Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH AIK

“ AHLAK DALAM KELUARGA ”

DOSEN PENGAMPUH:

AMINUDDIN, S.PD., M.PD

OLEH:

MIFTAHUL JANNAH

2020310147

FAKULTASKEGURUANDANILMUPENDIDIKAN
UNIVERSITASMUHAMMADIYAHBULUKUMBA
2021-2022

i
KATAPENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayahnya
penulis bisa menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di yaumul qiamah nanti.

Maksud dan tujuan penulis menyelesaikan tugas makalah ini adalah tidak lain untuk
memenuhi salah satu dari tugas yang diberikan pada mata kuliah Al-islam dan
kemuhammadiyaan (AIK) serta merupakan tanggung jawab penyusun pada tugas yang
diberikan.

Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan dimana penyusun sadar bahwasanya
penyusun pun hanyalahs eorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan,
sedangkan kesempurnaan hanyalah milik Allah ‘Azza Wa Jalla hingga dalam pembuatannya
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktifakan senantiasa
penulis nanti dalam evaluasi diri.

Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan pembuatan


tugas makalah ini ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat bahkan hikmah bagi
penyusun, pembaca dan bagi seluruh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bulukumba.

ii
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR..................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................1
C. Tujuan.................................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................3
A. Urgensi Keluarga dalam Hidup Manusia.............................................................................................3
B. Akhlakul Karimah dalam Rumah Tangga...........................................................................................4
C. Akhlak Suami atau Isteri.....................................................................................................................5
D. Akhlak Orang Tua Kepada Anak........................................................................................................5
E. Akhlak anak terhadap Orang Tua........................................................................................................6
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................................8
A. Kesimpulan.........................................................................................................................................8
B. Saran....................................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Nabi Muhammad adalah sosok manusia yang
sempurna. Beliau adalah orang terpilih untuk dijadikan panutan bagi umat manusia. Beliau
mempunyai sifat-sifat yang Arif dan Bijaksana. Sifat-sifat baiknya itu ditunjukkan pada semua
umat manusia, baik pada kalangan keluarga, sahabat maupun semua penduduk disekitar. Dalam
lingkungan keluarga, Nabi mendapat rahmat yang diperuntukkan bagi keluarganya.

Hidup berkeluarga, menurut islam, harus diawali dengan pernikahan. Pernikahan itu
sendiri merupakan upacara suci yang harus di lakukan oleh kedua calon pengantin, harus ada
penyerahan dari pihak wali pengantin putri (Ijab), harus ada penerimaan dari pihak pengantin
putra (Qabul) dan harus disaksikan oleh dua orang saksi yang adil.

Sebelum membentuk keluarga melalui upacara pernikahan, calon suami istri hendaknya
memahami hukum berkeluarga. Dengan mengetahui dan memahami hukum berkeluarga,
pasangan suami istri akan mampu menempatkan dirinya pada hukum yang benar. Apakah
dirinya sudah diwajibkan oleh agama untuk menikah. Sehingga perhatian terhadap kemuliaan
akhlak ini menjadi satu keharusan bagi seorang suami maupun seorang istri. Karena terkadang
ada orang yg bisa bersopan santun berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar
rumah namun hal yg sama sulit ia lakukan di dalam rumah tangganya, maka dari itu akhlak
mulia ini harus ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar di atas
kebaikan, Sehingga perhatian terhadap kemuliaan akhlak ini menjadi satu keharusan bagi
seorang suami maupun seorang istri. Karena terkadang ada orang yang bisa bersopan santun
berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar rumah namun hal yg sama sulit ia
lakukan di dlm rumah tangganya, Menyinggung akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada keluarga maka hal ini tdk hanya berlaku kepada para suami sehingga para istri merasa
suami sajalah yg tertuntut untuk berakhlak mulia kepada istrinya, Karena akhlak mulia ini harus
ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar di atas kebaikan.
Memang suamilah yg paling utama harus menunjukkan budi pekerti yg baik dlm rumah tangga
karena dia sebagai sebagai pimpinan. Kemudian ia di haruskan untuk mendidik anak istri di atas
kebaikan sebagai upaya menjaga mereka dari api neraka sebagaimana di firmankan Allah SWT

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Urgensi Keluarga dalam Hidup Manusia?

2. Bagaimana Akhlakul Karimah dalam Rumah Tangga?

1
3. Bagaimana Akhlak Suami atau Isteri?

4. Bagaimana Akhlak Orang Tua Kepada Anak?

5. Bagaimana Akhlak anak terhadap Orang Tua?

C. Tujuan
Tujuan penyusun makalah ini antara lain :

1. Untuk Mengetahui Urgensi Keluarga dalam Hidup Manusia

2. Untuk Mengetahui Akhlakul Karimah dalam Rumah Tangga

3. Untuk Mengetahui Akhlak Suami atau Isteri

4. Untuk Mengetahui Akhlak Orang Tua Kepada Anak

5. Untuk Mengetahui Akhlak anak terhadap Orang Tua

6. Untuk Mengetahui Larangan kekerasan dalam rumah tangga

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Urgensi Keluarga dalam Hidup Manusia


Secara sosiologis keluarga merupakan golongan masyarakat terkecil yang terdiri atas suami-
isteri-anak. Pengertian demikian mengandung dimensi hubungan darah dan juga hubungan
sosial. Dalam hubungan darah keluarga bisa dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti,
sedangkan dalam dimensi sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh
saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi, sekalipun antara satu dengan
lainnya tidak terdapat hubungan darah.

Pengertian keluarga dapat ditinjau dari perspektif psikologis dan sosiologis. Secara Psikologis,
keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-
masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling
memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Sedangkan pengertian secara sosiologis, keluarga adalah
satu persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang
dikukuhkan dengan pernikahan, dengan maksud untuk saling menyempurnakan diri, saling melengkapi
satu dengan yang lainnya.

Dalam suatu keluarga keutuhan sangat diharapkan oleh seorang anak, saling membutuhkan, saling
membantu dan lain-lain, dapat mengembangkan potensi diri dan kepercayaan pada diri anak. Dengan
demikian diharapkan upaya orang tua untuk membantu anak menginternalisasi nilai-nilai moral dapat
terwujud dengan baik.

Keluarga yang seimbang adalah keluarga yang ditandai oleh adanya keharmonisan hubungan atau
relasi antara ayah dan ibu serta anak-anak dengan saling menghormati dan saling memberi tanpa harus
diminta. Pada saat ini orang tua berprilaku proaktif dan sebagai pengawas tertinggi yang lebih
menekankan pada tugas dan saling menyadari perasaan satu sama lainnya. Sikap orang tua lebih banyak
pada upaya memberi dukungan, perhatian, dan garis-garis pedoman sebagai rujukan setiap kegiatan anak
dengan diiringi contoh teladan, secara praktis anak harus mendapatkan bimbingan, asuhan, arahan serta
pendidikan dari orang tuanya, sehingga dapat mengantarkan seorang anak menjadi berkepribadian yang
sejati sesuai dengan ajaran agama yang diberikan kepadanya. Lingkungan keluarga sangat menentukan
berhasil tidaknya proses pendidikan, sebab di sinilah anak pertama kali menerima sejumlah nilai
pendidikan.

Tanggung jawab dan kepercayaan yang diberikan oleh orang tua dirasakan oleh anak dan akan
menjadi dasar peniruan dan identifikasi diri untuk berperilaku. Nilai moral yang ditanamkan sebagai
landasan utama bagi anak pertama kali diterimanya dari orang tua, dan juga tidak kalah pentingnya
komunikasi dialogis sangat diperlukan oleh anak untuk memahami berbagai persoalan-persoalan yang
tentunya dalam tingkatan rasional, yang dapat melahirkan kesadaran diri untuk senantiasa berprilaku taat
terhadap nilai moral dan agama yang sudah digariskan.

3
Sentralisasi nilai-nilai agama dalam proses internalisasi pendidikan agama pada anak mutlak
dijadikan sebagai sumber pertama dan sandaran utama dalam mengartikulasikan nilai-nilai moral agama
yang dijabarkan dalam kehidupan kesehariannya. Nilai-nilai agama sangat besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan keluarga, agama yang ditanamkan oleh orang tua sejak kecil kepada anak akan membawa
dampak besar dimasa dewasanya, karena nilai-nilai agama yang diberikan mencerminkan disiplin diri
yang bernuansa agamis.

Di dalam keluarga anak pertama kali mengikuti irama pergaulan sosial. Suasana seperti ini disebut
dengan situasi domestik, tempat lingkungan pergaulan anak hanya terbatas dengan sejumlah orang yang
terdapat di dalam keluarga tersebut, seperti ibu, ayah, kakak, adik atau nenek/kakek.

Di dalam keluarga inilah pertama kali anak terlibat dalam interaksi edukatif. Anak belajar berdiri,
berbicara, bermain, berpakaian, mandi, menyikat gigi dan lain-lain. Keluarga bertugas meneruskan dan
mewariskan sejumlah nilai baik berkaitan dengan kultural, sosial maupun moral kepada anak-anak yang
baru tumbuh di dalam rumah tangga. Di sini pula anak diajar mengenal siapa dirinya dan lingkungannya.

Di dalam keluarga, kebutuhan pribadi anak seperti yang disampaikan oleh Abraham Maslow juga
berlangsung. Pada tahap awal, anak memerlukan kebutuhan dasar seperti makan dan minum, kemudian
meningkat kepada kebutuhan akan kasih sayang dan penghargaan, lalu meningkat lagi menjadi kebutuhan
terhadap keamanan dan kesehatan serta pada waktunya anak memerlukan self actualization (mencari
pemaknaan terhadap siapa dirinya).

B. Akhlakul Karimah dalam Rumah Tangga


Secara terminologi, akhlak adalah pola perilaku yang berdasarkan kepada dan memanifestasikan
nilai-nilai Iman, Islam dan Ihsan. Menurut Imam Ghazali, akhlak yaitu suatu keadaan yang tertanam di
dalam jiwa yang menampilkan perbuatan dengan senang tanpa memerlukan penelitian dan pemikiran.
Sedangkan karimah berarti mulia, terpuji, baik. Apabila perbuatan yang keluar atau yang dilakukan itu
baik dan terpuji menurut syariat dan akal maka perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia atau akhlakul
karimah.

Sebelum membahas akhlak terhadap suami atau isteri, maka timbullah pertanyaan, mengapa orang
ingin hidup berumah tangga ? Karena pernikahan dalam Islam bertujuan untuk membangun pondasi
pertama dalam sebuah komunitas masyarakat, yang dibangun dalam sebuah ikatan sangat kuat serta
dibalut dengan rasa cinta, kasih sayang dan saling menghormati.

Dengan demikian timbul lagi sebuah pertanyaan, siapkah anda menikah ? Kesiapan berumah tangga
secara islami harus dibentuk melalui peristiwa pernikahan antara laki-laki dan perempuan muslimah,
yang tentunya diawali dengan persiapan-persiapan diantaranya ;

a. Persiapan Ruhiyah (mental), siap menghadapi cobaan dan siap menyelesaikan masalah

b. Persiapan Ilmiah (mengetahui berbagai etika dan aturan berumah tangga)

c. Persiapan Jasadiyah (siap memungsikan diri sebagai isteri atau suami

d. Memilih istri atau suami sesuai dengan kreteria agama

4
e. Memahami hakikat pernikahan dalam Islam (membangun keluarga sakinah mawaddah
warahmah)

f. persiapan material sesuai kemampuan

Tujuan Perkawinan

a. Untuk meneruskan wujudnya keturunan manusia

b. Pemeliharaan terhadap keturunan

c. Menjaga masyarakat dari sifat yang tidak bermoral

d. Menjaga ketenteraman jiwa

e. Memberi perlindungan kepada anak yang dilahirkan

C. Akhlak Suami atau Isteri


a. Menjadikan Pasangan sebagai pusat perhatian (sejak awal tidur – bangun tidur yang lihat hanya
pasangan)

b. Menempatkan kepribadian sebagai seorang suami atau isteri (isteri pakaian untuk suami dan
begitu juga sebaliknya)

c. Jangan menabur benih keraguan/kecurigaan

d. Merasakan tanggung jawab bersama baik suami maupun isteri (saling mengingatkan dan jangan
selalu menuntut)

e. Selalu bermusyawarah (berdialog), lakukan komunikasi dengan baik, instospeksi masing-masing

f. Menyiapkan diri untuk melakukan peranan sebagai suami atau isteri

g. Nampakkan cinta dan kebanggaan dengan pasangannya/jangan kikir memberi pujian

h. Adanya keseimbangan ekonomi dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan

i. Jangan melupakan dengan keluarga besar masing-masing (ortu)8

D. Akhlak Orang Tua Kepada Anak


Dalam ajaran Islam diatur bagaimana hubungan antara anak-anaknya serta hak dan kewajiban
mnasing-masing. Orang tua harus mengikat hubungan yang harmonis dan penuh kasih sayang dengan
anak-anaknya. Sebaik-baik orang tua adalah orang tua yang mampu membuat anaknya menjadi generasi
rabbani, yang memiliki akhlak dan adab seperti Rasulullah SAW. Poin yang terpenting adalah teladan
dari orang tuanya.

Nabi Muhammad SAW diutus ke dunia ini tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia. Akhlak sangat berkaitan dengan adab. Untuk itulah beliau mengajarkan kita adab sejak bangun

5
tidur hingga tidur. Semua ada tuntunannya. Termasuk adab anak kepada orang tuanya, murid kepada
gurunya, pendidik kepada peserta didik. memiliki akhlak dan adab seperti Rasulullah SAW. Semoga
dengan informasi tentang cara mengajarkan akhlak yang baik kepada anak ini, kita bisa menjadikan anak
menjadi generasi rabbani dan beradab. Orang tua harus lebih memperhatikan, membimbing, dan
mendidik anak dengan baik, sehingga tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

E. Akhlak anak terhadap Orang Tua


Orang tua adalah perantara perwujudan kita. Kalaulah mereka itu tidak ada, kitapun tidak akan
pernah ada. Kita tahu bahwa perwujudan itu disertai dengan kebaikan dan kenikmatan yang tak terhingga
banyaknya., berbagai rizki yang kita peroleh dan kedudukan yang kita raih. Orang tua sering kali
mengerahkan segenap jerih paya mereka untuk menghindarkan bahaya dari diri kita. Mereka bersedia
kurang tidur agar kita bisa beristirahat. Mereka memberikan kesenangan-kesenangan kepada kita yang
tidak bisa kita raih sendiri. Mereka memikul berbagai penderitaan dan mesti berkorban dalam bentuk
yang sulit kita bayangkan.

Menghardik kedua orang tua dan berbuat buruk kepada mereka tidak mungkin terjadi kecuali dari
jiwa yang bengis dan kotor, berkurang dosa, dan tidak bisa diharap menjadi baik. Sebab, seandainya
seseorang tahu bahwa kebaikan dan petunjuk Allah SWT mempunyai peranan yang sangat besar, berbuat
baik kepada orang adalah kewajiban dan semestinya mereka diperlakukan dengan baik, bersikap mulia
terhadap orang yang telah membimbing, berterima kasih kepada orang yang telah memberikan
kenikmatan sebelum dia sendiri bisa mendapatkannya, dan yang telah melimpahinya dengan berbagai
kebaikan yang tak mungkin bisa di balas. Orang tua adalah orang-orang yang bersedia berkorban demi
anaknya, tanpa memperdulikan apa balasan yang akan diterimanya.

a. Kewajiban kepada ibu

Kalau ibu merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara langsung, maka bapak pun merawatnya,
mencari nafkahnya, membesarkannya, mendidiknya dan menyekolahkannya, disanping usaha ibu. Kalau
mulai mengandung sampai masa muhariq (masa dapat membedakan mana yang baik dan buruk), seorang
ibu sangat berperan, maka setelah mulai memasuki masa belajar, ayah lebih tampak kewajibannya,
mendidiknya dan mempertumbuhkannya menjadi dewasa, namun apabila dibandingkan antara berat tugas
ibu dengan ayah, mulai mengandung sampai dewasa dan sebagaimana perasaan ibu dan ayah terhadap
putranya, maka secara perbandingan, tidaklah keliru apabila dikatakan lebih berat tugas ibu dari pada
tugas ayah. Coba bandingkan, banyak sekali yang tidak bisa dilakukan oleh seorang ayah terhadap
anaknya, yang hanya seorang ibu saja yang dapat mengatasinya tetapi sebaliknya banyak tugas ayah yang
bisa dikerjakan oleh seorang ibu. Barangkali karena demikian inilah maka penghargaan kepada ibunya.
Walaupun bukan berarti ayahnya tidak dimuliakan, melainkan hendaknya mendahulukan ibu daripada
mendahulukan ayahnya dalam cara memuliakan orang tua

b. Berbuat baik kepada ibu dan bapak

Seorang anak menurut ajaran Islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan ayahnya, dalam keadaan
bagaimanapun. Artinya jangan sampai si anak menyinggung perasaan orang tuanya, walaupun seandainya
orang tua berbuat zalim kepada anaknya, dengan melakukan yang tidak semestinya, maka jangan sekali-
kali si anak berbuat tidak baik, atau membalas, mengimbangi ketidakbaikan orang tua kepada anaknya,

6
Allah SWT tidak meridhainya sehingga orang tua itu meridhainya. Allah berfirman dalam Al Qur’an
Surat Al-Luqman : 14

Artinya:“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu”
(QS.Al-Luqman:14)

c. Berkata halus dan mulia kepada ibu dan ayah

Segala sikap orang tua terutama ibu memberikan refleksi yang kuat terhadap sikap si anak. Dalam hal
berkata pun demikian. Apabila si ibu sering menggunakan kata-kata halus kepada anaknya, si anak pun
akan berkata halus. Kalau si ibu atau ayah sering mempergunakan kata-kata yang kasar, si anakpun akan
mempergunakan kata-kata kasar, sesuai yang digunakan oleh ibu dan ayahnya. Sebab si anak mempunyai
insting menir yang lebih mudah ditiru adalah orang yang terdekat dengannya, yaitu orang tua, terutama
ibunya. Agar anak berlaku lemah lembut dan sopan kepada orang tuanya, harus dididik dan diberi contoh
sehari-hari oleh orang tuanya bagaimana sianak berbuat, bersikap, dan berbicara. Kewajiban anak kepada
orang tuanya menurut ajaran Islam harus berbicara sopan, lemah-lembut dan mempergunakan kata-kata
mulia. Sebagai pedoman dalam memberikan perlakuan yang baik kepada kedua orang tua, ingatlah
Firman Allah dalam surah Al Isra ayat 23 dan 24 yang Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".

d. Berbuat baik kepada ibu dan ayah yang sudah meninggal dunia

Bagaimana berbuat baik seorang anak kepada ibu dan ayahnya yang sudah tiada. Dalam hal ini
menurut tuntunan ajaran Islam sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Abu
Usaid yang artinya: ”Kami pernah berada pada suatu majelis bersama Nabi, seorang bertanya kepada
Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah, apakah ada sisa kebajikan setelah keduanya meninggal dunia yang
aku untuk berbuat sesuatu kebaikan kepada kedua orang tuaku. “Rasulullah SAW bersabda: ”Ya, ada
empat hal :”mendoakan dan memintakan ampun untuk keduanya, menempati / melaksanakan janji
keduanya, memuliakan teman-teman kedua orang tua, dan bersilaturrahim yang engkau tiada
mendapatkan kasih sayang kecuali karena kedua orang tua”.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak, karena merekalah anak mula-mula
menerima pendidikan-pendidikan serta anak mampu menghayati suasana kehidupan religius dalam
kehidupan keluarga yang akan berpengaruh dalam perilakunya sehari-hari yang merupakan hasil dari
bimbingan orang tuanya, agar menjadi anak yang berakhlak mulia, budi pekerti yang luhur yang berguna
bagi dirinya demi masa depan keluarga agama, bangsa dan negara.

B. Saran
Hendaklah orang tua selalu memberikan perhatian yang jenuh kepada anaknya dalam membina
akhlak bukan hanya menyuruh anak agar melakukan perbuatan yang baik tetapi hendaklah orang tua
selalu memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya

Serta orang tua tampil selalu tauladan baik, membiasakan berbagai bacaan dan menanamkan
kebiasaan memerintah melakukan kegiatan yang baik, menghukum anak apabila bersalah, memuji apabila
berbuat baik, menciptakan suasana yang hangat yang religius (membaca Al-Qur'an, sholat berjamaah,
memasang kaligrafi, Do'a-Do'a dan ayat-ayat Al-Qur'an).

8
DAFTAR PUSTAKA

A. Syifaul Qulub, Pendidikan Agama Islam untuk Pendidikan Perguruan Tinggi, Jakarta, Laros, 2010

Barsihannor, Studi Agama-Agama di Perguruan Tinggi. Makassar: UIN Press, 2010.

Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan, Yogyakarta, LKIS; 2004

Khairuddin Bashori, Psikologi Keluarga Sakinah, Yogyakarta, Suara Muhammadiyah, 2006

Majelis Tabligh, Gender dalam Islam, Yogyakarta, Pimpinan Pusat Aisyiyah ; 2010

Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua, Jakarta: Rineka Cipta, 2000

Quraih Shihab, Wanita Dalam Islam, Jakarta, Lentera Hati ; 2010

Ramayulis, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, Jakarta ; Kalam Mulia, 2001

Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Yogyakarta, Belukar; 2004

Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya

Anda mungkin juga menyukai