Anda di halaman 1dari 4

Guru, Sekarang Aku Sadar

Pada suatu hari, lima murid kelas di sekolah swasta, mulai lagi membuat ulah. Mereka sangat
badung. Hampir di setiap pelajaran, mereka selalu tidak memperhatikan. Dan ketika ada waktu
senggang, mereka gunakan untuk berbincang. Bukan hanya di lingkungan sekolah saja. Begitu
pun di lingkungan masyarakat, sehingga menimbulkan keresahan.

*Di kelas*

Gevan  :"Tugas lu dah siap belum dik?”


Dikta  :"Akh, lu mah ngerusak suasana aja, jadi kepikiran kan."
Gevan :”Udah nyontek punya si Jendra aja ntar”
Tak lama kemudian bel pun berbunyi tanda jam pelajaran sudah bisa dimulai, Pak agus pun
memasuki kelas mereka

Pak Agus :"Assalamu’alaikum wr wb."

Murid-murid:”Waalaikunsalam wr wb”

Pak Agus:”Baik anak-anak mari kita mulai pembelajaran kita”

Gevan dan Dikta:*Ribut

Pak agus:”Gevan, Dikta mohon perhatikan bapak ya”


Namun apa boleh buat, kelima anak muridnya yang badung itu, masih asyik bercerita tentang
hal yang tidak penting saat pembelajaran. Pak Agus hanya menggelengkan kepala. Baru
beberapa menit kemudian mereka berhenti.

Barangkali hati mereka sudah keras bagaikan batu. Entah apa yang membuat mereka sangat
susah untuk kembali ke jalan yang benar.

*Kringgg Krinnnggg

Bel tanda istirahat pertama telah berbunyi


Jendra :"Ayo, sholat Dhuha, udah waktunaya loh ini

Dikta :"Akh..., apaan sih Jen, ngerusak suasana aja lagi asyik juga ini”

Haikal :"Tau dah, so asik banget jadi orang”

Hari demi hari mereka semakin menjadi. Dibawanya rokok, dan dihisapnya di kelas. Semua
sudah tidak lagi terkendali. Sampai pada akhirnya, ada murid yang memberi tahu kepada pihak
sekolah melalui Pak Agus. Tapi, Pak Agus sama sekali tidak percaya.
Rey :"Pak, saya serius. Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri. Bahwa mereka
membawa rokok dan menghisapnya di sini,*menunjuk kursi mereka
Pak Agus  :"Bapak sama sekali tidak percaya, mana mungkin mereka melakukan hal itu.
Tidak mungkin!"

Pak agus menegaskan kepada Rey

Rey :"Baik, jika bapak tidak percaya. Saya dan bumi akan membuktikannya. Tunggu saja
nanti, Pak!"

Bumi :"Setuju. Lihat saja nanti, saya dan Rey, akan menguak ini semua. Kami janji, kami tidak
akan menghadap bapak sampai kami membawa bukti."
 Pak Agus hanya mematung, lalu menyuruh mereka pulang ke rumah masing-masing.

***

Lima anak badung itu terus berkembang. Mereka mulai mengenal narkoba, dan semacamnya.
Gevan :"Dikta, Haikal, Farka, Naufal. Kita ketemuan yuks. Gue bawa sesuatu buat kalian.
Pokoknya, kalau kalian nggak coba, kalian bakal nyesel. Kita ketemu di tempat biasa. Oke!"
begitulah isi pesan dari Argi untuk keempat sahabatnya.

Malam itu juga, mereka berkumpul di tempat biasa mereka bersama. Gevan mulai
mengeluarkan  benda yang telah dijanjikannya, yang ternyata adalah Narkoba.
Haikal :"Gevan! lu gila yah..., ini barang haram. Nanti kalau ketahuan polisi gimana?
Mikir! Gue nggak ikut-ikutan kalo kayak gini."
Gevan :"Akh katro lo, ayo yang lain coba nih pake. Kali ini mah gratis buat lo semua...!"

Haikal, Dikta, Farka, dan Naufal pun diam seribu kata. Mungkin di antara mereka penuh dengan
pertimbangan. Tapi, pada akhirnya mereka semua menggunakan narkoba itu juga.

Tanpa mereka sadari. Ketika mereka berpesta, Rey dan Bumi membuntutinya, lalu Bumi
melaporkan kejadian ini kepada polisi.
Ikhsan :"Pak, di sini kami menemukan peseta nerkoba, tapatnya, di bla, bla, bla...."
Ikhsan :"Bum, kita bersiap di depan gerbang ya." Dan Reza pun mengaggukan kepala.

***

Tak lama kemudian. Polisi pun menggrebek mereka yang sedang pesta narkoba. Dan
dibawanya ke kantor polisi.
Pak Polisi :"Dengan Bapak Agus?"
Pak Agus  :"Ya, saya sendiri."
Pak Polisi :"Begini Pak, kami menangkap anak didik bapak dalam keadaan
berpeseta narkoba, kami juga sudah menemukan barang buktinya. Bapak bisa datang ke
kantor kami, untuk memberikan keterangan mengenai hal ini?"
Pak Agus :"Siapa nama-nama anak didik saya, Pak?!"
Pak Polisi :"Gevan, Dikta, Haikal, Farka, Naufal

Pak Agus :"Ti-tidak mungkin Pak. Mereka itu anak-anak baik. Pasti ada yang
menjebak mereka!"

Pak Agus terus bersikeras membela anak didiknya. Begitu Pak Agus sampai di kantor polisi,
mereka pun mengakui kesalahannya. Dan mereka dipenjara di tahanan anak-anak.

***

Kelas yang biasanya berisik, tak tertib. Sekarang menjadi hampa, sepi, dan tertata rapi. Gairah
mengajar Pak Agus pun menurun drastis. Pak Agus terus memikirkan nasib anak didiknya yang
sedang di penjara. Memang setahun lagi Pak Agus pensiun, tapi di tiap harinya, beliau selalu
mengajar dengan caranya yang menyengangkan, penuh semangat, dan mengasyikkan. Hari ini
adalah hari termurung untuk Pak Agus.

Tibalah ketika pelepasan Pak Agus. Dan setelah itu, Pak Agus menjadi seorang wirausaha,
membudidaya ikan lele. Awalnya usahanya berjalan dengan mulus, dan selalu mendapat laba
yang besar.

Beberapa tahun kemudian mereka pun keluar dari penjara. Mereka sudah tidak bisa dikatakan
sebagai remaja lagi. Mereka mulai menjalin usaha masing-masing, yang mereka dapat dari
pelatihan selama di penjara.

Dan ternyata, usaha yang mereka kembangkan, sukses semua. Sedangkan usaha Pak Agus
bangkrut karena lele yang dibudidayakannya dicuri orang tiap harinya. Dan sekarang Pak Agus
tinggal di rumah gubuk yang sangat sederhana, bersama istri dan kedua anaknya.

Di lain tempat, Gevan merencanakan untuk menemui Pak Agus. Tanpa sengaja ketika mereka
melewati suatu jalan, mereka dapati Pak Agus sedang memulung.
Gevan :"Pak, Agussss....!"
tariak Argi. Dan menghentikan langkah Pak Agus.
Pak Agus :"Kamu siapa, ya?"
Dikta :"Ini kami, Pak. Kami sudah keluar dari penjara."
Pak Agus  :"Akh, kalian sudah keluar dari panjara? Bapak senang sekali
mendengarkannya. Sekarang kalian mau kemana?"
tanya Pak Agus dengan lesunya, berbeda dengan beberapa tahun lalu.
Farka :"Kami ingin bertemu dengan Bapak, sekarang boleh antar kami ke rumah
bapak?"
Pak Agus :"Tidak jauh dari sini. Parkir saja mobil kalian di pinggir jalan sini. Kita
jalan bersama ke rumah."
Sampainya di rumah gubuk Pak Agus, mereka tidak menyangka akan kenyataan ini.
Naufal :"Bagaimana Bapak tinggal di rumah saya saja, ini tidak layak untuk dijadikan
tempat tinggal, pak, bagaimana?"
Belum dijawab pertanyaan Naufal oleh Pak Agus. Gevan, Dikta, Farka, Haikal menawarkan hal
yang sama.

Terlihat mata Pak Agus berkaca-kaca. Karutan wajahnya itu jelas termakan oleh proses sang
waktu.
Pak Agus  :"Bapak bangga dengan kalian. Sekarang kalian sangat beda dengan
dulu." Pak Agus pun tak kuasa menahan airmata, hingga akhirnya airmata permata itu beranak
sungai di setiap bahu anak didiknya ini.
Hidup Pak Agus pun kembali bahagia, berkat anak didiknya yang sudah berubah, ke jalan yang
benar.

Anda mungkin juga menyukai