Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang
sangat strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia dengan cara
meningkatkan mutu pelayanan baik yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi.
Upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dapat terlaksana dengan adanya
unit rekam medis yang dapat mengelola dan menjadikan dokumen rekam medis bermutu.
Menurut Permenkes nomor 269 Tahun 2008 Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan
dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien. Pengelolaan rekam medis di Rumah Sakit dilakukan oleh
unit rekam medis.
Salah satu proses pengolahan dokumen rekam medis yang dilakukan oleh unit rekam
medis adalah penataan dokumen (assembling) yang memiliki fungsi sebagai perakitan dokumen
rekam medis dan menganalisa kelengkapan dokumen rekam medis. Assembling merupakan tahap
awal pengolahan dokumen rekam medis sebelum dilakukan tahapan lainnya seperti coding,
indeksing, statistik dan pelaporan Rumah Sakit, hingga dokumen rekam medis di simpan. Setiap
kegiatan yang dilakukan di bagian assembling sudah diatur dan ditetapkan melalui kebijakan
Rumah Sakit pada unit rekam medis.
Kebijakan assembling adalah dasar rencana dalam pelaksaan kegiatan assembling,
adanya kebijakan dalam unit rekam medis khusunya bagian assembling dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam pelaksanaan assembling di unit kerja rekam medis. Setiap kegiatan assembling
yang dilakukan juga harus berdasarkan pada Standar Operational Prosedur (SPO) yang sudah
ditetapkan oleh rumah sakit melalui pedoman yang ada pada unit rekam medis.
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui sistematika kebijakan pada Rumah Sakit?
1.3.2 Untuk mengetahui sistematika pedoman atau panduan pada Rumah Sakit?
1.3.3 Untuk mengetahui sistematika standar prosedur operasi (SPO) pada Rumah
Sakit?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kebijakan Rumah Sakit
A. Pengertian Kebijakan Rumah Sakit
Kebijakan rumah sakit adalah keputusan direktur rumah sakit atau pimpinan
rumah sakitpada tataran strategis atau berumah sakitifat garis besar yang meikat
pegawai.Karena kebijakan berumah sakitifat garis besar maka untuk penerapan kebijakan
terumah sakitebut perlu disusun pedoman/panduan dan prosedur sehingga ada kejelasan
langkah – langkah untuk melaksanakan kebijakan terumah sakitebut.Kebijakan
ditetapkan dengan peraturan atau keputusan Direktur/Pimpinan rumah sakit.
2.3 SPO
A. Pengertian Standar Prosedur Operasional (SPO)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
512/Menkes/PER/IV/2007 Tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran
BAB I pasal 1 ayat 10 Standar Prosedur Operasional adalah suatu perangkat
instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin
tertentu, dimana Standar Prosedur Operasional memberikan langkah yang benar dan
terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan
fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar
profesi.
B. Tujuan Penyusunan SPO
Kebijakan dan prosedur harus tersedia yang mencerminkan pengelolaan unit rekam medis
dan menjadi acuan bagi staf rekam medis yang bertugas (Wijono, 2000).
C. Manfaat SPO
Manfaat dari adanya SPO Rumah Sakit adalah :
1. Untuk memenuhi persyaratan standar pelayanan Rumah Sakit atau Akreditasi Rumah
Sakit;
2. Sebagai dokumentasi langkah-langkah kegiatan atau prosedur;
3. Untuk memastikan staf rumah sakit bekerja sesuai prosedur dan memahami
bagaimana pekerjaan tersebut seharusnya dilaksanakan.
Karena hal tersebut, sehingga perlu adanya standarisasi atau format baku yang
mengatur bagaimana SPO tersebut seharusnya dibuat dan disusun. Sehingga, terbitlah
surat edaran yang mengatur bagaimana sebuah SPO seharusnya dibuat dan disusun
seperti berikut ini ;
D. Format Penyusunan SPO
Karena SPO Rumah Sakit sangat berkaitan dengan urusan Hak Asasi Manusia
Tertinggi (nyawa manusia), terutama yang berada di pelayanan langsung, maka sesuai
dengan lampiran Surat Edaran Direktur Pelayanan Medik Spesialistik nomor
YM.00.02.2.2.837 tertanggal 1 Juni 2001 perihal bentuk SPO, terbentuklah format SPO
baku yang mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2002 sampai sekarang.
Format tersebut merupakan format minimal, sehingga dapat diberi tambahan
materi misalnya nama penyusun SPO, unit pemeriksa SPO dsb. Namun, tidak boleh
mengurangi item-item pokok yang ada di SPO.
Berikut adalah format SPO sesuai surat edaran tersebut ;
Penjelasan :
Penulisan SPO yang harus tetap didalam tabel / kotak adalah : Nama
Rumah Sakit dan Logo, Judul SPO. No Dokumen, No Revisi, Tanggal Terbit dan
Tanda Tangan Direktur Rumah Sakit. Sedangkan untuk pengertian, tujuan,
kebijakan, prosedur dan unit terkait boleh tidak diberi kotak/tabel.
E. Petunjuk Pengisian SPO
Petunjuk Pengisian Standar Prosedur Operasional pelayanan di
rumah sakit adalah sebagai berikut:
1. Kotak Heading: masing-masing kotak (Rumah Sakit, Judul SPO, No. dokumen,
No. Revisi, Halaman, Prosedur Tetap, Tanggal terbit, Ditetapkan Direktur) diisi
sebagai berikut :
a. Heading dan kotaknya dicetak pada setiap halaman. Pada halaman pertama
kotak heading harus lengkap, untuk halaman-halaman berikutnya kotak
heading dapat hanya memuat : Kotak Nama rumah sakit, Judul SPO, No.
Dokumen, No. Revisi dan Halaman.
b. Kotak rumah sakit diberi nama rumah sakit bersangkutan dan logo rumah
sakit.
c. Judul SPO : diberi judul/nama SPO sesuai proses kerjanya.
d. No. Dokumen : diisi sesuai dengan ketentuan penomoran yang berlaku di RS
yang bersangkutan, yang dibuat sistematis agar ada keseragaman.
e. No. Revisi : diisi dengan status revisi, dianjurkan menggunakan huruf. Tetapi
dapat juga dengan angka, misalnya untuk dokumen baru dapat diberi nomor
0, sedangkan dokumen revisi pertama diberi nomor 1, dan seterusnya.
f. Halaman: diisi nomor halaman dengan mencantumkan juga total halaman
untuk SPO tersebut. Misalnya : halaman pertama: 1/5, halaman kedua: 2/5,
halaman terakhir : 5/5.
g. SPO diberi penamaan sesuai ketentuan (istilah) yang digunakan RS,
misalnya : SPO, prosedur, prosedur tetap, petunjuk pelaksanaan, prosedur
kerja dan sebagainya.
h. Tanggal terbit : diberi tanggal sesuai tanggal terbitnya atau tanggal
diberlakukannya SPO tersebut.
i. Ditetapkan Direktur : diberi tanda tangan Direktur dan nama jelasnya.
2. Isi Standar Prosedur Operasional :
a. Pengertian: berisi penjelasan dan atau definisi tentang istilah
yang mungkin sulit dipahami atau menyebabkan salah
pengertian.
b. Tujuan: berisi tujuan pelaksanaan SPO secara spesifik. Kata
kunci : ” Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk
...................................”
c. Kebijakan: berisi kebijakan Direktur/Pimpinan RS yang
menjadi dasar dibuatnya SPO tsb. Dicantumkan kebijakan
yang mendasari SPO tersebut, kemudian diikuti dengan
peraturan/keputusan dari kebijakan terkait.
d. Prosedur: bagian ini merupakan bagian utama yang
menguraikan langkah-langkah kegiatan untuk menyelesaikan proses kerja
tertentu. Unit terkait: berisi unit-unit yang terkait dan atau prosedur terkait
dalam proses kerja tersebut
F. Tata Cara Pengelolaan SPO
Untuk tata cara pengelolaan Standar Prosedur Operasional pelayanan di rumah
sakit adalah sebagai berikut:
1. RS agar menetapkan siapa yang mengelola SPO
2. Pengelola SPO harus mempunyai arsip seluruh SPO RS
3. Pengelola SPO agar membuat tata cara penyusunan, penomoran, distribusi, penarikan,
penyimpanan, evaluasi dan revisi SPO.
G. Tata Cara Penyusunan SPO
A. Hal-hal yang perlu diingat
1. Siapa yang harus menulis atau menyusun SPO
2. Bagaimana merencanakan dan mengembangkan SPO
3. Bagaimana SPO dapat dikenali
4. Bagaimana memperkenalkan SPO kepada pelaksana dan unit terkait
5. Bagaimana pengendalian SPO-nya (nomor, revisi dan distribusi)
B. Syarat Penyusunan SPO
1. Identifikasi kebutuhan : identifikasi apakah kegiatan yang dilakukan saat ini
sudah ada SPO-nya atau belum. Jika sudah maka identifikasi, apakah SPO
tersebut masih efektif dan relevan atau tidak.
2. Perlu ditekankan bahwa SPO harus ditulis oleh mereka yang melakukan
pekerjaan terkait SPO tersebut. Tim atau panitia yang ditunjuk oleh
Direktur/Pimpinan Rumah Sakit hanya untuk menanggapi dan mengkoreksi SPO
tersebut. Hal tersebut sangatlah penting mengingat komitmen terhadap
pelaksanaan SPO hanya diperoleh dengan adanya keterlibatan personel/unit kerja
terkait dimana SPO tersebut nantinya akan digunakan.
3. SPO harus merupakan flow charting dari suatu kegiatan. Pelaksana atau unit
kerja agar mencatat proses kegiatan dan membuat alurnya kemudian Tim/Panitia
yang ditunjuk diminta tanggapannya.
4. Didalam SPO harus dapat dikenali dengan jelas siapa melakukan apa, dimana,
kapan dan mengapa.
5. SPO jangan menggunakan kalimat majemuk dan multi tafsir. Sehingga antara
subjek, predikat dan objek harus jelas.
6. SPO harus menggunakan kalimat perintah/instruksi dengan bahasa yang dikenal
oleh pelaksana SPO tersebut.
7. SPO harus jelas, ringkas dan mudah dilaksanakan. Untuk SPO pelayanan pasien,
maka harus memperhatikan aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan
pasien. Untuk SPO profesi, harus mengacu kepada standar profesi, standar
pelayanan dengan mengikuti perkembangan IPTEK dan memperhatikan aspek
keselamatan pasien.
H. Tata Cara Penomoran SPO
Untuk tata cara penomoran STandar Prosedur Operasional pelayanan rumah sakit
adalah sebagai berikut:
1. Semua SPO harus diberi nomor
2. RS agar membuat kebijakan tentang pemberian nomor untuk SPO.
3. Pemberian nomor bisa mengikuti tata persuratan RS atau ketentuan penomoran yang
khusus untuk SPO (bias menggunakan garis miring atau dengan sistem digit). Pemberian
nomor sebaiknya secara sentral.
4. Kode-kode yang dpergunakan untuk pemberian nomor :
a Kode unit kerja : masing-masing unit kerja di RS mempunyai kode sendri-
sendiri, kode bisa berbentuk angka bisa juga bebentuk huruf. Sebagai contoh
Instalasi gawat darurat mempunyai kode 08 (bila kode berbentuk angka) atau
huruf : g (bila kode berbentuk huruf)
b Kode SPO : adalah didalam tata persuratan RS yang diberikan untuk SPO, kode
bisa berbentuk angka atau huruf. Sebagai contoh : kode untuk SPO adalah 03
(bila kode berbentuk angka) atau c (bila kode berbentuk huruf)
c Nomer urut SPO adalah urutan nomer SPO di dalam unit kerja.
d Contoh penomoran SPO di Instalasi Gawat Darurat : 08.03.15 (artinya SPO dari
Instalasi Gawat Darurat dengan nomer urut SPO = 15) atau g.c.15 (bila
penomoran dengan huruf)
e SPO yang khusus untuk satu unit
f Satu SPO dipergunakan oleh 2 unit yang berbeda misalnya SPO rujukan pasien
maka penomoran bisa sebagai berikut : ...../IGD/Keperawatan/bulan/tahun
I. Tata Cara Penyimpanan SPO
Tata Cara Penyimpanan Standar Prosedur Operasional pelayanan di rumah sakit
adalah sebagai berikut:
1. Yang dimaksud penyimpanan adalah bagaimana SPO tersebut disimpan.
2. SPO asli agar disimpan di sekretariat Tim akreditasi RS atau Bagian sekretariat RS,
sesuai dengan kebijakan yang berlaku di RS tersebut tentang tata cara pengarsipan
dokumen.
3. Penyimpanan SPO yang asli harus rapi, sesuai metode pengarsipan dokumen
sehingga mudah dicari kembai bila diperlukan.
4. SPO foto copy ada di simpan di masing-masing unit kerja dimana SPO tersebut
dipergunakan. Apabila SPO tersebut sudah tidak
berlaku lagi atau tidak dipergunakan lagi karena di revisi atau hal lainnya maka unit kerja
wajib mengembalikan SPO yang sudah tidak berlaku tersebut ke sekretariat Tim
Akreditasi/Bagian sekretariat RS sehingga dapat memusnahkan foto copy SPO yang tidak
berlaku tersebut, namun untuk SPO yang asli tetap disimpan, dengan lama penyimpanan
sesuai ketentuan dalam pengarsipan dokumen di RS.
5. SPO di unit kerja harus harus diletakkan ditempat yang mudah dilihat, mudah
diambil dan mudah dibaca oleh pelaksana.
6. Bagi rumah sakit yang sudah menggunakan e-file maka penyimpanan SPO sebagai
berikut :
a. Setiap SPO harus di print-out dan disimpan sebagai SPO asli.
b. SPO di unit kerja tidak perlu hard copy, SPO bisa dilihat di
intranet di rumah sakit. Namun untuk SPO penanganan gawat
darurat tetap harus dibuatkan hard copynya.
J. Tata Cara Pendistribusian SPO
Tata Cara Pendistribusian Standar Prosedur Operasional pelayanan di rumah
sakit yaitu:
1. Yang dimaksud dengan distribusi adalah kegiatan atau usaha menyampaikan SPO
kepada unit kerja dan atau pelaksana yang memerlukan SPO tersebut agar dapat
sebagai panduan dalam melaksanakan kegiatannya. Kegiatan ini dilakukan oleh Tim
Akreditasi RS atau Bagian sekretariat RS sesuai kebijakan RS dalam pengendaian
dokumen.
2. Distribusi harus memakai buku ekspedisi dan atau formulir tanda terima.
3. Distribusi SPO bisa hanya untuk unit kerja tertentu tetapi bias juga untuk seluruh unit
kerja. Hal tersebut tergantung jenis SPO tersebut, bila SPO tersebut merupakan acuan
untuk melakukan kegiatan di semua unit kerja maka SPO distribusikan ke semua unit
kerja. Namun bila SPO tersebut hanya untuk unit kerja tertentu maka distribusi SPO
hanya untuk unit kerja tertentu tersebut dan unit terkait yang tertulis di SPO tersebut.
4. Bagi rumah sakit yang sudah menggunakan e-file maka distribusi SPO bisa melalui
intranet dan diatur kewenangan otorisasi di setiap unit kerja, sehingga unit kerja
dapat mengetahui batas kewenangan dalam membuka SPO
K. Tata Cara Evaluasi SPO
Setelah Standar Prosedur Operasiomal selesai disusun, masih diperlukan adanya
evaluasi untuk mngetahui apakah sudah memenuhi kualifikasi sebagai Standar Prosedur
Operasional yang benar. Berikut adalah tata cara evaluasi Standar Prosedur
Operasional:
1. Evaluasi SPO dilaksanakan sesuai kebutuhan dan maksimal 3 tahun sekali.
2. Evaluasi SPO dilakukan oleh masing-masing unit kerja yang dipimpin oleh kepala
unit kerja.
3. Hasil evaluasi : SPO masih tetap bisa dipergunakan atau SPO perlu
diperbaiki/direvisi. Perbaikan/revisi bisa isi SPO sebagaian atau seluruhnya.
4. Perbaikan/revisi perlu dilakukan bila :
a. Alur di SPO sudah tidak sesuai dengan keadaan yang ada
b. Adanya perkembagan IPTEK
c. Adanya perubahan organisasi atau kebijakan baru.
d. Adanya perubahan fasilitas
5. Pergantian direktur/pimpinan RS, bila SPO memang masih sesuai/dipergunakan
maka tidak perlu di revisi.