70600119018
Setiap orang pasti butuh pengobatan. Tidak ada manusia di dunia ini yang terbebas dari
penyakit. Sebagian besar orang pasti pernah sakit, apakah itu penyakit ringan atau berat. Dengan
kemajuan teknologi dan pengetahuan, alternatif pengobatan pun semakin banyak: bisa datang
kepada pengobatan tradisional atau pengobatan modern. Tinggal pilih saja mana yang dirasa
nyaman dan biayanya terukur.
Pengobatan yang ada di Indonesia tidak semua tabib atau dokternya Muslim. Malah bagi
sebagian orang, mereka lebih percaya dan nyaman berobat dengan non-Muslim ketimbang
dokter Muslim. Ada banyak hal yang membuat mereka tertarik dengan dokter non-Muslim, bisa
jadi pengobatannya lebih bagus, profesional, dan lain-lain.
Ibnu Hajar Al-Haitami pernah ditanya soal ini, bagaimana hukum Muslim berobat kepada
non-Muslim atau sebaliknya. Dalam Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra, ia menjelaskan:
يجوز طب المسلم للكافر ولو حربيا كما يجوز له أن يتصدق عليه لقول صلى اهلل عليه وسلم في كل كيد حراء أو في
رواية رطبة أجر وأما تطبب المسلم بكافر فإنما يجوز إن فقد مسلما غيره يقوم مقامه وكان ذلك الكافر مأمونا بحيث ال
يخش ضرره
Artinya, “Muslim dibolehkan mengobati orang kafir, meskipun kafir harbi sebagaimana
dibolehkan bersedekah kepada mereka, atas dasar perkataan Rasulullah SAW bahwa setiap
kebaikan ada balasan. Sebaliknya, Muslim dibolehkan berobat kepada orang kafir dengan syarat
tidak ada orang Islam yang mampu mengobati penyakitnya dan orang yang mengobatinya dapat
dipercaya, serta tidak akan berbuat jahat.”
Dan ditanyakan tentang hukum pengobatan untuk orang kafir? Maka dijawab
dengan ucapannya boleh pengobatan seorang muslim terhadap orang kafir meskipun kafir
Harbi sebagaimana boleh bersedekah kepadanya sebagaimana sabda Nabi saw : di dalam
tiap-tiap hati yang panas dan didalam sebuah riwayat yang basah ada pahala). Adapun
scorang muslim berobat dengan orang kafir diperbolehkan jika tidak ada seorang
muslimpun yang bisa menempati tempatnya dalam pengobatan, dan dokter non muslim
tadi bisa dipercaya bahwa dia tidak dikhawatirkan mendatangkan bahaya.
Dalam kitab Ihya disebutkan "betapa banyak kota yang tidak didapati seorang
dokterpun kecuali dokter non muslim, padahal tidak bolch menerima kesaksian mereka
dalam masalah-masalah hukum fiqhiyyah yang berhubungan dengan dokter-dokter (al-
Ghazali, tt, 22). Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa berobat
dengan non-muslim diperbolehkan asalkan sudah tidak ada dokter muslim yang bisa
menempati posisi dokter non muslim dalam hal mengobati suatu penyakit tertentu.
Artinya jika masih banyak dokter-dokter muslim yang bisa mengobati maka tidak
diperbolehkan berobat ke dokter non muslim ataupun di tempat-tempat non muslim.
Ketidakbolehan tersebut juga berkaitan dengan masalah penggunaan wadah-wadah
sebagai sarana pengobatan karena dikhawatirkan kesuciannya.
3. Dalam satu hadits diriwayatkan :
Hadits diatas terdapat pada kitab Shohih Bukhori dalam bab menyewa orang-
orang musrik dalam keadaan dhororot (terpaksa) atau ketika tidak terdapat orang-orang
islam (Babu isti'jaril musyrikin indadh-dhoruroti au adami ahlil islam). Dari hadits inilah
ulama' menyimpulkan hukum kebolehannya berobat kepada non muslim.
Syeh Ibnu Muflih dalam kitab "Al Adab Asy-Syar'iyyah" menjelaskan bahwa jika
ada orang yahudi atau nasroni yang pandai dalam bidang pengobatan dan bisa dipercara
oleh masyarakat, diperbolehkan mengeluarkan biaya untuk berobat pada orang tersebut
begitu juga diperbolehkan mempercayai apa yang dikatakannya tentang halhal yang
berkaitan dengan pengobatan jika memang tidak diragukan kebenarannya. Namun, tidak
diperkenankanberobat pada non muslim selama masih ada orang islam yang mampu
melakukan pengobatan tersebut.
Syekh Ibnu Hajar Al Haitami saat ditanya tentang hukumnya berobat kepada
orang kafir, beliau menjawab : " Diperbolehkan bagi seorang muslim untuk berobat
kepada orang kafir, meskipun itu kafir harbi (orang kafir yang memerangi orang islam),
seperti diperbolehkannya bersedekah kepada orang kafir, namun kebolehan berobat
kepada non muslim tersebut jika memang tak ada orang islam yang yang mampu
menggantikan posisinya, bisa dipercaya dan tidak dikhawatirkan akan mendatangkan
bahaya.
Dari keterangan diatas bisa disimpulkan bahwa berobar pada non muslim itu
diperbolehkan dengan syarat tidak adanya orang islam yang mampu menggantikan
posisinya, yang bisa melakukan pengobatan seperti dokter non muslim tersebut.
4. Memakai peralatan-peralatan non muslim itu hukumnya makruh, berdasarkan hadits nabi
" Dari Abu Tsa’labah Al Khusyani Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Aku pernah
bertanya,”Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya kami berada di suatu negeri Ahli Kitab,
apakah kami boleh makan dengan piring- piring mereka?” Beliau menjawab,”Janganlah
kamu makan dengannya, kecuali bila kamu tidak mendapatkan yang selainnya, maka
cucilah, lalu makanlah dengannya.” (Muttafaqun Alaih).