Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DERMATITIS

KONTAK

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3

Erlina Netty susilawati

Rian hidayat Venansia martina L

Melinda putri Sri rohani

Sarafiah Hendramansyah

Erika sri purwati yuli anita

Nanang ahmad putra Evvie ceria selvani

STIKES GRIYA HUSADA SUMBAWA

S1 ILMU KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK

2020/2021
1. Definisi Dermatitis Kontak
Menurut Djuanda dermatitis kontak ialah dermatitis yang
disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit
(Djuanda, 2007). Menurut Firdaus dermatitis kontak adalah respon dari
kulit dalam bentuk peradangan yang dapat bersifat akut maupun kronik,
karena paparan dari bahan iritan eksternal yang mengenai kulit
(Firdaus, 2002).
Menurut Hayakawa dermatitis kontak merupakan inflamasi non-
alergi pada kulit yang diakibatkan senyawa yang kontak dengan kulit
tersebut (Hayakawa, 2000) dan menurut Hudyono dermatitis kontak
adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit,
baik melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi alergi), maupun
non-imunologik (dermatitis kontak iritan) (Hudyono, 2002).
2. Etiologi
Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian
besar merupakan respon kulit terhadap agen-agen misal nya zat kimia,
bakteri dan fungi selain itu alergi makanan juga bisa menyebabkan
dermatitis. Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. ( Arief
Mansjoer.1998.”Kapita selekta” )
Penyebab Dermatitis secara umum dapat dibedakan menjadi 2
yaitu Penyebab Dermatitis secara umum dapat dibedakan menjadi 2
yaitu :
1. Luar (eksogen) misalnya bahan kimia (deterjen, oli, semen, asam,
basa), fisik (sinar uv, suhu), mikroorganisme (bakteri, jamur).

2. Dalam (endogen) misalnya pada seseorang yang memiliki riwayat


kepekaan terhadap zat tertentu.
3. Patofisologi Dermatitis Kontak
Adanya riwayat kontak dengan penyebab dermatitis kontak iritan
seperti sabun, detergen,bahanpembersih, dan zat kimia industry serta adanya
factor predisposisinya mencakup keadaan terlalu panas atau terlalu dingin
atau oleh kontak yang terus-menerus dengan sabun serta air, dan penyakit
kulit yang sudah ada sebelumnya memberikan manifestasi inflamasi pada
kulit. Response inflamasi pada kuli tada dermatitis kontak diperantarai
melalui hipersensitifitas lambat jenis seluler tipe IV
Pathway

Sabun, detergen, zat kimia allergen: s.sensitizen

Iritan primer sel langerhans & makrofag


Gangguan
Mengiritasi kulit Sel T
integritas kulit

Peradangan kulit(lesi) Sensitasi sel T oleh saluran limfe Terpajang


ulang

Reaksi hipersensitivitas IV

sel efektor
Risiko nyeri Gangguan
mengeluarkan citra tubuh
infeksi
limfok
in

Gejala klinis: gatal, panas,


kemerahan pada
kulit

Gangguan pola tidur


4. KLASIFIKASI
Mekanisme terjadinya dermatitis kontak pada kulit akan dibahas
dibawah ini (Djuanda, 2007) :
a. Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan, kelainan kulit timbul akibat kerusakan
sel melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan
tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan
mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan merusak
membran lemak (lipid membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat
menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau
komponen inti. Ketika terjadi kerusakan sel maka akan timbul gejala.
peradangan klasik di tempat terjadinya kontak berupa eritema,
endema, panas, nyeri bila iritan kuat. Bila iritan lemah akan
menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai
dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang
menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga
mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.
b. Dermatitis Kontak Alergi
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak
alergi mengikuti respon imun yang diperantai oleh sel atau reaksi
imunologik tipe IV. Reaksi ini timbul melalui dua fase, yaitu fase
sensitisasi dan fase elisitasi.
Fase sensitisasi terhadap sistem kekebalan tubuh berlangsung
selama 2-3 minggu. Pada fase ini, hapten (zat kimia atau antigen
yang belum di proses) masuk ke dalam epidermis melalui stratum
korneum dan ditangkap oleh sel langerhans yang kemudian akan
diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta di
konjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen lengkap. Sel
langerhans melewati membran basal bermigrasi ke kelenjar getah
bening setempat melalui kelenjar limfe. Di dalam kelenjar tersebut
sel langerhans mempresentasikan kompleks HLA-DR-antigen
kepada sel T spesifik untuk di proses (di kenali). Setelah di proses,
turunan sel ini yaitu sel-T memori akan meninggalkan kelenjar getah
bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada saat tersebut individu
menjadi tersensitisasi.
Jika individu sudah tersensitisasi, maka saat kontak dengan zat
yang sama dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak bahan
kimia dengan dosis sangat rendah, proses ini disebut fase elisitasi.
Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam
.
5. MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya manifestasi klinis dermatitis adanya tanda-tanda
radang akut terutama pruritus (gatal), kenaikan suhu tubuh, kemerahan, edema
misalnya pada muka (terutama palpebra dan bibir), gangguan fungsi kulit dan
genitalia eksterna.
a. Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau
bula, erosi dan eksudasi sehingga tampak basah.
b. Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat
mengering menjadi kusta.

c. Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi,


papul dan likenefikasi. Stadium tersebut tidak selalu berurutan,
bisa saja sejak awal dermatitis memberi gambaran klinisberupa
kelainan kulit stadium kronis.

6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak
alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien
untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap
penyakitnya dan perlindungan pada kulit. Pengobatan yang diberikan dapat
berupa pengobatan topikal dan sistemik.
1. Pengobatan topical
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip
umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah
(kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut
penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan
kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum
(pasta pendingin), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan
kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim
atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa
topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-
jenisnya adalah :
a. Kortikosteroid
Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya
molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel
Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga
menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian
profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini
meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis
kontak. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %,
halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal
dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan
penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat
dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam
setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa
potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
b. Radiasi ultraviolet
Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi
sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen
yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel
T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan
hilangnya molekul permukaan sel langerhans (CDI dan HLA-
DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya.
Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat
menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis
dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis,
menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di
dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi
dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai
TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat
berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik.
UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan
sel Langerhans.
c. Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari
hipersensitivitas kontak pada marmot percobaan, tapi pada
manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin
disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di
epidermis atau dermis.
d. Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa
hemolitikus, E. coli, Proteus dan Candida sp. Pada keadaan
superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya
gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam
bentuk topikal.
e. Imunosupresif topical
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506
(Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan
menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi
sitokin seperti IL- 2 dan IL-4 tanpa merubah responnya
terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi
peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan
efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat
askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi.
Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan
kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada
konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat
0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang
diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu
respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama
efektifnya dengan pemakaian secara oral.
2. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan
atau edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan
akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah:
a. Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh
efek sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium
permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga
yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi
terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A,
bradikinin dan asetilkolin.
b. Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara
peroral, intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik
adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal
dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila
diberikan dalam waktu singkat maka efek sampingnya akan
minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus
peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya
terutama pertambahan berat badan, gangguan
gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga
depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat
proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA-
DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari
limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNFa danMCAF
c. Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi
sel T penolong dan menghambat produksim sitokin
terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas
sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat
ekspresi ICAM-1.
d. Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R
dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek
menghambat peradangan.
e. FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan
selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-
CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta
pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan
secara topikal.
f. Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans.
Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.
g. Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1,
IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan mediatormediator
poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
h. SDZ ASM 981
Merupakan derivat askomisin dengan aktifitas anti
inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan secara topical,
pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin.

7. KOMPLIKASI
Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat terjadi adalah sindrom
pernapasan akut, gangguan ginjal, Infeksi kulit oleh bakteri-bakteri yang
lazim dijumpai terutama staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus
misalnya herpes simpleks.
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Biodata

Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama pasien,
alamat pasien, umur pasien biasnya kejadian ini mencakup semua usia antara anak-
anak sampai dewasa, tanggal masuk ruma sakit penting untuk di kaji untuk melihat
perkembangan dari pengobatan, penanggung jawab pasien agar pengobatan dapat di
lakukan dengan persetujuan dari pihak pasien dan petugas kesehatan.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
klien mengeluh kulitnya terasa gatal serta nyeri

3. Riwayat penyakit sekarang

Timbul lesi kulit ( vesikell) terasa panas pada kulit dan berwarna merah, edema yang
diikuti oleh pengeluaran secret. Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien

1. Provocative/palliative
Nyeri terasa di bagian kulit
2 Quality/quantity
Nyeri seperti di tusuk tusuk
3 Region
Nyeri tersa di lengan
4 Severitty scale
Scala nyeri 3-4
5 Timing
Nyeri terasa kurang lebih dari 1 menit

4. Riwayat Kesehatan keluarga


Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keluarga ataupun penyakit
sama yang di derita klien sekarang ini
5. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum = sedang
b) Tingkat Kesadaran = kompos mentis
c) TTV,TD =100/80 MMHG
N = 90 x / menit
RR = 22 x/menit
S = 36,5 ᵒC
d) Kulit
Inspeksi
- kemerahan (rubor),terjadinya kemerahan di bagian kulit
- gangguan fungsi kulit ( fungsi laesa) terjadi kekurang fungsi di
bagian kulit
- terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang
kemudian membesar
- Terdapat bula atau pustule
- Terjadi deskuamasi artinya timbul sisik.bila proses menjadi kronis
tapak likenifikasi dan sebagai skuele terlihat
Palpasi
- Adanya Nyeri tekan
- Adanya edema
- Kulit bersisik
e) Keadaan Kepala
Inspeksi
- Tekstur rambut klien halus dan jarang ,kulit kepala Nampak kotor

Palpasi

- Tidak ada pembengkakan di baginan kepala


f) Keadaan mata
Inspeksi
- Palpebrae : tidak edema, tidak radang Sclera :
Tidak ictertus
- Conjuctiva : Tidak terjadi peradangan Pupil : Isokor
- Posisi mata
- Simetris/tidak: simertis Gerakan bola mata : Normal
- Penutupan kelopak mata : Tidak mengalami gangguan Keadaan visus
: Normal
- Penglihatan : Normal (tidak kabur )
b. Palpasi
-Tidak ada nyeri tekan
- Tekanan Intra Okuler ( TIO ) tidak ada

g) Keadaan hidung

a) inspeksi
1) simetris kiri dan kanan
2) Tidak ada pembengkakan dan sekresi
3) Tidak ada kemerahan pada selaput lendir b) Palpasi
1) Tidak ada nyeri tekan
2) Tidak ada benjolan/tumor 10. Keadaan telinga
a. inspeksi
1) telinga bagian luar simetris
2) tidak ada serumen/cairan, nanah

h) Mulut

Inspeksi
a. Gigi
1) Keadaan gigi : bersih
2) Ada karang gigi/karies
3) Tidak ada pemakaian gigi palsu
b. Gusi
Tidak ada merah radang pada gusi
c. Lidah
Lidah bersih
d. Bibir
1) Tampak pucat
2) Kering pecah
3) Mulut tidak berbau
4) Kemampuan bicara normal
i) Tenggorokan
a. Warna mukosa : Kemerahan
b. Nyeri tekan tidak ada
c. Nyeri menelan tidak ada

j) . Leher
Inspeksi
a. Kelenjar Thyroid : Tidak membesa
b. Tidak ada pembengkakan atau benjolan
c. Tidak ada distensi vena jugularis
Palpasi
a. Kelenjar Thyroid : Tidak terabah
b.Kaku kuduk/tidak : -
c. Kelenjar limfe : tidak membesar
d. Tidak ada benjolan atau massa
e. Mobilisasi leher normal

k) Thorax dan pernafasan Inspeksi

a. Bentuk dada : Pigion chest


b. Pernafasan : Inspirasi/ekspirasi, Frekuensi pernafasan,
irama pernafasan
c. Pengembangan diwaktu bernafas normal
d. Dada simetris
e. Tidak ada retraksi
f. Tidak ada batuk Palpasi
a. Tidak ada nyeri tekan, massa, adanya vocal premitus
b. Untuk mengetahui adanya massa
c. Inadekuat ekspansi dada Perkusi
sonor : Suara perkusi jaringan paru yang normal Askultasi
a. Mendengarkan suara pada dinding thorak
b. Suara nafas : Vesikuler
c. Suara tambahan : -
d. Suara Ucapan : Suara normal
l). Jantung
a. Inspeksi : Ictus Cordis : Denyutan dinding toraks oleh karena
kontraksi ventrikel kiri → ditemukan
pada ICS 5 linea medio clavicularis kiri
6. Pemeriksaan penunjang
- biopsy kulit
- Uji temple
- Pemeriksaan dengan menggunakan pencahayaan khusus
- Uji kultur sensituvitas

7. Diagnose keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan lapisan
kulit
b. Nyeri akut berhubungan dengan lesi pada kulit
c. Gangguan pola tidur b/d ketidak puasan tidur
No Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
dx hasil
1 Kerusakan integritas NIC: 1. Mengetahui
kulit b/d kerusakan 1. Kaji kerusakan perubahan warna kulit
lapisan kulit jaringan kulit pasien 2. Mengasienetahui
2. Lakukan tidakan infeksi yang terjadi
NOC : peningkatan integritas 3. Mengetahui
Tujuan : kulit kelembaban kulit
Setelah dilakukan 3. Anjurkan pasien untuk 4. Mempermudah proses
tindakan keperawatan menggunakan pakaian penyembuhan
selama 3x24 jam longgar 5. Agar kulit dapat
diharapkan kerusakan 4. Jaga kebersihan kulit mendapatkan udara
kulit pasien bisa aagar tetap bersih dan yang cukup
teratasi. kering
Kriteria Hasil:
1. Integritas kulit yang
baik bisa
diertahankan (sensasi
elastisitas,temperatur
e,hidrasi,pigmentasi)
2. Menunjukkan
pemahaman dalam
proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya sedera
ulang
3. Menunjukkan
terjadinya proses
penyembuhan luka
4. Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembapan kulit
dan perawatan almi
2 Nyeri akut b/d lesi NIC 1. Untuk mengalihkan
pada kulit Pain management rasa nyeri.
1. Gunakan 2. Untuk mengurangi
NOC komunkasi rasa nyeri pasien.
Setelah dilakukan terapeutik 3. Untuk membantu
tindakan keperawaan 2. Lakukan meringankan
selama ... 3x 24 jam, pengkajian kecemasan pasien
diharapkan nyeri pasien nyeri secara 4. Untuk meningaktkan
berkurang dengan komprehensif kesehatan tubuh dan
kriteria hasil : 3. Kaji kultur yang untuk mengetahui
mempengaruhi keadaan umu pasien
1. Mampu mengontrol respon nyeri
nyeri 4. Kolaborasi
2. Melaporkan nyeri pemberian obat
secara verbal nyeri.
3. Melaporkan bahwa 5. Ajarkan tekhnik
nyeri berkurang relaksasi,
dengan distraksi .
menggunakan
manajemen nyeri
4. Menyatakan rasa
nyaman rasa nyeri
berkurang
3 Gangguan pola tidur NIC 1. Membantumengide
b/d ketidak puasan tidur 1. Anjurkan mengatur ntifikasi kebutuhan
NOC jadwal tidurr pola tidur
Setelah dilakukan 2. Atur posisi 2. Meringankan rasa
tindakan keperawatan senyaman mungkin lelah
selama….x24 jam 3. Anjurkan teknik 3. Untuk mengetahui
diharapkan gangguan relaksasi cipta lingkungan
pola tidur bisa stabil 4. Anjurka meminum yang nyaman
Kriteria hasil : susu atau air 4. Memahami akibat
1. Jumlah jam tidur hangan sebelum dari perubahan
dalam batars normal tidur pola tidur
6-8 jam / hari 5. Anjurkan tekhnik 5. Membuat
2. Jelaskan pentingnya relaksasi, kenyamanan pasien
tidur yang adekuat 6. Anjurkan tidur sehingga mudah
3. Ciptakan lingkungan posisi semi fowler tertidur
yang nyaman 7. Monitor kebutuhan
Mampu tidur pasien setiap
mengidentifikasi hal hari
yang meningkatkan
tidur
1. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun
2. Evaluasi
Hasil akhir setelah proses keperawatan dilaksanaknan
a. Nyeri teratasi, pasien tampak rileks.pasien mampu tidur/istirahat
dengan tenang, pasien tidak gelisah, tidak merintih
b. Integritas kulit klien dapat membaik mucous membran temperatur
jaringan baiksensasi baik, hidrasi baik tidak ada lesi atau luka
c. Gangguan pola tidur bisa stabil tidur pasien sesuai kebutuhan/normal,
pasien tidak cemas
DAFTAR PUSTAKA

Huda A.N, Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan

Djuanda suria, 1999, ipk dan kelamin, edisi 3, FKUI Jakarta

Brunner & Suddarth, 2001. keperawatan medikal bedah. Vol 3, edisi 8, EGC Jakarta

Doengoes Marilyn E. Rencana Asuhan keperawatan, Edisi 3, EGC Jakarta

A.N, Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


dan NANDA.MediAction Publishing.Edisi Revisi Jilid 2. 2013.

Anda mungkin juga menyukai