Anda di halaman 1dari 169

EVALUATION OF COMPLIANCE WITH LABOR LAW & REGULATION

( EVALUASI KEPATUHAN HUKUM & PERATURAN TENAGA KERJA )

BAGIAN RELEVAN
NO NO PERATURAN JUDUL KEWAJIBAN PERUSAHAAN
BAB PASAL AYAT
UNDANG - UNDANG (LAW)

1. Menjamin kebebasan buruh untuk masuk atau tidak masuk Serikat Buruh;

2. Melindungi buruh terhadap campur tangan majikan dalam soal ini;

3. Melindungi Serikat Buruh terhadap campur tangan majikan dalam mendirikan, cara bekerja serta
Persetujuan Konpensi Organisasi Internasional No. 98 Mengenai Berlakunya Dasar-dasar Dari Pada
1 UU RI No. 18 Tahun 1956 Penjelasan cara mengurus organisasinya, khususnya mendirikan organisasi di bawah pengaruh majikan atau
Hak Untuk Berorganisasi Dan Berunding Bersama
yang disokong dengan uang atau cara lain oleh majikan;

4. Menjamin penghargaan hak berorganisasi;


5. menjamin perkembangan serta penggunaan badan perundingan sukarela untuk mengatur syarat-
syarat dan keadaan-keadaan kerja dengan perjanjian perburuhan.
1. Negara yang meratifisir konpensi ini harus menjamin pengupahan yang sama bagi buruh laki-laki
dan wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya;
2. Jaminan ini dapat dilakukan dengan undang-undang, perjanjian perburuhan, oleh badan
penetapan upah atau dengan menggabungkan cara-cara ini;
Persetujuan Konpensi Organisasi Perburuhan Internasional No. 100 Mengenai Pengupahan Yang
2 UU RI No. 80 Tahun 1957 Penjelasan 3. Tindakan harus diambil untuk mengadakan penilaian pekerjaan yang obyektif berdasarkan
Sama Bagi Buruh Laki-laki Dan Wanita Untuk Pekerjaan Yang Sama Nilainya
pekerjaan yang akan dijalankan;
4. Nilai pengupahan yang berlainan antara buruh yang tanpa memandang jenis kelamin, didasarkan
atas penilaian pekerjaan yang obyektif berdasarkan pekerjaan yang akan dijalankan, tidak akan
dianggap melanggar asas-asas konpensi ini.
Pengusaha atau pengurus wajib melaporkan secara tertulis setiap mendirikan, menghentikan,
III 4 1 menjalankan kembali, memindahkan atau membubarkan perusahaan kepada Menteri atau pejabat
yang ditunjuk.
Jika suatu perusahaan mempunyai kantor cabang atau bagian yang berdiri sendiri, kewajiban yang
III 4 2 ditetapkan dalam ayat (1) berlaku terhadap masing-masing kantor cabang atau bagian yang berdiri
sendiri itu.
Pengusaha atau pengurus wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang
III 6 1 ditunjuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah mendirikan,
menjalankan kembali atau memindahkan perusahaan.
Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memuat keterangan :
a. identitas perusahaan;
III 6 2 b. hubungan ketenaga kerjaan;
c. perlindungan tenaga kerja;
d. kesempatan kerja.
Setelah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, pengusaha atau pengurus
III 7 1 wajib melaporkan setiap tahun secara tertulis mengenai ketenaga kerjaan kepada Menteri atau
pejabat yang ditunjuk.
III 7 2 Ketentuan Pasal 6 ayat (2) berlaku pula untuk laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pengusaha atau pengurus wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang
III 8 1 ditunjuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum memindahkan,
menghentikan atau membubarkan perusahaan.

Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memuat keterangan:


3 UU RI No. 07 Tahun 1981 Wajib Lapor Ketenagakerjaan Di Perusahaan a. nama dan alamat perusahaan atau bagian perusahaan;
b. nama dan alamat pengusaha;
c. nama dan alamat pengurus perusahaan;
d. tanggal memindahkan, menghentikan atau membubarkan perusahaan;
III 8 2
e. alasan-alasan pemindahan, penghentian atau pembubaran perusahaan;
f. Kewajiban-kewajiban yang telah dan akan dilaksanakan terhadap buruhnya, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian kerja, perjanjian perburuhan dan
kebiasaan-kebiasaan setempat;
g. jumlah buruh yang akan diberhentikan.

Pengusaha atau pengurus yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 13 diancam dengan pidana
IV 10 1
kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta
rupiah).
Dalam pengulangan pelanggaran untuk kedua kali atau lebih setelah putusan yang terakhir tidak
IV 10 2
dapat diubah lagi, maka pelanggaran tersebut hanya dijatuhkan pidana kurungan.
IV 10 3 Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan pelanggaran.
Jika perbuatan sebagaitnana dimaksud dalarn Pasal 10 dilakukan oleh suatu persekutuan atau suatu
IV 11 1 badan hukum, maka tuntutan pidana dilakukan dan pidana dijatuhkan terhadap pengurus dari
persekutuan atau pengurus badan hukum itu.
Ketentuan ayat (1) berlaku pula terhadap persekutuan atau badan hukum lain yang bertindak
IV 11 2
sebagai pengurus dari suatu persekutuan atau badan hukum lain itu.
Jika pengusaha atau pengurus perusahaan sebagaimana disebut dalam ayat (1) dan ayat (2)
IV 11 3 berkedudukan di luar wilayah Indonesia, maka tuntutan pidana dilakukan dan pidana dijatuhkan
terhadap wakilnya di Indonesia.
Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita
4 UU RI No. 07 Tahun 1984
(Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimanation Against Women)
5 UU RI No. 11 Tahun 1992 Dana Pensiun
Pengesahan ILO Convention No. 105 concerning the Abolition of Forced Labour (Konvensi ILO
6 UU RI No. 19 Tahun 1999
mengenai Penghapusan Kerja Paksa)
Usia minimum untuk diperbolehkan bekerja di setiap jenis pekerjaan, yang karena sifat atau keadaan
3 1 lingkungan tempat pekerjaan itu dilakukan dapat membahayakan kesehatan, atau moral orang
Pengesahan ILO Convention No. 138 Concerning Minimum Age For Admission To Employment muda, tidak boleh kurang dari 18 tahun.
7 UU RI No. 20 Tahun 1999
(Konvensi ILO Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja) Jenis pekerjaan atau kerja yang padanya ketentuan ayat (1) Pasal ini berlaku, harus ditetapkan
3 2 dengan peraturan atau perundang-undangan nasional, atau oleh pengusaha yang berwenang,
setelah berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan pekerja yang berkepentingan jika ada.
Pengesahan ILO Convention No. 111 Concerning Discrimination In Respect Of Employment And
8 UU RI No. 21 Tahun 1999
Occupation (Konvensi ILO Mengenai Diskriminasi Dalam Pekerjaan Dan Jabatan)
Pengesahan International Convention On The Elimination Of All Forms Of Racial Discrimination
9 UU RI No. 29 Tahun 1999 1965 (Konvensi Internasional Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965)

Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-
10 UU RI No. 39 Tahun 1999 Hak Asasi Manusia VII 38 2
syarat ketenagakerjaan yang adil.

Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara
VII 38 3
atau serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama.
Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat
VII 38 4 kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin
kelangsungan kehidupan keluarganya.
Setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh dihambat untuk menjadi
VII 39 1 anggotanya demi melindungi dan memperjuangkan kepentingannya serta sesuai dengan kententuan
peraturan perundang-undangan.

Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk
VII 41 1
perkembangan pribadinya secara utuh.

Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak
VII 41 2
memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.
Pengesahan ILO Convention No.182 Concerning The Prohibition And Immediate Action For
11 UU RI No. 01 Tahun 2000 Elimination Of The Worst Forms Of Child Labour (Konvensi ILO No.182 Mengenai Pelarangan Dan
Tindakan Segera Penghapusan Bentuk Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak)

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah
mempunyai nomor bukti pencatatan berhak :
a. membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;
b. mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial;
12 UU RI No. 21 Tahun 2000 Serikat pekerja/serikat buruh VII 25 1 c. mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan;
d. membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan
kesejahteraan pekerja/buruh;
e. melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dapat berafiliasi
dan/atau bekerja sama dengan serikat pekerja/serikat buruh internasional dan/atau organisasi
VI 26
internasional lainnya dengan ketentuan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak
membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi
anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh
dengan cara :
VII 28 a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau
melakukan mutasi;
b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.
Pengusaha harus memberi kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota serikat pekerja/serikat
VII 29 1 buruh untuk menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dalam jam kerja yang disepakati
oleh kedua belah pihak dan/atau yang diatur dalam perjanjian kerja bersama.
Dalam kesepakatan kedua belah pihak dan/atau perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus diatur mengenai :
VII 29 2 a. jenis kegiatan yang diberikan kesempatan;
b. tata cara pemberian kesempatan;
c. pemberian kesempatan yang mendapat upah dan yang tidak mendapat upah.
Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh
13 UU RI No. 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan III 5
pekerjaan.

III 6 Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.

Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan
V 11
kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja.

Pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi pekerjanya


V 12 1
melalui pelatihan kerja.

Peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


V 12 2
diwajibkan bagi pengusaha yang memenuhi persyaratan yang diatur dengan Keputusan Menteri.

Setiap pekerja/buruh memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai
V 12 3
dengan bidang tugasnya.
Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja
V 18 1 yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau
pelatihan di tempat kerja.
Pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian pemagangan antara peserta dengan pengusaha
V 22 1
yang dibuat secara tertulis.
Perjanjian pemagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang-kurangnya memuat
V 22 2
ketentuan hak dan kewajiban peserta dan pengusaha serta jangka waktu pemagangan.
Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi
V 23
kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi.

Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan
VI 32 1
setara tanpa diskriminasi.

Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat
VI 32 2 sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan
harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum.
Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri
VIII 42 1
atau pejabat yang ditunjuk.

Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan
VIII 42 4
tertentu dan waktu tertentu.

Pasal 43
VIII 43 1 Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana penggunaan tenaga
kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Rencana penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-
kurangnya memuat keterangan:
a. alasan penggunaan tenaga kerja asing;
b. jabatan dan/atau kedudukan tenaga kerja asing dalam struktur organisasi perusahaan yang
VIII 43 2
bersangkutan;
c. jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing; dan
d. penunjukan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping tenaga kerja asing yang
dipekerjakan.
Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar
VIII 44 1
kompetensi yang berlaku.
Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib:
a. menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing
yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing; dan
VIII 45 1
b. melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sebagaimana
dimaksud pada huruf a yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja
asing.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang
VIII 45 2
menduduki jabatan direksi dan/atau komisaris.
Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan
VIII 46 1
tertentu.

VIII 47 1 Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakannya.
Pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memulangkan tenaga kerja asing ke
VIII 48
negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir.
Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja
IX 49
dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.

Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat :


a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
c. jabatan atau jenis pekerjaan;
d. tempat pekerjaan;
IX 54 1
e. besarnya upah dan cara pembayarannya;
f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/ buruh;
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh
IX 54 2 bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua),
IX 54 3 yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing-masing
mendapat 1 (satu) perjanjian kerja.
Pasal 55
IX 55
Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa
IX 57 1
Indonesia dan huruf latin.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan
IX 57 2 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak
tertentu.
Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian
IX 57 3 terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat
dalam bahasa Indonesia.

IX 58 1 Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.

Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam
IX 58 2
ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis
dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling
IX 59 1
lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang
masih dalam percobaan atau penjajakan.
IX 59 2 Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
IX 59 3 Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.
Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk
IX 59 4 paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama
1 (satu) tahun.
Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7
IX 59 5 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya
secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.

Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang
IX 59 6 waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan
perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun..

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
IX 59 7 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu
tidak tertentu
Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3
IX 60 1
(tiga) bulan.
Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dilarang
IX 60 2
membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
Perjanjian kerja berakhir apabila:
a. pekerja meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
IX 61 1 c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas
IX 61 2
perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.
Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab
IX 61 3 pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak
pekerja/buruh.
Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat
IX 61 4
mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh.
Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya
IX 61 5 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang
ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena
IX 62 ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja
diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas
waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat
IX 63 1
surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan.
Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang- kurangnya memuat
keterangan:
a. nama dan alamat pekerja/buruh;
IX 63 2
b. tanggal mulai bekerja;
c. jenis pekerjaan; dan
d. besarnya upah.
Pasal 64
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya
IX 64
melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara
tertulis.
Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui
IX 65 1
perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.
Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
IX 65 2
b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
d. tidak menghambat proses produksi secara langsung.
IX 65 3 Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.
Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat
IX 65 4
kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih
IX 65 5
lanjut dengan Keputusan Menteri.

Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam
IX 65 6
perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.

Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu
IX 65 7 tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59.

Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dan ayat (3), tidak terpenuhi, maka
IX 65 8 demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan
beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam
IX 65 9 ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan
kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).
Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi
kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses
IX 66 1
produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung
dengan proses produksi.
Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan
langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah
perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan
IX 66 2
ditandatangani oleh kedua belah pihak;
c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi
tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan
d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak
sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-
pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari
IX 66 3
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d
serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan
IX 66 4
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan
perusahaan pemberi pekerjaan.
Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan
X 67 1
sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
X 67 2
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

X 68 Pengusaha dilarang mempekerjakan anak.

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak berumur antara 13
(tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan
X 69 1
sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.

(2) Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus memenuhi persyaratan :
a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
X 69 2 c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, b, f dan g dikecualikan bagi anak yang
X 69 3
bekerja pada usaha keluarganya.
Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan
X 70 1
atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.
X 70 2 Anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit berumur 14 (empat belas) tahun.
Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan syarat :
a. diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan
X 70 3
dalam melaksanakan pekerjaan; dan
b. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

X 71 1 Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya.

Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memenuhi
syarat :
a. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
X 71 2
b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu
sekolah.
Ketentuan mengenai anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minat sebagaimana
X 71 3
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 72
X 72 Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja
anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.

X 74 1 Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.

Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi :


a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;
b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran,
X 74 2 produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
c. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan
perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau
d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.
Jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak
X 74 3
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan
X 76 1
antara pukul 23.00 s.d. 07.00.
Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan
X 76 2 dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja
antara pukul 23.00 s.d. pukul 07.00.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 s.d. pukul 07.00
wajib:
X 76 3
a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang
X 76 4
berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 s.d. pukul 05.00.

X 76 5 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.

X 77 1 Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.

Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:


a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja
X 77 2 dalam 1 (satu) minggu; atau
b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu.
Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau
X 77 3
pekerjaan tertentu.
Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud
X 77 4
dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat:
X 78 1 a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14
(empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam
X 78
ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi
X 78
sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat
X 78
(2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
X 79 1 Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.

Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :
a. istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat)
jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari
untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
c. cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang
X 79 2
bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan
d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan
kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam)
tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut
tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku
untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c diatur dalam
X 79 3
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi
X 79 4
pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.
X 79 5 Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk
X 80
melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.
Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada
X 81 1
pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja,
X 81 2
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum
X 82 1 saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan
dokter kandungan atau bidan.
Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5
X 82 2
(satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk
X 83
menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.
Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
X 84
79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh

X 85 1 Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.

Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila
X 85 2 jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus-menerus atau
pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi
X 85 3
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.
Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan
X 85 4
Keputusan Menteri.

Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang
X 87 1
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana
X 87 2
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak
X 88 1
bagi kemanusiaan.

Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
X 88 2 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang
melindungi pekerja/buruh.

Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
meliputi :
a. upah minimum;
b. upah kerja lembur;
c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
X 88 3 e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. bentuk dan cara pembayaran upah;
g. denda dan potongan upah;
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j. upah untuk pembayaran pesangon; dan
k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud
X 90 1
dalam Pasal 89.

Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh
X 90 1 atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang
ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan
X 90 2 dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha
wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa
X 92 1
kerja, pendidikan, dan kompetensi.
Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan
X 92 2
perusahaan dan produktivitas.

X 93 1 Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.


Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar
upah apabila:
a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak
dapat melakukan pekerjaan;
c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan,
membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak
atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal
dunia;
X 93 2 d. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban
terhadap negara;
e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang
diperintahkan agamanya;
f. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak
mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat
dihindari pengusaha;
g. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
h. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan
i. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
huruf a sebagai berikut :
a. untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah;
X 93 3 b. untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah;
c. untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dan
d. untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum pemutusan
hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.

Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf c sebagai berikut:
a. pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;
b. menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
c. mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
X 93 4
d. membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
e. isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
f. suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2
(dua) hari; dan
g. anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.

Pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dalam
X 93 5
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok
X 94 94
sedikit – dikitnya 75 % ( tujuh puluh lima perseratus ) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.

Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran


X 95 2
upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh.

X 99 1 Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.

Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan
X 99 2
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya, pengusaha wajib
X 100 1
menyediakan fasilitas kesejahteraan.
Penyediaan fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan dengan
X 100 2
memperhatikan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan.
Ketentuan mengenai jenis dan kriteria fasilitas kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan
X 100 3 pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/buruh atau lebih wajib
XI 106 1
membentuk lembaga kerja sama bipartit.
Lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi sebagai forum
XI 106 2
komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan.
Susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri
XI 106 3 dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis
untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit
XI 106 4
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib
XI 108 1 membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.
Kewajiban membuat peraturan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku
XI 108 2
bagi perusahaan yang telah memiliki perjanjian kerja bersama.
Peraturan perusahaan disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang
XI 109
bersangkutan.
Peraturan perusahaan disusun dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil
XI 110 1
pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan telah terbentuk serikat pekerja/serikat buruh maka
XI 110 2 wakil pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pengurus serikat pekerja/serikat
buruh.

Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan belum terbentuk serikat pekerja/serikat buruh, wakil
XI 110 3 pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pekerja/buruh yang dipilih secara
demokratis untuk mewakili kepentingan para pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.

Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat :


a. hak dan kewajiban pengusaha;
b. hak dan kewajiban pekerja/buruh;
XI 111 1
c. syarat kerja;
d. tata tertib perusahaan; dan
e. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.
Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan
XI 111 2
perundang-undangan yang berlaku.
Masa berlaku peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah habis
XI 111 3
masa berlakunya.
Selama masa berlakunya peraturan perusahaan, apabila serikat pekerja/ serikat buruh di
XI 111 4 perusahaan menghendaki perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama, maka pengusaha wajib
melayani.
Dalam hal perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
XI 111 5 tidak mencapai kesepakatan, maka peraturan perusahaan tetap berlaku sampai habis jangka waktu
berlakunya.
Pengesahan peraturan perusahaan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud
XI 112 1 dalam Pasal 108 ayat (1) harus sudah diberikan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak naskah peraturan perusahaan diterima.
Apabila peraturan perusahaan telah sesuai sebagaimana ketentuan dalam Pasal 111 ayat (1) dan
ayat (2), maka dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah
XI 112 2
terlampaui dan peraturan perusahaan belum disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, maka
peraturan perusahaan dianggap telah mendapatkan pengesahan.
Dalam hal peraturan perusahaan belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
XI 112 3 111 ayat (1) dan ayat (2) Menteri atau pejabat yang ditunjuk harus memberitahukan secara tertulis
kepada pengusaha mengenai perbaikan peraturan perusahaan.
Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan diterima oleh
XI 112 4 pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), pengusaha wajib menyampaikan kembali
peraturan perusahaan yang telah diperbaiki kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Perubahan peraturan perusahaan sebelum berakhir jangka waktu berlakunya hanya dapat dilakukan
XI 113 1
atas dasar kesepakatan antara pengusaha dan wakil pekerja/buruh.
Peraturan perusahaan hasil perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mendapat
XI 113 2
pengesahan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan
XI 114
perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh.
Perjanjian kerja bersama dibuat oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat
XI 116 1 pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.
Penyusunan perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan secara
XI 116 2
musyawarah.
Perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuat secara tertulis dengan
XI 116 3
huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia.
Dalam hal terdapat perjanjian kerja bersama yang dibuat tidak menggunakan bahasa Indonesia,
maka perjanjian kerja bersama tersebut harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh
XI 116 4
penerjemah tersumpah dan terjemahan tersebut dianggap sudah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3).
Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2) tidak mencapai
XI 117 kesepakatan, maka penyelesaiannya dilakukan melalui prosedur penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.
Dalam 1 (satu) perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang berlaku bagi
XI 118
seluruh pekerja/buruh di perusahaan.
Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat
pekerja/serikat buruh tersebut berhak mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan
XI 119 1
perjanjian kerja bersama dengan pengusaha apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima
puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tetapi tidak memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus)
dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan maka serikat pekerja/serikat buruh dapat mewakili
XI 119 2
pekerja/buruh dalam perundingan dengan pengusaha apabila serikat pekerja/serikat buruh yang
bersangkutan telah mendapat dukungan lebih 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh
pekerja/buruh di perusahaan melalui pemungutan suara.

Dalam hal dukungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak tercapai maka serikat
pekerja/serikat buruh yang bersangkutan dapat mengajukan kembali permintaan untuk
XI 119 3 merundingkan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha setelah melampaui jangka waktu 6
(enam) bulan terhitung sejak dilakukannya pemungutan suara dengan mengikuti prosedur
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh maka yang
berhak mewakili pekerja/buruh melakukan perundingan dengan pengusaha yang jumlah
XI 120 1
keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di
perusahaan tersebut.
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi, maka serikat
pekerja/serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih dari 50% (lima puluh
XI 120 2
perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili dalam
perundingan dengan pengusaha.
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak terpenuhi, maka para
XI 120 3 serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara
proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat buruh.
XI 123 1 Masa berlakunya perjanjian kerja bersama paling lama 2 (dua) tahun.
Perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang masa
XI 123 2 berlakunya paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan
serikat pekerja/serikat buruh.
Perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga)
XI 123 3
bulan sebelum berakhirnya perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku..

Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak mencapai kesepakatan maka
XI 123 4
perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku, tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun

Perjanjian kerja bersama paling sedikit memuat :


a. hak dan kewajiban pengusaha;
XI 124 1 b. hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
c. jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama; dan
d. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.
Ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
XI 124 2
undangan yang berlaku.

Dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
XI 124 3 berlaku sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal
demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

Dalam hal kedua belah pihak sepakat mengadakan perubahan perjanjian kerja bersama, maka
XI 125 perubahan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kerja bersama yang
sedang berlaku.
Pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang
XI 126 1
ada dalam perjanjian kerja bersama.
Pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan isi perjanjian kerja bersama
XI 126 2
atau perubahannya kepada seluruh pekerja/buruh.
Pengusaha harus mencetak dan membagikan naskah perjanjian kerja bersama kepada setiap
XI 126 3
pekerja/buruh atas biaya perusahaan.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja/buruh tidak boleh bertentangan dengan
XI 127 1
perjanjian kerja bersama.
Dalam hal ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertentangan
XI 127 2 dengan perjanjian kerja bersama, maka ketentuan dalam perjanjian kerja tersebut batal demi hukum
dan yang berlaku adalah ketentuan dalam perjanjian kerja bersama.
Dalam hal perjanjian kerja tidak memuat aturan-aturan yang diatur dalam perjanjian kerja bersama
XI 128
maka yang berlaku adalah aturan-aturan dalam perjanjian kerja bersama.
Pengusaha dilarang mengganti perjanjian kerja bersama dengan peraturan perusahaan, selama di
XI 129 1
perusahaan yang bersangkutan masih ada serikat pekerja/serikat buruh.
Dalam hal di perusahaan tidak ada lagi serikat pekerja/serikat buruh dan perjanjian kerja bersama
XI 129 2 diganti dengan peraturan perusahaan, maka ketentuan yang ada dalam peraturan perusahaan tidak
boleh lebih rendah dari ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama.
Dalam hal terjadi pembubaran serikat pekerja/serikat buruh atau pengalihan kepemilikan perusahaan
XI 131 1 maka perjanjian kerja bersama tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja
bersama.
Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) dan masing-masing perusahaan mempunyai
XI 131 2 perjanjian kerja bersama maka perjanjian kerja bersama yang berlaku adalah perjanjian kerja
bersama yang lebih menguntungkan pekerja/buruh.
Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) antara perusahaan yang mempunyai
perjanjian kerja bersama dengan perusahaan yang belum mempunyai perjanjian kerja bersama
XI 131 3
maka perjanjian kerja bersama tersebut berlaku bagi perusahaan yang bergabung (merger) sampai
dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja bersama.
Perjanjian kerja bersama mulai berlaku pada hari penandatanganan kecuali ditentukan lain dalam
XI 132 1
perjanjian kerja bersama tersebut.
Perjanjian kerja bersama yang ditandatangani oleh pihak yang membuat perjanjian kerja bersama
XI 132 2 selanjutnya didaftarkan oleh pengusaha pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan
XI 136 1
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat.
Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh menyelesaikan
XI 136 2
perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial
yang diatur dengan undang-undang.
Instansi pemerintah dan pihak perusahaan yang menerima surat pemberitahuan mogok kerja
XI 141 1
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 wajib memberikan tanda terima.
Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk
XI 143 1
menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai.
Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan
XI 143 2 pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 140, pengusaha dilarang:
XI 144 a. mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau
b. memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan
pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.

Pasal 145
Dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak
XI 145
normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan
upah.

Penutupan perusahaan (lock out) merupakan hak dasar pengusaha untuk menolak pekerja/buruh
XI 146 1
sebagian atau seluruhnya untuk menjalankan pekerjaan sebagai akibat gagalnya perundingan.

Pengusaha tidak dibenarkan melakukan penutupan perusahaan (lock out) sebagai tindakan balasan
XI 146 2
sehubungan adanya tuntutan normatif dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.

Tindakan penutupan perusahaan (lock out) harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang
XI 146 3
berlaku.

Pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/buruh dan/atau serikat


XI 148 1 pekerja/serikat buruh, serta instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat
sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum penutupan perusahaan (lock out) dilaksanakan.

Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:


XI 148 2 a. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri penutupan perusahaan (lock out); dan
b. alasan dan sebab-sebab melakukan penutupan perusahaan (lock out).
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh pengusaha dan/atau
XI 148 3
pimpinan perusahaan yang bersangkutan.
Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya
XI 151 1
harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.
Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari,
maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat
XI 151 2
pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak
menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan
XI 151 3 persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah
memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga
XI 152 1
penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya.
Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diterima oleh lembaga
XI 152 2 penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila telah dirundingkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 151 ayat (2).
Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga
XI 152 3 penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan
kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.

Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:


a. pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu
tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b. pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. pekerja/buruh menikah;
e. pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
f. pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh
lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan,
atau perjanjian kerja bersama;
g. pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh,
XI 153 1 pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam
kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
h. pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan
pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi
fisik, atau status perkawinan;
j. pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena
hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum
dapat dipastikan.
(2) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang
bersangkutan.

Pasal 154
Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) tidak diperlukan dalam hal:
a. pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis
sebelumnya;
b. pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri
tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai
dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;
c. pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau
d. pekerja/buruh meninggal dunia.

Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal
XI 155 1
demi hukum.
Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik
XI 155 2
pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.
Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan
XI 155 3
hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima
pekerja/buruh.

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan
XI 156 1
atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
XI 156 2
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
sebagai berikut :
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan
upah;
d. masa kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan
XI 156 3 upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam)
bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7
(tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8
(delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan
masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas:
a. upah pokok;
X 157 1 b. segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan
keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara
cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah
dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh.

Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan


pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di
lingkungan kerja;
X 158 1 f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan;
g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik
perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan
bahaya di tempat kerja;
i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk
kepentingan negara; atau
j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih.

Kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus didukung dengan bukti sebagai
berikut:
a. pekerja/buruh tertangkap tangan;
X 158 2
b. ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau
c. bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang
bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam
X 158 3
ayat (1), dapat memperoleh uang penggantian hak sebagai dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4).

Bagi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tugas dan fungsinya tidak mewakili
kepentingan pengusaha secara langsung, selain uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156
X 158 4
ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan
atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan
bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai
berikut:
X 160 1
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;
b. untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah;
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah;
d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih : 50% (lima puluh perseratus) dari upah.
Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan takwin
X 160 2
terhitung sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib.
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang setelah 6
X 160 3 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara
pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan sebagaimana
X 160 4 dimaksud dalam ayat (3) berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha
wajib mempekerjakan pekerja/buruh kembali.
Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan berakhir dan
X 160 5 pekerja/buruh dinyatakan bersalah, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5) dilakukan tanpa
X 160 6
penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Pengusaha wajib membayar kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja
X 160 7 sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan
X 161 1
hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan
pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.
Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6
X 161 2 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian
kerja bersama.
Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) memperoleh uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
X 161 3
penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak
X 162 1
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak
mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai
X 162 2
ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi
syarat :
a. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
X 162 3
sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
b. tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
c. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi
perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan
pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang
X 163 1
pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal
156 ayat (4).

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perubahan
status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima
X 163 2 pekerja/buruh di perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua)
kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dalam Pasal
156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena


perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2
(dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas
X 164 1
uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).
Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuktikan dengan laporan
X 164 2
keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena
keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan
X 164 3
pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian
hak sesuai sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali
X 165
ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal
156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya
diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan 2 (dua) kali uang
X 166
pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Pasal 167
(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh pada program
X 167 1 pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak
mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), tetapi tetap berhak atas uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4).

(2) Dalam hal besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang diterima sekaligus dalam program
pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata lebih kecil daripada jumlah uang pesangon
X 167 2 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4), maka selisihnya
dibayar oleh pengusaha.
(3) Dalam hal pengusaha telah mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program pensiun yang
X 167 3 iurannya/preminya dibayar oleh pengusaha dan pekerja/buruh, maka yang diperhitungkan dengan
uang pesangon yaitu uang pensiun yang premi/iurannya dibayar oleh pengusaha.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat diatur lain dalam
X 167 4
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
(5) Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang mengalami pemutusan
hubungan kerja karena usia pensiun pada program pensiun maka pengusaha wajib memberikan
X 167 5 kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(6) Hak atas manfaat pensiun sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
X 167 6 ayat (4) tidak menghilangkan hak pekerja/buruh atas jaminan hari tua yang bersifat wajib sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan
secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua)
X 168 1
kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan
mengundurkan diri.
Keterangan tertulis dengan bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diserahkan
X 168 2
paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh masuk bekerja.
Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh yang
bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) dan
X 168 3
diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga


penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai
berikut:
a. menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;
b. membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan;
X 169 1
c. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut
atau lebih;
d. tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh;
e. memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau
f. memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan
pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.

Pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh
berhak mendapat uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan
X 169 2
masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).

Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial maka pengusaha dapat melakukan
X 169 3 pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (2), dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3).
Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 151 ayat (3) dan Pasal
168, kecuali Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), Pasal 162, dan Pasal 169 batal demi hukum dan
X 170
pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh yang bersangkutan serta membayar seluruh upah
dan hak yang seharusnya diterima.
Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan
tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan dapat
X 172 mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal
156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang
pengganti hak 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui
14 UU RI No. 02 Tahun 2004 Penyelesaian perselisihan hubungan industrial 1 3 1
perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
Penyelesaian perselisihan melalui bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diselesaikan
1 3 2
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan.
Dalam hal perundingan bipartit gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), maka salah
satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab
1 4 1
di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian
melalui perundingan bipartit telah dilakukan.
Apabila bukti-bukti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilampirkan, maka instansi yang
1 4 2 bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling
lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas.
Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu
1 5
pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
Setiap perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus dibuat risalah yang ditandatangani
1 6 1
oleh para pihak.
Risalah perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
a. nama lengkap dan alamat para pihak;
b. tanggal dan tempat perundingan;
1 6 2 c. pokok masalah atau alasan perselisihan;
d. pendapat para pihak;
e. kesimpulan atau hasil perundingan; dan
f. tanggal serta tandatangan para pihak yang melakukan perundingan.
Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat mencapai kesepakatan
1 7 1
penyelesaian, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak.
Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengikat dan menjadi hukum serta wajib
1 7 2
dilaksanakan oleh para pihak.
Perjanjian Bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan oleh para pihak yang
1 7 3 melakukan perjanjian pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para
pihak mengadakan Perjanjian Bersama.
Perjanjian Bersama yang telah didaftar sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan akta bukti
1 7 4 pendaftaran Perjanjian Bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian
Bersama.
Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi
15 UU RI No. 40 Tahun 2004 Sistem jaminan sosial nasional V 17 2 kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
secara berkala.
Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja adalah sebesar persentase tertentu dari upah atau
VI 34 1
penghasilan yang ditanggung seluruhnya oleh pemberi kerja.
Besarnya iuran jaminan pensiun untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase
VI 42 1 tertentu dari upah atau penghasilan atau suatu jumlah nominal tertentu yang ditanggung bersama
antara pemberi kerja dan pekerja.
VI 46 1 Iuran jaminan kematian ditanggung oleh pemberi kerja.
Besarnya iuran jaminan kematian bagi peserta penerima upah ditentukan berdasarkan persentase
VI 46 2
tertentu dari upah atau penghasilan.
Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
16 UU RI No. 01 Tahun 2005
Perselisihan Hubungan Industrial
Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2005 Tentang Penangguhan Mulai Berlakunya UU No. 2 Tahun
17 UU RI No. 02 Tahun 2005
2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Menjadi UU
18 UU RI No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-hak
19 UU RI No. 19 Tahun 2011
Penyandang Disabilitas)
Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada
20 UU RI No. 24 Tahun 2011 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial V 15 1
BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.
Pemberi Kerja, dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
V 15 2 memberikan data dirinya dan Pekerjanya berikut anggota keluarganya secara lengkap dan benar
kepada BPJS.
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dan setiap orang
V 17 1
yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dikenai sanksi
administratif.
Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan
V 19 1
menyetorkannya kepada BPJS.

V 19 2 Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.

Pemberi Kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat
XV 55 (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pemberi Kerja wajib memberi upah kepada tenaga kerja Penyandang Disabilitas yang sama dengan
21 UU RI No. 08 Tahun 2016 Penyandang Disabilitas IV 49 tenaga kerja yang bukan Penyandang Disabilitas dengan jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang
sama.
Pemberi Kerja wajib menyediakan Akomodasi yang Layak dan fasilitas yang mudah diakses oleh
IV 50 1
tenaga kerja Penyandang Disabilitas
Pemberi Kerja wajib membuka mekanisme pengaduan atas tidak terpenuhi hak Penyandang
IV 50 2
Disabilitas.
Pemberi Kerja yang tidak menyediakan Akomodasi yang Layak dan fasilitas yang mudah diakses
oleh tenaga kerja Penyandang Disabilitas dikenai sanksi administratif berupa:
a. teguran tertulis;
IV 50 4
b. penghentian kegiatan operasional;
c. pembekuan izin usaha; dan
d. pencabutan izin usaha
Pemberi Kerja wajib menjamin agar Penyandang Disabilitas dapat melaksanakan hak berserikat dan
IV 51
berkumpul dalam lingkungan pekerjaan.
Perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1% (satu persen) Penyandang Disabilitas
IV 53 2
dari jumlah pegawai atau pekerja.
PERATURAN PEMERINTAH
(GOVERNMENT REGULATION)
Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat
22 Peraturan Pemerintah RI No. 8 Tahun 1981 Perlindungan Upah I 2
hubungan kerja putus.
Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi antara buruh laki-laki dan
I 3
buruh wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya.
I 4 Upah tidak dibayar bila buruh tidak melakukan pekerjaan.

Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, pengusaha wajib membayar
upah buruh:
a. Jika buruh sendiri sakit, sehingga tidak dapat melakukan pekerjaannya dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. untuk 3 (tiga) bulan pertama, dibayar 100% (seratus persen) dari upah;
2. untuk 3 (tiga) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah;
3. untuk 3 (tiga) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh persen) dari upah;
4. untuk 3 (tiga) bulan keempat, dibayar 25% (dua puluh lima persen) dari upah.
I 5 1 b. Jika buruh tidak masuk bekerja karena hal-hal sebagaimana dimaksud di bawah ini, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. buruh sendiri kawin, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
2. menyunatkan anaknya, dibayar untuk selama 1 (satu) hari;
3. membaptiskan anaknya, dibayarkan untuk selama 1 (satu) hari;
4. mengawinkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
5. anggota keluarga meninggal dunia yaitu suami/isteri, orang tua/mertua atau anak, dibayar untuk
selama 2 (dua) hari;
6. isteri melahirkan anak, dibayar untuk selama 1 (satu) hari

Dalam hal pengusaha tidak mampu memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
I 5 2 huruf a, pengusaha dapat mengajukan izin penyimpangan kepada Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk.

Jika dalam satu peraturan perusahaan atau perjanjian perburuhan terdapat ketentuan-ketentuan
I 5 3 yang lebih baik daripada ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ketentuan
dalam peraturan perusahaan atau perjanjian perburuhan tersebut tidak boleh dikurangi.

Pengusaha wajib membayar upah yang bisa dibayarkan kepada buruh yang tidak dapat melakukan
pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban Negara, jika dalam menjalankan kewajiban
I 6 1
Negara tersebut buruh tidak mendapatkan upah atau tunjangan lainnya dari Pemerintah tetapi tidak
melebihi 1 (satu) tahun.
Pengusaha wajib membayar kekurangan atas upah yang biasa dibayarkannya kepada buruh yang
dalam menjalankan kewajiban Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bilamana jumlah
I 6 2
upah yang diperolehnya kurang dari upah yang biasa diterima dari perusahaan yang bersangkutan,
tetapi tidak melebihi 1 (satu) tahun.
Pengusaha tidak diwajibkan untuk membayar upah, bilamana buruh yang dalam menjalankan
I 6 3 kewajiban Negara tersebut telah memperoleh upah serta tunjangan lainnya yang besarnya sama
atau lebih dari upah yang biasa ia terima dari perusahaan yang bersangkutan.

Pengusaha wajib untuk tetap membayar upah kepada buruh yang tidak dapat menjalankan
I 6 4 pekerjaannya karena memenuhi kewajiban ibadah menurut agamanya selama waktu yang
diperlukan, tetapi tidak melebihi 3 (tiga) bulan.

Upah buruh selama sakit dapat diperhitungkan dengan suatu pembayaran yang diterima oleh buruh
I 7 tersebut yang timbul dari suatu peraturan perundang-undangan atau peraturan perusahaan atau
sesuatu dana yang menyelenggarakan jaminan sosial ataupun suatu pertanggungan.

Pengusaha wajib untuk membayar upah kepada buruh yang bersedia melakukan pekerjaan yang
I 8 telah dijanjikan, akan tetapi pengusaha tidak mempekerjakan baik karena kesalahan sendiri maupun
halangan yang dialami oleh pengusaha yang seharusnya dapat di hindari.
Bila upah tidak ditetapkan berdasarkan suatu jangka waktu, maka untuk menghitung upah sebulan
I 9
ditetapkan berdasarkan upah rata-rata 3 (tiga) bulan terakhir yang diterima oleh buruh.
Upah harus dibayarkan langsung kepada buruh pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan
I 10 1
perjanjian.
Pembayaran upah secara langsung kepada buruh yang belum dewasa dianggap sah, apabila orang
I 10 2
tua atau wali buruh tidak mengajukan keberatan yang dinyatakan secara tertulis.

Pembayaran upah melalui pihak ketiga hanya diperkenankan bila ada surat kuasa dari buruh yang
I 10 3
bersangkutan yang karena sesuatu hal tidak dapat menerimanya secara langsung.

I 10 4 Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) hanya berlaku untuk satu kali pembayaran.
I 11 Pada tiap pembayaran, seluruh jumlah upah harus dibayarkan.

II 12 1 Pada dasarnya upah diberikan dalam bentuk uang.

Sebagian dari upah dapat diberikan dalam bentuk lain kecuali minuman keras, obat-obatan atau
II 12 2 bahan obat-obatan, dengan ketentuan nilainya tidak boleh melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari
nilai upah yang seharusnya diterima.
Pembayaran upah harus dilakukan dengan alat pembayaran yang sah dari Negara Republik
II 13 1
Indonesia.
Bila upah ditetapkan dalam mata uang asing, maka pembayaran akan dilakukan berdasarkan kurs
II 13 2
resmi pada hari dan tempat pembayaran.

Setiap ketentuan yang menetapkan sebagian atau seluruh upah harus dipergunakan secara tertentu,
II 14 ataupun harus dibelikan barang, tidak diperbolehkan dan karenanya adalah batal menurut hukum,
kecuali jika penggunaan itu timbul dari suatu peraturan perundang-undangan.

Bila diadakan perjanjian antara buruh dan pengusaha mengenai suatu ketentuan yang merugikan
buruh dan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan atau
peraturan perundang-undangan lainnya dan karenanya menjadi batal menurut hukum, maka buruh
II 15 1
berhak menerima pembayaran kembali dari bagian upah yang ditahan sebagai perhitungan terhadap
upahnya, dan dia tidak diwajibkan mengembalikan apa yang telah diberikan kepadanya untuk
memenuhi perjanjian.

Bila tempat pembayaran upah tidak ditentukan dalam perjanjian atau peraturan perusahaan, maka
III 16
pembayaran upah dilakukan di tempat buruh biasanya bekerja, atau di kantor perusahaan.

Jangka waktu pembayaran upah secepat-cepatnya dapat dilakukan seminggu sekali atau selambat-
III 17
lambatnya sebulan sekali kecuali bila perjanjian kerja untuk waktu kurang dari satu Minggu.

Bilamana upah tidak ditetapkan menurut jangka waktu tertentu, maka pembayaran upah disesuaikan
III 18 dengan ketentuan Pasal 17 dengan pengertian bahwa upah harus dibayar sesuai dengan hasil
pekerjaannya dan atau sesuai dengan jumlah hari atau waktu dia bekerja.

Apabila upah terlambat dibayar, maka mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung dari
III 19 1 hari di mana seharusnya upah dibayar, upah tersebut ditambah dengan 5% (lima persen) untuk tiap
hari keterlambatan.
Sesudah hari kedelapan tambahan itu menjadi 1 % (satu persen) untuk tiap hari keterlambatan,
III 19 2 dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh
persen) dari upah yang seharusnya dibayarkan.

Apabila sesudah sebulan upah masih belum dibayar, maka disamping berkewajiban untuk
III 19 3 membayar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha diwajibkan pula membayar bunga
sebesar bunga yang ditetapkan oleh bank untuk kredit perusahaan yang bersangkutan.

Denda atas pelanggaran sesuatu hal hanya, dapat dilakukan bila hal itu diatur secara tegas dalam
IV 20 1
suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan.
Besarnya denda untuk setiap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus ditentukan
IV 20 2
dan dinyatakan dalam mata uang Republik Indonesia.
Apabila untuk satu perbuatan sudah dikenakan denda, pengusaha dilarang untuk menuntut ganti
IV 20 3
rugi terhadap buruh yang bersangkutan.
Denda yang dikenakan oleh pengusaha kepada buruh, baik langsung maupun tidak langsung tidak
IV 21 1 boleh dipergunakan untuk kepentingan pengusaha atau orang yang diberi wewenang untuk
menjatuhkan denda tersebut.
Pemotongan upah oleh pengusaha untuk pihak ketiga hanya dapat dilakukan bilamana ada surat
IV 22 1
kuasa dari buruh.
Ganti rugi dapat dimintakan oleh pengusaha dari buruh, bila terjadi kerusakan barang atau kerugian
IV 23 1 lainnya baik milik pengusaha maupun milik pihak ketiga oleh buruh karena kesengajaan atau
kelalaian.
Ganti rugi demikian harus diatur terlebih dahulu dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan
IV 23 2
perusahaan dan setiap bulannya tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari upah.
Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah adalah:
a. denda, potongan, dan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 1, Pasal 22, dan
Pasal 23;
V 24 1
b. sewa rumah yang disewakan oleh pengusaha kepada buruh dengan perjanjian tertulis;
c. uang muka atas upah, kelebihan upah yang telah dibayarkan dan cicilan hutang buruh kepada
pengusaha, dengan ketentuan harus ada tanda bukti tertulis.
Perhitungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen)
V 24 2
dari setiap pembayaran upah yang seharusnya diterima.
Setiap syarat yang memberikan wewenang kepada pengusaha untuk mengadakan perhitungan lebih
V 24 3 besar daripada yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah batal menurut
hukum.
Pada waktu pemutusan hubungan kerja seluruh hutang piutang buruh dapat diperhitungkan dengan
V 24 4
upahnya.
Bila uang yang disediakan oleh pengusaha untuk membayar upah disita oleh juru Sita, maka
V 25 penyitaan tersebut tidak boleh melebihi 20% (dua puluh persen) dari jumlah upah yang harus
dibayarkan.
Bila upah digadaikan atau dijadikan jaminan hutang, maka angsuran tiap bulan daripada hutang itu
V 26 1
tidak boleh melebihi 20% (dua puluh persen) dari sebulan.
Ketentuan ayat (1) berlaku juga apabila penggadaian atau jaminan itu diadakan untuk kepentingan
V 26 2
pihak ketiga.

Dalam hal pengusaha dinyatakan pailit, maka upah buruh merupakan hutang yang didahulukan
V 27
pembayarannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang kepailitan yang berlaku.

Pengusaha yang melanggar ketentuan Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (4),
VI 31 dan Pasal 8 dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-
tingginya Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah).
Pengusaha yang melanggar ketentuan Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22, disamping perbuatan
VI 32 tersebut batal menurut hukum juga dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan
atau denda setinggitingginya Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah).
Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang sama kepada tenaga kerja penyandang cacat yang
23 Peraturan Pemerintah RI No. 43 Tahun 1998 Upaya peningkatan kesejaheraan penyandang cacat II 26 memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan untuk memperoleh pekerjaan sesuai
dengan jenis dan derajat kecacatannya.

II 27 Pengusaha wajib memberikan perlakuan yang sama kepada pekerja penyandang cacat.

Pengusaha harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang


II 28 memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan sebagai pekerja pada perusahannya untuk
setiap 100 (seratus) orang pekerja perusahaannya.
Pengusaha harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang
memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan sebagai pekerja pada perusahannnya, bagi
II 29 1
yang memiliki pekerja kurang dari 100 (seratus) orang tetapi usaha yang dilakukannya
menggunakan teknologi tinggi.
Hak Pekerja/Buruh atas Upah timbul pada saat terjadi Hubungan Kerja antara Pekerja/Buruh dengan
26 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 Pengupahan II 3 1
Pengusaha dan berakhir pada saat putusnya Hubungan Kerja.
Kebijakan pengupahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. Upah minimum;
b. Upah kerja lembur;
c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
II 3 2 e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. bentuk dan cara pembayaran Upah;
g. denda dan potongan Upah;
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan Upah;
i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j. Upah untuk pembayaran pesangon; dan
k. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a terdiri atas komponen:
a. Upah tanpa tunjangan;
III 5 1
b. Upah pokok dan tunjangan tetap; atau
c. Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap.
Dalam hal komponen Upah terdiri dari Upah pokok dan tunjangan tetap sebagaimana dimaksud
III 5 2 pada ayat (1) huruf b, besarnya Upah pokok paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah
Upah pokok dan tunjangan tetap.
Dalam hal komponen Upah terdiri dari Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap
III 5 3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, besarnya Upah pokok paling sedikit 75% (tujuh puluh
lima persen) dari jumlah Upah pokok dan tunjangan tetap.
Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan,
III 5 4
atau Perjanjian Kerja Bersama.
Pendapatan non Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b berupa tunjangan hari
III 6 1
raya keagamaan.
Tunjangan hari raya keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) wajib diberikan oleh
III 7 1
Pengusaha kepada Pekerja/Buruh.
Tunjangan hari raya keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibayarkan paling
III 7 2
lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari raya keagamaan.
IV 11 Setiap Pekerja/Buruh berhak memperoleh Upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.

Upah ditetapkan berdasarkan:


IV 12 a. satuan waktu; dan/atau
b. satuan hasil.
Upah berdasarkan satuan waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a ditetapkan secara
IV 13 1
harian, mingguan, atau bulanan.
Dalam hal Upah ditetapkan secara harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perhitungan Upah
sehari sebagai berikut:
a. bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 6 (enam) hari dalam seminggu, Upah sebulan dibagi
IV 13 2
25 (dua puluh lima); atau
b. bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 (lima) hari dalam seminggu, Upah sebulan dibagi
21 (dua puluh satu).
Penetapan besarnya Upah berdasarkan satuan waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf
IV 14 1
a dilakukan dengan berpedoman pada struktur dan skala Upah.

Struktur dan skala Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disusun oleh Pengusaha
IV 14 2
dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.

Struktur dan skala Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib diberitahukan kepada seluruh
IV 14 3
Pekerja/Buruh.
Struktur dan skala Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampirkan oleh Perusahaan
pada saat permohonan:
IV 14 4
a. pengesahan dan pembaruan Peraturan Perusahaan; atau
b. pendaftaran, perpanjangan, dan pembaruan Perjanjian Kerja Bersama.
Upah berdasarkan satuan hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b ditetapkan sesuai
IV 15 1
dengan hasil pekerjaan yang telah disepakati.
Penetapan besarnya Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengusaha
IV 15 2
berdasarkan hasil kesepakatan antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha.

Penetapan Upah sebulan berdasarkan satuan hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b,
IV 16 untuk pemenuhan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan ditetapkan berdasarkan
Upah rata-rata 3 (tiga) bulan terakhir yang diterima oleh Pekerja/Buruh.

IV 17 1 Upah wajib dibayarkan kepada Pekerja/Buruh yang bersangkutan.


Pengusaha wajib memberikan bukti pembayaran Upah yang memuat rincian Upah yang diterima
IV 17 2
oleh Pekerja/Buruh pada saat Upah dibayarkan.
Upah dapat dibayarkan kepada pihak ketiga dengan surat kuasa dari Pekerja/Buruh yang
IV 17 3
bersangkutan.
Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pembayaran
IV 17 4
Upah.
Pengusaha wajib membayar Upah pada waktu yang telah diperjanjikan antara Pengusaha dengan
IV 18 1
Pekerja/Buruh.
Dalam hal hari atau tanggal yang telah disepakati jatuh pada hari libur atau hari yang diliburkan, atau
IV 18 2 hari istirahat mingguan, pelaksanaan pembayaran Upah diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan
Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Pembayaran Upah oleh Pengusaha dilakukan dalam jangka waktu paling cepat seminggu 1 (satu)
IV 19 kali atau paling lambat sebulan 1 (satu) kali kecuali bila Perjanjian Kerja untuk waktu kurang dari
satu minggu.
Upah Pekerja/Buruh harus dibayarkan seluruhnya pada setiap periode dan per tanggal pembayaran
IV 20
Upah.
IV 21 1 Pembayaran Upah harus dilakukan dengan mata uang rupiah Negara Republik Indonesia.
Pembayaran Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tempat yang diatur dalam
IV 21 2
Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

IV 22 1 Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dapat dibayarkan secara langsung atau melalui bank.

Dalam hal Upah dibayarkan melalui bank, maka Upah harus sudah dapat diuangkan oleh
IV 22 2
Pekerja/Buruh pada tanggal pembayaran Upah yang disepakati kedua belah pihak.

Pengusaha melakukan peninjauan Upah secara berkala untuk penyesuaian harga kebutuhan hidup
IV 23 1
dan/atau peningkatan produktivitas kerja dengan mempertimbangkan kemampuan Perusahaan.

Peninjauan Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan
IV 23 2
Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.

IV 24 1 Upah tidak dibayar apabila Pekerja/Buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan.

Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan:
a. berhalangan;
IV 24 2 b. melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; atau
c. menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
tetap dibayar Upahnya.

Alasan Pekerja/Buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena berhalangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. Pekerja/Buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
b. Pekerja/Buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak
dapat melakukan pekerjaan; dan
c. Pekerja/Buruh tidak masuk bekerja karena:
1) menikah;
IV 24 3
2) menikahkan anaknya;
3) mengkhitankan anaknya;
4) membaptiskan anaknya;
5) isteri melahirkan atau keguguran kandungan;
6) suami, isteri, orang tua, mertua, anak, dan/atau menantu meninggal dunia; atau
7) anggota keluarga selain sebagaimana dimaksud pada angka 6) yang tinggal dalam satu rumah
meninggal dunia.

Alasan Pekerja/Buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena melakukan
kegiatan lain di luar pekerjaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. menjalankan kewajiban terhadap negara;
IV 24 4 b. menjalankan kewajiban ibadah yang diperintahkan agamanya;
c. melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan Pengusaha dan dapat
dibuktikan dengan adanya pemberitahuan tertulis; atau
d. melaksanakan tugas pendidikan dari Perusahaan.

Alasan Pekerja/Buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena menjalankan
hak waktu istirahat kerjanya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c apabila Pekerja/Buruh
melaksanakan:
a. hak istirahat mingguan;
IV 24 5
b. cuti tahunan;
c. istirahat panjang;
d. cuti sebelum dan sesudah melahirkan; atau
e. cuti keguguran kandungan.

Pengusaha wajib membayar Upah apabila Pekerja/Buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah
IV 25 dijanjikan tetapi Pengusaha tidak mempekerjakannya, karena kesalahan sendiri atau kendala yang
seharusnya dapat dihindari Pengusaha.
Upah yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan
pekerjaan karena sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf a sebagai berikut:
a. untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus persen) dari Upah;
IV 26 1 b. untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima persen) dari Upah;
c. untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh persen) dari Upah; dan
d. untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima persen) dari upah sebelum Pemutusan
Hubungan Kerja dilakukan oleh Pengusaha.

Upah yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh perempuan yang tidak masuk kerja dan/atau tidak
melakukan pekerjaan karena sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sebagaimana
IV 26 2
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf b disesuaikan dengan jumlah hari menjalani masa sakit
haidnya, paling lama 2 (dua) hari.

Upah yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan
pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) huruf c sebagai berikut:
a. Pekerja/Buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;
b. menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
c. mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
IV 26 3 d. membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
e. isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
f. suami, isteri, orang tua, mertua, anak, dan/atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2
(dua) hari; atau
g. anggota keluarga selain sebagaimana dimaksud dalam huruf f yang tinggal dalam 1 (satu) rumah
meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.

Pekerja/Buruh yang menjalankan kewajiban terhadap negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 ayat (4) huruf a tidak melebihi 1 (satu) tahun dan penghasilan yang diberikan oleh negara kurang
IV 27 1
dari besarnya Upah yang biasa diterima Pekerja/Buruh, Pengusaha wajib membayar
kekurangannya.

Pekerja/Buruh yang menjalankan kewajiban terhadap negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
IV 27 2 24 ayat (4) huruf a tidak melebihi 1 (satu) tahun dan penghasilan yang diberikan oleh negara sama
atau lebih besar dari Upah yang biasa diterima Pekerja/Buruh, Pengusaha tidak wajib membayar.

Pekerja/Buruh yang menjalankan kewajiban terhadap negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
IV 27 3
dan ayat (2) wajib memberitahukan secara tertulis kepada Pengusaha.
Pengusaha wajib membayar Upah kepada Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja atau tidak
melakukan pekerjaannya karena menjalankan kewajiban ibadah yang diperintahkan oleh agamanya
IV 28 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf b, sebesar Upah yang diterima oleh
Pekerja/Buruh dengan ketentuan hanya sekali selama Pekerja/Buruh bekerja di Perusahaan yang
bersangkutan.

Pengusaha wajib membayar Upah kepada Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja dan/atau tidak
IV 29 melakukan pekerjaan karena melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf c, sebesar Upah yang biasa diterima oleh Pekerja/Buruh.

Pengusaha wajib membayar Upah kepada Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja dan/atau tidak
IV 30 melakukan pekerjaan karena melaksanakan tugas pendidikan dari Perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf d, sebesar Upah yang biasa diterima oleh Pekerja/Buruh.

Pengusaha wajib membayar Upah kepada Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja dan/atau tidak
IV 31 melakukan pekerjaan karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (5), sebesar Upah yang biasa diterima oleh Pekerja/Buruh.

Pengaturan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal
IV 32
31 ditetapkan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.

Upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b wajib dibayar oleh
Pengusaha yang mempekerjakan Pekerja/Buruh melebihi waktu kerja atau pada istirahat mingguan
IV 33
atau dipekerjakan pada hari libur resmi sebagai kompensasi kepada Pekerja/Buruh yang
bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Komponen Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon terdiri atas:
a. Upah pokok; dan
b. tunjangan tetap yang diberikan kepada Pekerja/Buruh dan keluarganya, termasuk harga
IV 34 1
pembelian dari catu yang diberikan kepada Pekerja/Buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu
harus dibayar Pekerja/Buruh dengan subsidi, maka sebagai Upah dianggap selisih antara harga
pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh Pekerja/Buruh.
Dalam hal Pengusaha memberikan Upah tanpa tunjangan, dasar perhitungan uang pesangon
IV 34 2
dihitung dari besarnya Upah yang diterima Pekerja/Buruh.
Upah untuk pembayaran pesangon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2)
diberikan dengan ketentuan:
a. dalam hal penghasilan Pekerja/Buruh dibayarkan atas dasar perhitungan harian, maka
penghasilan sebulan adalah sama dengan 30 (tiga puluh) kali penghasilan sehari;
b. dalam hal Upah Pekerja/Buruh dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil,
IV 35 potongan/borongan atau komisi, penghasilan sehari adalah sama dengan pendapatan rata-rata per
hari selama 12 (dua belas) bulan terakhir, dengan ketentuan tidak boleh kurang dari ketentuan Upah
minimum provinsi atau kabupaten/kota; atau
c. dalam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca dan Upahnya didasarkan pada Upah
borongan, maka perhitungan Upah sebulan dihitung dari Upah rata-rata 12 (dua belas) bulan
terakhir.

Upah untuk perhitungan pajak penghasilan yang dibayarkan untuk pajak penghasilan dihitung dari
IV 36 1
seluruh penghasilan yang diterima oleh Pekerja/Buruh.
Pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibebankan kepada Pengusaha atau
IV 36 2 Pekerja/Buruh yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja
Bersama.

Pengusaha yang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pernyataan pailit oleh pengadilan maka
IV 37 1
Upah dan hak-hak lainnya dari Pekerja/Buruh merupakan hutang yang didahulukan pembayarannya.

Upah Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan pembayarannya sesuai
IV 37 2
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak-hak lainnya dari Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan
IV 37 3
pembayarannya setelah pembayaran para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan.
Apabila Pekerja/Buruh jatuh pailit, Upah dan segala pembayaran yang timbul dari Hubungan Kerja
tidak termasuk dalam kepailitan kecuali ditetapkan lain oleh hakim dengan ketentuan tidak melebihi
IV 38
25% (dua puluh lima persen) dari Upah dan segala pembayaran yang timbul dari Hubungan Kerja
yang harus dibayarkan.
Apabila uang yang disediakan oleh Pengusaha untuk membayar Upah disita oleh juru sita
IV 39 berdasarkan perintah pengadilan maka penyitaan tersebut tidak boleh melebihi 20% (dua puluh
persen) dari jumlah Upah yang harus dibayarkan.
Pekerja/Buruh atau kuasa yang ditunjuk secara sah berhak meminta keterangan mengenai Upah
IV 40 1 untuk dirinya dalam hal keterangan terkait Upah tersebut hanya dapat diperoleh melalui buku Upah
di Perusahaan.

IV 41 1 Gubernur menetapkan Upah minimum sebagai jaring pengaman.

Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Upah bulanan terendah yang
terdiri atas:
IV 41 2
a. Upah tanpa tunjangan; atau
b. Upah pokok termasuk tunjangan tetap.

Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) hanya berlaku bagi Pekerja/Buruh
IV 42 1
dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun pada Perusahaan yang bersangkutan.

Upah bagi Pekerja/Buruh dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih dirundingkan secara bipartit
IV 42 2
antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha di Perusahaan yang bersangkutan.

Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan Upah terdiri atas:


a. denda;
b. ganti rugi;
c. pemotongan Upah untuk pihak ketiga;
VI 51 1 d. uang muka Upah;
e. sewa rumah dan/atau sewa barang-barang milik Perusahaan yang disewakan oleh Pengusaha
kepada Pekerja/Buruh;
f. hutang atau cicilan hutang Pekerja/Buruh kepada Pengusaha; dan/atau
g. kelebihan pembayaran Upah.

Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf
VI 51 2 b, dan huruf d, dilaksanakan sesuai dengan Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian
Kerja Bersama.
Pengusaha atau Pekerja/Buruh yang melanggar ketentuan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan
Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama karena kesengajaan atau kelalaiannya dikenakan denda
VII 53
apabila diatur secara tegas dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja
Bersama.
Denda kepada Pengusaha atau Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53
VII 54
dipergunakan hanya untuk kepentingan Pekerja/Buruh.
Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 yang terlambat membayar dan/atau tidak
membayar Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dikenai denda, dengan ketentuan:
a. mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung tanggal seharusnya Upah dibayar,
dikenakan denda sebesar 5% (lima persen) untuk setiap hari keterlambatan dari Upah yang
seharusnya dibayarkan;
b. sesudah hari kedelapan, apabila Upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan
VII 55 1
sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditambah 1% (satu persen) untuk setiap hari keterlambatan
dengan ketentuan 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari Upah yang
seharusnya dibayarkan; dan
c. sesudah sebulan, apabila Upah masih belum dibayar, dikenakan denda keterlambatan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b ditambah bunga sebesar suku bunga yang
berlaku pada bank pemerintah.

Pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha
VII 55 2
untuk tetap membayar Upah kepada Pekerja/Buruh.
Pengusaha yang terlambat membayar tunjangan hari raya keagamaan kepada Pekerja/Buruh
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dikenai denda sebesar 5% (lima persen) dari total
VII 56 1
tunjangan hari raya keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban
Pengusaha untuk membayar.
Pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha
VII 56 2
untuk tetap membayar tunjangan hari raya keagamaan kepada Pekerja/Buruh.

Pemotongan Upah oleh Pengusaha untuk:


a. denda;
VII 57 1 b. ganti rugi; dan/atau
c. uang muka Upah,
dilakukan sesuai dengan Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Peraturan Kerja Bersama.

Pemotongan Upah oleh Pengusaha untuk pihak ketiga hanya dapat dilakukan apabila ada surat
VII 57 2
kuasa dari Pekerja/Buruh.
VII 57 3 Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap saat dapat ditarik kembali.

Surat kuasa dari Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan untuk semua
kewajiban pembayaran oleh Pekerja/Buruh terhadap negara atau iuran sebagai peserta pada suatu
VII 57 4
dana yang menyelenggarakan jaminan sosial yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pemotongan Upah oleh Pengusaha untuk:
a. pembayaran hutang atau cicilan hutang Pekerja/Buruh; dan/atau
VII 57 5 b. sewa rumah dan/atau sewa barang-barang milik Perusahaan yang disewakan oleh Pengusaha
kepada Pekerja/Buruh,
harus dilakukan berdasarkan kesepakatan tertulis atau perjanjian tertulis.
Pemotongan Upah oleh Pengusaha untuk kelebihan pembayaran Upah kepada Pekerja/Buruh
VII 57 6
dilakukan tanpa persetujuan Pekerja/Buruh.
Jumlah keseluruhan pemotongan Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 paling banyak 50%
VII 58
(lima puluh persen) dari setiap pembayaran Upah yang diterima Pekerja/Buruh.

Sanksi administratif dikenakan kepada Pengusaha yang:


a. tidak membayar tunjangan hari raya keagamaan kepada Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2);
b. tidak membagikan uang servis pada usaha tertentu kepada Pekerja/Buruh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2);
c. tidak menyusun struktur dan skala Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) serta
VIII 59 1 tidak memberitahukan kepada seluruh Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(3);
d. tidak membayar Upah sampai melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19;
e. tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53;
dan/atau
f. melakukan pemotongan Upah lebih dari 50% (lima puluh persen) dari setiap pembayaran Upah
yang diterima Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.

Pengusaha yang telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2)
VIII 61
tidak menghilangkan kewajibannya untuk membayar hak Pekerja/Buruh.
Pengusaha yang belum menyusun dan menerapkan struktur dan skala Upah, wajib menyusun dan
menerapkan struktur dan skala Upah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini serta melampirkannya
VIII 63 b
dalam permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) paling lama 2 (tahun) tahun
terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program
27 Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2015
Jaminan Hari Tua
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib mendaftarkan seluruh Pekerjanya kepada BPJS
28 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015 Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun II 4 1 Ketenagakerjaan sebagai Peserta sesuai penahapan kepesertaan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib mendaftarkan Pekerja yang baru paling lama 30
II 4 2
(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Pekerja tersebut mulai bekerja.
Dalam hal Pemberi Kerja selain penyelenggara negara nyata-nyata lalai tidak mendaftarkan
Pekerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pekerja berhak mendaftarkan dirinya sendiri
II 5 1
dalam Jaminan Pensiun kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan penahapan kepesertaan
program Jaminan Pensiun.
Pendaftaran oleh Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengisi formulir
pendaftaran dan melampirkan:
a. perjanjian kerja, surat keputusan pengangkatan, atau bukti lain yang menunjukkan sebagai
II 5 2
Pekerja;
b. Kartu Tanda Penduduk; dan
c. Kartu Keluarga.
Berdasarkan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Ketenagakerjaan melakukan
II 5 3 verifikasi kepada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara paling lama 7 (tujuh) hari kerja
terhitung sejak tanggal pendaftaran dilakukan.
Dalam hal verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) membuktikan Pemberi Kerja selain
penyelenggara negara nyata-nyata lalai tidak mendaftarkan Pekerjanya sebagaimana dimaksud
II 5 4
pada ayat (1), Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Selain sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemberi Kerja selain penyelenggara negara
II 5 5 wajib memungut dan menyetor Iuran yang menjadi kewajiban Pekerja dan membayar Iuran yang
menjadi kewajiban Pemberi Kerja selain penyelenggara negara kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Dalam hal Pekerja belum terdaftar pada BPJS Ketenagakerjaan, Pemberi Kerja selain
II 5 6 penyelenggara negara wajib bertanggung jawab pada Pekerjanya dengan memberikan Manfaat
Pensiun sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib menyampaikan laporan perubahan data
II 10 2 kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lama 7
(tujuh) hari kerja sejak data diterima dari Peserta.
Pemberi Kerja tempat kerja baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib meneruskan
II 11 2 kepesertaan Pekerja dengan melaporkan kartu kepesertaan dan membayar Iuran kepada BPJS
Ketenagakerjaan sejak Pekerja bekerja pada Pemberi Kerja tempat kerja baru.
Dalam hal terjadi perubahan data Upah, jumlah Pekerja, alamat kantor, dan perubahan data lainnya
terkait penyelenggaraan Jaminan Pensiun, Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib
II 12
menyampaikan perubahan data tersebut kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lama 7 (tujuh) hari
kerja sejak terjadi perubahan data.

) Dalam hal terjadi perubahan susunan penerima Manfaat Pensiun, Peserta harus menyampaikan
II 14 3 perubahan daftar penerima Manfaat Pensiun paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
perubahan susunan penerima Manfaat Pensiun kepada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara.

Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib melaporkan perubahan susunan penerima
II 14 5
Manfaat Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada BPJS Ketenagakerjaan.

II 15 1 Untuk pertama kali Usia Pensiun ditetapkan 56 (lima puluh enam) tahun
Mulai 1 Januari 2019, Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi 57 (lima puluh
II 15 2
tujuh) tahun.
Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya bertambah 1 (satu) tahun untuk
II 15 3
setiap 3 (tiga) tahun berikutnya sampai mencapai Usia Pensiun 65 (enam puluh lima) tahun.

Dalam hal Peserta telah memasuki Usia Pensiun tetapi yang bersangkutan tetap dipekerjakan,
II 15 4 Peserta dapat memilih untuk menerima Manfaat Pensiun pada saat mencapai Usia Pensiun atau
pada saat berhenti bekerja dengan ketentuan paling lama 3 (tiga) tahun setelah Usia Pensiun.

IV 28 1 Iuran Jaminan Pensiun wajib dibayarkan setiap bulan.

IV 28 2 Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 3% (tiga persen) dari Upah per bulan

Iuran sebesar 3% (tiga persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib ditanggung bersama
oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dan Peserta dengan ketentuan:
IV 28 3
a. 2% (dua persen) dari upah ditanggung oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara; dan
b. 1% (satu persen) dari upah ditanggung oleh Peserta.
Upah setiap bulan yang dijadikan dasar perhitungan Iuran terdiri atas Upah pokok dan
IV 29 1
tunjangan tetap pada bulan yang bersangkutan.
Batas paling tinggi Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan Iuran Jaminan Pensiun untuk
IV 29 2
tahun 2015 ditetapkan sebesar Rp7.000.000,00 (tujuh juta rupiah) setiap bulan.

Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib memungut Iuran sebagaimana dimaksud dalam
IV 30 1
Pasal 28 yang menjadi beban Peserta dan menyetorkannya kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib membayar dan menyetorkan Iuran yang menjadi
IV 30 2 tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 secara bersama-sama dengan Iuran
Peserta kepada BPJS Ketenagakerjaan.
Iuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 disetorkan kepada BPJS Ketenagakerjaan setiap
IV 30 3
bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.

Keterlambatan penyetoran Iuran oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dikenakan denda
IV 31 1 sebesar 2% (dua persen) untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung dari Iuran yang
seharusnya disetor oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara.

Denda akibat keterlambatan penyetoran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung
IV 31 2 sepenuhnya oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang dibayarkan bersamaan dengan
total Iuran yang tertunggak.
Denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan aset Dana Jaminan Sosial
IV 31 3
program Jaminan Pensiun.
Setiap Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya
29 Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja Dan Jaminan Kematian II 4 1 sebagai Peserta dalam program JKK dan JKM kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan

Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dalam mendaftarkan dirinya dan seluruh Pekerjanya
wajib menyerahkan formulir pendaftaran yang telah diisi secara lengkap yang meliputi data dirinya
II 6 1
dan data Pekerja beserta anggota keluarganya kepada BPJS Ketenagakerjaan, paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima dari BPJS Ketenagakerjaan.

Pemberi Kerja selain penyelenggara negara menyampaikan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan
II 7 2 kepada masing-masing Peserta paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterima dari BPJS
Ketenagakerjaan.
Pemberi Kerja tempat kerja baru wajib meneruskan kepesertaan Pekerja dengan melaporkan Kartu
II 8 2 Peserta BPJS Ketenagakerjaan dan membayar Iuran kepada BPJS Ketenagakerjaan sejak Pekerja
bekerja pada Pemberi Kerja tempat kerja baru.
Dalam hal Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum melaporkan dan membayar
II 8 3 Iuran maka bila terjadi risiko terhadap Pekerjanya, Pemberi Kerja wajib memberikan hak-hak Pekerja
sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Peserta wajib menyampaikan perubahan data secara lengkap dan benar kepada Pemberi Kerja
II 9 1
selain penyelenggara negara, dalam hal terjadi perubahan data Peserta dan keluarganya.
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara setelah menerima perubahan data sebagaimana
II 9 2 dimaksud pada ayat (1), wajib menyampaikan perubahan tersebut kepada BPJS Ketenagakerjaan
paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak data diterima.
Dalam hal terjadi perubahan data Upah, jumlah Pekerja, alamat kantor, dan perubahan data lainnya
terkait penyelenggaraan program jaminan sosial, Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib
II 9 3
menyampaikan perubahan tersebut kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja
sejak terjadi perubahan
Dalam hal Pemberi Kerja selain penyelenggara negara nyata-nyata lalai tidak mendaftarkan
Pekerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Pekerja berhak mendaftarkan dirinya
II 10 1
sendiri dalam program jaminan sosial kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai program yang
diwajibkan dalam penahapan kepesertaan.

Dalam hal Pekerja telah mendaftarkan dirinya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi Pemberi
Kerja selain penyelenggara negara belum membayar Iuran pertama secara lunas sebagaimana
II 10 2
dimaksud pada ayat (4) kepada BPJS Ketenagakerjaan, maka Pemberi Kerja selain penyelenggara
negara wajib membayar hak-hak Pekerja sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang memiliki perusahaan lebih dari 1 (satu) wajib ikut
II 15 1 dalam program JKK pada masing-masing perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang memiliki perusahaan lebih dari 1 (satu) wajib ikut
II 15 2 dalam program JKM pada salah satu perusahaan yang dimilikinya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Pekerja penerima Upah yang bekerja pada beberapa perusahaan wajib diikutsertakan dalam
II 15 3 program JKK dan JKM oleh masing-masing perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Besarnya Iuran JKK bagi setiap perusahaan ditetapkan oleh BPJS Ketenagakerjaan dengan
III 16 2 berpedoman pada kelompok tingkat risiko lingkungan kerja sebagaimana tercantum dalam Lampiran
I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Iuran JKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibayar oleh Pemberi Kerja selain
III 16 3
penyelenggara negara.
Pengelompokan tingkat risiko lingkungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2)
III 17 1
dievaluasi paling lama setiap 2 (dua) tahun.
Iuran JKM bagi Peserta penerima Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), sebesar
III 18 1
0,30% (nol koma tiga puluh persen) dari Upah sebulan.
Iuran JKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibayar oleh Pemberi Kerja selain
III 18 2
penyelenggara negara
III 19 1 Upah yang dijadikan dasar pembayaran Iuran bagi Peserta penerima Upah adalah Upah sebulan.

III 19 2 Upah sebulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Upah pokok dan tunjangan tetap.
Apabila Upah dibayarkan secara harian maka Upah sebulan sebagai dasar pembayaran Iuran
III 19 3
dihitung dari Upah sehari dikalikan 25 (dua puluh lima).
Apabila Upah dibayarkan secara borongan atau satuan hasil, maka Upah sebulan sebagai dasar
III 19 4
pembayaran Iuran dihitung dari Upah rata-rata 3 (tiga) bulan terakhir.
Apabila pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca yang Upahnya didasarkan pada Upah borongan
III 19 5 maka Upah sebulan sebagai dasar pembayaran Iuran dihitung dari Upah rata-rata 12 (dua belas)
bulan terakhir

Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib menyetor Iuran JKK dan JKM yang menjadi
III 21 1
kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 18 kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib membayar Iuran sebagaimana dimaksud pada
III 21 2 ayat (1) setiap bulan, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dari bulan Iuran yang bersangkutan
dengan melampirkan data pendukung seluruh Pekerja dan dirinya.
Apabila tanggal 15 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jatuh pada hari libur, maka Iuran
III 21 3
dibayarkan pada hari kerja berikutnya.

Keterlambatan pembayaran Iuran bagi Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dikenakan denda
III 22 1 sebesar 2% (dua persen) untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung dari Iuran yang
seharusnya dibayar oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara.

Denda akibat keterlambatan pembayaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung
III 22 2 sepenuhnya oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dan pembayarannya dilakukan
sekaligus bersama-sama dengan penyetoran Iuran bulan berikutnya.
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang belum mengikutsertakan Pekerjanya dalam
program JKK kepada BPJS Ketenagakerjaan, maka bila terjadi risiko terhadap Pekerjanya, Pemberi
IV 27 1
Kerja selain penyelenggara negara wajib membayar hak Pekerja sesuai dengan ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan, penetapan jaminan, dan pembayaran manfaat
IV 27 2
JKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Dalam hal magang, siswa kerja praktek, tenaga honorer, atau narapidana yang dipekerjakan pada
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dalam proses asimilasi, apabila mengalami Kecelakaan
IV 28 1
Kerja, dianggap sebagai Pekerja dan berhak memperoleh manfaat JKK sesuai ketentuan dalam
Pasal 25 ayat (2).

Santunan berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b angka 1 dan angka
IV 30 1 2 bagi Peserta penerima Upah, dibayar terlebih dahulu oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara
negara yang selanjutnya dimintakan penggantiannya kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Dalam hal Pemberi Kerja selain penyelenggara negara melaporkan Upah tidak sesuai dengan Upah
yangsebenarnya sehingga terjadi kekurangan pembayaranmanfaat JKK sebagaimana dimaksud
IV 32 2
dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b, maka Pemberi Kerja selain
penyelenggara negara wajib membayar kekurangannya.

Dalam hal Pemberi Kerja selain penyelenggara negara melaporkan data Pekerjanya tidak benar,
sehingga mengakibatkan ada Pekerjanya yang tidak terdaftar dalam program JKK pada BPJS
IV 32 3
Ketenagakerjaan, maka bila terjadi risiko terhadap Pekerja, Pemberi Kerja selain penyelenggara
negara wajib memberikan hak Pekerja sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

Dalam hal Pemberi Kerja selain penyelenggara negara mengikutsertakan Pekerjanya hanya
sebagian program saja dan tidak sesuai dengan penahapan kepesertaan yang diwajibkan, maka bila
IV 32 4
terjadi risiko terhadap Pekerja, Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib memberikan hak
Pekerja sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja dandirawat pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
belum menjalin kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan, karena di lokasi kecelakaan tidak
terdapat fasilitas pelayanan kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan,
IV 33 1 maka biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2)
huruf a bagi Peserta penerima Upah dibayar terlebih dahulu oleh Pemberi Kerja selain
penyelenggara negara, sedangkan bagi Peserta bukan penerima Upah dibayar terlebih dahulu oleh
Peserta.

Dalam hal Pekerja menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), diberikan penggantian oleh BPJS Ketenagakerjaan sebesar biaya yang telah dikeluarkan oleh
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara atau Peserta bukan
IV 33 2
penerima Upah dengan ketentuan biaya penggantian yang diberikan setara dengan standar fasilitas
pelayanan kesehatan tertinggi di daerah setempat yang telah bekerja sama dengan BPJS
Ketenagakerjaan.
Dalam hal penggantian biaya yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud
IV 33 3 pada ayat (2) terdapat kekurangan, maka selisih biaya ditanggung oleh Pemberi Kerja selain
penyelenggara negara atau Peserta bukan penerima Upah.
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang belum mengikutsertakan Pekerjanya dalam
program JKM kepada BPJS Ketenagakerjaan, bila terjadi resiko terhadap Pekerjanya, Pemberi Kerja
IV 35 1
selain penyelenggara negara wajib membayar hak Pekerja sesuai dengan ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini.
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang menunggak Iuran JKK sampai dengan 3 (tiga)
bulan berturut-turut dan terjadi Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja, BPJS Ketenagakerjaan
IV 38 1
wajib membayar manfaat JKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) kepada Peserta atau
ahli warisnya.
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang menunggak Iuran JKK lebih dari 3 (tiga) bulan
berturut-turut dan terjadi Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja, Pemberi Kerja selain
IV 38 2
penyelenggara negara wajib membayar terlebih dahulu manfaat JKK sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (2) kepada Peserta atau ahli warisnya.

Dalam hal Pemberi Kerja selain penyelenggara negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah
IV 38 3 melunasi seluruh tunggakan Iuran dan denda yang menjadi kewajibannya, maka Pemberi Kerja
selain penyelenggara negara dapat meminta penggantiannya kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang menunggak Iuran JKM sampai dengan 3 (tiga)
bulan berturut-turut dan Peserta meninggal dunia bukan karena Kecelakaan Kerja atau penyakit
IV 41 1
akibat kerja, BPJS Ketenagakerjaan wajib membayar manfaat JKM sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 kepada ahli waris.
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang menunggak Iuran JKM lebih dari 3 (tiga) bulan
berturut-turut dan Peserta meninggal dunia bukan karena Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat
IV 41 2
kerja, Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib membayar terlebih dahulu manfaat JKM
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 kepada ahli waris.

Dalam hal Pemberi Kerja selain penyelenggara negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah
IV 41 3 melunasi seluruh tunggakan Iuran dan denda yang menjadi kewajibannya, maka Pemberi Kerja
selain penyelenggara negara dapat meminta penggantiannya kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib melaporkan Kecelakaan Kerja atau penyakit
V 43 1 akibat kerja yang menimpa Pekerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dan instansi setempat yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan laporan tahap I yang disampaikan dalam
V 43 2 jangka waktu paling lama 2 x 24 jam sejak terjadi Kecelakaan Kerja atau sejak didiagnosis penyakit
akibat kerja dengan menggunakan formulir Kecelakaan Kerja tahap I yang telah ditetapkan.

Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib melaporkan akibat Kecelakaan Kerja atau
V 43 3 penyakit akibat kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dan instansi setempat yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan laporan tahap II yang disampaikan dalam
jangka waktu paling lama 2 x 24 jam sejak Pekerja dinyatakan sembuh, Cacat, atau meninggal dunia
berdasarkan surat keterangan dokter yang menerangkan bahwa:
a. keadaan sementara tidak mampu bekerja telah berakhir;
V 43 4
b. Cacat total tetap untuk selamanya;
c. Cacat sebagian anatomis;
d. Cacat sebagian fungsi; atau
e. meninggal dunia
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekaligus merupakan pengajuan manfaat JKK
kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan melampirkan persyaratan yang meliputi:
a. Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b. Kartu Tanda Penduduk;
c. surat keterangan dokter yang
memeriksa/merawat dan/atau dokter penasehat;
V 43 5
d. kuitansi biaya pengangkutan;
e. kuitansi biaya pengobatan dan/atau perawatan,
bila fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan
belum bekerjasama dengan BPJS
Ketenagakerjaan; dan
f. dokumen pendukung lainnya apabila diperlukan.

Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib melakukan upaya pencegahan melalui kegiatan
V 50 1
promotif dan preventif bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan.

Selama Peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja masih belum mampu
V 51 1 bekerja, Pemberi Kerja selain penyelenggara negara tetap membayar Upah Pekerja sampai ada
surat keterangan dokter yang menyatakan Pekerja telah sembuh, Cacat, atau meninggal dunia.

Dalam hal Peserta masih dalam masa pengobatan dan perawatan akibat Kecelakaan Kerja atau
V 52 1 penyakit akibat kerja, maka Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dilarang melakukan
pemutusan hubungan kerja.
Peserta yang mengalami Cacat akibat Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja harus tetap
dipekerjakan kembali kecuali apabila Peserta mengalami Cacat total tetap berdasarkan surat
V 52 2
keterangan dokter dan karena kecacatannya yang bersangkutan tidak memungkinkan lagi untuk
melakukan pekerjaan.
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (REGULATION OF PRESIDENT REPUBLIC INDONESIA)
Pengesahan konvensi ILO No. 87 mengenai kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk
30 Peraturan Presiden No.83 Tahun 1998
berorganisasi
Setiap Pemberi Kerja wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai peserta Jaminan
31 Peraturan Presiden No.12 Tahun 2013 Jaminan Kesehatan  III 11 1
Kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran.
Dalam hal Pemberi Kerja secara nyata-nyata tidak mendaftarkan Pekerjanya kepada BPJS
III 11 2 Kesehatan, Pekerja yang bersangkutan berhak mendaftarkan dirinya sebagai Peserta Jaminan
Kesehatan.
Pemberi Kerja wajib melaporkan perubahan data kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
III 13 2
kepada BPJS Kesehatan.
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah dibayar oleh Pemberi Kerja dan
IV 16 2
Pekerja.
Pemberi Kerja wajib membayar Iuran Jaminan Kesehatan seluruh Peserta yang menjadi tanggung
IV 17 1 jawabnya pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan
kepada BPJS Kesehatan.
Apabila tanggal 10 (sepuluh) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jatuh pada hari libur, maka iuran
IV 17 2
dibayarkan pada hari kerja berikutnya.
32 Keputusan Presiden No. 24 Tahun 2013 Penetapan Tanggal 1 Mei Sebagai Hari Libur Menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Hari Libur untuk memperingati Hari Buruh Internasional.

Pemberi kerja penyelenggara negara wajib mendaftarkan pekerjanya sebagaimana dimaksud pada
33 Peraturan Presiden No.109 Tahun 2013 Penahapan kepersertaan program jaminan sosial II 5 2 ayat (1) dalam program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, program jaminan
pensiun, dan program jaminan kematian secara bertahap kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Pemberi kerja selain penyelenggara negara sesuai dengan skala usahanya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mulai tanggal 1 Juli 2015 wajib mendaftarkan pekerjanya kepada BPJS
II 6 2
Ketenagakerjaan untuk mengikuti program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua,
program jaminan pensiun, dan program jaminan kematian secara bertahap.

(3) Penahapan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk:


a. usaha besar dan usaha menengah wajib mengikuti program jaminan kecelakaan kerja, program
jaminan hari tua, program jaminan pensiun, dan program jaminan kematian.
II 6 3
b. usaha kecil wajib mengikuti program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, dan
program jaminan kematian.
c. usaha mikro wajib mengikuti program jaminan kecelakaan kerja dan program jaminan kematian.

Pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a selain wajib mengikuti program
II 8 1 jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, dan program jaminan kematian paling lambat
tanggal 1 Juli 2015 dapat mengikuti program jaminan pensiun.
(1) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah selain Peserta
sebagaimanadimaksud dalam Pasal 16B ayat (1) yang dibayarkan mulai tanggal 1 Januari 2014
sampai dengan 30 Juni 2015 sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per
34 Peraturan Presiden No.111 Tahun 2013 Perubahan atas peraturan Presiden no. 12 thn 2013 tentang jaminan kesehatan 16C 1
bulandengan ketentuan:
a. 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja;dan
b. 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta.

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
dibayarkan mulai tanggal 1 Juli 2015 sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan
16C 2 dengan ketentuan:
a. 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan
b. 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta
Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibayarkan secara langsung oleh Pemberi
16C 3
Kerja kepada BPJS Kesehatan.
Batas paling tinggi Gaji atau Upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah sebagaimana dimaksud dalam
16D Pasal 16C dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16B ayat (1) sebesar 2 (dua) kali Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
dengan status kawin dengan 1 (satu) orang anak.

Gaji atau Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan Iuran Jaminan Kesehatan sebagaimana
16E 3
dimaksud dalam Pasal 16C terdiri atas Gaji atau Upah pokok dan tunjangan tetap.

Tunjangan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan tunjangan yang dibayarkan
16E 4
kepada Pekerja tanpa memperhitungkan kehadiran Pekerja.
Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari Pekerjanya, membayar iuran yang menjadi
17 1 tanggung jawabnya, dan menyetor iuran tersebut kepada BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 10
(sepuluh) setiap bulan.
Apabila tanggal 10 (sepuluh) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jatuh pada hari libur,
17 4
maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya.
Keterlambatan pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara, dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua
17 5
persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan, yang
dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh Pemberi Kerja.
Dalam hal keterlambatan pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
17 6
(5) lebih dari 3 (tiga) bulan, penjaminan dapat diberhentikan sementara.

Pemberi kerja selain penyelenggara negara sesuai dengan skala usahanya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mulai tanggal 1 Juli 2015 wajib mendaftarkan pekerjanya kepada BPJS
35 Peraturan Presiden No. 109 Tahun 2013 Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial II 6 2
Ketenagakerjaan untuk mengikuti program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua,
program jaminan pensiun, dan program jaminan kematian secara bertahap.

Pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a selain wajib mengikuti program
II 8 1 jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, dan program jaminan kematian paling lambat
tanggal 1 Juli 2015 dapat mengikuti program jaminan pensiun.
Pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dan huruf c selain wajib mengikuti program
II 8 2 jaminan kecelakaan kerja dan program jaminan kematian paling lambat tanggal 1 Juli 2015 dapat
mengikuti program jaminan hari tua dan program jaminan pensiun.
Bagi perusahaan yang telah mengikutsertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial tenaga
III 9 kerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
dilarang mengurangi program jaminan sosial tenaga kerja yang telah diikuti.
Penggunaan TKA dilakukan oleh Pemberi Kerja TKA dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu
36 Peraturan Presiden No. 20 Tahun 2018 Penggunaan Tenaga Kerja Asing II 2 1
dan waktu tertentu.
Penggunaan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kondisi
II 2 2
pasar kerja dalam negeri.
Setiap Pemberi Kerja TKA wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua
II 4 1
jenis jabatan yang tersedia.
Dalam hal jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat diduduki oleh tenaga kerja
II 4 2
Indonesia, jabatan tersebut dapat diduduki oleh TKA.
II 5 1 TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan tertentu.

TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipekerjakan paling lama sampai dengan berakhirnya
II 6 2
masa kerja TKA sebagaimana kontrak kerja TKA dengan Pemberi Kerja TKA pertama.

Setiap Pemberi Kerja TKA yang menggunakan TKA harus memiliki RPTKA yang disahkan oleh
II 7 1
Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. alasan penggunaan TKA;
II 7 2 b. jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur organisasi perusahaan yang bersangkutan;
c. jangka waktu penggunaan TKA; dan
d. penunjukan tenaga kerja Indonesia sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan.
Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemberi Kerja TKA
II 7 3
mengajukan permohonan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Permohonan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh Pemberi
Kerja TKA dengan melampirkan:
a. surat izin usaha dari instansi yang berwenang;
b. akta dan keputusan pengesahan pendirian dan/atau perubahan dari instansi yang berwenang;
II 7 4 c. bagan struktur organisasi perusahaan;
d. surat pernyataan untuk penunjukan Tenaga Kerja Pendamping dan pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan kerja; dan
e. surat pernyataan untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja
Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA.

Selain informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), RPTKA dapat memuat rencana penggunaan
TKA untuk pekerjaan yang bersifat sementara atau sewaktu-waktu dengan masa kerja paling lama 6
II 7 5 (enam) bulan, seperti pekerjaan untuk melakukan audit, kendali mutu produksi, inspeksi pada
cabang perusahaan di Indonesia, dan pekerjaan yang berhubungan dengan pemasangan atau
perawatan mesin.
RPTKA yang telah disahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 berlaku sesuai dengan jangka
II 11 1
waktu rencana penggunaan TKA oleh Pemberi Kerja TKA.
RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan perubahan sepanjang terdapat
perubahan mengenai:
a. alamat Pemberi Kerja TKA;
b. nama Pemberi Kerja TKA;
c. jabatan yang akan diduduki TKA;
II 11 2
d. kebutuhan menggunakan TKA untuk pekerjaan yang bersifat sementara dan tidak tercantum
dalam RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5);
e. jangka waktu penggunaan TKA;
f. jumlah TKA yang melebihi jumlah TKA dalam RPTKA awal; dan/atau
g. penunjukan tenaga kerja Indonesia sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan.

Pemberi Kerja TKA menyampaikan perubahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
II 11 3
kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Perubahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendapat pengesahan dari Menteri
II 11 4
atau pejabat yang ditunjuk.
Untuk pekerjaan yang bersifat darurat dan mendesak, Pemberi Kerja TKA dapat mempekerjakan
II 13 1 TKA dengan mengajukan permohonan pengesahan RPTKA kepada Menteri atau pejabat yang
ditunjuk paling lama 2 (dua) hari kerja setelah TKA bekerja.
Pemberi Kerja TKA yang akan mempekerjakan TKA menyampaikan data calon TKA kepada Menteri
II 14 1
atau pejabat yang ditunjuk.
Data calon TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir;
b. kewarganegaraan, nomor paspor, masa berlaku paspor, dan tempat paspor diterbitkan;
II 14 2 c. nama jabatan dan jangka waktu bekerja;
d. pernyataan penjaminan dari Pemberi Kerja TKA; dan
e. ijazah pendidikan dan surat keterangan pengalaman kerja atau sertifikat kompetensi sesuai
dengan syarat jabatan yang akan diduduki TKA.
Pemberi Kerja TKA wajib membayar dana kompensasi penggunaan TKA atas setiap TKA yang
II 15 1
dipekerjakan setelah menerima notifikasi.
II 17 1 Setiap TKA yang bekerja di Indonesia wajib mempunyai Vitas untuk bekerja.

Vitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimohonkan oleh Pemberi Kerja TKA atau TKA kepada
II 17 2 menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia atau
pejabat imigrasi yang ditunjuk.
Permohonan Vitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) sekaligus dapat dijadikan
II 20 1
permohonan Itas.
II 21 1 Pemberian Itas dilaksanakan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.

II 21 2 Itas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan izin tinggal untuk bekerja bagi TKA.

Izin tinggal untuk bekerja bagi TKA untuk pertama kali diberikan paling lama 2 (dua) tahun dan dapat
II 21 3
diperpanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemberian Itas bagi TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus disertai dengan pemberian
II 21 4 Izin Masuk Kembali untuk beberapa kali perjalanan yang masa berlakunya sesuai dengan masa
berlaku Itas.
Pembayaran Dana Kompensasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing dilakukan setiap tahun sesuai
II 24 1
dengan jangka waktu TKA bekerja di wilayah Indonesia.
Setiap Pemberi Kerja TKA wajib menjamin TKA terdaftar dalam Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
II 25 bagi TKA yang bekerja lebih dari 6 (enam) bulan dan/atau polis asuransi di perusahaan asuransi
berbadan hukum Indonesia
Setiap Pemberi Kerja TKA wajib:
a. menunjuk tenaga kerja Indonesia sebagai Tenaga Kerja Pendamping;
III 26 1 b. melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi
jabatan yang diduduki oleh TKA; dan
c. memfasilitasi pendidikan dan pelatihan Bahasa Indonesia kepada TKA.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak berlaku bagi TKA yang menduduki
III 26 2
jabatan direksi dan/atau komisaris.

Penunjukan tenaga kerja Indonesia sebagai Tenaga Kerja Pendamping sebagaimana dimaksud
III 27
dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk alih teknologi dan alih keahlian.

Tenaga Kerja Pendamping yang mengikuti pendidikan dan pelatihan mendapat sertifikat pelatihan
III 29
dan/atau sertifikat kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemberi Kerja TKA wajib melaporkan pelaksanaan penggunaan TKA setiap 1 (satu) tahun kepada
IV 30 1
Menteri.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
IV 30 2 a. pelaksanaan penggunaan TKA; dan
b. pelaksanaan pendidikan dan pelatihan Tenaga Kerja Pendamping.
Dalam hal kontrak kerja TKA akan berakhir atau diakhiri sebelum masa kontrak kerja, Pemberi Kerja
IV 30 3
TKA wajib melaporkan kepada Menteri dan Kepala Kantor Imigrasi di lokasi tempat tinggal TKA.

Proses penggunaan TKA serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping
VIII 36 1 sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini, dilakukan melalui penggunaan data secara
bersama (data sharing) dan terintegrasi secara elektronik (online).

Penggunaan data secara bersama (data sharing) dan terintegrasi secara elektronik (online)
VIII 36 2
dilakukan secara bertahap.
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA (REGULATION OF LABOR AND TRANSMIGRATION MINISTERIAL OF REPUBLIC INDONESI
LKS Bipartit dibentuk oleh unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh dan/atau serikat
38 Peraturan Menaker PER.32/MEN/XII/2008 Tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerjasama bipartite III 5 1
pekerja/serikat buruh.
dalam hal di perusahaan terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan semua
III 6 a pekerja/buruh menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh tersebut, maka secara otomatis
pengurus serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya dalam LKS Bipartit;

dalam hal di perusahaan belum terbentuk serikat pekerja/serikat buruh, maka yang mewakili
III 6 b
pekerja/buruh dalam LKS Bipartit adalah pekerja/buruh yang dipilih secara demokratis;

dalam hal di perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan seluruh
pekerja/buruh menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka yang mewakili dalam KS Bipartit
III 6 c
adalah wakil masing-masing serikat pekerja/serikat buruh yang perwakilannya ditentukan secara
proposional;

dalam hal di perusahaan terdapat 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan ada pekerja/buruh yang
tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat pekerja/serikat buruh tersebut
III 6 d
menunjuk wakilnya dalam LKS Bipartit dan pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat
pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya yang dipilih secara demokratis;

dalam hal di perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh dan ada
pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka masing-masing serikat
III 6 e pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya dalam LKS Bipartit secara proposional dan pekerja/buruh
yang tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya yang dipilih secara
demokratis.
Pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh atau wakil pekerja/buruh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 melaksanakan pertemuan untuk :
III 7
a. membentuk LKS Bipartit;
b. menetapkan anggota LKS Bipartit.

Tata cara pembentukan LKS Bipartit dilaksanakan sebagai berikut :


a. pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh dan/atau wakil pekerja/buruh mengadakan
musyawarah untuk membentuk, menunjuk, dan menetapkan anggota LKS Bipartit di
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;
III 8 b. anggota LKS Bipartit sebagaimana dimaksud dalam huruf a menyepakati dan menetapkan
susunan pengurus LKS Bipartit;
c. pembentukan dan susunan pengurus LKS Bipartit dituangkan dalam berita acara yang
ditandatangani oleh pengusaha dan wakil serikat pekerja/serikat buruh atau wakil
pekerja/buruh di perusahaan.

LKS Bipartit yang sudah terbentuk harus diberitahukan untuk dicatat pada instansi yang
III 9 1 bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari kerja setelah pembentukan.
Pengurus LKS Bipartit menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara
III 9 2 tertulis, baik langsung maupun tidak langsung dengan melampirkan berita acara
pembentukan, susunan pengurus, dan alamat perusahaan
Kepengurusan LKS Bipartit ditetapkan dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh, serikat
IV 10 pekerja/serikat buruh dengan komposisi 1:1 yang jumlahnya sesuai kebutuhan dengan ketentuan
sekurang-kurangnya 6 (enam) orang.
Susunan pengurus LKS Bipartit sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, wakil ketua,
IV 11 1
sekretaris, dan anggota.
Jabatan ketua LKS Bipartit dapat dijabat secara bergantian antara unsur pengusaha dan
IV 11 2
unsur pekerja/buruh.
IV 12 1 Masa kerja kepengurusan LKS Bipartit 3 (tiga) tahun.
Pergantian kepengurusan LKS Bipartit sebelum berakhirnya masa jabatan dapat dilakukan
IV 12 2
atas usul dari unsur yang diwakilinya.
Masa jabatan kepengurusan LKS Bipartit berakhir apabila :
a. meninggal dunia;
b. mutasi;
IV 13
c. mengundurkan diri sebagai anggota lembaga;
d. diganti atas usul dari unsur yang diwakilinya;
e. sebab-sebab lain yang menghalangi tugas-tugas dalam kepengurusan lembaga
LKS Bipartit mengadakan pertemuan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan atau
V 14 1
setiap kali dipandang perlu.
Materi pertemuan dapat berasal dari unsur pengusaha, unsur pekerja/buruh, atau dari
V 14 2
pengurus LKS Bipartit.

V 14 3 LKS Bipartit menetapkan agenda pertemuan secara periodik.

Hubungan LKS Bipartit dengan lembaga lainnya di perusahaan bersifat koordinatif,


V 14 4
konsultatif, dan komunikatif
Pembinaan LKS Bipartit dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang
VI 15 1
ketenagakerjaan kabupaten/kota
Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), instansi yang
VI 15 2 bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota dapat mengikutsertakan
organisasi pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh.
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. sosialisasi kepada pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh dalam rangka
VI 15 3
pembentukan LKS Bipartit;
b. memberikan bimbingan dalam rangka pembentukan dan pengembangan LKS Bipartit.
Segala biaya yang diperlukan untuk pembentukan dan pelaksanaan kegiatan LKS Bipartit
VII 16
dibebankan pada Perusahaan.
Pengurus LKS Bipartit melaporkan setiap kegiatan yang dilakukan kepada pimpinan
VII 17 1
perusahaan.
Pimpinan perusahaan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali melaporkan kepada
VII 17 2
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota.
Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh
39 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan III 5
pekerjaan.
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari
III 6
pengusaha.
Pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi
III 12 1
pekerjanya melalui pelatihan kerja.
Peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
III 12 2 diwajibkan bagi pengusaha yang memenuhi persyaratan yang diatur dengan Keputusan
Menteri.
Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta
VI 32 1
adil, dan setara tanpa diskriminasi.
Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang
VI 32 2 tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan
memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum.
Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang
VI 35 1
dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja.
Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
VI 35 2
memberikan perlindungan sejak rekrutmen sampai penempatan tenaga kerja.
Pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib
VI 35 3 memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental
maupun fisik tenaga kerja.
Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari
VIII 42 1
Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk
VIII 42 4
jabatan tertentu dan waktu tertentu.
Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana penggunaan
VIII 43 1
tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Rencana penggunaan tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ekurangkurangnya
memuat keterangan:
a. alasan penggunaan tenaga kerja asing;
b. jabatan dan/atau kedudukan tenaga kerja asing dalam struktur organisasi perusahaan
VIII 43 1
yang bersangkutan;
c. jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing; dan
d. penunjukan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping tenaga kerja
asing yang dipekerjakan.
Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar
VIII 44 1
kompetensi yang berlaku.
Ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
VIII 44 2
dengan Keputusan Menteri.
Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib:
a. menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing
yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing; dan
VIII 45 1
b. melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sebagaimana
dimaksud pada huruf a yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja
asing.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang
VIII 45 2
menduduki jabatan direksi dan/atau komisaris.
Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan
VIII 46 1
tertentu.

VIII 47 1 Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakannya.

Pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memulangkan tenaga kerja asing ke
VIII 48
negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir.

IX 50 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.

IX 51 1 Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.


Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan
IX 51 2
perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
IX 52 1
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan,
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan
IX 52 2
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan
IX 52 3
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja
IX 53
dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.

Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat:


a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
c. jabatan atau jenis pekerjaan;
d. tempat pekerjaan;
IX 54 1
e. besarnya upah dan cara pembayarannya;
f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak
IX 54 2 boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang kurangnya rangkap
IX 54 3 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha
masing-masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja.

IX 55 Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.

IX 56 1 Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan
atas:
IX 56 2
a. jangka waktu; atau
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan
IX 57 1
bahasa Indonesia dan huruf latin.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan
IX 57 2 ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk
waktu tidak tertentu.
Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila
IX 57 3 kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian
kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan
IX 58 1
kerja.
Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud
IX 58 2
dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang
menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama
IX 59 1
dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk
tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat
IX 59 2
tetap.
IX 59 3 Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.

Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan
IX 59 4 untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling
IX 59 5 lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan
maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa
tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama,
IX 59 6
pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling
lama 2 (dua) tahun.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
IX 59 7 dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi
perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan
IX 59 8
Menteri.
Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling
IX 60 1
lama 3 (tiga) bulan.
Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dilarang
IX 60 2
membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
Perjanjian kerja berakhir apabila:
a. pekerja meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian
IX 61 1
perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja.
Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas
IX 61 2
perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.
Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung
IX 61 3 jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak
mengurangi hak-hak pekerja/buruh.
Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat
IX 61 4
mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh.
Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh berhak mendapatkan
IX 61 5 hak haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang
telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang
ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena
IX 62 ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja
diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas
waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib
IX 63 1
membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan.
Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang kurangnya memuat
keterangan:
a. nama dan alamat pekerja/buruh;
IX 63 2
b. tanggal mulai bekerja;
c. jenis pekerjaan; dan
d. besarnya upah.

Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya


IX 64 melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara
tertulis.
Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui
IX 65 1
perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.
Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
IX 65 2
b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
d. tidak menghambat proses produksi secara langsung.

IX 65 3 Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.

Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan
IX 65 4
kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
IX 65 6 dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang
dipekerjakannya.
Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian
IX 65 7 kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi,
maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima
IX 65 8
pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi
pekerjaan.
Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana
IX 65 9 dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan
sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).
Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh
pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan
IX 66 1
langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan
yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh;
b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada
huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan
IX 66 2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu
yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;
c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang
timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan
d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang
bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan
wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki
IX 66 3
izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara
IX 66 4 pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja
antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.
Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan
X 67 1
perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
X 68 Pengusaha dilarang mempekerjakan anak.

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak yang
berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan
X 69 1
pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental,
dan sosial.

Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
X 69 2 c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
memenuhi syarat:
a. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
X 71 2
b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial,
dan waktu sekolah.
Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja
X 72
anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.
Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang
X 74 1
terburuk.

Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi:


a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;
b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk
X 74 2 pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
c. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk
produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau;
d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.

Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang
X 76 1
dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut
X 76 2 keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun
dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai
dengan pukul 07.00 wajib:
X 76 3
a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang
X 76 4
berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.

X 77 1 Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.

Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:


a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam)
X 77 2 hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima)
hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat:
X 78 1 a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu)
hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana
X 78 2
dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.

X 79 1 Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.

Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi:
a. istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4
(empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau
2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
c. cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh
X 79 2 yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan
d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun
ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah
bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama
dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya
dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa
kerja 6 (enam) tahun.

Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c diatur
X 79 3
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi
X 79 4
pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.
Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk
X 80
melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.
Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan
X 81 1
kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja,
X 81 2
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum
X 82 1 saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan
dokter kandungan atau bidan.
Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5
X 82 2
(satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk
X 83
menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.

Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
X 84
79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh.

X 85 1 Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.

Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi
apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus
85 2
menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan
pengusaha.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur
85 3
resmi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.
Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
86 1
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang
2
optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang
87 1
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat


(2) meliputi:
a. upah minimum;
b. upah kerja lembur;
c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
88 3 e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. bentuk dan cara pembayaran upah;
g. denda dan potongan upah;
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j. upah untuk pembayaran pesangon; dan
k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas:
89 1 a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
b. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota.
Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana
90 1
dimaksud dalam Pasal 89.
Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud
90 2
dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.
Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan
91 1 pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan
pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi
91 2
hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan
perundangundangan yang berlaku.
Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan,
92 1
masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.
Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan
92 2
kemampuan perusahaan dan produktivitas.

93 1 Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.


Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar
upah apabila:
a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya
sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan,
membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak
atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal
dunia;
d. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban
93 2
terhadap negara;
e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang
diperintahkan agamanya;
f. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak
mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat
dihindari pengusaha;
g. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
h. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan
pengusaha; dan
i. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) huruf a sebagai berikut:
a. untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah;
93 3 b. untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah;
c. untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; dan
d. untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah sebelum
pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha.

Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf c sebagai berikut:
a. pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;
b. menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
c. mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari
93 4
d. membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
e. isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
f. suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2
(dua) hari; dan
g. anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.

Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok
94
sedikit-dikitnya 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.

Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya


95 1
dapat dikenakan denda.
Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran
95 2 upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah
pekerja/buruh.
Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh, dalam
95 3
pembayaran upah.
Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundangundangan
95 4 yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang
didahulukan pembayarannya.

Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungankerja
96
menjadi kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak.

Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga
99 1
kerja.
Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai
99 2
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya, pengusaha wajib
100 1
menyediakan fasilitas kesejahteraan.
Penyediaan fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan dengan
100 2
memperhatikan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan.
105 1 Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha.
Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/ buruh atau lebih
106 1
wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit.
Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh
46 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Pedoman penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui perundingan bipartite 1 1
dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam satu perusahaan.

Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan


antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat
1 2
buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan
hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Setiap terjadi perselisihan hubungan industrial wajib dilakukan perundingan


2 penyelesaian perselisihan secara bipartit sebelum diselesaikan melalui mediasi atau
konsiliasi maupun arbitrase.
Dalam melakukan perundingan bipartit, para pihak wajib : a. memiliki itikad baik; b. bersikap santun
PER. 31/MEN/XII/2008 3 1
dan tidak anarkis; dan c. menaati tata tertib perundingan yang disepakati.
Dalam hal salah satu pihak telah meminta dilakukan perundingan secara tertulis 2 (dua) kali berturut-
turut dan pihak lainnya menolak atau tidak menanggapi melakukan perundingan, maka perselisihan
3 2
dapat dicatatkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat
dengan melampirkan buktibukti permintaan perundingan.

(1) Perundingan bipartit dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :


a. tahap sebelum perundingan dilakukan persiapan :
1) pihak yang merasa dirugikan berinisiatif mengkomunikasikan masalahnya secara tertulis kepada
pihak lainnya;
2) apabila pihak yang merasa dirugikan adalah pekerja/buruh perseorangan
yang bukan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, dapat memberikan kuasa kepada
pengurus serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan tersebut untuk mendampingi pekerja/buruh
dalam perundingan;
3) pihak pengusaha atau manajemen perusahaan dan/atau yang diberi mandat harus menangani
4 1a penyelesaian perselisihan secara langsung;
4) dalam perundingan bipartit, serikat pekerja/serikat buruh atau pengusaha dapat meminta
pendampingan kepada perangkat organisasinya masingmasing;
5) dalam hal pihak pekerja/buruh yang merasa dirugikan bukan anggota serikat pekerja/serikat buruh
dan jumlahnya lebih dari 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh, maka harus menunjuk wakilnya secara
tertulis yang disepakati paling banyak 5 (lima) orang dari pekerja/buruh yang merasa dirugikan;
6) dalam hal perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satuperusahaan, maka masing-
masing serikat pekerja/serikat buruh menunjuk
wakilnya paling banyak 10 (sepuluh) orang.
b. tahap perundingan :
1) kedua belah pihak menginventarisasi dan mengidentifikasi permasalahan;
2) kedua belah pihak dapat menyusun dan menyetujui tata tertib secara tertulis dan jadwal
perundingan yang disepakati;
3) dalam tata tertib para pihak dapat menyepakati bahwa selama perundingan dilakukan, kedua
belah pihak tetap melakukan kewajibannya sebagaimana mestinya;
4) para pihak melakukan perundingan sesuai tata tertib dan jadwal yang disepakati;
5) dalam hal salah satu pihak tidak bersedia melanjutkan perundingan, maka para pihak atau salah
satu pihak dapat mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerja/buruh bekerja walaupun belum mencapai 30 (tiga
puluh) hari kerja;
6) setelah mencapai 30 (tiga puluh) hari kerja, perundingan bipartit tetap dapat dilanjutkan sepanjang
4 1b disepakati oleh para pihak;
7) setiap tahapan perundingan harus dibuat risalah yang ditandatangani oleh para pihak, dan apabila
salah satu pihak tidak bersedia menandatangani, maka hal ketidaksediaan itu dicatat dalam risalah
dimaksud;
8) hasil akhir perundingan dibuat dalam bentuk risalah akhir yang sekurangkurangnya memuat :
1. nama lengkap dan alamat para pihak;
2. tanggal dan tempat perundingan;
3. pokok masalah atau objek yang diperselisihkan;
4. pendapat para pihak;
5. kesimpulan atau hasil perundingan;
6. tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.
9) rancangan risalah akhir dibuat oleh pengusaha dan ditandatangani oleh kedua belah pihak atau
salah satu pihak bilamana pihak lainnya tidak bersedia menandatanganinya;

c. tahap setelah selesai perundingan :


1) dalam hal para pihak mencapai kesepakatan, maka dibuat Perjanjian Bersama yang
ditandatangani oleh para perunding dan didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial di
Pengadilan Negeri wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama;
2) apabila perundingan mengalami kegagalan maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan
perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota
4 1c
tempat pekerja/buruh bekerja dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui
perundingan bipartit telah dilakukan.
(2) Contoh bentuk permintaan perundingan secara bipartit, daftar hadir perundingan, risalah
perundingan penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara bipartit, perjanjian bersama, dan
contoh permohonan pencatatan perselisihan hubungan industrial sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I sampai dengan Lampiran V Peraturan Menteri ini.

4 2

b. tahap perundingan :
1) kedua belah pihak menginventarisasi dan mengidentifikasi permasalahan;
2) kedua belah pihak dapat menyusun dan menyetujui tata tertib secara tertulis dan jadwal
perundingan yang disepakati;
3) dalam tata tertib para pihak dapat menyepakati bahwa selama perundingan dilakukan, kedua
belah pihak tetap melakukan kewajibannya sebagaimana mestinya;
4) para pihak melakukan perundingan sesuai tata tertib dan jadwal yang disepakati;
5) dalam hal salah satu pihak tidak bersedia melanjutkan perundingan, maka para pihak atau salah
satu pihak dapat mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerja/buruh bekerja walaupun belum mencapai 30 (tiga
puluh) hari kerja;
6) setelah mencapai 30 (tiga puluh) hari kerja, perundingan bipartit tetap dapat dilanjutkan sepanjang
disepakati oleh para pihak;
7) setiap tahapan perundingan harus dibuat risalah yang ditandatangani oleh para pihak, dan apabila
salah satu pihak tidak bersedia menandatangani, maka hal ketidaksediaan itu dicatat dalam risalah
dimaksud;
8) hasil akhir perundingan dibuat dalam bentuk risalah akhir yang sekurangkurangnya memuat :
1. nama lengkap dan alamat para pihak;
2. tanggal dan tempat perundingan;
3. pokok masalah atau objek yang diperselisihkan;
4. pendapat para pihak;
5. kesimpulan atau hasil perundingan;
6. tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.
9) rancangan risalah akhir dibuat oleh pengusaha dan ditandatangani oleh kedua belah pihak atau
salah satu pihak bilamana pihak lainnya tidak bersedia menandatanganinya;
c. tahap setelah selesai perundingan :
1) dalam hal para pihak mencapai kesepakatan, maka dibuat Perjanjian Bersama yang
ditandatangani oleh para perunding dan didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial di
Pengadilan Negeri wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama;
2) apabila perundingan mengalami kegagalan maka salah satu atau kedua belah pihak
mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
kabupaten/kota tempat pekerja/buruh bekerja dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya
penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.
(2) Contoh bentuk permintaan perundingan secara bipartit, daftar hadir perundingan, risalah
perundingan penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara bipartit, perjanjian bersama, dan
contoh permohonan pencatatan perselisihan hubungan industrial sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I sampai dengan Lampiran V Peraturan Menteri ini.

Pasal 136
(1) Penyelesaian perselisishan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh
pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara
musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/buruh
atau serikat pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial
yang diatur dengan undang-undang.

Pasal 151
(2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari
maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat
pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak
menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan
persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah
memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Pasal 1
1. Peraturan Perusahaan yang selanjutnya disingkat PP adalah peraturan yang dibuat secara tertulis
oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.
2. Perjanjian Kerja Bersama yang selanjutnya disingkat PKB adalah perjanjian yang merupakan hasil
Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran
47 Peraturan Menaker No. 28 Tahun 2014 perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang
Perjanjian Kerja Bersama
tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau
beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan
kewajiban kedua belah pihak.

Pasal 2
(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib
membuat PP.
(2) PP sekurang-kurangnya memuat:
a. hak dan kewajiban pengusaha;
b. hak dan kewajiban pekerja/buruh;
c. syarat kerja; d. tata tertib perusahaan;
e. jangka waktu berlakunya PP; dan
f. hal-hal yang merupakan pengaturan lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan.
(3) Syarat kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf c memuat hal-hal yang belum diatur
dalam peraturan perundang-undangan, ketentuan yang lebih baik dari peraturan perundang-
undangan, dan rincian pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
(4) Syarat kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf c memuat hal-hal yang belum diatur
dalam peraturan perundang-undangan, ketentuan yang lebih baik dari peraturan perundang-
undangan, dan rincian pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam hal PP akan mengatur kembali materi dari peraturan perundangundangan maka PP
tersebut mengatur lebih baik atau minimal sama dengan ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan
Pasal 3
(1) Dalam 1 (satu) perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) PP yang berlaku bagi seluruh
pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan baik PKWT maupun PKWTT.
(2) Dalam hal perusahaan yang bersangkutan memiliki cabang/unit kerja/ perwakilan, PP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku di semua cabang/unit kerja/perwakilan perusahaan.
(3) Cabang/unit kerja/kantor perwakilan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
membuat PP turunan yang berlaku di masing-masing cabang/unit kerja/perwakilan perusahaan.
(4) PP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat ketentuan-ketentuan yang berlaku umum di
seluruh cabang/unit kerja/perwakilan perusahaan dan PP turunan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) memuat ketentuan khusus yang disesuaikan dengan kondisi cabang/unit kerja/perwakilan
perusahaan masing-masing.
(5) Dalam hal PP turunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum disahkan oleh instansi yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan setempat, maka PP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap berlaku di cabang/unit kerja/perwakilan perusahaan
yang bersangkutan.
(6) Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam 1 (satu) grup, maka PP dibuat oleh masing-
masing perusahaan.

Pasal 4
(1) PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dibuat dan disusun oleh pengusaha dengan
memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
(2) Wakil pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat tidak memberikan saran dan
pertimbangan terhadap PP yang diajukan oleh pengusaha.
(3) Wakil pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih oleh pekerja/buruh secara
demokratis mewakili dari setiap unit kerja yang ada di perusahaan.
(4) Apabila di perusahaan telah terbentuk serikat pekerja/serikat buruh, maka wakil pekerja/buruh
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengurus serikat pekerja/serikat buruh.
(5) Dalam hal di perusahaan sudah terbentuk serikat pekerja/serikat buruh namun keanggotaannya
tidak mewakili mayoritas pekerja/buruh di perusahaan tersebut, maka pengusaha selain
memperhatikan saran dan pertimbangan dari pengurus serikat pekerja/serikat buruh harus juga
memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh yang tidak menjadi anggota serikat
pekerja/serikat buruh.
(6) Saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperselisihkan

Pasal 5
Pembuatan PP merupakan kewajiban dan tanggung jawab pengusaha.

Pasal 6
(1) Pengusaha harus menyampaikan naskah rancangan PP kepada wakil pekerja/buruh dan/atau
serikat pekerja/serikat buruh untuk mendapatkan saran dan pertimbangan.
(2) Saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh terhadap
naskah rancangan PP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah diterima oleh pengusaha
dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya naskah rancangan PP oleh wakil
pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.
(3) Dalam hal wakil pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh telah menyampaikan saran
dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka pengusaha memperhatikan saran
dan pertimbangan wakil pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh tersebut.
(4) Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wakil
pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh tidak memberikan saran dan pertimbangan,
maka pengusaha dapat mengajukan pengesahan PP disertai bukti berupa surat permintaan saran
dan pertimbangan dari pengusaha kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.

Pasal 7
(1) Pengesahan PP dilakukan oleh:
a. Kepala SKPD bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota, untuk perusahaan yang terdapat hanya
dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota;
b. Kepala SKPD bidang ketenagakerjaan provinsi, untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1
(satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi;
c. Direktur Jenderal, untuk perusahaan yang terdapat pada lebih dari 1 (satu) provinsi.
(2) Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat mendelegasikan
kewenangan pengesahan PP kepada Direktur yang menyelenggarakan urusan di bidang
persyaratan kerja.
Pasal 8
(1) Pengusaha harus mengajukan permohonan pengesahan PP kepada Pejabat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7.
(2) Permohonan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan: a. naskah
PP yang telah ditandatangani oleh pengusaha; dan b. bukti telah dimintakan saran dan
pertimbangan dari serikat pekerja/serikat buruh dan/atau wakil pekerja/buruh apabila di perusahaan
tidak ada serikat pekerja/serikat buruh.
(3) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 harus melakukan penelitian terhadap: a.
kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan b. materi PP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(4) Materi PP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b tidak boleh lebih rendah dari peraturan
perundang-undangan.
(5) Penelitian terhadap materi PP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan paling
lama 6 (enam) hari kerja.
(6) Bentuk permohonan pengesahan, surat pernyataan sebagai bukti telah dimintakan saran dan
pertimbangan dari serikat pekerja/serikat buruh, dan surat pernyataan sebagai bukti tidak ada serikat
pekerja/serikat buruh di perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan Lampiran
I, Lampiran II, dan Lampiran III Peraturan Menteri ini.

Pasal 9
(1) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (4) tidak
memenuhi persyaratan, maka pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 memberitahukan
secara tertulis kepada pengusaha mengenai perbaikan PP.
(2) Dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan diterima oleh
pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha wajib menyampaikan kembali PP
yang telah diperbaiki kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(3) Dalam hal pengusaha tidak menyampaikan kembali PP sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
maka proses pengesahan dimulai dari awal sebagaimana diatur dalam Pasal 8.

Pasal 2
(1) Peserta merupakan Pekerja yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara.
(2) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Peserta penerima upah yang terdiri atas:
a. Pekerja pada perusahaan; dan
48 Peraturan Menaker No. 29 Tahun 2015 Tata Cara Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Dan Penghentian Manfaat Jaminan Pensiun b. Pekerja pada orang perseorangan.
(3) Selain Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemberi Kerja dapat mengikuti program
Jaminan Pensiun sesuai dengan penahapan kepesertaan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 3
(1) Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) yang wajib mendaftarkan
Pekerjanya untuk mengikuti program Jaminan Pensiun adalah Pemberi Kerja dengan skala:
a. usaha besar; dan
b. usaha menengah.
(2) Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mempunyai kriteria:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah)
(3) Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mempunyai kriteria:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
(4) Dalam hal terjadi perubahan skala usaha, Pemberi Kerja tidak dapat mengurangi hak Pekerja
untuk melanjutkan kepesertaan program Jaminan Pensiun yang diikutinya.

Pasal 11
(1) Manfaat Pensiun diajukan oleh Peserta atau ahli waris Peserta yang terdaftar sebagai Penerima
Manfaat Pensiun di BPJS Ketenagakerjaan.
(2) Pembayaran Manfaat Pensiun yang diajukan oleh Peserta atau ahli waris Peserta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Pasal 12
(1) BPJS Ketenagakerjaan menyampaikan surat pemberitahuan Usia Pensiun paling lama 3 (tiga)
bulan sebelum Peserta mencapai Usia Pensiun, dengan
melampirkan:
a. formulir data Peserta; dan
b. susunanPenerima Manfaat Pensiun.
(2) Pemberitahuan Usia Pensiun untuk Peserta aktif diberikan melalui surat pemberitahuan atau
media elektronik atau kanal lain yang ditetapkan oleh BPJS Ketenagakerjaan
(3) Surat pemberitahuan Usia Pensiun untuk Peserta non aktif diberikan melalui alamat Peserta yang
terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
(4) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) mengembalikan formulir data Peserta
dan susunan Penerima Manfaat Pensiun kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 1 (satu)
bulan sebelum memasuki Usia Pensiun.

Pasal 3
(1) Kepesertaan pada program Jaminan Pensiun mulai berlaku sejak Pekerja terdaftar dan Iuran
pertama telah dibayarkan dan disetor oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara kepada
BPJS Ketenagakerjaan.
Peraturan Pemerintah No 45 Tahun 2015 Penyelenggaraan Program Pensiun (2) BPJS Ketenagakerjaan memberikan bukti pembayaran Iuran pertama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara.
(3) Bukti pembayaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bukti terdaftarnya
Peserta dan dasar dimulainya perlindungan Jaminan Pensiun.
(4) Kepesertaan Jaminan Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir pada saat Peserta:
a. meninggal dunia; atau
b. mencapai Usia Pensiun dan menerima akumulasi Iuran beserta hasil pengembangannya secara
sekaligus

Pasal 4
(1) Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib mendaftarkan seluruh Pekerjanya kepada
Pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan sebagai Peserta sesuai penahapan kepesertaan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib mendaftarkan Pekerja yang baru paling lama
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Pekerja tersebut mulai bekerja.

BAB III
TATA CARA PELAPORAN DAN PENETAPAN JAMINAN BAGI PESERTA BPJS
KETENAGAKERJAAN
Pasal 7
(1) Pemberi Kerja wajib melaporkan setiap kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja .yang
menimpa pekerjanya kepada BPJS Ketenagakerjaan dan dinas yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak terjadinya kecelakaan kerja sebagai
laporan tahap I
Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Dan Jaminan
49 Peraturan Menaker No. 26 Tahun 2015 (2) Pemberi Kerja wajib melaporkan akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja kepada BPJS
Hari Tua Bagi Peserta Penerima Upah
Ketenagakerjaan dan Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat tidak
lebih dari 2 x 24 jam sejak pekerja dinyatakan sembuh, cacat, atau meninggal dunia sebagai laporan
tahap II, berdasarkan surat keterangan dokter yang menerangkan bahwa:
a. keadaan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) telah berakhir;
b. cacat total tetap;
c. cacat sebagian anatomis;
d. cacat sebagian fungsi; atau
e. meninggal dunia.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekaligus merupakan pengajuan manfaat JKK
kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:
a. fotokopi kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);
c. surat keterangan dokter yang memeriksa/merawat dan/atau dokter penasehat;
d. kuitansi biaya pengangkutan;
e. kuitansi biaya pengobatan dan/atau perawatan; dan
f. dokumen pendukung lainnya apabila diperlukan.
(4) Kuitansi biaya pengobatan dan/atau perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e
dapat dimintakan penggantian kepada BPJS Ketenagakerjaan dalam hal fasilitas pelayanan
kesehatan yang digunakan belum bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan karena di lokasi
tempat terjadinya kecelakaan tidak terdapat fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerjasama
dengan BPJS Ketenagakerjaan.
(5) Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah lengkap, BPJS Ketenagakerjaan
menghitung dan membayar kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(6) Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak lengkap, BPJS ketenagakerjaan
memberitahukan kepada Pemberi Kerja paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak laporan tahap II
diterima.
(7) Mekanisme pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan baik
secara manual dan/atau melalui media elektronik.
Jaminan Kematian
Pasal 8
(1) Pemberi Kerja atau ahli waris melaporkan dan mengajukan permohonan manfaat JKM kepada
BPJS Ketenagakerjaan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:
a. kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);
c. surat keterangan kematian dari pejabat yang berwenang;
d. fotokopi kartu keluarga;
e. surat keterangan ahli waris dari pejabat yang berwenang; dan
f. dokumen pendukung lainnya apabila diperlukan.
(2) Berdasarkan pelaporan dan pengajuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS
Ketenagakerjaan membayar manfaat JKM kepada ahli waris paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak
dipenuhinya persyaratan secara lengkap dan benar kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Jaminan Hari Tua


Pasal 9
Tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat JHT mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Tunjangan Hari Raya Keagamaan yang selanjutnya disebut THR Keagamaan adalah pendapatan
non upah yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh atau keluarganya
menjelang Hari Raya Keagamaan.
2. Hari Raya Keagamaan adalah Hari Raya Idul Fitri bagi Pekerja/Buruh yang beragama Islam, Hari
Raya Natal bagi Pekerja/Buruh yang beragama Kristen Katholik dan Kristen Protestan, Hari Raya
Nyepi bagi Pekerja/Buruh yang beragama Hindu, Hari Raya Waisak bagi Pekerja/Buruh yang
beragama Budha, dan Hari Raya Imlek bagi Pekerja/Buruh yang beragama Konghucu.
50 Peraturan Menaker No. 06 Tahun 2016 Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/buruh Di Perusahaan 3. Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik
sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.
4. Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam
bentuk lain.

Pasal 2
(1) Pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh yang telah mempunyai
masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih.
(2) THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Pekerja/Buruh yang
mempunyai hubungan kerja dengan Pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu
atau perjanjian kerja waktu tertentu.

Pasal 3
(1) Besaran THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan sebagai
berikut:
a. Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau
lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah;
b. Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang
dari 12 (dua belas) bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan:
(masa kerja ÷ 12) × 1 (satu) bulan upah.
(2) Upah 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas komponen upah:
a. upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wages); atau
b. upah pokok termasuk tunjangan tetap.
(3) Bagi Pekerja/Buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah 1 (satu) bulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sebagai berikut:
a. Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan atau lebih, upah 1 (satu)
bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 (dua belas) bulan terakhir
sebelum Hari Raya Keagamaan;
b. Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, upah 1 (satu) bulan
dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
Pasal 4
Apabila penetapan besaran nilai THR Keagamaan berdasarkan perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai
THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), THR Keagamaan yang dibayarkan
kepada Pekerja/Buruh sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja
bersama atau kebiasaan yang telah dilakukan.

Pasal 5
(1) THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun sesuai dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing Pekerja/Buruh.
(2) Dalam hal Hari Raya Keagamaan yang sama terjadi lebih dari 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun,
THR Keagamaan diberikan sesuai dengan pelaksanaan Hari Raya Keagamaan.
(3) THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan sesuai dengan Hari Raya
Keagamaan masing-masing Pekerja/Buruh, kecuali ditentukan lain sesuai dengan kesepakatan
Pengusaha dan Pekerja/Buruh yang dituangkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
(4) THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dibayarkan oleh
Pengusaha paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan.

Pasal 6
THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diberikan dalam bentuk uang
dengan ketentuan menggunakan mata uang rupiah Negara Republik Indonesia.

Pasal 7
(1) Pekerja/buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu dan
mengalami pemutusan hubungan kerja terhitung sejak 30 (tiga puluh) hari sebelum Hari Raya
Keagamaan, berhak atas THR Keagamaan.
(2) THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk tahun berjalan pada saat
terjadinya pemutusan hubungan kerja oleh Pengusaha.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pekerja/Buruh yang
hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu, yang berakhir sebelum Hari Raya
Keagamaan.

Tata Cara Pemberian Program Kembali Kerja Serta Kegiatan Promotif Dan Kegiatan Preventif
51 Peraturan Menaker No. 10 Tahun 2016
Kecelakaan Kerja Dan Penyakit Akibat Kerja.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Kebutuhan Hidup Layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah standar kebutuhan seorang
pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik dalam 1 (satu) bulan.
2. Upah Minimum adalah upah bulanan terendah berupa upah tanpa tunjangan atau upah pokok
termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring pengaman.
3. Dewan Pengupahan Nasional adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit yang
52 Peraturan Menaker No. 21 Tahun 2016 Kebutuhan Hidup Layak
dibentuk oleh Presiden.
4. Dewan Pengupahan Provinsi adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit yang
dibentuk oleh Gubernur.
5. Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit
yang dibentuk oleh Bupati/Walikota.
6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang ketenagakerjaan.

Pasal 2
(1) Penetapan Upah Minimum oleh gubernur dilakukan setiap tahun berdasarkan KHL dan dengan
memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
(2) Penetapan Upah Minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan menggunakan
formula perhitungan Upah Minimum.
(3) Formula perhitungan Upah Minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu Upah Minimum
tahun berjalan ditambah dengan hasil perkalian antara Upah Minimum tahun berjalan dengan
penjumlahan tingkat inflasi nasional tahun berjalan dan tingkat pertumbuhan produk domestik bruto
tahun berjalan.
(4) Dalam penetapan Upah Minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KHL terdapat pada
Upah Minimum tahun berjalan.

Pasal 3
(1) Dalam penetapan Upah Minimum setiap tahun, terdapat penyesuaian nilai KHL.
(2) Penyesuaian nilai KHL sebagaimana dimaksud pada ayat ( I) secara langsung terkoreksi melalui
perkalian antara Upah Minimum tahun berjalan dengan tingkat inflasi nasional tahun berjalan.

Pasal 4
(1) KHL terdiri atas beberapa komponen.
(2) Komponen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas beberapa jenis kebutuhan hidup.
Pasal 5
(1) Komponen dan jenis kebutuhan hidup ditinjau dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
(2) Peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui 2 (dua) tahapan:
a. pengkajian; dan
b. penetapan hasil peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup.

Pasal 6
Peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup dilakukan oleh Menteri dengan
mempertimbangkan hasil kajian yang dilaksanakan oleh Dewan Pengupahan Nasional.

Pasal 7
(1) Kajian yang dilaksanakan oleh Dewan Pengupahan Nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 diawali dengan pengumpulan data dan informasi.
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dan lembaga yang
berwenang di bidang statistik.
(3) Permintaan data dan informasi disampaikan secara tertulis oleh Menteri kepada lembaga yang
berwenang di bidang statistik.
(4) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai bahan untuk
melakukan peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup yang sedang berlaku.
(5) Kajian oleh Dewan Pengupahan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
tahun keempat dalam periode 5 (lima) tahun dan paling lambat selesai pada bulan Oktober tahun
yang sama.

Pasal 8
(1) Hasil kajian Dewan Pengupahan Nasional berupa rekomendasi.
(2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri paling lambat
bulan November tahun keempat dalam periode 5 (lima) tahun.

Penetapan Hasil Peninjauan Komponen dan Jenis Kebutuhan Hidup


Pasal 9
(1) Menteri menetapkan basil peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup dengan
mempertimbangkan rekomendasi Dewan Pengupahan Nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat bulan Januari tahun
kelima dalam periode 5 (lima) tahun.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Manfaat layanan tambahan adalah fasilitas pembiayaan perumahan dan/atau manfaat lain yang
diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada Peserta program JHT.
2. Jaminan Hari Tua yang selanjutnya disingkat JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan
Tata Cara Pemberian, Persyaratan, dan Jenis Manfaat Layanan Tambahan Dalam Program Jaminan
53 Peraturan Menaker No. 35 Tahun 2016 sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total
Hari Tua 
tetap.
3. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya
yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lainnya.
4. Peserta JHT yang selanjutnya disebut Peserta adalah setiap orang termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang telah membayar iuran program JHT.

Pasal 2
BPJS Ketenagakerjaan dapat memberikan Manfaat Layanan Tambahan kepada Peserta yang
memenuhi persyaratan berupa fasilitas pembiayaan perumahan dan/atau manfaat lain.

Pasal 3
(1) Jenis Manfaat Layanan Tambahan berupa fasilitas pembiayaan perumahan sebagaimana
dimaksuf dalam Pasal 2 meliputi :
a. PUMP;
b. KPR
c. PRP
(2) Jenis Manfaat Layanan Tambahan berupa manfaat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
berupa fasilitas pembiayaan Perumahan Pekerja
(3) Manfaat Layanan Tambahan dan manfaat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
bersumber dari dana investasi JHT sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Pemagangan adalah bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan
secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara
langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja yang lebih
54 Peraturan Menaker No. 36 Tahun 2016 Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri  berpengalaman dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan,
dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.
2. Pemagangan
Pasal 2 di dalam negeri adalah pemagangan yang diselenggarakan oleh
perusahaan yang berdomisili
Dalam Peraturan di Negara
Menteri ini yang Kesatuan
dimaksud Republik Indonesia.
dengan:
3.
1.Penyelenggara program
Pemagangan adalah pemagangan
bagian di pelatihan
dari sistem dalam negeri
kerjaadalah perusahaan yangsecara terpadu
yang diselenggarakan
memenuhi
antara persyaratan
pelatihan untukpelatihan
di lembaga menyelenggarakan program
dengan bekerja pemagangan.
secara langsung di bawah bimbingan dan
pengawasan instruktur atau pekerja yang lebih berpengalaman dalam proses produksi barang
dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.
2. Pemagangan di dalam negeri adalah pemagangan yang diselenggarakan oleh perusahaan yang
berdomisili di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Penyelenggara program pemagangan di dalam negeri adalah perusahaan yang memenuhi
persyaratan untuk menyelenggarakan program pemagangan.

Pasal 3
LPK dapat mengikutsertakan peserta pelatihannya untuk mengikuti pemagangan di
perusahaan sebagai satu kesatuan program pemagangan yang diselenggarakan atas
dasar kerjasama dengan perusahaan.

Pasal 4
Perusahaan hanya dapat menerima peserta pemagangan paling banyak 30% dari jumlah karyawan
Pasal 5
(1) Peserta pemagangan di dalam negeri terdiri dari:
a. pencari kerja;
b. siswa LPK; dan
c. tenaga kerja yang akan ditingkatkan kompetensinya.
(2) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengikuti pemagangan apabila telah
memenuhi persyaratan:
a. usia minimal 18 (delapan belas) tahun;
b. memiliki bakat, minat, dan memenuhi persyaratan yang sesuai dengan program pemagangan;
dan
c. menandatangani perjanjian pemagangan.

Pasal 6
Penyelenggara pemagangan harus memiliki:
a. program pemagangan;
b. sarana dan prasarana;
c. tenaga pelatihan dan pembimbing pemagangan; dan
d. pendanaan.

Pasal 7
(1) Program pemagangan dapat disusun oleh perusahaan dan/atau bersama-sama LPK.
(2) Program Pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
memuat:
a. nama program;
b. tujuan program;
c. jenjang kualifikasi tertentu dan/atau kompetensi yang akan dicapai dalam jabatan tertentu;
d. uraian pekerjaan atau unit kompetensi yang akan dipelajari;
e. jangka waktu pemagangan;
f. kurikulum dan silabus; dan
g. sertifikasi.
(3) Program pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada:
a. SKKNI;
b. Standar Internasional; dan/atau
c. Standar Khusus.
(4) Jangka waktu pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, dibatasi paling lama 1
(satu) tahun.
(5) Dalam hal untuk mencapai kualifikasi kompetensi tertentu akan memerlukan waktu lebih dari 1
(satu) tahun, maka harus dituangkan dalam perjanjian pemagangan baru dan dilaporkan kepada
dinas kabupaten/kota setempat.
(6) Program pemagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diketahui dan disahkan oleh
dinas kabupaten/kota setempat.
Pasal 1
1. Struktur Upah adalah susunan tingkat upah dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi atau
dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah.
2. Skala Upah adalah kisaran nilai nominal upah dari yang terkecil sampai dengan yang terbesar
55 Peraturan Menaker No. 01 Tahun 2017 Struktur dan Skala Upah untuk setiap golongan jabatan.
3. Struktur dan Skala Upah adalah susunan tingkat upah dari yang terendah sampai dengan yang
tertinggi atau dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah yang memuat kisaran nilai nominal
upah dari yang terkecil sampai dengan yang terbesar untuk setiap golongan jabatan.
4. Golongan Jabatan adalah pengelompokan jabatan berdasarkan nilai atau bobot jabatan.

Pasal 2
(1) Struktur dan Skala Upah wajib disusun oleh Pengusaha dengan memperhatikan golongan,
jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.

Pasal 3
(1) Upah yang tercantum dalam Struktur dan Skala Upah merupakan upah pokok.
(2) Upah pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan imbalan dasar yang dibayarkan
kepada Pekerja/Buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarannya ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.

Pasal 4
(1) Penyusunan Struktur dan Skala Upah dapat menggunakan tahapan:
a. analisa jabatan;
b. evaluasi jabatan; dan
c. penentuan Struktur dan Skala Upah.
Pasal 5
Struktur dan Skala Upah ditetapkan oleh pimpinan Perusahaan dalam bentuk surat keputusan.
Pasal 6
Dalam menyusun Struktur dan Skala Upah, Pengusaha dapat mengunakan contoh penyusunan
Struktur dan Skala Upah tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini atau menggunakan metode lain.
Pasal 7
(1) Struktur dan Skala Upah berlaku bagi setiap Pekerja/Buruh yang mempunyai hubungan kerja
dengan Pengusaha di Perusahaan yang bersangkutan.
(2) Struktur dan Skala Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman
untuk penetapan upah berdasarkan satuan waktu.

Pasal 8
(1) Struktur dan Skala Upah wajib diberitahukan kepada seluruh Pekerja/Buruh oleh Pengusaha.
(2) Pemberitahuan Struktur dan Skala Upah kepada seluruh Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan secara perorangan.
(3) Struktur dan Skala Upah yang diberitahukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya Struktur dan Skala Upah pada Golongan Jabatan sesuai dengan jabatan Pekerja/Buruh
yang bersangkutan.

Pasal 10
(1) Struktur dan Skala Upah dapat ditinjau oleh Pengusaha.
(2) Hasil peninjauan Struktur dan Skala Upah diberitahukan kepada Pekerja/Buruh yang Golongan
Jabatannya mengalami perubahan.

Pasal 1
1. Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat TKA adalah warga negara asing pemegang visa
56 Peraturan Menaker No. 10 Tahun 2018 Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia.
2. Tenaga Kerja Pendamping adalah tenaga kerja Indonesia yang ditunjuk dan dipersiapkan sebagai
pendamping dalam rangka alih teknologi dan alih keahlian.
Pasal 4
(1) Setiap Pemberi Kerja TKA dapat mempekerjakan TKA sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
(2) Setiap Pemberi Kerja TKA mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis
jabatan yang tersedia.
(3) Setiap Pemberi Kerja TKA dilarang mempekerjakan TKA pada jabatan-jabatan yang tidak boleh
diisi oleh TKA atau jabatan yang tertutup bagi TKA.
(4) Setiap Pemberi Kerja TKA yang mempekerjakan TKA wajib:
a. memiliki RPTKA yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk;
b. membayar DKP-TKA untuk setiap TKA yang dipekerjakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. mengikutsertakan TKA dalam program asuransi di perusahaan asuransi berbadan hukum
Indonesia yang bekerja kurang dari 6 (enam) bulan;
d. mengikutsertakan TKA dalam program Jaminan Sosial Nasional yang bekerja paling singkat 6
(enam) bulan;
e. menunjuk Tenaga Kerja Pendamping dalam rangka alih teknologi dan keahlian TKA;

Pasal 5
Setiap TKA yang dipekerjakan oleh Pemberi Kerja TKA wajib:
a. memiliki pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA;
b. memiliki sertifikat kompetensi atau memiliki pengalaman kerja paling sedikit 5 (lima) tahun yang
sesuai dengan kualifikasi jabatan yang akan diduduki TKA;
c. mengalihkan keahliannya kepada Tenaga Kerja Pendamping;
d. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak bagi TKA yang sudah bekerja lebih dari 6 (enam) bulan; dan
e. memiliki Itas untuk bekerja yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.

Pasal 7
(1) TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan tertentu.
(2) Jabatan yang dilarang diduduki oleh TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Menteri.
(3) Penetapan jabatan yang dilarang diduduki oleh TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat masukan dari kementerian/lembaga terkait.

Pasal 5A
(1) Untuk pertama kali pelaksanaan pelaporan ketenagakerjaan pengusaha melakukan pengisian
data melalui sistem OSS dengan alamat://oss.go.id
(2) Dalam hal pengisian data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dilakukan secara lengkap
Perubahan atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2017 tentang Tata Cara Wajib
57 Peraturan Menaker No. 04 Tahun 2019 dan benar, Pengusaha memperoleh NIB yang sekaligus merupakan nomor pelaporan wajib lapor
Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan Dalam Jaringan.
ketenagakerjaan perusahaan.
(3) Untuk melakukan kewajiban pelaporan periode selanjutnya, pengusaha melakukan pelaporan
secara daring melalui sistem wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan dengan alamat
http://wajiblapor.kemnaker.go.id

Pasal 16
Pengelolaan jaringan dan basis data sistem wajib lapor ketenagakerjaan yang terintegrasi dengan
sistem OSS dilakukan oleh Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan melalui Pusat
Data dan Informasi Ketenagakerjaan

Pasal 1
1. Perusahaan pemberi pekerjaan adalah perusahaan yang menyerahkan sebagian pelaksanaan
pekerjaannya kepada perusahaan penerima pemborongan atau perusahaan penyedia jasa
58 Peraturan Menaker No. 19 Tahun 2012 Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain pekerja/buruh.
2. Perusahaan penerima pemborongan adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yang
memenuhi syarat untuk menerima pelaksanaan sebagian pekerjaan dari perusahaan pemberi
pekerjaan.
Pasal 3
(1) Perusahaan pemberi pekerjaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan penerima pemborongan.
(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penerima pemborongan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan
pekerjaan;
b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan, dimaksudkan
untuk memberi penjelasan tentang cara melaksanakan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan;
c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya kegiatan tersebut
merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan kegiatan utama sesuai
dengan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan oleh asosiasi sektor usaha
yang dibentuk sesuai peraturan perundang-undangan; dan
d. tidak menghambat proses produksi secara langsung, artinya kegiatan tersebut merupakan
kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberi pekerjaan, proses
pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Pasal 9
(1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan secara tertulis.
(2) Perjanjian pemborongan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
harus memuat:
a. hak dan kewajiban masing-masing pihak;
b. menjamin terpenuhinya perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh sesuai
peraturan perundang-undangan; dan
c. memiliki tenaga kerja yang mempunyai kompetensi di bidangnya.

Pasal 10
(1) Perjanjian pemborongan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus didaftarkan
oleh perusahaan penerima pemborongan kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang
ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pemborongan pekerjaan dilaksanakan.
(2) Pendaftaran perjanjian pemborongan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
setelah perjanjian tersebut ditandatangani oleh perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan
penerima pemborongan, paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum pekerjaan dilaksanakan.

Pasal 12
Perusahaan penerima pemborongan harus memenuhi persyaratan:
a. berbentuk badan hukum;
b. memiliki tanda daftar perusahaan;
c. memiliki izin usaha; dan
d. memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan.

Pasal 17
(1) Perusahaan pemberi pekerjaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang
dibuat secara tertulis.
(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus merupakan kegiatan jasa penunjang atau yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi.
(3) Kegiatan jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. usaha pelayanan kebersihan (cleaning service);
b. usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering);
c. usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan);
d. usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan; dan
e. usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh.
Pasal 19
Perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
sekurang-kurangnya memuat:
a. jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh;
b. penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh bersedia menerima pekerja/buruh
dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelumnya untuk jenis pekerjaan yang terus menerus
ada di perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh; dan
c. hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruh yang
dipekerjakannya berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu
tertentu.

Pasal 19
Perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) paling
sedikit memuat:
a. jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh Pekerja/Buruh dari perusahaan penyedia jasa
Pekerja/Buruh
b. Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa Pekerja/Buruh bersedia menerima Pekerja/Buruh
Perubahan atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat
59 Peraturan Menaker No. 11 Tahun 2019 dari perusahaan penyedia Jasa Pekerja/Buruh sebelumnya untuk jenis pekerjaan yang terus
Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain
menerus ada di perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia
jasa Pekerja/Buruh;
c. Hubungan kerja antara perusahaan Penyedia jasa Pekerja/Buruh dengan Pekerja/Buruh yang
dipekerjakannya berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu; dan
d. Kewajiban memenuhi hak pekerja/buruh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 1
Perubahan Atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 Tentang
60 Peraturan Menaker No. 27 Tahun 2014 5a. Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau
Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain
pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Negara Republik Indonesia.

Pasal 25A
Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh merupakan penanam modal asing, maka izin
operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman
Modal.

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA (MINISTERIAL OF WORKERS REGULATION)

61 Keputusan Menaker KEP.201/MEN/2001 Keterwakilan dalam kelembagaan hubungan industrial

62 Keputusan Menaker KEP.235/MEN/2003 Jenis-jenis kerjaan yang membahayakan kesehatan atau moral anak-anak

63 Keputusan Menaker KEP.232/MEN/2003 Akibat hukum mogok kerja yang tidak sah

64 Keputusan Menaker KEP.233/MEN/2003 Jenis dan sifat pekerjaan yang dijalankan secara terus menerus

65 Keputusan Menaker KEP.51/MEN/IV/2004 Istirahat panjang pada perusahaan tertentu

66 Keputusan Menaker KEP.102/MEN/VI/2004 Waktu Kerja Lembur Dan Upah Kerja Lembur

67 Keputusan Menaker KEP.261/MEN/XI/2004 Perusahaan yang wajib melaksanaan pelatihan kerja

68 Keputusan Menaker No. 40 Tahun 2012 Jabatan-jabatan tertentu yang dilarang diduduki tenaga kerja asing

DEPARTEMENT KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Tentang perubahan keputusan direktorat jenderal pajak no KEP-545/PJ/2000 tentang petunjuk


69 PER.15/PJ/2006 Pph 21 baru pelaksanaan pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 dan pasal 26
sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi

PERATURAN MENTERI KEUANGAN


Tata cara pemotongan pajak penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun tunjangan
70 Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.03/2010
hari tua dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus
SURAT EDARAN MENAKER

Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
71 Surat Edaran Menaker SE.04/MEN/VIII/2013 Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan
Kepada Perusahaan Lain

72 Surat Edaran Menaker No. 02 Tahun 2019 Pelaksanaan Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2019 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan

73 Surat Edaran Menaker No. 01 Tahun 2019 Hari Libur Bagi Pekerja/Buruh Pada Pelaksanaan Pemungutan Suara Pemilihan Umum Tahun 2019
Pemberlakuan Wajib Sertifikasi Kompetensi terhadap Jabatan Bidang ManajemenSumber Daya
74 Surat Edaran Menaker M/5/HK.04.00/VII/2019
Manusia

I. 4. Memerintahkan setiap pimpinan perusahaan untuk melakukan antisipasi penyebaran Covid-19


pada pekerja atau buruh dengan melakukan tindakan-tindakan pencegahan seperti perilaku hidup
bersih dan sehat dengan mengintegrasikan dalam program K3, Pemberdayaan Panitia Pembina
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (P2K3) dan optimalisasi fungsi pelayanan kesehatan kerja.
I. 5. Mendorong setiap pimpinan perusahaan untuk segera membuat rencana kesiapsiagaan dalam
menghadapi pandei Covid-19 dengan tujuan memperkecil resiko penularan ditempat kerja dan
menjaga kelangsungan usaha.
I.6. Dalam hal terdapat pekerja/buruh atau pengusaha yang beresiko, diduga atau mengalami sakit
akibat Covid-19, maka dilakukan langkah-langkah penanganan sesuai standard kesehatan yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.

Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan II. Melaksanakan pelindungan pengupahan bagi pekerja/buruh terkait pandemi Covid-19
75 Surat Edaran Menaker M/3/HK.04/III/2020
Penanggulangan Covid-19 II.1 Bagi pekerja/buruh yang dikategorikan sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) terkait Covid-
19 berdasarkan keterangan dokter sehingga tidak dapat masuk kerja paling lama 14 (empat belas)
hari atau sesuai standar Kementerian Kesehatan, maka upahnya dibayarkan secara penuh.
II.2 Bagi pekerja/buruh yang dikategorikan kasus suspek Covid-19 dan dikarantina/diisolasi menurut
keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan secara penuh selama menjalani masa
karantina/isolasi.
II.3 Bagi pekerja/buruh yang tidak masuk kerja karena sakit Covid-19 dan dibuktikan dengan
keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan sesuai peraturan perundang-undangan.
II.4 Bagi perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah
didaerah masing-masing guna pencegahan dan penanggulangan Covid-19, sehingga menyebabkan
sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya tidak masuk kerja, dengan mempertimbangkan
kelangsungan usaha maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah pekerja/buruh
dilakukan sesuai kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.

UU TENTANG KETENAGAKERJAAN NO. 13 TAHUN 2003 - ETIK

Pasal 5: Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh
76 UU NO. 13 TAHUN 2003, BAB III, pasal 5 dan 6 pekerjaan.
Pasal 6: Setiap pekerja /buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi.
Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas dan obyektif, serta adil
77 UU NO. 13 TAHUN 2003, BAB IV, pasal 32 ayat 1
dan setara tanpa diskriminasi.
HIMBAUAN

1. a. Melakukan pengecekan suhu tubuh kepada setiap karyawan saat datang dan pulang kerja.
b. Sering mencuci tangan dengan sabun
c. Menyediakan Hand Sanitizer dilingkungan perusahaan
d. Menyediakan masker untuk setiap karyawan.
e. Menyediakan durasi waktu yang cukup saat kepulangan dan kedatangan karyawan shift yang
berbeda, sehingga tidak terjadi pertemuan atau penumpukan karyawan.
f. Mengatur jumlah dan posisi karyawan pada waktu istirahat makan serta tidak saling berhadapan
78 Himbauan Walikota Batam Nomor: 263 Tahun 2020 Peningkatan kewaspadaan terhadap resiko penularan infeksi corona virus disease-19 (Covid-19) saat sedang makan.
g. Menghimbau pekerja untuk kembali setelah melakukan pekerjaan dan menghindari tempat-tempat
keramaian.

2. Mendorong pimpinan perusahaan membuat rencana kesiap siagaan dalam menghadapi pandemi
Covid-19 dengan tujuan memperkecil resiko penularan ditempat kerja dan menjaga kelangsungan
usaha.
Agar setiap pimpinan perusahaan melaporkan kepada Dinas Tenaga Kerja Kota Batam terkait
pelaksanaan pencegahan dan sebagaimana dimaksud butir 1 dan 2 diatas

Sources: Government (Disnaker) / https://jdih.kemnaker.go.id


Update schedule: Minimum one time in a month
ON
A)

STATUS PEMENUHAN DEPARTMENT


IMPLEMENTASI
YES NO TERKAIT

√ HR & Admin Serikat Pekerja, LKS Bipartite

√ HR & Admin Company Policy

√ HR & Admin Company Policy

√ HR & Admin Company Policy

√ HR & Admin Company Policy

√ HR & Admin Company Policy, Memberikan Upah yang sama pada nilai pekerjaan yang sama

√ HR & Admin Company Policy

√ HR & Admin Struktur skala upah

√ HR & Admin Struktur skala upah

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

- Wajib Lapor Ketenagakerjaan


√ HR & Admin
- NIB

- Wajib Lapor Ketenagakerjaan


√ HR & Admin
- NIB

- Wajib Lapor Ketenagakerjaan


√ HR & Admin
- NIB

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A


√ HR & Admin - N/A
HR & Admin - N/A

HR & Admin - N/A

HR & Admin - N/A

√ HR & Admin Company Policy

√ HR & Admin JAMSOSTEK

√ HR & Admin Company Policy, Form Over Time

√ HR & Admin Company Policy, Application Form & Copy Identity Card, Company Regulation

√ HR & Admin Perjanjian Kerja

√ HR & Admin Company Policy

√ HR & Admin Company Policy

- Application form
- Job advertisement
√ HR & Admin
- Employement Agreement
- Wage scale structure (Struktur Skala Upah)

√ HR & Admin Company Policy

- BPJS
√ HR & Admin - Company Policy
- Company Regulation

- Company Policy
√ HR & Admin
- Cmpany Regulation

√ HR & Admin LKS Bipartite

√ HR & Admin - Company Policy

√ HR & Admin - Company Policy


√ HR & Admin - Sejauh ini belum ada serikat pekerja diperusahaan

√ HR & Admin - N/A

Menerima karyawan dari berbagai ras, agama dengan mengutamakan kemampuan dalam
√ HR & Admin
bekerja

√ HR & Admin

√ HR & Admin Pelatihan Kerja

√ HR & Admin Pelatihan Kerja sesuai dengan job deskripsi

√ HR & Admin Sertifikat pelatihan

√ HR & Admin Peraturan Perusahaan Pasal 9

√ HR & Admin - N/A

- Penempatan tenaga kerja sesuai dengan keahlian tenaga kerja


√ HR & Admin
- Pelatihan tenaga kerja sesuai dengan uraian tugas/pekerjaan dan kebutuhan perusahaan

- KITAS
√ HR & Admin
- IMTA
- KITAS
√ HR & Admin - IMTA
- Perjanjian Kerja

√ HR & Admin - RPTKA

√ HR & Admin - RPTKA

√ HR & Admin - Penunjukkan pendamping TKA selama bekerja

√ HR & Admin - TKA berada pada posisi selain bagian personalia

√ HR & Admin - KITAS & IMTA


√ HR & Admin - Memulangkan TKA sesuai dengan kesepakatan kerja

√ HR & Admin

√ HR & Admin - Perjanjian Kerja

√ HR & Admin

√ HR & Admin - Perjanjian Kerja

- Perjanjian Kerja
√ HR & Admin
- Peraturan Perusahan

√ HR & Admin - Perjanjian Kerja

- Perjanjian Kerja
√ HR & Admin
- Peraturan Perusahan
- Perjanjian Kerja
√ HR & Admin
- Peraturan Perusahan

√ HR & Admin - Perjanjian Kerja

√ HR & Admin

- Kontrak/Agreement
√ HR & Admin
- Company Policy

- Kontrak/Agreement
√ HR & Admin
- Company Policy

- Kontrak/Agreement
√ HR & Admin
- Company Policy

√ HR & Admin Kontrak/Agreement


√ HR & Admin Company Policy

- Company Regulation
√ HR & Admin
- Company Policy

- Company Regulation
√ HR & Admin
- Company Policy

- Company Regulation
√ HR & Admin
- Company Policy

- Company Regulation
√ HR & Admin
- Company Policy

√ HR & Admin - Company Policy

√ HR & Admin - Company Policy


- Company Policy
√ HR & Admin
- Perjanjian Kerja/Agreement

- Company Regulation
√ HR & Admin - Company Policy
- Perjanjian Kerja/Agreement

- OT form
√ HR & Admin - Payslip
- Company Policy

√ HR & Admin - Company Policy

- Company Policy
√ HR & Admin
- Company Regulation

√ HR & Admin - Company Policy

- Company Policy
√ HR & Admin
- Company Regulation

- Company Policy
√ HR & Admin
- Company Regulation
- Company Policy
√ HR & Admin
- Company Regulation
- Company Policy
√ HR & Admin
- Company Regulation
- Company Policy
√ HR & Admin
- Company Regulation

- SEA (Significant Environmental Aspect)


- Evaluation of comliance obligantion
√ HR & Admin
- Company Policy
- Company Regulation

- Minimum wage decree


- Company Regulation
√ HR & Admin
- Payslip
- Struktur Skala Upah

- Minimum wage decree


- Company Regulation
√ HR & Admin - Payslip
- Struktur Skala Upah
- Agreement/Perjanjian Kerja
- Minimum wage decree
- Company Regulation
√ HR & Admin - Payslip
- Struktur Skala Upah
- Agreement/Perjanjian Kerja
- Minimum wage decree
- Company Regulation
√ HR & Admin - Payslip
- Struktur Skala Upah
- Agreement/Perjanjian Kerja

√ HR & Admin - Struktur Skala Upah

- Company Regulation
√ HR & Admin
- Company Policy
- Company Regulation
√ HR & Admin
- Company Policy

- Minimum Wage Decree


√ HR & Admin
- Employee Salary Slip

√ HR & Admin - Employee Salary Slip

- Company Regulation
√ HR & Admin
- BPJS

- Canteen
√ HR & Admin
- Inhouse clinic

√ HR & Admin - LKS Bipartite

√ HR & Admin - Company Regulation


√ HR & Admin - Company Regulation / Peraturan Perusahaan

√ HR & Admin - Peraturan perusahaan dibuat dengan mempertimbangkan saran dari LKS Bipartite

√ HR & Admin - Peraturan perusahaan

√ HR & Admin - Peraturan perusahaan

- Peraturan perusahaan didiskusikan bersama dengan LKS Biparite


√ HR & Admin
- Peraturan Perusahaan disahkan oleh Dinas Tenaga Kerja kota Batam.

- Menginformasikan perubahan dalam peraturan perusahaan malalui email, disosialisasikan


√ HR & Admin
secara langsung, dan ditempel di papan pengumuman perusahaan.

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A


√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - Perjanjian Kerja Bersama tidak berlaku karena tidak ada serikat Pekerja

√ HR & Admin - N/A


√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A

√ HR & Admin - N/A


- Company Regulation
√ HR & Admin - Medical Certificate
- Employee Attendance Record

√ HR & Admin - Company Regulation

√ HR & Admin - Pembayaran pesangon


√ HR & Admin - Pembayaran uang penghargaan

√ HR & Admin - Working Agreement

√ HR & Admin - Company Regulation

√ HR & Admin

√ HR & Admin - Company Regulation


- Counseling
√ HR & Admin
- Warning Letter/Surat Peringatan

√ HR & Admin - Company Regulation

√ HR & Admin - Compny Regulation

√ HR & Admin - Company Regulation


- Company Regulation

√ HR & Admin - Company Regulation

√ HR & Admin - Working Agreement

√ HR & Admin

- Company Regulation
√ HR & Admin
- Working Agreement
√ HR & Admin - Company Regulation

√ HR & Admin - Company Regulation

Perundingan Bipartite, Mediasi, Konsiliasi, atau dengan metode lain melalui arbitrase yang
√ HR & Admin
putusnya bersifat final dan mengikat

√ HR & Admin - BPJS Ketenagakerjaan

√ HR & Admin - BPJS Ketenagakerjaan

√ HR & Admin - BPJS Ketenagakerjaan

Perundingan Bipartite, Mediasi, Konsiliasi, atau dengan metode lain melalui arbitrase yang

putusnya bersifat final dan mengikat
Perundingan Bipartite, Mediasi, Konsiliasi, atau dengan metode lain melalui arbitrase yang

putusnya bersifat final dan mengikat
√ Pajak Penghasilian yang dibayarkan 1 kali setahun

√ Merekrut karyawan sesuai dengan kebutuhan perusahaan

√ BPJS Healthcare/JAMSOSTEK
√ Merekrut karyawan sesuai dengan kebutuhan perusahaan

√ UMK dari Pemerintahan


√ JAMSOSTEK
Menerima penyandang cacat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang diingikan oleh

perusahaan untuk bekerja

√ UMS
√ JAMSOSTEK
√ JAMSOSTEK
√ JAMSOSTEK
DONESIA)

√ LKS Bipartite

√ JAMSOSTEK

√ Hari Libur

√ JAMSOSTEK

√ JAMSOSTEK
√ JAMSOSTEK

√ RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing)


ATION MINISTERIAL OF REPUBLIC INDONESIA)

√ Lebih dari 50 karyawan dan akan dibentuk LKS Bipartite


Perundingan Bipartite, Mediasi, Konsiliasi, atau dengan metode lain melalui arbitrase yang
√ HR & Admin
putusnya bersifat final dan mengikat


√ PP, Perjanjian Kerjasama
√ JAMSOSTEK
√ JAMSOSTEK
√ THR
√ JAMSOSTEK

√ UMK dan Keputusan kota Batam


√ Jaminan Hari Tua
√ DISNAKER
√ Disesuaikan dengan PP dan Pemerintahan setempat

√ Penggunaan RPTKA
√ Wajib lapor berdasarkan sistem OSS

√ Disesuaikan dengan kebutuhan


√ Disesuaikan dengan kebutuhan

√ Disesuaikan dengan kebutuhan

√ LKS Bipartite

√ -

√ Harus 7 hari diinformasikan kepada pihak pengusaha, karena gagal berunding

√ Bagian produksi

√ -

√ Disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan ada bukti akan OT dari atasan

√ Untuk semua bidang

√ Disesuaikan dengan KEP dan UU No. 13 Tahun 2003

√ NPWP yang dibayarkan tahunan

√ PP, Perjanjian Kerjasama, Peraturan yang telah ditetapkan pemerintah

√ Disesuikan dengan kebutuhan

√ Pembayaran THR

√ Megatur hari kerja pekerja untuk memberikan kesempatan pekerja menggunakan Hak Pilih.
√ Disesuikan dengan kebutuhan

√ HR & Admin - Continuity Planning for Covid-19 policy

√ HR & Admin - Continuity Planning for Covid-19 policy

√ Company Policy Company Policy

√ Company Policy Company Policy

√ - Laporan upaya pencegahan Covid-19 di PT WIK Far East Batam

√ Continuity for Covid-19

√ - Laporan upaya pencegahan Covid-19 di PT WIK Far East Batam


EVALUATION OF COM
( EVALUASI KESEHA

UND

DASAR HUKUM
NO
(HEALTH & SAFETY NUMBER)

UNDANG - UNDANG

1 UU RI No. 13 Tahun 2003

Pasal 87/1

Bab 1 pasal 30

Bab 3 pasal 5

Bab 3 pasal 6

Pasal 9/1

Pasal 9/2

Pasal 9/3

Pasal 11/1
Pasal 13

Pasal 14

Pasal 87/1

2 UU No. 1 Tahun 1970

Pasal 8/1

Pasal 8/2

Pasal 9/1

Pasal 9/2

Pasal 9/3

Pasal 11/1

Pasal 13
Pasal 14

Pasal 3/1
Pasal 12

3 Undang-Undang No.3 Tahun 1992

Pasal 6/1

PERATURAN PEMERINTAH DAN KEPUTUSAN PRESIDEN

1 PP Nomor 14 Tahun 1993

2 Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993

PERATURAN MENTRI

1 Peraturan Mentri Perburuhan No.7 Tahun 1964

2 PER-01/MEN/1976

3 PER-01/MEN/1979

4 PER.02/MEN/1980
5 PER-01/MEN/1981

6 PER.03/MEN/1982

7 PER-01/MEN/1998

PER-05/MEN/1996

KEPUTUSAN MENTRI

1 KEP-333/MEN/1989

SURAT EDARAN DAN INSTRUKSI MENTRI

1 SE.01/MEN/1979

2 SE-07/BW/1997

3 SE-86/BW/1989

4 PER-01/MEN/1988

5 PER.04/MEN/1987

6 PER.03/MEN/1985

7 PER.05/MEN/1985

8 PER.04/MEN/1985

9 PER.02/MEN/1983

10 PER.03/MEN/1982

11 PER.02/MEN/1982

12 PER.01/MEN/1982
13 PER.01/MEN/1981

14 PER.04/MEN/1980

15 PER.02/MEN/1980

16 PER.01/MEN/1980

17 PER.01/MEN/1979

18 PER.03/MEN/1978

19 PER.09/MEN/VII/2010

20 PER.08/MEN/VII/2010

21 PERMEN Perburuhan No.7 Tahun 1964

22 PER.13/MEN/X/2011

23 PER.01/MEN/1976

24 PER.01/MEN/1998

25 PER.04/MEN/1998

26 PER.25/MEN/XII/2008

27 PER.11/MEN/VI/2005

28 492/MENKES/PER/IV/2010

29 416/MENKES/PER/IX/1990

30 269/MENKES/PER/III/2008

31 949/MENKES/SK/VIII/2004
Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri
Tenaga Kerjadan Transmigrasi dan Menteri Kesehatan No.
32
48/MEN.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008, DAN 1177/MENKES/PB/XII/2008
TAHUN 2008

33 PER.04/MEN/1995

34 PER.03/MEN/1986

35 PER.01/MEN/1978

36 PER-03/MEN/1998

37 PER-05/MEN/1996

38 87/M-IND/PER/9/2009

39 PERMEN LH No. 03 TAHUN 2008

40 028/MENKES/PER/I/2011

41 23/M-IND/PER/4/2013

42 PERMEN ESDM NO. 045 Tahun 2006

43 PERMEN ESDM NO. 046 Tahun 2006

administrator:
KEPUTUSAN MENTRI Dengan ditetapkan Peraturan Menteri ini, ma
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transm
Nomor KEP. 79/MEN/2003 tentang Pedoman
Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecela
1 KEP.79/MEN/2003 dan Penyakit Akibat Kerja, dicabut dan dinya
tidak berlaku (PER.25/MEN/XII/2008)

2 KEP.68/MEN/IV/2004

3 KEP.75/MEN/2002

4 KEP.186/MEN/1999

5 KEP. 187/MEN/1999

6 KEP.245/MEN/1990
7 KEP.147/MEN/1989

8 KEP.333/MEN/1989

9 KEP.1135/MEN/1987

10 1405/MENKES/SK/XI/2002

11 1096/MENKES/PER/VI/2011

12 KEP.261/MEN/2004

13 Keputusan Menteri Perindustrian No. 148 Tahun 1985

14 1439/MENKES/SK/XI/2002

15 KEPMENAKER NO. 609 TAHUN 2012

INSTRUKSI MENTRI

1 Instruksi Menteri Tenaga Kerja RI No. Ins. 11/M/BW/1997

Instruksi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:


2
INST-03/MEN/BW/1999

3 Instruksi Menteri Tenaga Kerja Nomor INS.1/MEN/1988

4 Instruksi Menteri Tenaga Kerja Nomor INS.2/M/BW/BK/1984

5 Instruksi Menteri Tenaga Kerja Nomor INS.5/M/BW/1997

PERATURAN LAIN

Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia


1
Nomor: SE.01/MEN/1979

2 Surat Edaran Dirjen Binawas Republik Indonesia Nomor:SE-86/BW/1989

3 Surat Edaran Dirjen Binawas Republik Indonesia Nomor:SE-07/BW/1997


4 Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE.05/BW/1997

5 Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE.06/BW/1997

6 Keputusan Dirjen Binawas No. Kep.407/BW/1999

7 Keputusan Dirjen Binawas No. Kep.45/DJPPK/IX/2008

8 SK.725/AJ.302/DRJD/2004

9 KEP.113/DJPPK/IX/2006

10 KEPDIRJEN No. 84-PPK-X-2012

11 KEPDIRJEN No. KEP 22/DJPPK/V/2008

12 KEPDIRJEN No. KEP.37/DJPPK/XI/2004


EVALUATION OF COMPLIANCE WITH HEALTH & SAFETY
( EVALUASI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA )

UNDANG - UNDANG (LAW)

COMPLY
ISI DASAR HUKUM
HEALTH & SAFETY DESCRIPTION)
YES NO

KETENAGAKERJAAN √

Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan sistem


manajemen perusahaan.

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau
peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk
memperoleh pekerjaan.
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa
diskriminasi dari pengusaha
pengusaha.

a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yg dapat timbul dalam tempat kerja ;


b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yg diharuskan dlm tempat
kerja.
c. APD bagi tenaga kerja yg bersangkutan

d. Cara-cara dan sikap yg aman dlm melaksanakan pekerjaannya.

Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yg bersangkutan setelah ia


yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas

Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yg


berada dibawah pimpinannya, dlm pencegahan kecelakaan dan pemberantasan
kebakaran, serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja pula dlm P3K
Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja
yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk Menaker
Barangsiapa akan memasuki sesuatu tempat kerja diwajibkan mentaati semua
petunjuk keselamatan kerja dan memakai APD yang diwajibkan.
Pengurus diwajibkan :
a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya semua
syarat-syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai UU ini dan semua
peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan
pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk
pegawai pengawas atau ahli K3
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan
kerja yang diwajibkan dan bahan pembinaan lainnya pada tempat-tempat yang
mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli K3
c. Menyediakan secara cuma-cuma semua APD yg diwajibkan pada tenaga kerja
yang di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut disertai dengan petunjuk petunjuk yang
diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli K3
Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan.

Tentang Keselamatan Kerja

Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan


kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan
dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yg akan diberikan padanya

Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yg ada dibawah


pimpinannya secara berkala pada Dokter yg ditunjuk oleh pengusaha dan
dibenarkan oleh Direktur

Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru
tentang :

a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yg dapat timbul dalam tempat kerja ;

b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yg diharuskan dlm tempat


kerja.

c. APD bagi tenaga kerja yg bersangkutan

d. Cara-cara dan sikap yg aman dlm melaksanakan pekerjaannya.

Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yg bersangkutan setelah ia


yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas

Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yg


berada dibawah pimpinannya, dlm pencegahan kecelakaan dan pemberantasan
kebakaran, serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja pula dlm P3K
Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja
yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk Menaker
Barangsiapa akan memasuki sesuatu tempat kerja diwajibkan mentaati semua
petunjuk keselamatan kerja dan memakai APD yang diwajibkan.
Pengurus diwajibkan :

a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya semua


syarat-syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai UU ini dan semua
peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan
pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk
pegawai pengawas atau ahli K3

b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan


kerja yang diwajibkan dan bahan pembinaan lainnya pada tempat-tempat yang
mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli K3

c. Menyediakan secara cuma-cuma semua APD yg diwajibkan pada tenaga kerja


yang di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut disertai dengan petunjuk petunjuk yang
diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli K3
Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja
untuk :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;

c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;

d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran


atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

e. Memberi pertolongan pada kecelakaan;

f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;


g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau
radiasi, suara dan getaran;
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik
maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;

i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;

j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;

k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;

l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya;
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman
atau barang;

o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan


penyimpanan barang;
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang


bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja
untuk :
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan
atau ahli keselamatan kerja;

b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;

c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja


yang diwajibkan;
d. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan;
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan
olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas
dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.

Jaminan Sosial Tenaga Kerja


Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja dalam Undang-undang ini
meliputi :

a. Jaminan Kecelakaan Kerja;

b. Jaminan Kematian;

c. Jaminan Hari Tua;

d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

EN

Penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja

Penyakit Yang Timbul Akibat Hubungan Kerja

Syarat kesehatan, kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja

Kewajiban latihan hyperkes bagi dokter perusahaan

Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Bagi


Paramedis Perusahaan

Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja


Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja

Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja

Penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerja dengan manfaat


lebih baik dari paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar jaminan sosial
tenaga kerja

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja

Pengadaan Kantin dan Ruang Makan

Pengujian hepatitis B dalam pemeriksaan kesehatan tenaga kerja

Jasa Katering yang Mengelola Makanan Bagi Tenaga Kerja

Kwalifikasi dan Syarat-syarat Operator Pesawat Uap

Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan
Ahli Keselamatan Kerja

Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Pemakaian Asbes

Pesawat Angkat dan Angkut

Pesawat Tenaga dan Produksi

Instalasi Alarm Kebakaran Automatik

Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja

Kwalifikasi Juru Las di Tempat Kerja

Bejana Tekanan
Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja

Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan

Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja

Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan

Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Bagi


Paramedis Perusahaan

Penunjukan dan Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan


dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja

Operator dan petugas pesawat angkat dan angkut

Alat pelindung diri

Syarat kesehatan, kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja

Nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja

Kewajiban latihan hyperkes bagi dokter perusahaan

Penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerja dengan manfaat


lebih baik dari paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar jaminan sosial
tenaga kerja

Pengangkatan, pemberhentian dan tata kerja dokter penasehat

Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat
Kerja

Pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap


narkotika, psikoropika, dan zat aditif lainnya di tempat kerja

Persyaratan kualitas air minum

Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air

Rekam Medis

Pedoman Penyeleggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB)


Peningkatan pemberian air susu ibu selama waktu kerja di tempat kerja

Perusahaan jasa kesehatan dan keselamatan kerja

Syarat-syarat keselamatan dan kesehatan di tempat kerja yang mengelola


pestisida

Keselamatan dan kesehatan kerja dalam


penebangan dan pengangkutan kayu

Tata Cara Pelaporan Dan Pemeriksaan Kecelakaan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Sistem Harmonisasi Global Kalsifikasi dan Label pada Bahan Kimia

Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun

Klinik

Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian No. 87/M-IND/PER/9/2009


tentang Sistem Harmonisasi Global Kalsifikasi dan Label pada Bahan Kimia

Instalansi ketenagalistrikan

Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Symber Daya Mineral No. 045
Tahun 2006 tentang Instalansi Ketenagalistrikan
administrator:
Dengan ditetapkan Peraturan Menteri ini, maka
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor KEP. 79/MEN/2003 tentang Pedoman
DiagnosisDiagnosis
Pedoman dan Penilaian Cacat
dan Karena Kecelakaan
Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat
dan Penyakit Akibat Kerja, dicabut dan dinyatakan
Kerja
tidak berlaku (PER.25/MEN/XII/2008)

Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja

Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor: SNI-04-0225-2000


mengenai persyaratan umum instalasi listrik 2000 (puil 2000) di tempat kerja

Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja

Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional


Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Bagi Program Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja

Bendera Keselamatan Kerja

Persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri

Higiene sanitasi jasaboga

Perusahaan yang wajib melaksanakan pelatihan kerja

Pengamanan Bahan Beracun Dan Berbahaya Di Perusahaan Industri

Penggunaan Gas Medis pada Sarana Pelayanan Kesehatan

Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja

Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran

Pengawasan Terhadap Pengelola Makanan di Tempat Kerja

Peningkatan Pengawasan dan Penertiban Terhadap Pengadaan Kantin dan Toilet


di Perusahaan

Pengesahaan Alat Pelindung Diri

Pengawasan Alat Pelindung Diri

Pengadaan Kantin dan Ruang Makan

Jasa Katering yang Mengelola Makanan Bagi Tenaga Kerja

Pengujian hepatitis B dalam pemeriksaan kesehatan tenaga kerja


Penggunaan Alat Pelindung Diri

Pendaftaran Alat Pelindung Diri

Persyaratan, Penunjukkan, Hak dan Kewajiban Teknisi Lift

Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bekerja pada Ketinggian dengan


Menggunakan Akses Tali (Rope Acces)

Penyelenggaraan Pengangkutan Bahan Berbahaya Beracun di Jalan

Pedoman dan Pembinaan Teknis Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Ruang Teratas

Tata Cara Penyusunan Dokumen Pengendalian Potensi Bahaya Besar dan


Menengah

Petunjuk teknis penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja

Kelengkapan dan Identitas Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja


SAFETY
ERJA )

DOKUMEN TERKAIT
(RELATED DOCUMENTS)

Menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Memberikan Upah sebagai imbalan sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati

Memberikan kesempatan sesuai dengan kemampuan tenaga kerja

Memberikan perlakuan yang sama kepada setiap tenaga kerja tanpa meliahat gender atau
hubungan apapun

Orientasi pekerjaan saat pertama kali pekerja diterima sebagai karyawan

Pekerja yang diterima memahami aspek K3

Pelatihan menyangkut K3 dan keadaan darurat

Melaporkan kecelakaan kepada pejabat yang ditunjuk Menteri Tenaga Kerja


Semua pekerja yang bekerja dan atau memasuki tempat kerja mematuhi semua peraturan K3
dan APD selalu digunakan

Memasang Lembaran UU No. 1 Tahun 1970 di dinding yang mudah dilihat

Memasang gambar-gambar atau rambu atau promosi menyangkut K3

Perusahaan wajib menyediakan APD untuk karyawan

Melaksanakan pemeriksaan kesehatan saat penerimaan dan atau mutasi

Melaksanakan pemeriksaan kesehatan secara berkala

Orientasi pekerjaan saat pertama kali pekerja diterima sebagai karyawan

Pekerja yang diterima memahami aspek K3

Pelatihan menyangkut K3 dan keadaan darurat

Melaporkan kecelakaan kepada pejabat yang ditunjuk Menteri Tenaga Kerja

Semua pekerja yang bekerja dan atau memasuki tempat kerja mematuhi semua peraturan K3
dan APD selalu digunakan
Memasang Lembaran UU No. 1 Tahun 1970 di dinding yang mudah dilihat

Memasang gambar-gambar atau rambu atau promosi menyangkut K3

Perusahaan wajib menyediakan APD untuk karyawan

50% dari syarat-syarat kesehatan kerja yaitu memberikan APD, P3K, mencegah
Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Harus dilaporkan sesuai dengan Keputusan Dirjen Binawas No. Kep.157/M/BW/1989
tentang tata cara dan bentuk laporan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja
EVALUATION OF COMPLIANCE WITH LABOR LAW & REGULATION
( EVALUASI KEPATUHAN HUKUM & PERATURAN TENAGA KERJA )

UNDANG - UNDANG (LAW)


NO. UNDANG-UNDANG ISI UNDANG-UNDANG COMPLY DOKUMEN TERKAIT
NO
(LAW & REGULATION NUMBER) (LAW & REGULATION DESCRIPTION) YES NO (RELATED DOCUMENTS)

1 UU RI No. 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan √ Menerima karyawan dari berbagai ras, agama dengan mengutamakan kemampuan dalam
bekerja

2 UU RI No. 80 Tahun 1957 Pengupahan yang sama nilai kerjanya bagi laki – laki dan perempuan √
Memberikan Upah yang sama pada nilai pekerjaan yang sama

3 UU RI No. 4 Tahun 1997 Penyandang cacat √ Memberikan Kesempatan kepada orang yang cacat yang mempunyai kemampuan untuk
bekerja (dinilai dari kemampuan)

4 UU RI No. 21 Tahun 1999 Diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan √ Setiap orang berhak mendapat kesempatan yang sama untuk bekerja tanpa melihat status,
hubungan dll

5 UU RI No. 39 Tahun 1999 Hak Asasi Manusia √ Menerima karyawan sesuai dengan kebutuhan perusahaan tanpa melihat kondisi status
karyawan tersebut

6 UU RI No. 20 Tahun 1999 Usia minimum bekerja √ Merekrut karyawan sesuai dengan UU RI no. 13 Tahun 2003 yaitu 18 tahun

7 UU RI No. 19 Tahun 2011 Konvensi mengenai hak-hak penyandang disabilitas √


Merekrut karyawan sesuai dengan kebutuhan perusahaan, apabila seorang calon karyawan

8 UU RI No. 01 Tahun 2000 Penghapusan bentuk pekerjaan terburuk untuk anak √ Jam kerja atau Over Time tidak melebihi dari jam yang telah ditentukan UU NO. 13 tahun 2003

Perundingan Bipartite, Mediasi, Konsiliasi, atau dengan metode lain melalui arbitrase yang
9 UU RI No. 2 Tahun 2004 Penyelesaian perselisihan hubungan industrial √
putusnya bersifat final dan mengikat

10 UU RI No. 3 Tahun 1992 Jaminan sosial tenaga kerja √ JAMSOSTEK

11 UU RI No. 40 Tahun 2004 Sistem jaminan sosial nasional √ BPJS Healthcare/JAMSOSTEK

12 UU RI No. 18 Tahun 1956 Berlakunya dasar – dasar dari hak untuk berorganisasi dan untuk berunding bersama √ Serikat Pekerja, LKS Bipartite

13 UU RI No. 21 Tahun 2000 Serikat pekerja/ serikat buruh √ Serikat Pekerja, LKS Bipartite

14 UU RI No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan √ Pajak Penghasilian yang dibayarkan 1 kali setahun

15 UU RI No. 07 Tahun 1993 Income tax √ Tax perusahaan, Tax Karyawan


PERATURAN PEMERINTAH
(GOVERNMENT REGULATION)
1 Peraturan Pemerintah RI No. 8 Tahun 1981 Perlindungan Upah √ UMK dari Pemerintahan

2 Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 1993 Penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja √ JAMSOSTEK

Menerima penyandang cacat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang diingikan oleh
3 Peraturan Pemerintah RI No. 43 Tahun 1998 Upaya peningkatan kesejaheraan penyandang cacat √
perusahaan untuk bekerja

4 Peraturan Pemerintah RI No. 79 Tahun 1998 Perubahan pp no. 14 tahun 1993 tentang penyelenggaran program jaminan sosial tenaga kerja √ JAMSOSTEK

Perubahan pp no. 14 tahun 1993 tentang penyelenggaran program jaminan sosial tenaga kerja dan
5 Peraturan Pemerintah RI No. 83 Tahun 2000 √ JAMSOSTEK
diubah ke pp no 79 thn 1998
Perubahan ketiga pp no. 14 tahun 1993 tentang penyelenggaran program jaminan sosial tenaga
6 Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 2002 √ JAMSOSTEK
kerja dan diubah ke pp no 79 thn 1999
Perubahan ke-empat pp no. 14 tahun 1993 tentang penyelenggaran program jaminan sosial tenaga
8 Peraturan Pemerintah RI No. 64 Tahun 2005 √ JAMSOSTEK
kerja
perubahan ke-lima pp no. 14 tahun 1993 tentang penyelenggaran program jaminan sosial tenaga
9 Peraturan Pemerintah RI No.76 Tahun 2007 √ JAMSOSTEK
kerja

11 Peraturan Pemerintah RI No. 68 Tahun 2009 Pesangon uang pensiun JHT √ Diberikan pada saat pensiun dan telah ada aturah dari pemerintah

Perubahan ke-enam pp no. 14 tahun 1993 tentang penyelenggaran program jaminan sosial tenaga
12 Peraturan Pemerintah RI No. 1 Tahun 2009 √ JAMSOSTEK
kerja
Perubahan ke-tujuh pp no. 14 tahun 1993 tentang penyelenggaran program jaminan sosial tenaga
13 Peraturan Pemerintah RI No. 84 Tahun 2010 √ JAMSOSTEK
kerja
Pemberi kerja selain penyelenggara negara dan setiap orang, selain pemberi kerja, pekerja dan
14 Peraturan Pemerintah RI No. 86 Tahun 2013 √
penerima iuran dalam penyelenggaraan jaminan sosial
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (REGULATION OF PRESIDENT REPUBLIC INDONESIA)
1 Peraturan Presiden No.109 Tahun 2013 Penahapan kepersertaan program jaminan sosial √ JAMSOSTEK
2 Peraturan Presiden No.111 Tahun 2013 Perubahan atas peraturan Presiden no. 12 thn 2013 tentang jaminan kesehatan √ JAMSOSTEK
Pengesahan konvensi ILO No. 87 mengenai kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk
3 Peraturan Presiden No.83 Tahun 1998 √ LKS Bipartite
berorganisasi
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA (REGULATION OF LABOR AND TRANSMIGRATION MINISTERIAL OF REPUBLIC INDONESIA)

1 PER.32/MEN/XII/2008 Tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerjasama bipartite √ Lebih dari 50 karyawan dan akan dibentuk LKS Bipartite

Perundingan Bipartite, Mediasi, Konsiliasi, atau dengan metode lain melalui arbitrase yang
2 PER.31/MEN/XII/2008 Pedoman penyelesaian perselisihan hubungan industerial melalui perundingan bipartite √
putusnya bersifat final dan mengikat

Tentang petunjuk teknis pendaftaran kepersertaan, pembayaran iuran, pembayaran santunan dan
3 PER.12/MEN/VI/2007 √ JAMSOSTEK
pelayanan jaminan sosial tenaga kerja

Perubahan atas peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi no PER.12/MEN/VI /2007 tentang
4 PER.6/MEN/III/2009 petunjuk teknis pendaftaran kepersertaan, pembayaran iuran, pembayaran santunan dan pelayanan √ JAMSOSTEK
jaminan sosial tenaga kerja

Tata cara pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaan serta pembuatan dan pendaftaran
5 PER.16/MEN/XI/2011 √ PP, Perjanjian Kerjasama
perjanjian kerjasama

7 PER.13/MEN/2012 Komponen dan pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak √ UMK dari Keputusan Kota Batam

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA (MINISTERIAL OF WORKERS REGULATION)


1 Keputusan Menteri No. 201 Tahun 2001 Keterwakilan dalam kelembagaan hubungan industrial √ LKS Bipartite

2 Keputusan Menteri No. 102/VI Tahun 2004 Waktu kerja lembur dan upah lembur √ Disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan ada bukti akan OT dari atasan
3 Keputusan Menteri No. 49 Tahun 2004 Ketentuan struktur dan skala upah √ Disesuaikan dengan PP dan Pemerintahan setempat

11 Keputusan Menteri No. 220/X Tahun 2004 Syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain √ Disesuaikan dengan kebutuhan

13 Keputusan Menteri No. 233 Tahun 2003 Jenis dan sifat pekerjaan yang dijalankan secara terus menerus √ Bagian produksi

14 Keputusan Menteri No. 261 Tahun 2004 Perusahaan yang wajib melaksanaan pelatihan kerja √ Untuk semua bidang

15 Keputusan Menteri No. 40 Tahun 2012 Jabatan-jabatan tertentu yang dilarang diduduki tenaga kerja asing √ Disesuaikan dengan KEP dan UU No. 13 Tahun 2003

17 Keputusan Menteri No. 255 Tahun 2003 Tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerjasama bipartite √ Di sesuaikan dengan PER 32 /MEN/XII/2008

18 Keputusan Menteri No. 100/ VI Tahun 2004 Ketentuan pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu √ Sesuai dengan Perjanjian Kerjasama
Tata cara pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaan serta pembuatan dan pendaftaran
19 Keputusan Menteri No. 48/ IV Tahun 2004 √ PP, Perjanjian Kerjasama
perjanjian kerjasama
DEPARTEMENT KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Tentang perubahan keputusan direktorat jenderal pajak no KEP-545/PJ/2000 tentang petunjuk
1 PER.15/PJ/2006 Pph 21 baru pelaksanaan pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 dan pasal 26 √ NPWP yang dibayarkan tahunan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
Besarnya biaya jabatan atau biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pegawai
1 Peraturan Menteri Keuangan No. 250/PMK.03/2008 √ Disesaikan dengan PP dan berdasarkan Gaji atau upah
tetap atau pensiunan
Tata cara pemotongan pajak penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun tunjangan
2 Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.03/2010 PP, Perjanjian Kerjasama, Peraturan yang telah ditetapkan pemerintah
hari tua dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 29/PRT/M/2006 Pedoman persyaratan teknis bangunan gedung √ -
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA, KEMENTRIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI RI
1 Surat Edaran:B-31/PHIJSK/I/2012 Pelaksanaan putusan mahkamah Konstitusi No 27/PUU-IX/2011 √ -
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN PERBURUHAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA
1 Surat Keputusan.PER.02/MEN/1980 Penetapan bentuk/formulir sebagaimana dimaksud pasal 7 ayat (3) PERMEN dan Transmigrasi √ -
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGA KERJAAN
1 Surat Keputusan.20/DJPPK/VI/2005 Petunjuk teknis pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS ditempat kerja √ PP, PKB, Dikomunikasi mengenai informasi AIDS kepada karyawan ditempat kerja
SURAT EDARAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
1 Surat Edaran-1.KP.01.15.2002 Penempatan tenaga kerja peyandang cacat diperusahaan √ -
2 Surat Edaran-2/MEN/III/2014 Hari Libur pekerja/buruh untuk pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPR tahun 2014 Terlaksana sesuai dengan Surat Edaran
3 Surat Edaran-441/MEN/SJ-HK/XXI/2009 Pelaksanaan cuti bersama di sektor swasta tahun 2010 Terlaksana sesuai dengan Surat Edaran
Putusan mahkamah konstitusi atas hak uji materil UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
4 Surat Edaran-13/MEN/SJ-HK/XI/2005 √ -
terhadap Undang-Undang Dasar negara RI thn 1945
KEPUTUSAN PRESIDEN
Pengerahan konvensi ILO No. 87 mengenai kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk
1 Keputusan Presiden No. 83 tahun 1998 √
berorganisasi
SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, MENTERI TENAGA KERJA & TRANSMIGRASI DAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI
1 SKB.NO.2/2010, KEP.110/MEN/VI/2010, SKB/07/M.PAN-RHari Libur Nasioanl & Cuti bersama thn 2011 √ Terlaksana sesuai dengan Surat Keputusan
2 SKB.NO.7/2011, SKB.04/MEN/VII/2011, SKB/03/M.PAN-RBHari Libur Nasioanl & Cuti bersama thn 2012 Terlaksana sesuai dengan Surat Keputusan
Perubahan atas keputusan bersama 3 Menteri dan Reformasi Birokrasi thn 2011 tentang hari Libur
3 SKB.NO.2/2012, KEP.28/MEN/I/2012, SKB/01/M.PAN-RB/0 Disesuaikan
Nasional dan cuti bersama thn 2012
SURAT EDARAN PEMERINTAH KOTA BATAM SEKRETARIAT DAERAH
1 SE Libur Pil WakoBtm-No.9F9/561/2010 Libur bagi buruh/pekerja pelaksanaan pemilihan walikota dan wakilwalikota thn 2011 √ Terlaksana dan disesuaikan dengan Surat Edaran
PUTUSAN PERKARA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
1 PERKARA NO. 012/PUU-1/2003 Putusan Perkara Mahkamah Konstitusi -
2 PERKARA NO. 115/PUU-VII/2009 Putusan Perkara Mahkamah Konstitusi -
3 PERKARA NO. 019/PUU-IX/2011 Putusan Perkara Mahkamah Konstitusi -
4 PERKARA NO. 058/PUU-IX/2011 Putusan Perkara Mahkamah Konstitusi -
5 PERKARA NO. 070/PUU-IX/2011 Putusan Perkara Mahkamah Konstitusi -
6 PERKARA NO. 027/PUU-IX/2011 Putusan Perkara Mahkamah Konstitusi -
7 PERKARA NO. 037/PUU-IX/2011 Putusan Perkara Mahkamah Konstitusi -
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN HUBUNGAN PERBURUHAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA
Penetapan bentuk formulir sebagaimana dimaksud pasal 7 ayat (3) peraturan menteri tenaga kerja
1 Surat Keputusan.40/DP/1980 √ -
dan transmigrasi No. PER.02/MEN/1980
EVALUATION OF COMPLI
( EVALUASI KESEHATAN

UNDANG

NO. UNDANG-UNDANG
NO
(HEALTH & SAFETY NUMBER)

1 UU RI No. 1 Tahun 1970

2 UU RI No. 3 Tahun 1992

3 UU RI No. 13 Tahun 2003

UU UAP Tahun 1930

UU RI No. 2 Tahun 2004

4 UU RI No. 18 Tahun 2008

5 UU RI No. 32 Tahun 2009

6 UU RI No. 36 Tahun 2009

7 UU RI No. 7 Tahun 1981

PERATURA
(GOVERNM

1 Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2001

Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1973

Peraturan Uap Tahun 1930


Peraturan Pemerintah RI No. 8 Tahun 1981

2 Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 2012

KEPUTU
(PRE

1 Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun 1993

KEPUTUSAN DAN PERATURAN MENTERI TENAGA KE

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No: Kep-


1
102/MEN/IV/2004

2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik


2 Indonesia Nomor: Kep.79/MEN/2003 Tentang Pedoman Diagnosis
dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja

3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik


3 Indonesia Nomor: Kep.68/MEN/IV/2004 Tentang Pencegahan dan
Penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja
1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor: Kep-75/MEN/2002 Tentang Pemberlakuan Standar
4
Nasional Indonesia (SNI) Nomor: SNI-04-0225-2000 Mengenai
Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (Puil 2000) di Tempat Kerja
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-186/MEN/1999 tentang
5
Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-03/MEN/1999 tentang
6 Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift Untuk
Pengangkutan Orang dan Barang
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1992 tentang
7 Tata Cara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan
dan Kesehatan Kerja
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1989 tentang
8
Pengawasan Instalasi Penyalur Petir

6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1989 tentang


9
Kwalifikasi Dan Syarat-syarat Operator Keran Angkat

7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1988 tentang


10
Kwalifikasi dan Syarat-syarat Operator Pesawat Uap
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-04/MEN/1987 tentang
11 Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara
Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja
9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-03/MEN/1985 tentang
12
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Pemakaian Asbes
10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1985 tentang
13
Pesawat Angkat dan Angkut

11. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-04/MEN/1985 tentang


14
Pesawat Tenaga dan Produksi

12. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1983 tentang


15
Instalasi Alarm Kebakaran Automatik

13. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-03/MEN/1982 tentang


16
Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja

14. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1982 tentang


17
Kwalifikasi Juru Las

15. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1982 tentang


18
Bejana Tekanan

16. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1981 tentang


19
Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja

17. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-04/MEN/1980 tentang


21 Syarat-syarat Pemasangan Dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api
Ringan

18. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-02/MEN/1980 tentang


22 Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan
Keselamatan Kerja

19. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1980 tentang


23
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan

20. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/MEN/1979 tentang


24 Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Bagi Paramedis Perusahaan

21. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-03/MEN/1978 tentang


25 Penunjukan dan Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja

1. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik


Indonesia Nomor: SE.140/MEN/PPK-KK/II/2004 Tentang Pemenuhan
26
Kewajiban Syarat-Syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Industri Kimia dengan Potensi Bahaya Besar

27

28

29
30

PERATURAN DAERAH DAN


(LOCAL REGULATION

1 Peraturan Walikota Batam No. 13 Tahun 2010

2 Surat Keputusan Walikota Batam No. KPTS. 300/HK/X/2012

PERATU
(MINISTER

1 Peraturan Menteri Perburuhan No. PER-07/MEN/1964

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No PER-


2
02/MENAKER/1980

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No PER-


3
04/MENAKER/1980

4 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor No 18/2009)

5 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 03/MENLH/2008

6 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 30/MENLH/2009

KEPUTU
(MINI
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No KEP-
1
51/MENLH/10/1995

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No KEP-


2
48/MENLH/11/1996

3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No Kep-186/MEN/1999

4 Keputusan Menteri Tenaga kerja RI No Kep-187/MEN/1999

Surat keputusan Menteri Kesehatan RI No


5
1405/MENKES/SK/XI/2002
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No 112 Tahun
6
2003

7 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No 45 Tahun 2005

A. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No


8 492/MENKES/SK/IV/2010
B. 01-3553-2006 Indonesian National Standard

KEPUTUSAN KEPALA B

1 Keputusan Kepala Bapedal No 01/BAPEDAL/9/1995

2 Keputusan Kepala Bapedal No 02/BAPEDAL/9/1995

3 Keputusan Kepala Bapedal No 02/BAPEDAL/1/1998

4 Keputusan Kepala Bapedal No 03/BAPEDAL/9/1995

Last update:

By:

Sources
EVALUATION OF COMPLIANCE WITH HEALTH & SAFETY
( EVALUASI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA )

UNDANG - UNDANG (LAW)

ISI UNDANG-UNDANG COMPLY


HEALTH & SAFETY DESCRIPTION)
YES NO

Tentang Keselamatan Kerja √

Jamian Sosial Tenaga Kerja √

Ketenagakerjaan √

(STOOM ORDONNANTIE) √

Pengadilan Hubungan Internasional √

Pengelolaan Sampah √

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup √

Kesehatan √

Wajib Lapor Ketenagakerjaan √

PERATURAN PEMERINTAH
(GOVERNMENT REGULATION)

Pengelolaan Bahan Berbahaya Beracun (B3) √

Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida √

(STOOM VERORDENING) √
Perlindungan Upah √

Izin Lingkungan √

KEPUTUSAN PRESIDEN
(PRESIDENT ACT)

Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja √

UTUSAN DAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA &/ATAU MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRAS

Kerja Lembur √

Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat karena Kecelakaan dan Penyakit √


akibat kerja

Pencegahan dan Penganggulangan HIV/AIDS ditempat kerja √

Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SNI-04-0225-2000 √

Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja √

Syarat - syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja lift untuk pengangkutan √


orang dan barang

Tata Cara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan √


Kesehatan Kerja

Pengawasan Instalasi Penyalur Petir √

Kwalifikasi dan Syarat - syarat Operator Keran Angkat √

Kwalifikasi dan Syarat - syarat Operator Pesawat Uap √

Panitia Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara √


Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja

Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pemakaian Asbes √


Pesawat Angkat dan Angkut √

Pesawat Tenaga dan Produksi √

Instalasi Alarm Kebakaran Automatik √

Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja √

Kwalifikasi Juru Las √

Bejana Tekanan √

Kewajiban Melapor Penyakit akibat Kerja √

Syarat - syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan √

Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan √


Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan √

Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja √


bagi Paramedis Perusahaan

Penunjukan dan Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas √


Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja

Pemenuhan Kewajiban syarat - syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja di √


Industri Kimia dengan Potensi Bahaya Besar
PERATURAN DAERAH DAN KEPUTUSAN WALIKOTA BATAM
(LOCAL REGULATION DAN BATAM MAJOR DECREE)

Pedoman Pemberian Izin Gangguan (HO) dan Izin Pembuangan Air Limbah √

Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dokumen Upaya √


Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL)

PERATURAN MENTERI
(MINISTERIAL REGULATION)

Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan Dalam Tempat Kerja √

Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Tenaga Kerja √

Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan √


(APAR)

Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah B3 √

Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun √

Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Limbah Bahan Berbahaya dan


Beracun, serta Pengawasan Pemulihan Akibat Cemaran Limbah Bahan √
Berbahaya dan Beracun oleh Pemerintah Daerah
KEPUTUSAN MENTERI
(MINISTERIAL ACT)

Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri √

Baku Tingkat Kebisingan √

Penanggulangan Kebakaran Di Tempat Kerja √

Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja √

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri √


Baku Mutu Air Limbah Domestik √

Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan √


Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan

Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum √

KEPUTUSAN KEPALA BAPEDAL (BAPEDAL HEAD ACT)

Tatacara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah √


Bahan Berbahaya dan Beracun

Dokumen Limbah Bahan Berbahaya Beracun √

Tata Laksana Pengawasan dan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan √


Beracun

Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun √

Mar-14

Ridhoani S. / Agiana D.

Billik Batam (Mr. Taufik) / Government (Bapedal)


SAFETY
ERJA )

DOKUMEN TERKAIT
(RELATED DOCUMENTS)

Working Accident Report, Safety signs, PPE

JAMSOSTEK

Pre-employment medical check up, periodic medical check up

License of waste management by Tameng Sari, Greenindo or Desa Air Cargo

UKL/UPL

BPJS and Yearly medical check up

Statutory Manpower Annual Report

MSDS, Temporary waste storage


UMK Batam 2016

HO, license of temporary waste storage

HO (Hinder Ordonantie), IPLC

HO (Hinder Ordonantie), IPLC

A KERJA DAN TRANSMIGRASI

HO (Hinder Ordonantie), IPLC

Yearly medical check up

Sertifikat dari BP Batam bagian Proteksi Kebakaran

Sertifikasi AK3 Umum

Sertifikasi dari Disnaker (PJK3)

SIO (sertifikat untuk operator Keran Angkat)

P2K3 terbentuk Nov 2015 (Sertifikasi dari Disnaker)


SIO (sertifikat untuk operator Angkat dan Angkut)

Sertifikasi dari Disnaker (PJK3)

Mitra Dinamis

Sertifikasi dari Disnaker (PJK3)

APAR, Sprinkle,Smoke detector, Alarm tanda bahaya

Hasil Test kesehatan sebelum masuk kerja dan Yearly medical check up

Kontraktor

Sertifikasi AK3 Umum


M

HO (Hinder Ordonantie), IPLC

UPL/UKL

Laboratory analysis for Noise, dust

Medical check up

FIRE EXTINGUISHER AND HOSEREEL INSPECTION CERTIFICATE

Hazardous waste storage license, license of Hazardous waste treatment of Desa


Air Cargo from Minister

Dangerous Waste Label

Document from Enviromental Dept (BAPEDAL) 30 Dec 2015

Waste water certificate from open drain

NOISE CERTIFICATE

Periodic Fire Drill & The Fire Fighting Team, Fire Safety Equipment Installation,
Evacuation Lay out

MSDS & Chemical Label

Noise certificate, Ambient certificate & Waste water certificate, Electrical Installation,
Fire Safety Equipment Installation
WASTE WATER CERTIFICATE

RKL/RPL (UKL/UPL)

DRINKING WATER CERTIFICATE

Temporary Storage of Hazardous Waste & the specification standard

License of Hazardous waste Management, Waste Manifest

BAP, Waste Manifest

Hazardous Waste Treatment Report


EVALUATION OF COMPLIANCE WITH ENVIRONMENTAL LAW & REGULATION
( EVALUASI KEPATUHAN HUKUM & PERATURAN LINGKUNGAN )

UNDANG - UNDANG (LAW)

NO NO. UNDANG-UNDANG ISI UNDANG-UNDANG COMPLY DOKUMEN TERKAIT


(LAW & REGULATION NUMBER) (LAW & REGULATION DESCRIPTION) (RELATED DOCUMENTS)

YES NO

1 UU RI No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja √ Working Accident Report, Safety signs, PPE

2 UU RI No. 3 Tahun 1992 Jamian Sosial Tenaga Kerja √ JAMSOSTEK

3 UU RI No. 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan √ Pre-employment medical check up, periodic medical check up

4 UU RI No. 18 Tahun 2008 Pengelolaan Sampah √ License of waste management by Tameng Sari, Greenindo or Desa Air Cargo

5 UU RI No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup √ UKL/UPL

6 UU RI No. 36 Tahun 2009 Kesehatan √ Agreement with In Health Company

7 UU RI No. 7 Tahun 1981 Wajib Lapor Ketenagakerjaan √ Statutory Manpower Annual Report

PERATURAN PEMERINTAH
(GOVERNMENT REGULATION)

1 Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2001 Pengelolaan Bahan Berbahaya Beracun (B3) √ MSDS, Temporary waste storage

2 Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 2012 Izin Lingkungan √ HO, license of temporary waste storage

PERATURAN DAERAH DAN KEPUTUSAN WALIKOTA BATAM


(LOCAL REGULATION DAN BATAM MAJOR DECREE)

1 Peraturan Walikota Batam No. 13 Tahun 2010 Pedoman Pemberian Izin Gangguan (HO) dan Izin Pembuangan Air Limbah √ HO (Hinder Ordonantie), IPLC

Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dokumen Upaya


2 Surat Keputusan Walikota Batam No. KPTS. 300/HK/X/2012 √ UPL/UKL
Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL)

PERATURAN MENTERI
(MINISTERIAL REGULATION)

1 Peraturan Menteri Perburuhan No. PER-07/MEN/1964 Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan Dalam Tempat Kerja √ Laboratory analysis for Noise, dust

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No PER-


2 Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Tenaga Kerja √ Medical check up
02/MENAKER/1980

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No PER- Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan √
3 FIRE EXTINGUISHER AND HOSEREEL INSPECTION CERTIFICATE
04/MENAKER/1980 (APAR)

Hazardous waste storage license, license of Hazardous waste treatment of Desa


4 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor No 18/2009) Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah B3 √
Air Cargo from Minister

5 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 03/MENLH/2008 Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun √ Dangerous Waste Label
Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Limbah Bahan Berbahaya dan
6 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 30/MENLH/2009 Beracun, serta Pengawasan Pemulihan Akibat Cemaran Limbah Bahan √ No document
Berbahaya dan Beracun oleh Pemerintah Daerah
KEPUTUSAN MENTERI
(MINISTERIAL ACT)
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No KEP-
1 Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri √ Waste water certificate from open drain
51/MENLH/10/1995

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No KEP-


2 Baku Tingkat Kebisingan √ NOISE CERTIFICATE
48/MENLH/11/1996

Periodic Fire Drill & The Fire Fighting Team, Fire Safety Equipment Installation,
3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No Kep-186/MEN/1999 Penanggulangan Kebakaran Di Tempat Kerja √
Evacuation Lay out

4 Keputusan Menteri Tenaga kerja RI No Kep-187/MEN/1999 Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja √ MSDS & Chemical Label

Surat keputusan Menteri Kesehatan RI No Noise certificate, Ambient certificate & Waste water certificate, Electrical Installation,
5 Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri √
1405/MENKES/SK/XI/2002 Fire Safety Equipment Installation

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No 112 Tahun


6 Baku Mutu Air Limbah Domestik √ WASTE WATER CERTIFICATE
2003

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No 45 Tahun Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan
7 √ RKL/RPL (UKL/UPL)
2005 Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan

A. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No


8 492/MENKES/SK/IV/2010 Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum √ DRINKING WATER CERTIFICATE
B. 01-3553-2006 Indonesian National Standard

KEPUTUSAN KEPALA BAPEDAL (BAPEDAL HEAD ACT)

Tatacara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah


1 Keputusan Kepala Bapedal No 01/BAPEDAL/9/1995 √ Temporary Storage of Hazardous Waste & the specification standard
Bahan Berbahaya dan Beracun

2 Keputusan Kepala Bapedal No 02/BAPEDAL/9/1995 Dokumen Limbah Bahan Berbahaya Beracun √ License of Hazardous waste Management, Waste Manifest

Tata Laksana Pengawasan dan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan


3 Keputusan Kepala Bapedal No 02/BAPEDAL/1/1998 √ BAP, Waste Manifest
Beracun

4 Keputusan Kepala Bapedal No 03/BAPEDAL/9/1995 Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun √ Hazardous Waste Treatment Report

Last update:
Mar-14

By: Ridhoani S. / Agiana D.

Sources
Billik Batam (Mr. Taufik) / Government (Bapedal)
LegalLH

Ringkasan dan Tinjauan Kesesuaian Peraturan Perundang-undangan dan Persyarata

ISI PERATURAN (PASAL-PASAL TERKAIT)


NO NAMA & PERATURAN
PASAL RINGKASAN
UNDANG-UNDANG
LINGKUNGAN HIDUP
1 UU No. 5 thn 1984 Tentang Pasal 9/4 Perusahaan harus melakukan pencegahan timbulnya
Perindustrian kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup serta
pengamanan terhadap keseimbangan dan pelestarian
sumber daya alam
Pasal 15/1 Perusahaan wajib melaksanakan upaya yang menyangkut
keamanan dan keselamatan alat, proses serta kegiatan
industri yang dilakukannya.
Pasal 21/1 Perusahaan wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan
pelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya
kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup
akibat kegiatan industri yang dilakukannya.
2 UU No. 6 Thn 1994 tentang Pemerintah RI memutuskan untuk mengesahkan United
Pengesahan United Nation Framework Nation Framework Convention on Climate Change (konvensi
Convention on Climate Change kerangka kerja PBB tentang perubahan iklim) agar setiap
(konvensi kerangka kerja PBB tentang ketentuan-ketentuan yang ada didalamnya ditaati.
perubahan iklim).
Perusahaan harus menjamin tercapainya pembangunan
yang berwawasan lingkungan, menunjukkan kepedulian
dalam masalah lingkungan global terutama pengendalian
konsentrasi gas rumah kaca.
3 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pasal 6/1 setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
Pengelolaan Lingkungan Hidup lingkungan hidup serta mencegah & menanggulangi
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup
Pasal 15 Perusahaan wajib memiliki analisis mengenai dampak
lingkungan hidup terhadap lingkungan hidup.
Pasal 16/1 Kewajiban pengelolaan limbah hasil usaha kegiatan

Page 160
LegalLH
Pasal 16/2 Dalam pengelolaan limbah dapat dilaksanakan oleh pihak
lain.
Pasal 17/1 Kewajiban melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan
beracun.
Pasal 17/2 Pengelolaan B3 meliputi menghasilkan, mengangkut,
mengedarkan, menyimpan, menggunakan dan membuang.
Pasal 18/1 Kewajiban memiliki analisis dampak lingkungan hidup untuk
memperoleh izin melakukan usaha/kegiatan.
Pasal 20/1 Larangan pembuangan limbah kemedia lingkungan hidup
tanpa suatu keputusan izin.
4 UU No. 7 Tahun 2004 mengenai Pasal 52 Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan
Sumber Daya Air yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air.

Page 161
LegalLH

aturan Perundang-undangan dan Persyaratan Lainnya di Bidang Lingkungan Hidup

KEPATUHAN
KRITERIA YANG HARUS DIPENUHI PELAKSANA FREKUANSI JADWAL KETERANGAN
Y T

Perusahaan mencegah timbulnya pencemaran lingkungan HSE, GA Setiap patroli K3L V


hidup serta pengamanan terhadap keseimbangan dan
pelestarian SDA

Perusahaan melakukan upaya keamanan dan mencegah HSE, GA Setiap patroli K3L V
keselamatan alat, proses serta kegiatan industri

Perusahaan menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah HSE, GA Setiap patroli K3L V
timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan

Perusahaan mengikuti ketentuan konvensi PBB tentang HSE Setiap patroli K3L V
perubahan iklim

Perushaaan peduli pada pengendalian gas rumah kaca HSE Setiap patroli K3L V
dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan

Perusahaan mencegah dan menanggulangi pencemaran dan HSE, Eng Setiap patroli K3L
kerusakan lingkungan

Perusahaan memiliki dokumen pengelolaan lingkungan GA, Eng 6 bulan Jan - juni V Perusahaan memiliki dokumen
UKL/UPL
Perusahaan mengelola limbah HSE, Eng V

Page 162
LegalLH
Apabila limbah tidak bisa diolah diperusahaan di kirim ke HSE, Eng V
pihak lain
Perusahaan mengelola limbah B3 HSE, Eng V

Perusahaan mengelola limbah B3 HSE, Eng V

Perusahaan memiliki dokumen pengelolaan lingkungan GA, Eng 6 bulan Jan - juni V Perusahaan memiliki dokumen
UKL/UPL
Perusahaan membuang limbah dengan izin GA, Eng V

Perusahaan memenuhi ketentuan izin peruntukan Ga V


penggunaan lahan

Page 163
EVALUATION OF
( EVALUA

UN

NO. UNDANG-UNDANG
NO
(ENVIROMENT)

UU No. 5 thn 1984 Tentang Perindustrian


1
Pasal 9/4

Pasal 15/1

Pasal 21/1

UU No. 6 Thn 1994 tentang Pengesahan United Nation Framework Convention on


Climate Change (konvensi kerangka kerja PBB tentang perubahan iklim).

UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

2
EVALUATION OF COMPLIANCE WITH ENVIROMENT
( EVALUASI LINGKUNGAN HIDUP )

UNDANG - UNDANG (LAW)

ISI UNDANG-UNDANG (ENVIROMENT COMPLY


DESCRIPTION)
YES NO
TENTANG PERINDUSTRIAN √
Perusahaan harus melakukan pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran
lingkungan hidup serta pengamanan terhadap keseimbangan dan pelestarian sumber daya
alam
Perusahaan wajib melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan
alat, proses serta kegiatan industri yang dilakukannya.

Perusahaan wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan pelestarian sumber daya alam
serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat
kegiatan industri yang dilakukannya.

Pemerintah RI memutuskan untuk mengesahkan United Nation Framework Convention on


Climate Change (konvensi kerangka kerja PBB tentang perubahan iklim) agar setiap
ketentuan-ketentuan yang ada
Perusahaan harus menjamin didalamnya
tercapainya ditaati.
pembangunan yang berwawasan lingkungan,
menunjukkan kepedulian dalam masalah lingkungan global terutama pengendalian
konsentrasi gas rumah kaca.

Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup


T

DOKUMEN TERKAIT
(RELATED DOCUMENTS)

Perusahaan mencegah timbulnya pencemaran lingkungan hidup serta pengamanan terhadap


keseimbangan dan pelestarian SDA

Perusahaan melakukan upaya keamanan dan mencegah keselamatan alat, proses serta
kegiatan industri

Perusahaan menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah timbulnya kerusakan dan


pencemaran terhadap lingkungan

Perusahaan mengikuti ketentuan konvensi PBB tentang perubahan iklim

Perushaaan peduli pada pengendalian gas rumah kaca dengan menggunakan teknologi ramah
lingkungan

Anda mungkin juga menyukai