterbatasan dan permasalahan yang terjadi di lapangan. Pertama, masih

banyak guru yang mempunyai keterbatasan dari sisi akses maupun

pemanfaatan gawai yang dimiliki. Bagi guru yang melek teknologi, tentu

hal ini tidak menjadi masalah. Sebaliknya, bagi guru yang gagap teknologi

tentu hal ini menjadi masalah. Padahal pembelajaran daring memerlukan

kreatifitas dalam proses pembelajaran. Artinya, guru harus pintar

mengkreasikan materi pelajaran agar mudah dipahami oleh siswa dengan

memanfaatkan media daring yang ada. Kedua, kemandirian belajar siswa

di rumah tidak sepenuhnya dapat terlaksana dengan baik. Keterbatasan

untuk bertatap muka langsung dengan guru membuat siswa harus mandiri

dalam memahami materi dan mengerjakan tugas yang ada. Dalam

memahami dan mengerjakan tugas tersebut, tentu proses belajar siswa

tidak semulus dan semudah yang dibayangkan. Ketiga, tugas yang

diberikan guru membebani siswa. Pembelajaran daring selayaknya tidak

membebani siswa dalam belajar, siswa harusnya mempunyai kebebasan


4

dalam aktifitas belajarnya. Tidak terbebani dengan banyaknya tugas dan

waktu penugasan yang pendek. Termasuk juga dikejar-kejar deadline

pengumpulan tugas yang diberikan oleh guru. Keempat, pembelajaran

daring terkendala dengan signal internet yang tidak stabil dan pulsa (kuota

data) yang mahal. Kita tidak tahu, bahwa Indonesia mempunyai kondisi

geografis yang beragam. Keragaman kondisi letak geografis rumah siswa

yang beragam menjadi masalah utama terkait kestabilan signal internet.

Pembelajaran daring memang menjadi dilema bagi guru dan siswa.

Di satu sisi, proses pembelajaran harus berjalan dan di sisi lain, berbagai

problematika mengiringi proses pelaksanaannya. Kesulitan-kesulitan

(problem) yang muncul dalam pembelajaran daring adalah suatu

tantangan.

Pembelajaran menulis cerpen menjadi salah satu tantangan bagi

guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran daring. Cerpen adalah salah

satu bentuk karya sastra bergenre prosa yang dapat dibaca dalam sekali

duduk. Cerpen diajarkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia sebagai

pembelajaran sastra dengan tujuan melatih para siswa agar memiliki

kemampuan dalam mengapresiasi karya sastra.

Pada pembelajaran sastra khususnya cerpen, siswa diharapkan

mampu menulis cerpen. Selain itu, dengan menulis cerpen siswa tidak

hanya mengetahui wawasan tentang cara menulis cerpen tersebut, tetapi

juga mendapatkan pengalaman batin siswa untuk menghadapi norma-

norma yang berlaku di masyarakat.


5

Pembelajaran menulis cerpen terdapat pada kurikulum 2013

tepatnya pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas XI. Cerpen

merupakan salah satu karya sastra yang menarik dan penting dipelajari

oleh siswa. Cerpen dapat dijadikan sebagai sarana untuk berimajinasi dan

menuangkan pikiran secara lebih terbuka dan bebas.

Dari hasil observasi awal, peneliti menemukan bahwa model

pembelajaran daring memiliki berbagai problematika dalam pelaksanaan

pembelajaran menulis cerpen. Hal tersebut terjadi karena ketidakefektifan

model pembelajaran daring sehingga siswa kurang termotivasi dalam

pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen.

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti termotivasi

mengadakan penelitian tentang “Problematika Pembelajaran Daring

Menulis Cerpen Siswa Kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 9 Maros”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah dalam

penelitian ini yaitu “Bagaimanakah problematika pembelajaran daring

menulis cerpen siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 9 Maros?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah “Mendeskripsikan problematika pembelajaran daring menulis

cerpen siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 9 Maros”.


6

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan secara teoretis dan praktis

oleh pihak-pihak yang terkait. Secara rinci manfaat tersebut diuraikan

sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk

menambah perbendaharaan ilmu yang terkait dengan pembelajaran

daring dan menulis cerpen.

2. Manfaat Praktis

1) Bagi Guru

Dapat dijadikan masukan serta umpan balik sebagai bahan

evaluasi atau referensi dalam pengembangan dan peningkatan

mutu pendidikan.

2) Bagi Siswa

Dapat memperkaya dan memperluas wawasan siswa dalam

memahami pembelajaran daring dan menulis cerpen.

3) Bagi Peneliti

Dapat dibuat artikel untuk dimuat dalam jurnal. Selain itu,

dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk para peneliti

selanjutnya berkenaan dengan penelitian ini.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka yang diuraikan dalam penelitian ini pada

dasarnya dijadikan acuan untuk mendukung dan memperjelas penelitian.

Sehubungan dengan masalah yang akan diteliti mengenai problematika

pembelajaran daring menulis cerpen siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri

9 Maros, maka teori yang relevan dengan penelitian ini diuraikan sebagai

berikut.

1. Penelitian yang Relevan

Agnes Rapi Pabumbun (2017) dengan judul “Problematika

Pembelajaran Kemampuan Menyimak Bahasa Jerman Siswa Kelas XI

SMAN 11 Makassar”. Persamaan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya terdapat pada subjek penelitian. Sedangkan perbedaannya

terdapat pada objek penelitian. Hasil penelitian ini yaitu

mendeskripsikan problematika kemampuan menyimak bahasa Jerman

pada siswa kelas XI SMAN 11 Makassar.

Ericha Windhiyana Pratiwi (2020) dengan judul “Dampak Covid-

19 terhadap Kegiatan Pembelajaran Online Di Sebuah Perguruan Tinggi

Kristen Di Indonesia”. Persamaan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya adalah keduanya merupakan jenis penelitian deksriptif

kualitatif. Sedangkan perbedaannya terdapat pada subjek penelitian.

Hasil penelitian ini yaitu mendeskripsikan dampak covid-19 terhadap

7
8

kegiatan pembelajaran online bagi mahasiswa dan dosen di Perguruan

Tinggi Kristen.

2. Hakikat Problematika

Problematika berasal dari bahasa Inggris “problematic” yang

berarti masalah atau persoalan. Problematika berasal dari kata problem

yang dapat diartikan permasalahan atau masalah. Adapun masalah itu

sendiri adalah suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan

dengan kata lain masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan

dengan suatu yang diharapkan dengan baik agar tercapai hasil yang

maksimal. Terdapat juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), kata problematika berarti masih menimbulkan masalah; hal-hal

yang masih menimbulkan suatu masalah yang masih belum dapat

dipecahkan.

Syukir (1983: 65), problematika adalah suatu kesenjangan antara

harapan dan kenyataan yang diharapkan dapat menyelesaikan atau

dapat diperlukan atau dengan kata lain dapat mengurangi kesenjangan

itu. Uraian pendapat tentang problematika adalah berbagai persoalan-

persoalan sulit yang dihadapi dalam proses pemberdayaan, baik yang

datang dari individu (faktor internal) maupun dalam upaya

pemberdayaan SDM atau guru dalam dunia pendidikan.

Sugiyono (2012: 29) menyatakan bahwa problematika merupakan

penyimpangan dari apa yang seharusnya dan apa yang terjadi,

penyimpangan antara teori dan praktik, penyimpangan aturan dan


9

pelaksanaan, dan penyimpangan yang terjadi pada masa lampau dengan

apa yang terjadi sekarang. Problematika adalah hal yang masih

menimbulkan masalah yang belum dapat dipecahkan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

problematika merupakan masalah yang timbul akibat adanya

kesenjangan antara harapan dan kenyataan sebagai suatu halangan pada

suatu proses.

3. Pembelajaran

a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu proses untuk memperoleh

ilmu pengetahuan. Menurut Trianton (2009), pembelajaran

merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak

sepenuhnya dapat dijelaskan. Berdasarkan makna ini, maka jelas

terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari

seorang guru dan peserta didik, keduanya terjadi komunikasi

(transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang

telah ditetapkan sebelumnya.

Pelaksanaan pembelajaran adalah suatu rangkaian

pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang meliputi tahap

persiapan, penilaian, kesimpulan. Pembelajaran sastra Indonesia

merupakan proses pengubahan perilaku pada siswa. Pembelajaran

terdiri atas beberapa komponen yaitu guru, siswa, tujuan

pembelajaran, metode, media, dan evaluasi.


10

1. Guru

Menurut Hamalik (1994: 9), guru atau tenaga kependidikan

merupakan suatu komponen yang penting dalam penyelenggaraan

pendidikan yang bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar,

melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan memberikan

pelayanan teknik dalam bidang pendidikan. Guru merupakan

komponen pembelajaran yang berperan sebagai pelaksana dan

penggerak kegiatan pembelajaran. Agar kegiatan pembelajaran

berlangsung dan berhasil dengan sukses, guru harus merancang

pembelajaran secara baik, dalam arti dengan mempertimbangkan

tujuan pembelajaran yang akan dicapai, karakteristik siswa. Selain

itu, guru harus merumuskan tujuan, menetapkan materi, memilih

metode, dan media, serta mengevaluasi pembelajaran yang tepat

dalam rancangan pembelajaraannya.

Menurut Hermawan, dkk (2008: 94), guru menempati

posisi kunci dan strategis dalam menciptakan suasana belajar

yang kondusif dan menyenangkan untuk mengarahkan siswa agar

dapat mencapai tujuan secara optimal. Guru harus mampu

menempatkan dirinya sebagai diseminator, informator, transmiter,

transformator, organizer, fasilitator, motivator, dan evaluator bagi

terciptanya proses pembelajaran siswa yang dinamis dan inovatif.

Guru adalah suatu kerja yang dihormati dari masyarakat. Guru

merupakan pemandu dalam proses belajar, mulai dari tidak


11

memahami suatu pengetahuan sampai memahami pengetahuan

yang diajarkan oleh guru. Guru juga merupakan instruktur dan

tanda arah dalam hidup kepada peserta didik.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

guru adalah seorang pengajar suatu ilmu dan seorang pendidik

profesional dengan tugas utamanya mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, dan mengevaluasi peserta didik.

2. Siswa

Menurut Hermawan, dkk (2008: 94), siswa sebagai peserta

didik merupakan subjek utama dalam proses pembelajaran.

Keberhasilan pencapaian tujuan banyak bergantung kepada

kesiapan dan cara belajar yang dilakukan siswa. Siswa adalah

komponen utama dalam kegiatan belajar. Siswa mempunyai

potensi untuk pengembangan dengan sebuah proses

pembelajaran. Siswa adalah pelaku belajar yang berusaha secara

menggeluti pengetahuan, menemukan pengetahuan,

mengumpulkan pengetahuan, menganalisis persoalan.

Menurut Hamalik (1994: 99), siswa adalah salah satu

komponen yang terpenting dalam pembelajaran disamping faktor

guru, tujuan dan metode pengajaran, siswa adalah unsur penentu

dalam proses belajar mengajar. Siswa adalah peserta didik yang

mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran dan

merupakan subjek utama dalam usaha pencapaian tujuan


12

pembelajaran yang telah dibuat sebagai acuan kegiatan belajar

mengajar.

3. Tujuan Pembelajaran

Sudrajat (2009: 1) memberikan rumusan bahwa tujuan

pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada

esensi yang sama, bahwa (1) tujuan pembelajaran adalah

tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada peserta

didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, (2) tujuan

pembelajaran dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau

deskriptif yang spesifik.

Menurut Sanjaya (2008: 66), tujuan pembelajaran dapat

didefiniskan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak

didik setelah mereka mempelajari bahasa tertentu dalam bidang

studi tertentu dalam satu kali pertemuan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

tujuan pembelajaran adalah proses dan hasil belajar yang

dicapaikan oleh peserta didik yang disesuaikan dengan

kompetensi dasar yang akan diajarkan.

4. Materi Pelajaran

Menurut Sudjana (2000: 25), materi pelajaran adalah inti

yang diberikan kepada siswa pada saat berlangsungnya proses

belajar mengajar, sehingga materi harus dibuat secara sistematis

agar mudah diterima oleh siswa. Materi pembelajaran merupakan


13

pengetahuan yang disampaikan ke peserta didik sesuai tujuan

pembelajaran.

Menurut Suryosubroto (2001: 42-43), bahan atau materi

ajar adalah isi dari materi pelajaran yang diberikan kepada siswa

sesuai dengan kurikulum yang digunakan. Tanpa materi

pembelajaran, kegiatan pembelajaran tidak akan bisa dilakukan

karena guru tidak mungkin bisa langsung mengajar di ruang kelas

tanpa persiapan. Kualitas materi pembelajaran dapat berpengaruh

pada hasil pembelajaran dan nilai peserta didik. Materi

pembelajaran berarti materi ajar yang harus dipelajari siswa

dalam rangka mencapai kompetensi.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

materi pelajaran adalah semua bahan pelajaran yang diberikan

oleh guru kepada siswa pada proses belajar mengajar dalam

rangka mencapai tujuan pembelajaran.

5. Metode

Menurut Azhar (1993: 95), metode adalah cara yang di

dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan.

Semakin baik metode yang dipakai semakin efektif pencapaian

tujuan. Sebagai tenaga pendidik, metode pembelajaran sangat

penting dalam proses pembelajaran. Sebagai peserta didik, bisa

atau tidak bisa menguasai ilmu yang diajarkan oleh guru sesuai

mutu metode pembelajaran.


14

Hamalik (1994: 81) menegaskan metode pembelajaran

merupakan salah satu cara yang digunakan guru dalam

mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat

berlangsungnya pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Jadi, metode pembelajaran adalah metode dan teknik

yang digunakan oleh guru dalam melakukan interaksinya dengan

siswa agar bahan pengajaran sampai kepada siswa, sehingga

siswa menguasai tujuan pengajaran.

6. Media

Gerlach & Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila

dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian

yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu

memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam

pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah juga

merupakan media. Media adalah teknologi pembawa pesan

(informasi) yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan

pembelajaran atau sarana fisik untuk menyampaikan isi atau

materi pembelajaran.

Menurut Arsyad (2009: 4), media pembelajaran adalah alat

yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan

intruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran.

Pesan-pesan pengajaran yang disampaikan guru kepada siswa


15

harus dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat

siswa dalam belajar.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan

dalam kegiatan belajar mengajar untuk menyampaikan pesan-

pesan pengajaran dari guru kepada siswa sehingga dapat

merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa dalam

belajar.

7. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh,

dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk

membuat alternatif keputusan. Evaluasi atau penilaian merupakan

suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh

informasi atau data, berdasarkan data tersebut kemudian dicoba

membuat suatu keputusan. Ada tiga aspek yang perlu

diperhatikan untuk lebih memahami pengertian evaluasi,

khususnya evaluasi pengajaran, Purwanto (2010: 3-4).

a. Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sistematis. Ini

berarti bahwa evaluasi merupakan kegiatan yang terencana dan

dilakukan secara berkesinambungan.

b. Dalam kegiatan evaluasi diperlukan berbagai informasi atau

data yang berupa perilaku atau penampilan siswa selama

mengikuti pelajaran, hasil ulangan atau tugas-tugas pekerjaan


16

rumah, nilai ujian akhir caturwulan, nilai mid semester, nilai

akhir semester, dan sebagainya.

c. Setiap kegiatan evaluasi tidak dapat dilepaskan dari tujuan-

tujuan pengajaran yang hendak dicapai.

4. Daring

Merebaknya Covid-19 atau lebih dikenal dengan virus corona di

Indonesia mengguncangkan semua sendi kehidupan yang ada. Semua

kehidupan sosial terdampak, termasuk pendidikan. Virus ini memaksa

kehidupan sosial berubah, termasuk metode pembelajaran. Selama ini,

pendidikan menggunakan metode konvensional yaitu tatap muka di

kelas antara guru dengan siswa. Proses pembelajaran, diskusi, tanya

jawab, dan bimbingan semua berlangsung tatap muka. Namun,

sekarang harus menggali diri pada metode belajar dalam jaringan atau

diakronim daring (online).

a. Pengertian Daring

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), daring

berarti dalam jaringan; terhubung melalui jejaring komputer, internet

dan sebagainya.

Daring berarti berada dalam dunia maya atau dunia semu.

Selain itu, daring dapat diartikan sebagai proses pemindahan

informasi dari orang satu ke orang lain melalui jaringan internet.


17

b. Kelebihan Pembelajaran Daring

1. Waktu Belajar Singkat

Dengan mudahnya mengakses materi pembelajaran atau

mengikuti video tatap muka, maka para pelajar memiliki waktu

yang lebih cepat untuk belajar, sehingga tidak memerlukan

banyak waktu untuk pergi ke sekolah atau kampus seperti biasa.

2. Pendidikan Indonesia Lebih Maju

Dengan adanya sistem belajar online setidaknya pendidikan

Indonesia lebih maju walaupun sedikit. Salah satu kemajuannya

yaitu Indonesia sudah bisa memanfaatkan teknologi yang ada dan

cara belajar Indonesia lebih bervariasi.

3. Siswa Bisa Mengembangkan Diri

Belajar online yang tidak memakan waktu banyak dapat

membuat pelajar bisa mengembangkan diri pada hal lain, seperti

membaca, menulis atau menggambar. Dengan begitu, para pelajar

tidak hanya sekadar belajar saja atau mencari ilmu saja, tapi bisa

mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki.

c. Kekurangan Pembelajaran Daring

1. Tugas-tugas Menumpuk

Meski belajar di rumah, para pelajar tidak bisa hidup tenang

karena harus menghadapi tugas-tugas yang diberikan oleh

pengajar. Waktu di rumah dihabiskan untuk mengerjakan tugas-


18

tugas menumpuk. Para pengajar memberikan tugas agar siswa

tetap mendapat nilai dan materi pembelajaran.

2. Menghabiskan Banyak Data Internet/ Kuota

Para siswa yang biasanya membeli paket internet sebulan

sekali, kini bisa membeli paket internet dua sampai tiga kali

dalam sebulan. Selain itu, yang memakai wi-fi juga berpengaruh

karena batas internet yang sudah ditentukan mengalami

pemakaian berlebihan ditambah kadang wi-fi bermasalah, entah

dari perusahaan atau hal lain.

3. Materi Pelajaran Sulit Didapat

Sistem belajar online memang lebih menghemat waktu, tapi

belum tentu belajar online lebih efektif dalam penerimaan materi

pelajaran bagi para pelajar. Banyak yang mengeluhkan belajar

online hanya memberikan tugas-tugas yang menumpuk yang

menambah stres para pelajar selama di rumah. Selain itu, kondisi

rumah yang kondusif mungkin akan membuat seseorang

menerima pelajaran atau tidak.

4. Adu Pendapat yang Sulit

Jika di sekolah atau di kampus ada sesuatu yang sulit

dimengerti atau terjadi perbedaan pendapat mungkin akan lebih

mudah didiskusikan, namun dalam hal belajar online akan terasa

sulit karena dalam cara belajar tersebut jika ada satu yang bicara,

ada kemungkinan yang lain ikut bicara dan pengajar sulit


19

mengontrol ketika banyak yang berbicara, dengan kata lain suara

dalam video pertemuan saling tumpang tindih. Selain itu, bagi

pelajar yang memiliki koneksi jaringan yang buruk akan kesulitan

mendengar audio yang saling tumpang tindih tersebut.

5. Menulis

a. Pengertian Menulis

Menurut Tarigan (2008: 22), menulis ialah menurunkan

atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan

suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain

dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka

memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Menulis adalah suatu

kegiatan yang produktif dan ekspresif untuk mengungkapkan ide,

pikiran, gagasan, dan pengetahuan. Disebut sebagai kegiatan yang

produktif karena kegiatan menulis adalah kegiatan yang

mengungkapkan ide, gagasan, pikiran, dan pengetahuan penulis

kepada pembaca (Tarigan, 2008: 3-4). Keterampilan menulis

merupakan keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan,

tidak hanya penting dalam kehidupan pendidikan, tetapi sangat

penting juga dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, siswa

dapat mengungkapkan atau mengekspresikan gagasan atau pendapat,

pemikiran dan perasaan yang dimiliki. Selain itu, dapat

mengembangkan daya pikir dan kreativitas siswa.


20

Keterampilan menulis merupakan suatu ciri orang yang

terpelajar atau bangsa yang terpelajar (Tarigan 2008: 4). Menurut

Morsey (Tarigan, 2008: 4), keterampilan menulis dipergunakan oleh

orang terpelajar untuk mencatat atau merekam, meyakinkan,

melaporkan atau memberitahukan dan memengaruhi, hanya dapat

dicapai dengan baik oleh orang-orang yang dapat menyusun

pikirannya dan mengutarakannya dengan jelas. Kejelasan ini

bergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian bahasa, dan struktur

kalimat.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

menulis merupakan kemampuan seseorang dalam melukiskan

lambang grafis yang memiliki makna. Dalam menulis juga

diperlukan adanya suatu bentuk ekspresi gagasan yang

berkesinambungan dan mempunyai urutan logis dengan

menggunakan kosakata dan tata bahasa tertentu sehingga informasi

dapat digambarkan secara jelas. Itulah sebabnya untuk terampil

menulis diperlukan latihan dan praktik yang terus menerus dan

teratur.

b. Tujuan Menulis

Setiap penulis senantiasa memproyeksikan sesuatu

mengenai dirinya ke dalam bentuk tulisan. Bahkan dalam tulisan

yang objektif sekalipun keadaan penulis masih tercermin karena

gaya penulisannya senantiasa dipengaruhi oleh nada yang sesuai


21

dengan keinginan penulis yang bersangkutan. Hartig (Tarigan 2008:

25) membagi tujuan penulisan menjadi tujuh bagian, yaitu:

1. Tujuan penugasan (assigment purpose): tulisan yang pada

dasarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis

sesuatu karena ditugaskan bukan atas kemauan sendiri, misalnya

para siswa yang ditugaskan untuk merangkum buku atau

sekretaris yang ditugaskan untuk membuat laporan atau notulen

rapat.

2. Tujuan altruistik (altruistic purpos): tujuan penulisan untuk

menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedudukan para

pembaca, ingin menolong para pembaca memahami,

menghargai perasaan dan peranannya, ingin membuat hidup

para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan

karya ini.

3. Tujuan persuasif (persuasif purpose):tujuan yang berusaha

meyakinkan para pembaca tentang kebenaran gagasan yang

diutarakan.

4. Tujuan informasional (information purpose): tujuan yang

berusaha memberi informasi atau keterangan penerangan kepada

para pembaca.

5. Tujuan pernyataan diri (self-expressive purpose): tujuan yang

berusaha mengekspresikan atau menyatakan diri sang pengarang

kepada para pembaca.


22

6. Tujuan kreatif (creative purpose): jenis tulisan yang erat

kaitannya dengan tujuan pernyataan diri. Namun keinginan

kreatif melebihi pernyataan diri, karena penulis melibatkan diri

untuk mencapai norma artistik atau seni yang ideal. Tulisan

yang bertujuan untuk mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai

kesenian.

7. Tujuan pemecahan masalah (problem-solving purpose): jenis

tulisan penulis yang berusaha memecahkan masalah yang

dihadapi. Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, serta

meneliti secara cermat pikiran atau gagasan-gagasan agar dapat

dimengerti atau diterima oleh pembaca.

Semi (2007: 14-21) mengemukakan tujuan menulis sebagai

berikut.

1. Untuk menceritakan sesuatu. Setiap orang mempunyai

pengalaman hidup. Selain itu, orang juga mempunyai pemikiran,

perasaan, imajinasi, dan intuisi. Semuanya itu ada dalam

khazanah rohaniah setiap orang. Pengalaman, pemikiran,

imajinasi, dan intuisi yang dimiliki pribadi itu sebaiknya

dikomunikasikan kepada orang lain dalam bentuk tulisan.

2. Untuk memberikan petunjuk atau pengarahan. Tujuan menulis

ini adalah untuk memberikan petunjuk atau pengarahan. Bila

seseorang mengajari orang lain bagaimana mengajarkan sesuatu


23

dengan tahapan yang benar, berarti dia sedang memberikan

petunjuk atau pengarahan.

3. Untuk menjelaskan sesuatu. Apabila kamu menghadapi atau

membaca berbagai buku pelajaran sehari-hari, baik itu pelajaran

bahasa Indonesia, Matematika, Biologi, maupun buku pelajaran

Agama, tentu kamu akan merasakan bahwa buku itu berisi

berbagai penjelasan. Apabila suatu kali menulis tentang manfaat

berlatih bela diri, maka tulisan itu dapat digolongkan ke dalam

tulisan yang bertujuan menjelaskan sesuatu.

4. Untuk meyakinkan. Ada kalanya orang menulis untuk

meyakinkan orang lain tentang pendapat atau pandangannya

mengenai sesuatu. Mengapa seseorang perlu meyakinkan orang

lain tentang pandangan atau buah pikirannya? Karena orang

sering berbeda pendapat tentang banyak hal. Suatu ketika,

seseorang ingin mengajak orang lain untuk percaya dengan

pandangannya karena dia merasa apa yang dipikirkannya dan

dilakukannya merupakan sesuatu yang benar.

5. Untuk merangkum. Ada kalanya orang menulis untuk

merangkumkan sesuatu. Tujuan menulis semacam ini, umumnya

dijumpai pada kalangan murid sekolah, baik yang berada di

sekolah dasar, sekolah menengah maupun mahasiswa yang

berada di perguruan tinggi. Mereka merangkum bacaan yang

panjang.
24

c. Manfaat Menulis

Menurut Akhadiah, dkk (2006: 8) ada delapan kegunaan

menulis, yaitu:

1. Penulis dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya. Dengan

menulis, penulis dapat mengetahui batas pengetahuannya tentang

suatu objek.

2. Penulis dapat berlatih dalam mengembangkan berbagai gagasan.

Dengan menulis, penulis terpaksa bernalar, menghubung-

hubungkan, dan membanding-bandingkan fakta untuk

mengembangkan berbagai gagasannya.

3. Penulis dapat lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai

informasi sehubungan dengan topik yang ditulis. Kegiatan

menulis dapat memperluas wawasan penulisan secara teoretis

mengenai fakta-fakta yang berhubungan.

4. Penulis dapat berlatih dalam mengorganisasikan gagasan secara

sistematis serta mengungkapkannya secara tersurat.

5. Penulis akan dapat meninjau serta menilai gagasannya sendiri

secara lebih objektif.

6. Penulis menulis sesuatu di atas kertas, penulis akan lebih mudah

memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya secara

tersurat dalam konteks yang lebih konkret.

7. Dengan menulis, penulis terdorong untuk terus belajar secara

aktif.
25

8. Dengan kegiatan menulis yang terencanakan, membiasakan

penulis berpikir serta berbahasa secara tertib dan teratur.

Sedangkan menurut Budiyani (2013: 2-3) melakukan

kegiatan writting memberikan banyak manfaat bagi penulis.

Keuntungan tersebut terkadang diperoleh penulis tanpa disadari.

Keuntungan melakukan writting, antara lain:

1. Sarana mengungkapkan perasaan. Kegiatan writting dapat

berfungsi sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan. Ketika

sedih, dapat mengungkapkan kesedihan dengan menulis. Ketika

gembira, juga dapat meluapkan kegembiraan dengan menulis.

2. Dapat menimbulkan rasa puas dan bangga. Ketika dapat membuat

suatu tulisan yang baik, tentu akan merasa puas. Terlebih, jika

tulisan disukai dan bermanfaat bagi orang lain. Rasa puas dan

bangga akan semakin bertambah jika dalam tulisan diterbitkan

oleh banyak orang.

3. Meningkatkan kemampuan berbahasa. Kegiatan writting dapat

mendorong untuk menggunakan bahasa secara tepat. Dengan

tujuan pembaca dapat memahami tulisan secara sadar atau tidak

akan berusaha menggunakan kalimat sebaik mungkin. Akan

selalu berusaha menyesuaikan tulisan dengan kaidah bahasa.

Dengan demikian, kemampuan berbahasa akan meningkat.

Berdasarkan kegunaan menulis di atas, dapat disimpulkan

bahwa manfaat dari kegiatan menulis adalah dapat lebih banyak


26

menyerap dan menguasai informasi sehubungan dengan topik yang

ditulis serta dapat mengetahui kemampuan dan potensi dirinya.

Secara tidak sengaja, penulis melatih dirinya untuk menyelesaikan

masalah-masalah secara terstruktur dengan terus melakukan kegiatan

menulis. Hal ini membuat penulis tumbuh menjadi seseorang yang

kreatif dan produktif. Penulis dapat menciptakan suatu karya yang

semakin berkembang dari waktu ke waktu.

d. Langkah-langkah Menulis

Menurut Subana (2009: 232-235) jika dilihat dari sudut

pandang guru, pembelajaran menulis harus melalui langkah-langkah:

1. Mencari topik yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa

dengan ruang lingkup (ranah) kehidupannya.

2. Menentukan tujuan. Alasan penulis (siswa) menulis tulisan itu.

Menentukan subjek karangan itu tertuju.

3. Membuat rencana penulisan (outline).

4. Mewujudkan karangan di atas kertas, mulai konsep kasar

kemudian direvisi dan disunting, dan ditulis rapi pada kertas

karangan.

Menulis sebagai keterampilan berbahasa merupakan proses

bernalar. Untuk menulis suatu topik, kita harus berpikir. Kegiatan

berpikir yang dilakukan secara sadar tersusun dalam urutan yang

berhubungan dengan kegiatan bernalar. Menurut Semi (2007: 46)


27

tahapan dalam menulis secara garis besar dapat dibagi dalam tiga

tahapan, yaitu:

1. Tahap Pratulis

Tahap pratulis sangat menentukan kelanjutan proses

menulis. Sebelum memasuki tahap penulisan ada kegiatan

persiapan yang harus dilakukan. Kegiatan tersebut terdiri atas

empat jenis.

Pertama, menetapkan topik. Kegiatan ini berarti memilih

secara tepat dari berbagai kemungkinan topik yang ada. Penulis

pada tahap ini mempertimbangkan menarik tidaknya suatu topik.

Hal yang perlu diperhatikan yakni nilai topik tersebut ditinjau dari

kepentingan pembaca, topik tersebut dapat dikembangkan oleh

penulis atau tidak, serta mampukah penulis memperoleh bacaan

penunjang yang dapat memperkaya topik tersebut saat ditulis.

Kedua, menetapkan tujuan. Kegiatan ini berarti

menentukan apa yang hendak dicapai atau diharapkan penulis

dengan tulisan yang hendak disusunnya. Mengetahui tujuan bagi

penulis dapat mengarahkan tulisan itu sesuai dengan apa yang

diharapkan.

Ketiga, mengumpulkan informasi pendukung. Kegiatan ini

berarti sebuah topik yang dipilih akan layak ditulis setelah

dikumpulkan informasi yang memadai tentang topik itu seperti

pendapat beberapa ahli atau penulis tentang topik tersebut.


28

Setelah semua ini dianggap memadai, barulah sebuah topik layak

untuk dituliskan.

Keempat, merancang tulisan. Kegiatan ini berarti topik

yang telah ditetapkan dipilah-pilah menjadi subtopik atau sub-

subtopik. Hasil penelitian ini disusun dalam suatu susunan yang

disebut sebagai kerangka tulisan atau outline. Kerangka tulisan ini

akan memudahkan penulis untuk menyelesaikan penulisan.

Perencanaan tulisan juga dapat membantu menghindari

kemungkinan adanya hal-hal yang tumpang tindih.

2. Tahap Penulisan

Tahap penulisan merupakan tahap yang paling penting

karena pada tahap ini semua persiapan yang telah dilakukan pada

tahap pratulis dituangkan ke dalam kertas. Pada tahap ini

diperlukan adanya konsentrasi penuh penulis terhadap hal yang

telah dituliskan. Pada saat mencurahkan gagasan ke dalam konsep

tulisan, penulis berkonsentrasi pada empat hal.

Pertama, konsentrasi terhadap gagasan pokok tulisan.

Penulis harus berkonsentrasi pada gagasan pokok yang telah

ditetapkan selama proses menulis. Gagasan sampingan yang

diutarakan dimaksudkan hanya untuk menunjang gagasan pokok.

Kedua, konsentrasi terhadap tujuan tulisan. Hal ini

dilakukan agar tulisan tidak melenceng ke tujuan lain. Jika dalam

sebuah tulisan terdiri dari dua tujuan, sebaiknya dibedakan tujuan


29

utama dan sampingan, dengan demikian tulisan dapat diarahkan

dengan baik. Penulis harus dapat menyesuaikan gaya penulisan

dengan tujuan yang hendak dicapai. Gaya penulisan harus

dibedakan apabila tujuan berbeda.

Ketiga, konsentrasi terhadap kriteria calon pembaca. Hal ini

dimaksudkan pada saat menulis, penulis selalu mengingat siapa

calon pembacanya. Keberhasilan sebuah tulisan sangat ditentukan

oleh kepuasan pembaca, bukan kepada kepuasan penulis. Penulis

harus mempertimbangkan kriteria pembaca yaitu minat,

pendidikan, latar belakang sosial budayanya, sehingga tulisan itu

dapat lebih hidup.

Keempat, konsentrasi pada kriteria penerbitan, khususnya

untuk tulisan yang akan diterbitkan. Hal ini dimaksudkan, pada

saat menulis penulis harus senantiasa mengingat kriteria yang

ditetapkan penerbit tentang tulisan yang dikehendaki. Jadi,

penulis semenjak semula sudah mempertimbangkan masalah

perwajahan penulis.

3. Tahap Penyuntingan

Setelah draft atau konsep penulisan selesai, tahap ketiga

adalah tahap pascatulis yakni tahap penyelesaian akhir tulisan.

Tahap ini penting dilakukan karena pada saat menulis draft atau

naskah pertama, tentu semuanya masih serba kasar, masih

dipenuhi oleh berbagai kesalahan dan kelemahan. Tahap


30

pascatulis terdiri dari dua bagian, yaitu penyuntingan dan

penulisan naskah jadi.

Pertama, kegiatan penyuntingan. Kegiatan ini merupakan

kegiatan membaca kembali dengan teliti draft tulisan dengan

melihat ketepatannya dengan gagasan utama, tujuan tulisan, calon

pembaca, dan kriteria penerbitan. Selain melihat ketepatan dan

gaya penulisan, juga penambahan yang kurang serta penghilangan

yang berlebihan. Dalam kegiatan penyuntingan, harus

diperhatikan dengan teliti kesalahan yang kentara. Ketepatan

angka-angka dan nama sesuatu harus dicetak, penulisan kutipan

yang betul, penerapan ejaan yang sesuai dengan EyD, dan

pengembangan paragraf yang baik. Selain itu, perlu pula

diperhatikan panjang pendeknya tulisan, penanda bagian bab

sudah konsisten, dan lain-lain.

Kedua, penulisan naskah jadi. Kegiatan ini merupakan

kegiatan paling akhir yang dilakukan. Setelah penyuntingan

dilakukan, barulah naskah jadi ditulis ulang dengan rapi dan

dengan memperhatikan secara serius masalah perwajahan. Di

dalam pengetikan naskah terakhir perlu kembali diwaspadai agar

kesalahan pemakaian ejaan dan tanda baca tidak terulang kembali.

Sedikit kesalahan akan membuat sebuah tulisan menjadi tidak

sempurna, apalagi menyangkut penulisan nama orang dan angka.


31

6. Cerpen

a. Pengertian Cerpen

Cerpen adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata)

yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memustakan diri

pada satu tokoh dalam satu situasi (Depdiknas, 2013: 263). Cerpen

adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-

kira berkisar antara setengah sampai dua jam, suatu hal yang kiranya

tak mungkin dilakukan untuk sebuah cerpen. Tentunya cerita yang

dibaca ini memiliki unsur-unsur pembangun karya sastra dan

menceritakan kisah seorang tokoh utama. Meskipun demikian

panjang cerpen itu bervariasi, ada cerpen yang pendek bahkan

pendek sekali berkisar 500-an kata, ada yang panjangnya cukup dan

ada cerpen yang terdiri dari puluhan kata atau bahkan beberapa

puluh ribu kata. Kelebihan cerpen yang khas adalah kemampuan

cerpen mengemukakan secara lebih banyak, lebih implisit dari

sekadar apa yang diceritakan. Cerpen adalah rangkaian peristiwa

yang terjalin menjadi satu yang di dalamnya terjadi konflik

antartokoh atau dalam diri tokoh itu sendiri dalam latar dan alur

(Kurniawan dan Sutardi, 2012: 59).

Suryanto (2012: 46) sesuai dengan namanya, cerpen dapat

diartikan sebagai cerita yang berbentuk prosa pendek. Ukuran

pendek di sini bersifat relatif.


32

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan

bahwa cerpen adalah cerita yang tercipta dari pergolakan jiwa

pengarang terhadap suatu peristiwa terdiri sari 500 hingga seribu

kata dan berisi unsur pembangun cerita yaitu unsur intrinsik dan

unsur ekstrinsik.

b. Unsur-unsur Cerpen

Sebuah cerita itu dianggap utuh bila terbangun atas dua

unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik

adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri, sedangkan

unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra tetapi

secara tidak langsung memengaruhi jalannya cerita dalam karya

tersebut.

1) Unsur Intrinsik

a) Tema

Menurut Jauhari (2013: 159), tema pada sebuah cerita

adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang dapat menjiwai

seluruh isi cerita sehingga membentuk suatu kesatuan tidak

tersurat tetapi jelas terangkum dalam pokok pikiran secara

tersirat. Tema suatu karya sastra tersurat dan dapat juga

tersirat. Disebut tersirat, apabila tema tersebut dengan jelas

dinyatakan oleh pengarangnya. Disebut tersurat, apabila tidak

secara tegas dinyatakan tetapi terasa dalam keseluruhan cerita

yang disebut pengarang. Menurut jenisnya, tema dapat


33

dibedakan atas dua macam, yaitu tema mayor dan tema minor.

Tema mayor adalah tema pokok, yaitu permasalahan yang

paling dominan menjiwai suatu karya sastra, sedangkan tema

minor yang sering disebut tema bawahan adalah permasalahan

yang merupakan cabang dari tema mayor. Wujudnya dapat

berupa akibat lebih lanjut dan ditimbulkan oleh tema mayor,

misalnya cerpen Siti Nurbaya. Tema mayor cerpen ini adalah

pertentangan antara adat Timur dan adat Barat. Sementara

tema minornya adalah kawin paksa.

Sedangkan menurut Stanton dan Kenny (Nurgiyantoro,

2012: 67), tema (theme) adalah makna yang dikandung atau

ditawarkan oleh cerita. Selanjutnya Hartoko dan Rahmanto

(Nurgiyantoro, 2012: 68) berpendapat bahwa tema merupakan

gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang

dikandung dalam teks sebagai struktur semantis dan yang

menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan

bahwa tema adalah pokok permasalahan dari sebuah cerita

yang mencakup keseluruhan isi cerita.

b) Penokohan

Menurut Sudjiman (Jauhari, 2013: 161), penokohan adalah

penciptaan citra tokoh di dalam karya sastra. Tokoh dalam

karya sastra adalah manusia yang ditampilkan oleh pengarang


34

dan memiliki sifat-sifat yang ditafsirkan dan dikenal

pembacanya melalui apa yang mereka katakan atau apa yang

mereka lakukan. Tokoh dalam sebuah cerita biasanya manusia,

hewan-hewan pun pernah diperkenalkan tetapi tingkat

keberhasilan yang terbatas karena tidak banyak dipahami

menyangkut masalah psikologinya.

Nurgiyantoro (2010: 166) mengungkapkan bahwa

penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan

perwatakan, sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh

cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan

pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup

memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan

bahwa penokohan adalah penggambaran watak tokoh yang ada

di dalam suatu cerita.

c) Alur

Menurut Stanton (Nurgiyantoro, 2012: 113), alur adalah

cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu

hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu

disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

Jauhari (2013: 159-160), alur adalah penggerak jalan cerita dan

merupakan rohaniah dari suatu kejadian. Sebuah cerita akan


35

berhasil apabila didukung oleh peristiwa-peristiwa yang

disusun secara wajar dan sebab-akibat yang logis.

Nurgiyantoro (2012: 117) mengatakan bahwa peristiwa,

konflik, dan klimaks merupakan 3 unsur yang amat esensial

dalam pengembangan pola cerita. Eksistensi plot itu sendiri

sangat ditentukan oleh ketiga unsur tersebut. Demikian pula

hanya dengan masalah kualitas dan kadar kemenarikan sebuah

cerita fiksi. Ketiga unsur ini mempunyai hubungan yang

mengerucut. Jumlah cerita dalam sebuah karya fiksi banyak

sekali, namun belum tentu semuanya mengandung dan atau

merupakan konflik, apalagi konflik utama. Jumlah konflik

relatif masih banyak, namun hanya konflik utama tertentu yang

dapat dipandang sebagai klimaks.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan

bahwa alur merupakan rangkaian jalannya cerita berdasarkan

urutan kronologis terjadinya suatu peristiwa.

Berikut ini merupakan jenis-jenis alur (plot):

1. Alur maju, yaitu suatu alur yang peristiwa

ditampilkannya secara kronologis, maju, secara

berurutan dari tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir

cerita.

2. Alur mundur, yaitu suatu alur yang ceritanya dimulai

dengan penyelesaian. Alur ini sering ditemui pada


36

sebuah cerita yang memakai setting waktunya pada masa

lampau.

3. Alur campuran, yaitu suatu alur yang diawali dengan

klimaks dari cerita, yang kemudian melihat lagi masa

lampau dan diakhiri dengan sebuah penyelesaian dari

cerita tersebut.

d) Latar atau Setting

Menurut Jauhari (2013: 162-163), latar atau setting adalah

tempat atau lingkungan cerita yang berkaitan dengan masalah,

waktu, suasana, zaman, kebiasaan, dan sebagainya yang

mendukung terjadinya suatu cerita atau peristiwa dalam cerita

fiksi. Menurut Abrams (Nurgiyantoro, 2012: 216), latar atau

setting disebut juga landasan tumpu, menyarankan pada

pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial

tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

Menunjang alur dan penokohan dapat pula dilakukan dengan

jalan menciptakan dua keadaan yang berlawanan (kontras).

Kontras yang disengaja digunakan untuk lebih menonjolkan

watak atau suasana jiwa sang tokoh. Latar dapat pula

menciptakan iklim atau suasana tertentu: iklim perang, suasana

aman dan tentram, suasana bahagia, dan sebagainya. Lukisan

tradisional seperti: malam cerah tak berlawanan, ayah

membaca koran, ibu duduk menyulam, anak-anak bermain


37

dengan gembira di lantai: membayangkan suasana bahagia,

rukun dan damai dalam keluarga itu.

Menurut Nurgiyantoro (2012: 227-233), latar dapat

dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu:

1. Latar tempat, latar yang menyarankan pada lokasi terjadinya

peristiwa yang diceritakan pada sebuah karya sastra.

2. Latar waktu, berkaitan dengan masalah “kapan” terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya

sastra fiksi. Pembaca berusaha memahami dan menikmati

cerita berdasarkan acuan waktu yang diketahuinya dan

berasal dari luar cerita yang bersangkutan.

3. Latar sosial, menyarankan pada hal-hal yang berkaitan pada

perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang

diceritakan dalam karya fiksi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan

bahwa alur atau setting sebagai landasan yang berfungsi untuk

memberi konteks cerita berkaitan tempat, waktu, dan suasana

terjadinya suatu peristiwa.

e) Gaya Bahasa

Menurut Nurgiyantoro (2012: 276-277), gaya bahasa

ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan kata,

struktur kalimat bentuk-bentuk bahasa figuratif, penggunaan

kohesi, dan lain-lain. Gaya bahasa merupakan metode


38

pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili

sesuatu yang akan diungkapkan. Secara garis besar, gaya

bahasa dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu gaya

bahasa perbandingan, gaya bahasa sindiran, gaya bahasa

penegas, dan gaya bahasa pertentangan.

Nurgiyantoro (2012: 272) mengatakan bahwa bahasa dalam

seni sastra dapat disampaikan dengan cat dalam seni lukis.

Keduanya merupakan unsur bahan, alat, sarana, yang diolah

untuk dijadikan sebuah karya sastra yang mengandung “nilai”

daripada sekadar bahannya itu sendiri. Bahasa merupakan

sarana pengungkapan sastra. Dipihak lain sastra lebih dari

sekadar bahasa, deretan kata, namun unsur “kelebihan”-nya

itupun hanya dapat diungkap dan ditafsirkan melalui bahasa.

f) Sudut Pandang

Menurut Jauhari (2013: 163-164), sudut pandang atau point

of view pada dasarnya adalah visi pengarang, artinya sudut

pandang yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian

cerita. Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan

posisinya dalam menggambarkan tokoh-tokoh pelaku dalam

cerita. Sudut pandang melibatkan sejumlah masalah pokok

dalam sastra, antara lain: persona/pembicara, jarak retoris, dan

komentar kepengarangan.
39

Laverty (Tarigan, 2008: 137-141) mengatakan sudut

pandang memiliki ragam, sebagai berikut.

1. Sudut pandang terpusat pada orang pertama. Dalam sudut

pandang yang terpusat pada orang pertama ini, peran yang

bertindak sebagai juru bicara menceritakan kisahnya dengan

menggunakan kata aku, saya. Dengan perkataan lain, dan

dia membatasi pengujiannya hanya pada apa-apa yang dapat

diketahuinya dan yang ingin dikemukakannya saja.

2. Sudut pandang berkisar sekeliling orang pertama. Dalam

sudut pandang yang berkisar sekeliling orang pertama ini,

persona menceritakan suatu cerita dengan menggunakan

kata aku, saya: tetapi cerita itu bukan ceritanya sendiri. Di

sini, persona bukan merupakan tokoh utama. Penggunaan

sudut pandang seperti ini mengizinkan persona memberikan

interpretasi kepada para pembaca mengenai tokoh utama

dan segala gerak-geraknya.

3. Sudut pandang orang ketiga terbatas. Dalam sudut pandang

orang ketiga terbatas ini, sang persona tidak menggunakan

kata ganti diri saya atau aku, tetapi sebagai penggantinya

menceritakan cerita terutama sekali sebagai satu atau dua

tokoh utama yang dapat mengetahuinya.

4. Sudut pandang orang ketiga serba tahu. Dalam sudut

pandang orang ketiga serba tahu ini, yang tidak


40

mempergunakan kata ganti diri saya atau aku dalam

penyajian bahannya benar-benar mengetahui segala sesuatu

yang pantas diketahui mengenai segala tokohnya dan segala

keadaan gerak tindakan atau emosi yang terlibat di

dalamnya.

g) Amanat

Menurut Kosasih (2012: 41), amanat merupakan ajaran

moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang

kepada pembaca melalui karyanya itu. Amanat tersirat dibalik

kata-kata yang disusun dan juga berada di balik tema yang

diungkapkan.

2) Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik cerpen merupakan unsur-unsur pembentuk

yang berada pada luar cerpen. Unsur ekstrinsik cerpen tidak bisa

lepas dari kondisi masyarakat saat cerpen tersebut dibuat. Unsur

ekstrinsik ini sangatlah berpengaruh terhadap penyajian nilai serta

latar belakang dari cerpen itu sendiri (Anonim, 2012). Unsur

ekstrinsik tersebut meliputi:

1. Latar belakang masyarakat. Pengaruh kondisi latar belakang

masyarakat sangatlah besar terhadap terbentuknya suatu

cerpen. Pemahaman itu bisa berupa pengkajian: (1) ideologi

negara, (2) kondisi politik, (3) kondisi sosial, (4) kondisi

ekonomi masyarakat.
41

2. Latar belakang pengarang. Latar belakang pengarang meliputi

pemahaman kita terhadap sejarah hidup dan juga sejarah hasil

karangan-karangan sebelumnya. Latar belakang pengarang

dapat terdiri dari: (1) biografi, berisi tentang riwayat hidup

pengarang yang ditulis secara keseluruhan; (2) kondisi

psikologis, berisi tentang pemahaman mengenai kondisi mood

serta keadaan yang mengharuskan seorang pengarang menulis

cerpen; (3) aliran sastra, seorang penulis pasti akan mengikuti

aliran sastra tertentu. Ini sangat berpengaruh terhadap gaya

penulisan yang dipakai penulis dalam menciptakan suatu

karya.

3. Nilai-nilai dalam cerpen. Nilai yang terkandung adalah salah

satu unsur penting di dalam sebuah karya sastra. Nilai-nilai

tersebutlah yang akan diambil oleh pembaca sebagai

rangkuman isi dari karya penulis. Nilai-nilai tersebut meliputi:

(1) nilai agama, nilai-nilai dalam cerita yang sangat berkaitan

dengan ajaran yang berasal dari agama; (2) nilai moral, nilai-

nilai dalam cerita yang sangat berkaitan dengan akhlak atau

etika. Nilai moral dalam sebuah cerita bisa jadi nilai moral

yang baik, bisa jadi nilai moral yang buruk; (3) nilai budaya,

nilai-nilai yang berkenaan dengan kebiasaan/tradisi/adat

istiadat yang berlaku pada suatu medan/daerah.


42

c. Langkah-langkah Menulis Cerpen

Menurut Kurniawan dan Sutardi (2012: 78-89) ada

beberapa rangkaian dalam menulis cerpen yang harus diperhatikan,

yaitu:

1. Pencarian Ide

Ide dalam menulis cerpen adalah masalah yang bersumber

dari peristiwa ataupun benda. Dalam peristiwa tersebut manusia

selalu mendapatkan hal-hal yang menarik bagi dirinya sendiri.

Hal yang menarik itulah disebut sebagai permasalahan sebagai

sumber ide menulis cerpen. Ide selalu ada di sekitar manusia, baik

dalam bentuk peristiwa maaupun benda-benda, maka mencari ide

hanya perlu merenung dan memahami ruang serta peristiwa yang

dihadapi karena manusia hidup selalu dalam ruang dan peristiwa

maka setiap peristiwa dan ruang yang dialami pasti ada ide yang

bisa dikembangkan menjadi cerpen.

2. Pengendapan dan Pengolahan Ide

Ide dan persoalannya telah didapati maka langkah

berikutnya adalah memikirkan jawaban atas persoalan tersebut.

Jawaban dan logika tersebut yang akan dikembangkan menjadi

cerita, jawaban dapat diperoleh dengan pengetahuan dan

imajinasi, tetapi jika logika ini bisa dibangun dengan ide lama dan

tidaknya proses endapan ini bergantung pada individu. Biasanya

jika seseorang sudah paham dengan permasalahannya karena


43

sudah sering menjumpainya dalam kehidupan sehari-hari maka

proses proses endapan ini tidak akan lama. Akan tetapi, jika hal

yang menarik dan masalahnya baru dijumpai maka endapan itu

akan berlangsung lama karena perlu bertanya dan atau

mendapatkan informasi lainnya. Dengan melihat fakta bahwa

suatu ide bisa dirumuskan menjadi beberapa permasalahan dan

setiap permasalahan dalam proses pengendapan mempunyai

logika jawaban dan ceritanya masing-masing maka satu ide, baik

benda ataupun peristiwa bisa dijadikan beberapa cerpen. Dalam

proses pengendapan ini perlu dikembangkan fantasi dan imajinasi

semenarik mungkin untuk mendapatkan konflik yang tidak

pernah dipikirkan orang lain atau pembaca.

3. Penulisan

Ide dan permasalahannya sudah dipecahkan setelah

melakukan proses pengendapan yang menghasilkan logika

jawaban atau alur peristiwa, baik yang dituliskan maupun yang

disimpulkan dalam pikiran dan perasaan maka selanjutnya adalah

menuliskannya dengan pelan-pelan sampai selesai. Proses

penulisan adalah proses paling sulit karena berbagai kendala

selalu ada, terutama bagi pemula adalah malas dan susah

memulainya. Cara mengatasi adalah paksa dan yakinkan diri

untuk menulis, jangan berpikir dengan pesimis tentang hasil yang

tidak baik. Yakinlah bahwa hasil yang ditulis itu bermanfaat bagi
44

diri sendiri. Menulis adalah intensitas dan ketelatenan setiap ide

yang telah diolah, tulislah pelan-pelan sampai jadi. Jangan

ditinggalkan begitu saja jika pada saat menulis cerpen menemui

kendala, istirahatlah sejenak kemudian dibaca kembali dan mulai

menulis lagi. Jika cerpen sudah jadi maka satu momen estetik

sudah diperlakukan dengan baik.

4. Editing dan Revisi

Cerpen yang ditulis telah selesai maka bukan berarti cerpen

itu sudah jadi atau final. Cerpen merupakan hasil impresi ide-ide

yang diendapkan, belum sebagai hasil logika rasionalitas karena

saat menuliskan ide-ide yang telah diendapkan, prinsip dasarnya

adalah “segera tuliskan” dan “harus jadi”. Jika tidak menutup

kemungkinan di situ ada unsur ketergesaan. Implikasinya, pasti

akan terjadi banyak kesalahan penulisan, alur yang tidak

kronologis, anakronisme, dan konflik yang datar dan tidak

dramatik. Untuk mengatasi persoalan ini, perlu dilakukan tahap

selanjutnya, yaitu editing dan revisi. Editing berkaitan dengan

perbaikan aspek kebahasaan dan penulisan, sedangkan revisi

berkaitan dengan isi. Misalnya alur yang tidak kronologis,

anakronisme, kesalahan bercerita, konflik yang datar, tidak

dramatik, dan sebagainya. Oleh karena itu, editing dan revisi

harus dilakukan sebagai proses akhir untuk menghasilkan cerpen

yang baik. Editing dan revisi ini membutuhkan stamina dan


45

pikiran yang total maka harus dilakukan saat kondisi tubuh,

piiran, dan perasaan fit. Dalam proses pembacaan editing dan

revisi sedang dilakukan, gantilah baik dari aspek bahasa maupun

isi yang salah atau tidak tepat. Usahakan dalam proses tersebut

diselesaikan dalam satu kali duduk karena jika ingin dipotong di

tengah jalan dan dilanjutkan lagi esoknya maka proses editing dan

revisi harus dimulai lagi dari awal. Hal ini dilakukan karena setiap

kondisi rasa akan menghasilkan cara dan persepsi yang berbeda

dalam memandang cerpen yang sudah dicipta.

B. Kerangka Pikir

Pembelajaran secara daring merupakan cara baru dalam proses

belajar mengajar yang memanfaatkan perangkat elektronika khususnya

internet dalam penyampaian belajar.

Berdasarkan kurikulum 2013, salah satu kompetensi yang harus

dicapai oleh siswa dalam proses belajar mengajar adalah keterampilan

menulis. Keterampilan menulis adalah salah satu aspek penting yang harus

dikuasai oleh siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Ada beberapa karya sastra yang menjadi wadah menulis, salah

satunya adalah cerpen. Cerpen merupakan karya sastra prosa fiksi yang

mempunyai ciri dan bentuk yang khas yang membedakannya dari karya

sastra lain. Dalam proses penulisan cerpen ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan oleh penulis yaitu tema, penokohan, alur, latar, gaya bahasa,

sudut pandang, dan amanat.


46

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui problematika

pembelajaran daring menulis cerpen siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri

9 Maros. Untuk lebih jelasnya, berikut skema bagan kerangka pikir.

Pembelajaran Daring

Keterampilan Berbahasa Indonesia

Menyimak Berbicara Membaca Menulis

Cerita Pendek

Problematika
Pembelajaran Daring

Analisis

Hasil

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif

adalah penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui

prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Penelitian ini berusaha

mendeskripsikan atau menggambarkan gejala, peristiwa, kejadian yang

terjadi pada saat sekarang dalam meneliti status sekelompok manusia,

suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas

peristiwa masa sekarang.

B. Data dan Sumber Data

1. Data

Data penelitian ini berupa hasil wawancara dengan guru yang

merupakan jawaban mengenai problematika pembelajaran daring

menulis cerpen siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 9 Maros.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh atau dikumpulkan

secara langsung dari sumber datanya, yaitu guru bahasa Indonesia yang

memberikan informasi sehubungan dengan masalah yang diteliti.

C. Definisi Istilah

1. Problematika adalah masalah yang belum menemukan solusi.

2. Daring adalah fasilitas secara online yang digunakan siswa maupun

guru dalam pelaksanaan belajar mengajar.

47
48

3. Menulis cerpen adalah materi pembelajaran yang dilakukan dengan

berfokus pada unsur intrinsik dan ekstrinsik.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini melalui teknik

wawancara. Wawancara merupakan salah satu cara untuk memperoleh

data penelitian yang dilakukan melalui proses tanya jawab dengan sumber

data untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Teknik wawancara

yang dilakukan termasuk dalam teknik wawancara tidak terstruktur dan

hanya memuat inti permasalahan tentang problematika pembelajaran

daring.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan

beberapa cara, yaitu:

1. Data yang diperoleh dari proses wawancara dideskripsikan satu per

satu.

2. Setelah semua data dideskripsikan satu per satu, barulah menarik

kesimpulan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini dideskripsikan hasil penelitian tentang problematika

pembelajaran daring menulis cerpen siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri

9 Maros. Hasil penelitian ini merupakan hasil kualitatif, yaitu uraian yang

menggambarkan tentang problematika pembelajaran daring.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berdasarkan hasil

wawancara bersama guru bahasa Indonesia yang dilakukan secara

langsung.

1. Deskripsi Problematika Perangkat Pembelajaran

Berdasarkan hasil wawancara bersama guru, Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) dibuat berdasarkan kurikulum covid-19.

Dalam pelaksanaannya, guru memulai pembelajaran sesuai dengan

langkah-langkah yang tercantum dalam Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP), misalnya guru mengucapkan salam sebelum

memulai pembelajaran, mengabsen siswa, memberi materi, ataupun

pemberian tugas.

Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

berdasarkan kurikulum covid-19 berbeda dengan penyusunan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pembelajaran tatap muka. Letak

perbedaannya terdapat pada langkah-langkah pembelajaran,

penggunaan media pembelajaran, dan proses penilaian.

49
50

Langkah-langkah pembelajaran melalui daring tidak semua sesuai

dengan ketentuan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Langkah-

langkah pembelajaran mencakup kegiatan pendahuluan, kegiatan inti,

dan kegiatan penutup.

Pada kegiatan pendahuluan terdapat langkah-langkah pembelajaran

yang tidak sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

yaitu; peserta didik menyimak informasi dari guru tentang kompetensi

dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan manfaatnya dalam

kehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran daring menulis cerpen, guru tidak

menyampaikan tujuan pembelajaran. Sehingga dikatakan peserta didik

tidak menyimak informasi dari guru tentang kompetensi dan tujuan

pembelajaran yang akan dicapai dan manfaatnya dalam kehidupan

sehari-hari.

Pada kegiatan inti terdapat langkah-langkah pembelajaran yang

tidak sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu;

guru memberikan pertanyaan tentang hal-hal yang berhubungan dengan

cerpen.

Dalam pembelajaran daring menulis cerpen, guru memberikan

materi dalam bentuk dokumen melalui grup kelas dan tidak

memberikan timbal balik berupa pertanyaan kepada siswa. Setelah guru

memberikan materi, siswa dianggap paham kemudian diberikan tugas

terkait materi yang telah disampaikan.


51

Pada kegiatan penutup terdapat langkah-langkah pembelajaran

yang tidak sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

yaitu; peserta didik menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

Dalam pembelajaran daring menulis cerpen, peserta didik sangat

terbatas dalam menyimpulkan materi yang telah dipelajari karena model

pembelajaran yang sangat berbeda. Pembelajaran daring memiliki

keterbatasan, seperti pada jaringan maupun alokasi waktu

pembelajaran. Sehingga guru tidak memungkinkan untuk melakukan

kegiatan tersebut.

Penggunaan media juga menjadi salah satu problematika yang

dihadapi guru dalam model pembelajaran daring. Guru tidak

menggunakan media pembelajaran seperti halnya yang digunakan

dalam pembelajaran tatap muka, misalnya penggunaan media audio

visual. Sebagaimana yang diketahui bahwa penggunaan media audio

visual mampu meningkatkan motivasi belajar siswa, terutama dalam

pembelajaran menulis cerpen. Biasanya guru menggunakan media

audio visual dalam pembelajaran menulis cerpen dengan menampilkan

video film pendek kepada siswa, sehingga pembelajaran menulis cerpen

mencapai indikator keberhasilan sesuai atau bahkan lebih dari Kriteria

Ketentuan Minimal (KKM), Namun, media audio visual dianggap tidak

efektif digunakan dalam pembelajaran daring karena keterbatasan

jaringan internet ataupun kuota internet.


52

2. Deskripsi Problematika Penyampaian Materi

Berdasarkan hasil wawancara bersama guru, dikatakan bahwa

penyampaian materi melalui daring dilakukan dengan cara mengirim

materi pembelajaran cerpen berupa pengertian cerpen, ciri-ciri cerpen,

struktur cerpen maupun unsur pembangun cerpen melalui grup kleas

(WhatsApp).

Penyampaian materi dalam pembelajaran daring disajikan secara

searah. Materi yang disajikan kemudian dipahami secara mandiri oleh

siswa. Kemandirian belajar di rumah menjadi tuntutan yang harus

dipenuhi oleh siswa tetapi tidak sepenuhnya dapat terlaksana dengan

baik. Terbatasnya tatap muka langsung dengan guru mengakibatkan

siswa harus memahami materi secara mandiri. Dalam memahami materi

tersebut tentu tidak semudah yang dibayangkan. Ketidakpahaman

terhadap suatu materi bisa saja terjadi terlebih jika materi yang

diberikan membutuhkan penjelasan yang lebih detail dan mendalam.

Pembelajaran daring tidak dapat mengatasi permasalahan apabila siswa

yang tidak memahami materi yang diberikan dan harus segera

memperoleh penjelasan dari guru.

Kendala lain terdapat pada jaringan, terutama pada siswa yang

tinggal di daerah yang jangkauan jaringannya sulit sehingga

penyampaian materi tidak berjalan efektif. Meskipun guru memiliki

jaringan yang stabil, hal tersebut dipandang tidak efektif karena secara
53

keseluruhan siswa tidak bisa menerima materi dengan baik. Akibatnya

materi pembelajaran yang diberikan guru bisa terlambat.

3. Deskripsi Problematika Penggunaan Aplikasi Pembelajaran

Berdasarkan hasil wawancara bersama guru, dikatakan bahwa

penggunaan aplikasi dalam pembelajaran daring ialah WhatsApp,

Google Classroom, dan Zoom.

Pembelajaran daring yang dilaksanakan secara mendadak

mengakibatkan guru harus memanfaatkan internet sebagai sarana utama

yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran. Hal tersebut

menjadi masalah bagi guru karena harus beralih dari pembelajaran tatap

muka ke pembelajaran daring.

Pembelajaran secara daring adalah cara baru dalam kegiatan

belajar mengajar yang menggunakan media elektronika khususnya

internet dalam penyampaian materi pembelajaran. Jaringan menjadi

faktor pendukung dalam pembelajaran daring. Dalam pembelajaran

daring guru membuat grup kelas untuk memantau perkembangan

belajar siswa.

Penggunaan aplikasi dalam pembelajaran daring dianggap tidak

ada masalah, misalnya pada penggunaan aplikasi WhatsApp dan Google

Classroom yang digunakan untuk mengabsen dan mengirim materi atau

tugas dengan berbagai format dokumen. Namun, menurut guru

problematikanya terdapat pada kondisi siswa yang yang tidak memiliki

jaringan yang kuat karena harus melakukan virtual atau tatap muka
54

secara online saat menggunakan aplikasi Zoom. Sehingga dalam proses

pembelajaran menulis cerpen pada siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri

9 Maros jarang menggunakan aplikasi Zoom.

Kebutuhan koneksi internet menjadi hal yang sangat penting dalam

pelaksanaan pembelajaran daring. Namun, kenyataan di lapangan

membuktikan bahwa banyak yang mengeluhkan jaringan internet.

Kemudahan penggunaan aplikasi WhatsApp, Google Classromm, dan

Zoom bagi siswa dan guru bisa terhambat jika jaringan di sekitar rumah

mengalami gangguan.

4. Deskripsi Problematika Pengelolaan Kelas

Berdasarkan hasil wawancara bersama guru, dikatakan bahwa

pengelolaan kelas dalam pembelajaran daring sangat berbeda dengan

pengelolaan kelas secara tatap muka. Saat pembelajaran tatap muka,

guru sudah terbiasa melakukan pengorganisasian pembelajaran. Tetapi,

tidak demikian dalam pembelajaran daring.

Problematika yang dihadapi guru dalam pengelolaan kelas daring

ialah memantau perkembangan siswa. Guru mengalami kesulitan dalam

mengamati perkembangan siswa selama proses pembelajaran.

Pembelajaran daring bisa berjalan lancar apabila siswa selalu mendapat

pengamatan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa siswa

banyak memanfaatkan waktu di luar kegiatan belajar sehingga

pemberian materinya tidak berjalan maksimal. Biasanya siswa tidak

memfokuskan perhatian pada proses pembelajaran karena menganggap


55

guru tidak memantau langsung kegiatan yang dilakukan siswa dalam

proses pembelajaran. Pada dasarnya tidak ada jaminan bahwa siswa

sungguh-sungguh memperhatikan penyampaian materi dari guru.

Selain kesulitan memantau perkembangan siswa, guru juga merasa

terhambat apabila terdapat siswa yang mengalami gangguan jaringan

saat proses pembelajaran berlangsung karena akan berdampak pada

keberhasilan proses pembelajaran.

5. Deskripsi Problematika Teknik Pemberian Tugas dan Penilaian

Berdasarkan hasil wawancara bersama guru, dikatakan bahwa

teknik pemberian tugas melalui pembelajaran daring sama seperti

pemberian tugas melalui pembelajaran tatap muka. Teknik pemberian

tugas dalam pembelajaran daring dilakukan dengan mengarahkan siswa

untuk menulis cerpen berdasarkan pengalaman pribadi. Hal tersebut

sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Teknik pemberian tugas dalam pembelajaran daring mengalami

problematika pada sikap disiplin siswa, artinya waktu pengumpulan

tugas biasanya tidak tepat waktu atau lambat. Keterlambatan siswa

dalam mengumpulkan tugan diakibatkan kurang tanggap terhadap tugas

yang diberikan, artinya apabila siswa tidak memahami tugas yang

diberikan maka siswa mengulur waktu untuk mengumpulkan tugas

dengan alasan tidak paham dan tidak termotivasi untuk bertanya kepada

guru seperi yang biasa dilakukan pada pembelajaran tatap muka.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam kegiatan menulis cerpen harus


56

benar-benar memahami ciri, struktur, dan unsur pembangun yang

menjadi faktor terciptanya cerpen yang baik. Namun, jika siswa tidak

memahami hal tersebut kemudian tidak meminta penjelasan dari guru

maka tugas yang dikerjakan pun kurang maksimal. Selain itu, siswa

tidak mendapat pengawasan penuh dari guru terkait kejujuran siswa

dalam mengerjakan tugas yang diberikan.

Kegiatan penilaian adalah bagian penting dalam kegiatan belajar

mengajar. Untuk mendapat informasi mengenai pencapaian kompetensi

siswa, maka diperlukan penilaian.

Penilaian siswa menjadi masalah baru dalam pelaksanaan

pembelajaran daring. Berdasarkan kurikulum 2013, penilaian kegiatan

pembelajaran meliputi aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek

psikomotorik. Kenyataann menunjukkan bahwa rata-rata siswa

mendapat nilai tinggi saat diberikan tugas. Hal tersebut patut

dipertanyakan, apakah siswa memahami secara mandiri atau mendapat

bantuan dari berbagai media, misalnya siswa mengonsultasikan tugas

yang diberikan kepada orang yang dianggap lebih paham atau melalui

bantuan google sehingga yang terjadi adalah guru tidak bisa melakukan

penilaian secara objektif dengan kemampuan siswa.

Pada aspek afektif, kesulitan dalam penilaian pun dirasakan oleh

guru. Biasanya, penilaian afektif terjadi secara alamiah ketika siswa

berkomunikasi, bersosialisasi, dan dengan teman. Dengan pembelajaran


57

daring ini sosialisasi antar siswa secara langsung menghilang. Hal ini

menjadi kendala bagi guru dalam melakukan penilaian.

B. Pembahasan

1. Problematika Perangkat Pembelajaran

Dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), guru

tidak mengalami kesulitan. Namun, terdapat problematika pada

pelaksanaan langkah-langkah pembelajaran. Pada langkah-langkah

pembelajaran melalui daring tidak semua sesuai dengan ketentuan

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Masih terdapat

ketidaksesuaian antara langkah-langkah pembelajaran yang tercantum

dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan pelaksanaan

pembelajaran, di antaranya terdapat pada kegiatan pendahuluan,

kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Hal ini tidak sejalan dengan

Kunandar (2011: 263), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian

pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan

dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. Berdasarkan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) inilah seorang guru diharapkan bisa

menerapkan pembelajaran secara terprogram. Fungsi Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah sebagai acuan bagi guru

untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar (kegiatan

pembelajaran) agar lebih terarah dan berjalan secara terarah dan

berjalan secara efektif dan efisien.


58

Media pembelajaran juga menjadi problematika dalam

pembelajaran daring. Penggunaan media pembelajaran sangat terbatas

dalam model pembelajaran daring, sehingga proses pembelajaran

tidak mampu memotivasi siswa untuk belajar. Hal ini tidak sejalan

dengan Briggs (Sadiman, 2012: 6) bahwa media adalah segala alat

fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk

belajar.

2. Problematika Penyampaian Materi

Penyampaian materi dalam pembelajaran daring ditemukan

problematika yang dihadapi guru dan berdampak pada siswa, seperti

penyampaian materi secara searah. Penyampaian materi secara searah

yang dilakukan melalui grup WhatsApp dengan guru memberikan

dokumen yang berisi materi cerpen kemudian siswa memahami materi

tersebut secara mandiri. Kemandirian siswa terhadap materi yang

disajikan guru tidak dapat menjamin pemahaman secara utuh. Hal ini

tidak sejalan dengan Kurniasih dan Sani (2014: 10) bahwa materi

pembelajaran adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus

dikuasai oleh peserta didik dalam rangka memenuhi standar

kompetensi yang ditetapkan.

3. Problematika Penggunaan Aplikasi Pembelajaran

Aplikasi yang digunakan guru dalam pembelajaran daring yaitu

WhatsApp, Google Classroom, dan Zoom. Aplikasi menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI), aplikasi adalah program komputer


59

atau perangkat lunak yang didesain untuk mengerjakan tugas tertentu.

Problematika penggunaan aplikasi dalam pembelajaran daring

terdapat pada jaringan yang sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan

pembelajaran. Tidak jarang, siswa maupun guru mengeluhkan

jaringan internet saat proses pembelajaran berlangsung. Pada awal

pembelajaran biasanya berjalan aman, namun seiring proses

pembelajaran berjalan biasanya jaringan bermasalah, sehingga proses

pembelajaran bisa saja terhenti. Hal ini sering terjadi pada penggunaan

aplikasi Zoom yang memang lebih membutuhkan jaringan yang stabil.

Dengan demikian, materi pelajaran yang diberikan guru juga menjadi

terhambat.

4. Problematika Pengelolaan Kelas

Problematika yang dihadapi guru dalam pengelolaan kelas daring

ialah memantau perkembangan siswa. Pengelolaan kelas daring

tentunya tidak semudah memantau aktifitas siswa dalam pembelajaran

tatap muka. Pembelajaran daring khususnya kelas XI MIPA 1 SMA

Negeri 9 Maros sangat jarang menggunakan aplikasi Zoom sebagai

media pembelajaran karena faktor jaringan yang tidak memadai,

sehingga menjadi masalah bagi guru untuk memantau atau melihat

langsung aktifitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal ini

mengakibatkan siswa tidak memfokuskan perhatian pada proses

pembelajaran karena menganggap guru tidak memantau langsung

kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran tidak berjalan


60

efektif. Hal ini tidak sejalan dengan Arikunto (1986: 143),

pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh

penanggung jawab kegiatan belajar mengajar dengan maksud agar

dicapai kondisi yang optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan

belajar mengajar seperti yang diharapkan.

5. Problematika Teknik Pemberian Tugas dan Penilaian

Pada teknik pemberian tugas, guru menggunakan aplikasi Google

Classroom atau grup WhatsApp. Problematika pemberian tugas dalam

pembelajaran daring terdapat pada sikap disiplin siswa, artinya waktu

pengumpulan tugas biasanya tidak tepat waktu atau lambat.

Keterlambatan dalam mengumpulkan tugas diakibatkan kurang

tanggapnya siswa terhadap tugas yang diberikan dengan alasan siswa

kurang memahami tugas tersebut. Hal ini tidak sejalan dengan

Moedjiono dan Dimyati (1992/1993), metode pemberian tugas dapat

diartikan sebagai suatu format interaksi belajar mengajar yang

ditandai dengan adanya satu tugas atau lebih yang diberikan guru, di

mana penyelesaian tugas-tugas tersebut dapat dilakukan secara

individu maupun kelompok sesuai dengan perintahnya.

Untuk memperoleh informasi mengenai pencapaian kompetensi

siswa, maka diperlukan penilaian. Penilaian terhadap siswa diperoleh

dari aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik. Hal ini

sejalan dengan kurikulum 2013 yang mengemukakan bahwa penilaian

kegiatan pembelajaran meliputi aspek kognitif, afektif, dan


61

psikomotorik. Problematika yang terjadi dalam penilaian aspek

kognitif terdapat pada kurangnya pemahaman siswa dalam

pembelajaran, sehingga tidak jarang siswa memanfaatkan bantuan

orang lain atau google, aspek afektif terdapat pada kesulitan guru

dalam menganalisis aktifitas siswa dalam mengikuti pembelajaran,

dan pada aspek psikomotorik terdapat pada hasil belajar siswa yang

kadang tidak mencapai tujuan pembelajaran.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penyajian hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

problematika pembelajaran daring menulis cerpen siswa kelas XI MIPA 1

SMA Negeri 9 Maros di antaranya:

1. Problematika Perangkat Pembelajaran

Problematika perangkat pembelajaran terdapat pada langkah-

langkah pembelajaran yang tidak sesuai dengan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP) dan penggunaan media pembelajaran yang

terbatas.

2. Problematika Penyampaian Materi

Problematika penyampaian materi dalam pembelajaran daring

yaitu penyajian materi yang dilakukan secara searah.

3. Problematika Penggunaan Aplikasi Pembelajaran

Problematika penggunaan aplikasi pembelajaran terdapat pada

faktor jaringan, khususnya pada penggunaan aplikasi Zoom.

4. Problematika Pengelolaan Kelas

Problematika pengelolaan kelas dalam pembelajaran daring yaitu

memantau perkembangan siswa. Guru mengalami kesulitan dalam

mengamati perkembangan siswa selama proses pembelajaran.

62
63

5. Problematika Teknik Pemberian Tugas dan Penilaian

Problematika teknik pemberian tugas dalam pembelajaran daring

yaitu ketidakdisiplinan siswa dalam mengumpulkan tugas serta tidak

tanggapnya dalam merespon tugas yang diberikan.

Problematika penilaian dalam pembelajaran daring yaitu guru sulit

menilai siswa dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

B. Saran

1. Bagi Guru

Perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kompetensi guru dalam

melaksanakan proses pembelajaran daring.

2. Bagi Siswa

Perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan motivasi belajar di era

pandemi.
DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarati, dkk. 2006. Perencanaan Pengajaran Bahasa dan Sastra.


Jakarta: Karunika.

Anonim. 2012. Unsur Ekstrinsik Cerpen Lengkap. (Online).


(http://obatcafe.blogspot.com/2012/11/unsur-unsur-ekstrinsik-cerpen-
lengkp.html?m=1, diakses pada tanggal 26 Desember 2019).

Arikunto, Suharsimi. 1983. Prosedur Penelitian Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Arsyad, Azhar. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta Rajawali Pers.


Azhar, L.M.1993. Proses Belajar Mengajar Pola CBSA. Surabaya: Usaha
Nasional.
Budiyani, Sari. 2013. Writing Tips. Yogyakarta: Citra Aji Parama.

Depdiknas. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Gerlach, V.G. dan Ely, D.P.1971. Teaching and Media. Englewod Coliffs :
Prenice Hall, Inc.
Hamalik, Oemar. 1994. Media Pendidikan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Hermawan, A.H dkk. 2008. Pengembangkan Kurikulum dan Pembelajaran.
Jakarta : Universitas Terbuka.
Imania, Kuntum An Nisa. 2019. Rancangan Pengembangan Instrumen Penilaian
Pembelajaran Berbasis Daring. Jurnal PETIK.Vol 5, 31-47.
Jauhari, Heri. 2013. Terampil Mengarang. Bandung: nuansa Cendekia.

Kosasih, E. 2012. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya.

Kunandar. 2011. Langkah Mudah Penelitian Kelas Sebagai Pengembangan


Profesi Guru. Jakarta : PT. Rajagrafindo Pereda.
Kurniasih, dan Sani. 2014. Strategi-strategi Pembelajaran. Alfabeta: Bandung.

Kurniawan, Heru dan Sutardi. 2012. Panduan Sastra Kreatif. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

64
65

Moedjiono, dan Dimyati. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Departemen


Pendidikan dam Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.
Nurgiyantoro. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadja Mada University
Press.
Pratiwi, Ericha Windhiyana. 2020. Dampak cocid-19 terhadap Kegiatan
Pembelajaran Online Di Sebuah Perguruan Tinggi Kristen Di
Indonesia.Jurnal . Surakarta: Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Purwanto, D.M. 2010. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sadiman, Arief. S., dkk. 2012. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan,
dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Pers.
Sanjaya. 2010. Strategi Pembelajaran Beriontasi Standar Proses Pendidikan.
Sketsa Aksara Latitya.
Semi, M. Atar. 2007. Dasar-dasar Keterampilan Menulis. Bandung: Angkasa.

Sohrabi, C., Alsafi, Z., O’Neil, N., Khan, M., Kerwan, A., Al-Jabir, A., Aghad, R.
(2020). World Health Organization declares global emergency: A riview
of the 2019 novel coronavirus (COVID-19). International Journal of
Sugrery.
Subana, Sunarti. 2009. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

Sudjana, Nana. 2000. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar


Baru.
Sudraja, Akhmad. 2009. Tujuan Pembelajaran Sebagai Komponen Penting dalam
Pembelajaran. Jakarta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung:
Alfabeta.
Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Reneka
Cipta.
Suyanto. 2012. Pengertian Cerpen Menurut Para Ahli dan Ciri-Cirinya. (Online).
(http://www.seputarpengetahuan.co.id/2015/10/7-pengertian-cerpen-
menurut-para-ahli-dan-ciri-cirinya.html#5_Suyanto_201246, diakses pada
tanggal 26 Desember 2019).
Syukir, 1983. Dasar-dasar strategi dakwah Islami, Surabaya: Al-Ikhlas.
66

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Keterampilan Berbahasa.


Bandung: Angkasa.
Trianton. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Pabumbun, Agnes Rapi. 2017. Problematika Pembelajaran Kemampuan
Menyimak Bahasa Jerman Siswa Kelas XI SMAN 11 Makassar. Skripsi tidak
diterbitkan. Makassar: Universitas Negeri Makassar.
67

N
68

Lampiran I

Hasil Wawancara dengan Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 9 Maros

Peneliti : Problematika apa yang dihadapi dalam pembelajaran daring

terhadap pembelajaran menulis cerpen pada siswa kelas XI

MIPA 1?

Guru : Terdapat pada perangkat pembelajaran, penyampaian materi,

penggunaan aplikasi, pengelolaan kelas, dan teknik pemberian

tugas dan penilaian.

Peneliti : Bagaimana penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) untuk model pembelajaran daring?

Guru : Penyusunan RPP dibuat berdasarkan kurikulum Covid-19.

Peneliti : Di mana letak perbedaan antara penyusunan RPP saat

pembelajaran tatap muka dan pembelajaran daring?

Guru : Langkah-langkah pembelajaran, media pembelajaran, dan proses

penilaiannya.

Peneliti : Apa kesulitan yang dihadapi dalam penyusunan RPP?

Guru : Tidak ada kesulitan, tapi biasanya dalam pelaksanaan

pembelajaran ada langkah-langkah yang tidak terlaksana.

Peneliti : Langkah-langkah apa yang tidak terlaksana dalam proses

pembelajaran?
69

Guru : Karena pembelajaran daring, jadi biasanya guru langsung saja

membuka pelajaran dengan memberi salam dan mengabsen

kemudian memberi materi dan tugas pada akhir pembelajaran.

Peneliti : Bagaimana maksud dari media pembelajaran yang berbeda

antara pembelajaran tatap muka dan pembelajaran daring?

Guru : Tidak ada penggunaan media dalam pembelajaran daring seperti

halnya saat pembelajaran tatap muka. Misalnya, penggunaan

media audio visual yang biasanya digunakan dalam

pembelajaran tatap muka tapi terbatas digunakan pada

pembelajaran daring.

Peneliti : Bagaimana cara penyampaian materi pembelajaran menulis

cerpen melalui daring?

Guru : Biasanya mengirim materi dalam bentuk dokumen yang berisi

pengertian cerpen, ciri-ciri, struktur, maupun unsur pembangun

cerpen.

Peneliti : Apa kesulitan yang dihadapi dalam penyampaian materi?

Guru : Kesulitannya pada cara penyampaiannya dan faktor jaringan.

Penyampaian materi jarang sekali disampaikan seperti

pembelajaran tatap muka, biasanya kan disampaikan secara

langsung, tapi sekarang semuanya terbatas karena faktor

jaringan.
70

Peneliti : Aplikasi apa yang digunakan dalam pembelajaran daring?

Guru : WhatsApp, Google Classroom, dan Zoom.

Peneliti : Apa kesulitan yang dihadapi dalam penggunaan aplikasi

tersebut?

Guru : Kesulitannya pada jaringan, terutama saat menggunakan aplikasi

Zoom.

Peneliti : Apa kesulitan yang dihadapi saat mengelola kelas daring?

Guru : Kesulitannya memantau perkembangan siswa dan faktor

jaringan.

Peneliti : Bagaimana teknik pemberian tugas menulis cerpen melalui

pembelajaran daring?

Guru : Setelah memberikan materi, memberi tugas kepada siswa untuk

menulis cerpen sesuai dengan pengalaman pribadi.

Peneliti : Apa kesulitan teknik pemberian tugas dalam pembelajaran

daring?

Guru : Kesulitannya adalah penentuan waktu pengumpulan. Pada

daring ada kelonggaran waktu karena kondisi jaringan di

lingkungan masing-masing siswa berbeda. Tapi itu juga bisa

menjadi masalah, ada juga siswa yang lalai dari tugasnya.

Peneliti : Bagaimana teknik penilaiannya?


71

Guru : Pemberian nilai disesuaikan dengan kriteria atau indikator

penilaian menulis cerpen.

Peneliti : Apa kesulitan yang dihadapi dalam pemberian nilai?

Guru : Pada penilaian sikap dalam mengikuti pembelajaran, juga pada

penilaian tugas.
72

Lampiran III Dokumentasi


73
74
75
76
77
78
79

RIWAYAT HIDUP

Meidina Sri Hanum, dilahirkan di Maros pada tanggal 2

Mei 1997, anak ketiga dari empat bersaudara dari

pasangan Ayahanda Herman dan Ibunda Asriati. Penulis

memulai pendidikan di TK Aisyiyah Bustanul Atfal dan

tamat pada tahun 2003. Pada tahun 2004 penulis

melanjutkan Sekolah Dasar di SD No. 29 Inpres Kaemba 1, dan menyelesaikan

pendidikan pada tahun 2009. Pada tahun itu juga penulis melanjutkan

pendidikan Menengah Pertama di SMP Negeri 9 Marusu, dan tamat pada tahun

2012. Penulis melanjutkan pendidikan Menengah Atas di SMA Negeri 9

Marusu, dan tamat pada tahun 2015. Kemudian pada tahun 2016 penulis

melanjutkan pendidikan pada program Strata Satu (S1) dengan Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Masa pendidikan di

Universitas Muhammadiyah Makassar diakhiri dengan menulis skripsi sebagai

tugas akhir dengan judul “Problematikaa Pembelajaran Daring Menulis Cerpen

Siswa Kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 9 Maros”.

Anda mungkin juga menyukai