Anda di halaman 1dari 33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pemeriksaan Material Perkerasan Jalan

4.1.1. Hasil Ekstraksi Campuran (Lapis Permukaan)

Pengambilan contoh aspal untuk masing-masing kerusakan diambil dengan

menggunakan alat core drill, yang dilanjutkan dengan percobaan ekstraksi untuk

menentukan kadar aspal dalam campuran pada lapisan perkerasan.

Percobaan I (Titik 1):

a. Berat Campuran = 900,3 gr

b. Berat filter sebelum pengujian = 12,7 gr

c. Berat filter sesudah pengujian = 13,63 gr

d. Berat debu ( C-B)

= 13,63 gr – 12,7 gr = 0,93 gr

e. Berat agregat sesudah pengujian = 840,79 gr

f. Berat total agregat ( E + D)

= 840,79 gr + 0,93 gr = 841,72 gr

g. Kehilangan berat ( A – F)

= 900,3 gr – 841,72 gr = 58,58 gr

h. Presentase bitumen terhadap campuran agregat = ( G/F) x 100 = 7,0 %

i. Presentase bitumen terhadap campuran = (G/F) x 100 = 6,5 %

IV-1
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Aspal

Sampel Bitumen Tterhadap Bitumen Tterhadap


KM
Pemeriksaan Campuran (%) Agregat (%)

Titik 1 KM. 0 + 300 6,5 7,0


Titik 2 KM. 0 + 350 6,1 6,5
Titik 3 KM. 0 + 375 7,5 8,1
Titik 4 KM. 0 + 300 7,6 8,2
Titik 5 KM. 0 + 350 8,0 8,6
Titik 6 KM. 0 + 375 12,0 13,6
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2020

4.2. Berat Jenis Fraksi Agregat dan Bahan Pengikat

Yang dimaksud berat jenis fraksi agregat adalah data berat jenis masing -

masing fraksi (fraksi 3/4, fraksi 1/2, fraksi dust dan fraksi pasir) yang digunakan

sebagai bahan campuran beraspal yang datanya diperoleh dari pengujian terdahulu

(data sekunder), yang terdiri dari pemeriksaan berat jenis (bulk spesific gravity), berat

jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry = SSD), berat jenis semu

(apparent spesific gravity) dan penyerapan dari agregat kasar.

Sebagaimana diutarakan sebelumya bahwa telah dilakukan pengujian

pendahuluan terhadap material yang diambil dari stock Stone Crusher Lolioge.

Tabel 4.2 Berat Jenis dan Penyerapan, Abrasi, serta CBR


Jenis Penyerapan
Sumber Bj Bulk
Agregat (%)
Sungai Kasar 2,770 0,575
Lolioge
Halus 2,714 0,806

Spesifikasi Min. 2,5 Maks.3%


Sumber: Data Sekunder

IV-2
4.3. Mix Design dan Parameter Kinerja Campuran

Berdasarkan hasil pengujian ekstraksi didapatkan komposisi persentase

agregat kasar (CA), agregat halus (FA), dan filler (FF), yang dipaparkan pada Tabel

4.3. Variasi komposisi setiap fraksi agregat dan nilai Gse yang dihasilkan juga

disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Nilai Gse pada Setiap Komposisi Pasir


Komposisi
Fraksi Agregat BJ Bulk BJ App
Campuran
Fraksi ¾ 2,743 2,797 10
Fraksi 3/8 2,824 2,878 35
Dust 2,558 2,751 50
Pasir 2,626 2,737 5
Kompisi CA, FA, dan FF
CA % 46,62
FA % 41,83
FF % 11,55
Berat Jenis Campuran Agregat
Gsb 2,667
Gsa 2,798
Gse 2,733
Sumber : Data Sekunder

4.4. Berat Jenis Campuran Fraksi Agregat (Gse)

Guna mengetahui nilai Gse maka proporsi agregat kasar (CA), agregat halus

(FA) dan filler (FF) harus ditentukan terlebih dahulu. Adapun persentase CA, FA dan

FF dapat diketahui setelah melakukan analisa saringan terhadap masing - masing

fraksi agregat yang digunakan dalam campuran setelah pengujian ekstraksi

dilaksanakan. Demikian pula penentuan berat jenis bulk, SSD, dan apparent fraksi

agregat CA, FA, dan FF. Perhitungan Gse akan dilakukan dengan Metode Individu

fraksi, dengan hasil sebagaimana disajikan pada Tabel 4.4.

IV-3
Tabel 4.4 Penentuan Berat Jenis dengan Metode Individual Fraksi
Berat Jenis
Proporsi
Curah Semu
Fraksi Agregat Efektif Terhadap
(Bulk) (Apparent)
Total Agregat
A B C = (A – B)/2
Agregat ¾” 2,743 2,797 2,770 10
Agregat 3/8” 2,824 2,878 2,851 35
Abu Batu 2,558 2,751 2,655 50
Pasir 5% 2,626 2,737 2,682 5
Sumber : Data Sekunder

Dari data berat jenis masing-masing agregat pada tabel di atas, akan diperoleh

data berat jenis agregat gabungan.

a. Berat Jenis Kering Agregat Gabungan (Bulk Specific Gravity,Gsb)

100
Gsb = =2,667
10 35 50 5
+ + +
2,743 2,824 2,558 2,626

b. Berat Jenis Semu Agregat Gabungan (Apparent Specific Gravity,Gsa)

100
Gsa = =2,798
10 35 50 5
+ + +
2,797 2,878 2,751 2,737

c. Berat Jenis Efektif Agregat Gabungan (Effective Specific Gravity, Gse)

2,667+2,798
G se = =2,733
2

4.5. Modulus Elastisitas

4.5.1. Rongga Udara Campuran Beraspal (VMA)

Sebagaimana pada Lampiran 02, disajikan tabel yang menggambarkan

berbagai parameter atau data yang dibutuhkan untuk menghitung VMA & Sme

IV-4
campuran beraspal AC WC. Data yang dimaksud adalah persen kadar aspal (Wb),

persen kadar agregat (Wa), berat jenis maksimum teoritis (the actual specific gravity

of the compacted specimen) atau Gmb, dan berat jenis efektif campuran fraksi agregat

(Gse). Ini berarti bahwa untuk mengetahui nilai Gse, maka sebelumnya harus tersedia

data - data proporsi/persentase fraksi: agregat kasar (CA), agregat halus (FA), dan

Filler (FF), dengan terlebih dahulu melakukan pemilihan tipe gradasi dan mix design

campuran. Juga harus diketahui nilai berat jenis (specific gravity) masing – masing

CA, FA, dan FF tersebut.

Terdapat beberapa terminology terkait rongga udara campuran beraspal,

antara lain: VMA, VIM, VFB, dan VFWB. Pemahaman yang benar terhadap istilah –

istilah di atas perlu diketahui sehingga tidak terjadi kerancuan dalam penggunaanya.

Sebagai contoh, yang dimaksud dengan Voids in mineral aggregate (VMA) = 17,52

%, adalah bahwa terdapat 17,52 % rongga udara, baik yang ada diantara agregat

maupun yang ada pada permukaan agregat dalam campuran beraspal yang telah

dipadatkan.

Sementara itu, yang dimaksud dengan Voids in Mixture (VIM) = 5,80 %

adalah bahwa dari 17,52 % rongga yang ada, hanya tersisa 5,80 % yg tidak diisi oleh

aspal, artinya terdapat 17,52 % - 5,80 % = 11,72% yang terisi aspal sehingga Voids

Filled With Bitumen (VFWB) = 11,72 %.

Adapun makna Voids Filled Bitumen (VFB) = 66,91 %, itu artinya bahwa

persentase rongga yang terisi aspal = (11,72/17,52)*100% = 66,91%. Dengan

IV-5
demikian VMA terdiri dari VIM dan VFWB, atau: VMA = VIM + VFWB = 5,8 % +

11,72 % = 17,52 %.

Yang sering kacau pemahamannya adalah VFB dan VFWB. VFB adalah

persentase dari VMA yang terisi aspal, sementara VFWB adalah banyaknya atau

persen rongga yang diisi aspal.

Untuk mendapatkan nilai rongga udara campuran beraspal (VMA),

sebelumnya kita membutuhkan nilai Kadar aspal yang disingkat Mb atau (wa) akan

gunakan dalam penelitian ini adalah sebesar = 6,5% (hasil uji ekstraksi), dan kadar

agregat yang disingkat dengan MA atau (wa) = 93,5%. Dengan demikian untuk

mendapatkan nilai VMA digunakan rumus persamaan :

VMA = 100 – {93,5x(2,333/2,733)} = 20,185. Nilai VMA akan diperlukan pada

perhitungan menentukan nilai modulus elastis untuk lapisan beraspal (Sme) pada

pembahasan selanjutnya.

Spesifikasi: VIM (3 - 5 %), VMA (Min 15 %), dan VFB (75 - 85 %).

4.5.2. Modulus Elastisitas Bitumen (Sb)

Modulus elastis bitumen (Sb) didapatkan berdasarkan persamaan berikut

sehingga hasil perhitungan dapat dilihat pada contoh dibawah ini :

Diketahui :

h = 100 mm
v = 60 kph
pi = 67 mm
T = 25oC

IV-6
a. Pr = 0,65 pi
Pr = 0,65 x 67 = 43,55

b. Log t = 5 x 10-4h – 0,2 – 0,9 logv


Log t = (-0,1500) – (1,671) = -1,82

c. SPr = 98,4 – 26,35 Log Pr


= 98,4 – 26,35 Log (43,55)
= 55,2127

27 log Pi−21,65
d. PIr ¿
76,35 log Pi−232,82

27 log 67−21,65
= = -0,296
76,35 log 67−232,82

e. Sb = 1,157 x 10-7 t-0,368 2,718-PIr (SPr – T)5


= 1,157 x 10-7 t-0,368 2,718-PIr (SPr – T)5
= 18,330 Mpa = 272.236,775 Psi

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.5 Ikhtisar Perhitungan Modulus Elastisitas Bitumen


h (mm) 5x10-4h-0,2 0,94 log V Log t
100 -0.1500 1.671 -1.8215
v (kph) T 27 Log Pi – 21,65 76,35 Log Pi – 232,82
60 0.0151 27.654 -93.3992
Pi (mm, 250C, 5 dtk) PIr Pr SPr
67 -0.296 t 43.550 55.2127
T (oC) 2,718 – Pir (SPr – T)5 Sb (MPa)
25 1.3445 25,173,578,756 18.330
Sumber : Hasil Analisis, 2020

4.5.3. Modulus Elastis Campuran Beraspal (Sme)

Persentase VMA dapat dihitung setelah pencampuran panas antara fraksi

agregat dan aspal dilakukan, diikuti dengan pemadatan dan analisis volumetrik

IV-7
campuran. Nilai VMA yang didapat, yaitu 20,185 %, memenuhi Spesifikasi Umum

Divisi 6, 2018 (minimum 15%), Spesifikasi Asphalt Institute, 2001 (minimum 14%)

maupun Spesifikasi Nottingham University, 1982 (12% < VMA < 30%).

Berdasarkan data modulus elastisitas aspal (Sb) yang ikhtisar perhitungannya

disajikan pada Tabel 4.5 di atas dan data VMA yang sudah didapatkan pada

perhitungan sebelumnya, maka perhitungan Modulus Elastis Campuran Beraspal

(Sme) dapat dicari dengan menggunakan persamaan (1), dimana :

4 x 104
n = 0,83 log [ ]
Sb
4 x 104
n = 0,83 log [ ]
18,33
n = 2,771
sehingga :
257,5−2,5(VMA )n
[
Sme = Sb 1+ n(VMA−3) ]
257,5−2,5( 20,185) 2,771
[
Sme = 18,330 1+ 2,771(20,185−3) ]
Sme = 1.909,874 Mpa = 276.798,002 Psi

Perhitungannya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.6 Ikhtisar Perhitungan Modulus Elastisitas


Campuran Beraspal
log[(4x104)]/Sb n
3.339 2.771
VMA 2.5 VMA
20.185 50.463
257,5-2,5 VMA n (VMA-3)
207.037 47.625
257,5-2,5 VMA/n (VMA-3) Sme (MPa)

IV-8
4.347 1,909.874
Sumber : Hasil Analisis, 2020

Modulus elastisitas atau modulus resilien (stiffness) merupakan sifat dasar

yang digunakan untuk mengetahui kararteristik tanah dasar dan lapis perkerasan

lentur konstruksi jalan sebagaimana yang tertera dalam AASHTO Guide for the

Design of pavement Structures, 1993. Dengan modulus ini memungkinkan untuk

memperkirakan sifat elastis material pada kondisi stress atau temperatur yang

diaplikasi. Sebagaimana dipersyaratkan oleh AASHTO Guide 1993, total modulus

resilien AC dengan kondisi pemadatan yang baik jika dihitung pada temperatur 68 0F

(200C) akan memiliki resistensi terhadap deformasi permanen.

4.6. Hasil Survey Lalu Lintas

Untuk survey LHR pada Jl. Jabal Nur yang dilakukan pada hari Sabtu &

Senin (Lampiran 01), maka pada kedua hari survey tersebut, diambil LHR yang

tertinggi baik untuk MC, LV, HV maupun AU, dimana: MC = 2827 LV = 2457 HV

= 196 dan AU = 12. Untuk HV = 196 merupakan penjumlahan dua jenis HV, yaitu:

HV1 = 169 dan HV2 = 27. Untuk kategori MC, karena tidak ada dalam daftar beban,

maka MC dianggap sebagai LV juga, sehingga total LV = 5284.

Dalam perencanaan tebal perkerasan jalan lentur, beban yang menjadi acuan

adalah jumlah beban gandar tunggal standar komulatif selama umur rencana (Wt).

Penentuan jumlah beban gandar yang dimaksud memerlukan data beban gandar

standar komulatif selama setahun pada lajur rencana (W18), umur layanan yang

IV-9
direncanakan untuk kontruksi yang akan dibangun, serta prediksi perkembangan lalu

lintas hingga akhir tahun rencana (g).

Adapun beban gandar standar komulatif selama setahun dapat diketahui jika

data beban gandar standar kumulatif untuk dua arah (ŵ18) tersedia, dan dengan

memperhitungkan faktor distribusi arah (DD) dan faktor distribusi lajur (DL). Untuk

mengetahui data beban gandar standar kumulatif untuk dua arah (ŵ18) terlebih

dahulu harus dilakukan survey lalu lintas dua arah selama 16 jam atau 24 jam.

4.7. Perhitungan Beban Gandar Selama Umur Rencana

4.7.1. Standar Distribusi Beban Gandar

Setelah dilakukan survey lalu lintas harian (LHR), selanjutnya menghitung

angka ekivalen masing-masing jenis kendaraan. Untuk itu kita membutuhkan data-

data yang tercantum pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.7 Distribusi Beban Kendaraan

No Berat Jumlah Distribusi Beban


Jenis Kendaraan
. Total (Kend) Depan Tengah Belakang
to
1 Mobil Penumpang (LV) 2 5284 50% - 50%
n
to
2 Truk Ringan (HV) 8,3 169 34% - 66%
n
to
3 Truk Berat 1.2 (HV) 18,2 27 34% - 66%
n
Truk Berat 1.2 - 22 to
4 42 0 18% 28% 54%
(HV) n
to
5 Bus 1.2 (AU) 9 12 34% - 66%
n
Sumber : Hasil Analisis, 2020

IV-10
a. Mobil Penumpang
b. Truk Ringan
c. Truk Selanjutnya, distribusi beban gandar untuk beberapa jenis kendaraan

disajikan pada Lampiran 3.

4.7.2. Angka Ekivalen Beban Gandar (E)

Dalam menghitung angka ekivalen beban gandar (E) suatu kendaraan,

dilakukan dengan memperhatikan persentase beban gandar depan, tengah dan beban

gandar belakang setiap jenis kendaraan, dimana untuk :

a. Mobil penumpang (MP) 2 ton, E = 0,0024,

b. Truk ringan (TR) 8,3 ton, E = 0,278,

c. Truk berat (TB) 2 as 18,2 ton, E = 6,420,

d. Truk Berat (TB) 3 as 42 ton, E = 15,536,

e. Bus 9 ton, E = 0,384, sesuai ketentuan yang berlaku, (Departemen Pemukiman

dan Prasarana Wilayah. 2002). Perhitungan nilai ekivalen tiap jenis kendaraan

dapat dilihat pada lampiran 05.

Dalam penelitian ini tidak dilakukan penimbangan secara langsung terhadap

beban gandar kendaraan yang bergerak, seperti metode weight in motion (WIM),

karena kekurangan sumber daya peralatan, dan sebagai gantinya maka klasifikasi

beban kendaraan yang dimaksud dilakukan dengan asumsi bahwa berat setiap

kendaraan yang disurvey sedikit tidaknya akan sesuai dengan klasifikasi distribusi

atau pengelompokan beban gandar yang sudah dibuat sebelumnya oleh para ahli

sebagaimana disajikan pada Lampiran 3. Semakin berat bobot suatu jenis kendaraan,

IV-11
semakin besar pula nilai E nya, yang berarti bahwa semakin besar efek kerusakan

yang ditimbulkan disetiap lintasannya pada konstruksi jalan. Disamping itu

persentase distribusi beban pada gandar depan, tengah dan belakang juga turut

berpengaruh siknifikan terhadap besarnya nilai E suatu jenis kendaraan.

4.7.3. Beban Gandar Standar Komulatif (ŵ18)

Beban gandar komulatif harian maupun bulanan (ŵ18) dihitung untuk 2 arah,

karena mixed traffic (berat dan ringan) semua masuk pada setiap lajur jalan.

Berdasarkan survey 1 hari saja, apakah 16 jam atau 24 jam, jadi bukan pada lajur

rencana tetapi pada lajur 2 arah. Berikut ini adalah contoh bagaimana besaran ini

dihitung:

Berat total mobil penumpang = 2 ton, dengan E = 0,002

Jumlah hasil survey = 5284 kendaraan

Sehingga ŵ18 = 0,002 x 5284 = 12,428

Hasil perhitungan disatukan pada Tabel 4.8 dan secara detail disajikan pada

Lampiran 06.

Tabel 4.8 Beban Gandar Standar Komulatif Harian 2 Arah (ŵ18)


No Berat Jumlah ŵ18 Total
Jenis Kendaraan
. Total kendaraan (CESA) ŵ18
Mobil Penumpang To 237,870
1 2 5284 12,428
(LV) n CESA
To
2 Truk Ringan (HV) 8.3 169 46,939
n
To
3 Truk Berat 1.2 (HV) 18.2 27 173,963
n
4 Truk Berat 1.2 - 22 42 To 0 0
(HV) n

IV-12
To
5 Bus 1.2 (AU) 9 12 4,541
n
Sumber : Hasil Analisis

4.7.4. Beban Gandar pada Lajur Rencana (W18)

Beban gandar standar komulatif (W18) merupakan komulatif lalu lintas pada

lajur rencana, baik W18 dalam 1 hari maupun W18 dalam 1 tahun. Dalam

kenyataannya, kendaraan berat cenderung melintas pada lajur tertentu saja yang

dijadikan sebagai lajur rencana, sehingga dalam perhitungan besaran ini harus

dikalikan dengan faktor distribusi arah (DD) dan faktor distribusi lajur (DL) sebelum

dijadikan sebagai w18, atau dengan rumus: w18 = DD x DL x ŵ18. Dalam hal ini

nilai DD antara 0,3 hingga 0,7 (diambil 0,5), sementara untuk DL diambil 1,

sehingga:

W18 perhari = 0,5 x 1,0 x 237,870 = 118,935 CESA.

W18 pertahun = 118,935 x 365 = 43.411,3 CESA.

Contoh perhitungan:

Untuk pertumbuhan kendaraan (g) = 2,5% pertahun, umur konstruksi (n) = 20

tahun, dan W18 = 43.411,3 CESA, maka dengan menggunakan persamaan A =

(1+g)n sehingga diketahui Wt = 1.108.927,64 CESA.

Dengan cara yang sama, untuk beberapa persentase pertumbuhan kendaraan

dan umur rencana konstruksi, maka komulatif beban gandar tunggal standar (Wt)

sebagaimana pada tabel pada Lampiran 07.

IV-13
Tabel 4.9 Perhitungan Beban Gandar (Wt)
B= Wt
No A = (1+g)n C = B/g g N Wt = w18 x C
A-1 (Msa)
0,131
1 1,131408213 4 5,256328516 2,5% 5 228.184,23 0,23
0,280
2 1,280084544 1 11,20338177 2,5% 10 486.353,74 0,49
0,448
3 1,448298166 3 17,93192666 2,5% 15 778.448,84 0,78
0,638
4 1,63861644 6 25,54465761 2,5% 20 1.108.927,64 1,11
                  Rata - rata   0,65
0,276
5 1,276281563 3 5,52563125 5,0% 5 239.875,02 0,24
0,628
6 1,628894627 9 12,57789254 5,0% 10 546.023,08 0,55
1,078
7 2,078928179 9 21,57856359 5,0% 15 936.754,21 0,94
1,653
8 2,653297705 3 33,0659541 5,0% 20 1.435.437,14 1,44
                  Rata - rata   0,79
0,435
9 1,435629326 6 5,808391016 7,5% 5 252.150,00 0,25
10 2,061031562 1,061 14,1470875 7,5% 10 614.143,93 0,61
1,958
11 2,958877353 9 26,1183647 7,5% 15 1.133.833,03 1,13
3,247
12 4,2478511 9 43,30468134 7,5% 20 1.879.913,94 1,88
                  Rata - rata   0,97
0,610
13 1,61051 5 6,1051 10,0% 5 265.030,53 0,27

IV-14
1,593
14 2,59374246 7 15,9374246 10,0% 10 691.864,85 0,69
3,177
15 4,177248169 2 31,77248169 10,0% 15 1.379.285,78 1,38
5,727
16 6,727499949 5 57,27499949 10,0% 20 2.486.384,07 2,49
            Rata - rata 1,21
   
Sumber : Hasil Analisis Data, 2020

4.8. Model Matematis Hubungan Design Traffic (YE4) dan Total Ketebalan

Konstruksi (H-Tot)

Nomogram IRC: 37-2001 adalah grafik yang digunakan untuk menentukan

ketebalan total lapis perkerasan lentur berdasarkan nilai CBR tanah dasar dan nilai

design traffic (YE4) yang dikehendaki. Pada grafik ini terdapat beberapa opsi CBR

yang dapat digunakan mulai dari 2%, 3% hingga 10%, sementara untuk design traffic

alternatif yang tersedia mulai dari 1 msa, 2 msa sampai dengan 10 msa. Untuk dapat

mengaplikasi nomogram ini, baik nilai CBR maupun nilai YE4 harus ditentukan

terlebih dahulu, kemudian keduanya di plot pada nomogram. Plotting data harus

dilakukan dengan hati - hati agar angka total ketebalan perkerasan yang didapat benar

- benar akurat.

Disadari bahwa teknis penggunaan nomogram harus dilakukan dengan hati -

hati agar hasil yang didapatkan rasional. Mendapatkan metode yang lebih sederhana

dengan hasil yang lebih akurat sangat diperlukan untuk membantu menghindari

kesalahaan seminimal mungkin dalam memplot data CBR dan data design traffic

pada nomogram. Untuk itu perlu mentejemahkan nomogram tersebut kedalam bentuk

IV-15
persamaan atau model matematis sehingga akan dengan mudah dan lebih fleksibel

dalam menetukan angka total ketebalan perkerasan yang dicari. Untuk maksud

tersebut, prosedur yang harus ditempuh antara lain:

Tarik garis dari bawah ke atas (garis vertikal) dimulai dari design traffic 1

msa, 2 msa dan berakhir pada 10 msa hingga terhenti di satu titik pertemuan pada

garis lengkung CBR yang ditinjau, mulai dari CBR 2%, 3% sampai dengan CBR

10%. Pada setiap titik pertemuan, tarik garis horizontal ke arah kiri dan berhenti pada

garis vertkal (poin H-Tot).

Tabel 4.10 Total Tebal Perkerasan (cm) dengan Variasi CBR dan Design
Traffic (YE4), Pengembangan Grafik IRC: 37-2001
Design Traffic, Wt (msa)
CBR
1 (juta) 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2 6.60 7.20 7.50 7.75 7.85 8.00 8.10 8.30 8.40 8.50
3 5.50 6.10 6.50 6.75 6.90 7.10 7.25 7.40 7.50 7.60
4 4.70 5.40 5.75 6.05 6.35 6.45 6.60 6.70 6.85 7.05
5 4.35 4.85 5.30 5.55 5.70 5.95 6.10 6.30 6.40 6.50
6 3.90 4.50 4.85 5.20 5.35 5.50 5.60 5.80 6.00 6.20
7 3.70 4.25 4.55 4.80 5.00 5.20 5.35 5.50 5.60 5.70
8 3.60 3.90 4.30 4.50 4.75 4.90 5.05 5.30 5.40 5.50
9 3.30 3.60 4.00 4.30 4.50 4.60 4.75 4.90 5.10 5.30
10 2.85 3.40 3.75 4.10 4.25 4.35 4.50 4.60 4.80 5.00
Sumber : IRC : 37-2001

IV-16
Pada garis vertikal ini berisi angka - angka total ketebalan konstruksi

perkerasan sesuai dengan CBR design tanah dasar yang ditinjau. Buat catatan, angka

berapa yang ditunjuk pada setiap poin H-tot yang didapat, untuk kemudian seluruh

angka - angka tersebut diresume dalam satu tabel, sebagaimana pada Tabel 4.10.

Setiap angka dalam tabel tersebut akan merefleksi hubungan antara design traffict dan

total ketebalan konstruksi pada CBR tanah dasar yang ditinjau. Langkah yang sama

kembali dilakukan untuk setiap nilai CBR tanah dasar yang ada pada nomogram

tersebut.

Pada prinsipnya, tabel berisi 3 jenis data, yaitu: 1) YE4 yang terdiri dari 10

bagian, 1 msa, 2 msa, sampai dengan 10 msa, 2) data CBR tanah dasar yang meliputi

9 data: CBR 2%, CBR 3% hingga CBR 10%. dan, 3) data - data total ketebalan

konstruksi, yang besarnya tergantung pada nilai design traffic dan CBR design.

Berdasarkan data YE4 dan total ketebalan pada setiap nilai CBR, dibuat grafik XY

scatter, dengan data pada sumbu X adalah design traffic sementara data pada sumbu

Y adalah total ketebalan konstruksi. Selanjutnya titik - titik scatter yang terbentuk

dilengkapi dengan menambahkan trendline (add trendline). Dari 6 pilihan trendline

(sebagaimana disajikan pada lampiran 10) yang tersedia pada aplikasi excel, dipilih

persamaan yang menyajikan koofisien determinasi (R2) yang paling mendekati 1.

IV-17
Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Traffic Design (Wt) dengan
Total Ketebalan Konstruksi (H-Tot)

Persamaan matematis yang telah dipilih (sebagaimana pada Gambar 4.3) akan

digunakan untuk memprediksi ketebalan total konstruksi perkerasan (H-tot)

berdasarkan design traffic (YE4) yang telah dihitung sebelumnya. Dari ke-5 fungsi

alternatif, yang memberkan nilai yang rasional (untuk CBR 4%) adalah Fungsi

Power. Pada penelitian ini, istilah design traffic pada Nomogram IRC: 37-2001,

digunakan simbol YE4, atau singkatan dari yearly eqivalent dengan damage faktor 4,

sementara pada metode analisa komponen, simbol YE4 diganti dengan Wt.

4.9. Perhitungan Tebal Lapis Perkerasan Menggunakan Model Matematis

Besarnya H tot atau ∑ hi tergantung pada design traffic (Wt) dan nilai CBRSG.

Jika Wt diketahui, maka H-tot bisa dihitung dengan menggunakan persamaan

matematis pada gambar 4.1, caranya: dengan mensubtitusi nilai Wt kedalam

persamaan pada grafik tersebut. H-tot yang sudah diketahui, dimasukkan dalam

"Tabel Analisis" pada lampiran 12. Nilai ini kemudian digunakan untuk menghitung

ketebalan subbase menggunakan persamaaan: Y = 0.4566 X 0.1697, dimana Y adalah

total ketebalan konstruksi, dan X adalah design traffic. Hasil perhitungan H-Tot

disajikan pada Tabel 4.11.

Dengan menggunakan nomogram pada lampiran 10, dapat diprediksi total

tebal perkerasan yang dibutuhkan berdasarkan data komulatif beban gandar standar

IV-18
kendaraan hasil survey (YE4 = Wt). Ketebalan yang diperoleh berfariasi tergantung

pada daya dukung tanah dimana konstruksi perkersan direncanakan untuk dibangun.

Pada nomogram tersebut tersedia 9 jenis nilai CBR, mulai dari yang terkecil 2%

sampai dengan yang terbesar CBR 10% yang masing – masing darinya dapat

diketahui seberapa besar total kebutuhan ketebalan konstruksi perkerasan yang akan

didesain, tergantung prediksi desain traffic (Wt) yang diaplikasi.

Berdasarkan data prediksi total ketebalan yang diperoleh (sebagaimana pada

Tabel4.11), dengan bantuan aplikasi excel, dapat dihasilkan persamaan matematis

untuk menggambarkan hubungan antara ketebalan perkerasan (H-Tot) dengan design

traffic (Wt). Model matematis dengan trendline yang memberikan R 2 paling

mendekati 1 akan dipilih untuk analitis data berikutnya. Dengan menggunakan

persamaan matematis Y = 0,4566 X0,1697 untuk CBR tanah dasar 4% maka variabel

tak bebas Y = ketebalan total konstruksi = H-Tot dapat ditentukan berdasarkan data

design traffic yang tersedia sebagai variabel bebas X = Wt. Hasil perhitungan total

ketebalan konstruksi disajikan pada Tabel 4.11. Pada tabel tersebut, disajikan data

total ketebalan konstruksi pavement diikuti dengan informasi ketebalan setiap lapis

permukaan, lapis agregat base dan lapis sub base untuk setiap prediksi persentase

pertumbuhan lalu lintas versus rencana umur layanan konstruksi. Ketebalan setiap

lapis perkerasan didapat berdasarkan ketentuan AASHTO 1986 yang memuat data

tebal minimum; lapis permukaan AC dan lapis agregat base. Data ketebalan tersebut

disusun berdasarkan komulatif desain traffic kelas jalan yang akan dibuat.

IV-19
Tabel 4.11 Hasil Prediksi Tebal Total Konstruksi Pavement menggunakan Model
Matematis untuk CBR 4%.
PREDIKSI PERTUMBUHAN LALU LINTAS % (g)
CBR 2,5% 5% 7,5% 10%
Wt 228.184,23 239.875,02 252.150,00 265.030,53
Tot 370,54 373,70 376,88 380,07
5 Thn

LP 63,50 63,50 63,50 63,50


B 101,60 101,60 101,60 101,60
SB 205,44 208,60 211,78 214,97
Wt 486.353,74 546.023,08 614.143,93 691.864,85
Tot 421,32 429,68 438,33 447,29
10 Thn
Umur Layanan ( n )

LP 63,50 76,20 76,20 76,20


B 101,60 152,40 152,40 152,40
SB 256,22 201,08 209,73 218,69
Wt 778.448,84 936.754,21 1.133.833,03 1.379.285,78
Tot 456,33 470,89 486,40 502,85
15 Thn

LP 76,20 76,20 76,20 76,20


B 152,40 152,40 152,40 152,40
SB 227,73 242,29 257,80 274,25
Wt 1.108.927,64 1.435.437,14 1.879.913,94 2.486.384,07
Tot 484,57 506,26 529,98 555,73
20 thn

LP 76,20 76,20 76,20 88,90


B 152,40 152,40 152,40 152,40
SB 255,97 277,66 301,38 314,43
Sumber : Hasil Analisis Data, 2020

4.10. Hubungan YE4 dengan Total Ketebalan Konstruksi (H-Tot)

Untuk semua kategori persentase pertumbuhan lalu lintas (mulai g = 2,5%,

5% sampai dengan g = 10%) ketebalan konstruksi semakin bertambah seiring dengan

meningkatnya beban gandar standar (Wt). Rata - rata ketebalan konstruksi (H-tot)

terbesar 471,48 mm tercatat berada pada kategori 10% yang terjadi pada komulatif

beban gandar tunggal standar rata- 1,21 msa.

IV-20
Tabel 4.12 Hubungan antara Wt dan H-Tot untuk g = 10%

Wt H-tot Selisih % selisih


0.27 380.07 5 Thn
0.69 447.29 67.21 17.68 10 Thn
1.38 502.85 55.56 12.42 15 Thn
2.49 555.73 52.88 10.52 20 Thn
1.21 471.48 58.55 13.54 Rata-rata

Wt vs H-tot (g = 10 %)
600.00
550.00
500.00
H-tot (mm)

450.00
400.00
350.00

0.27 0.69 1.38 2.49


Wt (msa)

Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara Wt dan


H-Tot untuk g = 10%
Pada setiap kategori pertumbuhan lalu lintas, terdapat rata - rata selisih total

ketebalan konstruksi yang bervariasi dari 5, 10 hingga 20 tahun umur rencana

konstruksi. Selisih yang terbesar 58,55 mm atau 13,54% terdeteksi pada kategori

pertumbuhan lalu lintas 10%, sementara yang terkecil 28,51 mm atau 7,05% tercatat

pada kategori 2,5%. Ketebalan total konstruksi terbesar pada setiap kategori

persentase pertumbuhan lalu lintas terjadi masing- masing pada kategori 20 tahun

IV-21
umur rencana konstruksi yaitu berturut - turut 484,57 mm, 506,26 mm, 529,98 mm

dan 555,73 mm. Informasi lebih lengkap disajikan pada Lampiran 16.

Untuk seluruh kelompok umur rencana konstruksi (n = 5, 10 hingga 20

tahun), terlihat kecendrungan penurunan umur layanan hingga retak halus (TYN)

dengan bertambahnya komulatif beban gandar tunggal standar (Wt). Pada n = 5

tahun, dengan rata-rata Wt 0,25 msa TYN akan terjadi setelah 3,76 tahun konstruksi

perkerasan dibuka untuk umum, sementara pada n = 20 tahun, TYN akan lebih cepat

terlihat yaitu hanya setelah konstruksi perkerasan operasional 0,98 tahun.

Umur layanan terlama hingga terjadinya retak halus (TYN) = 3,76 tahun

terjadi pada kelompok umur rencana konstruksi n = 5 tahun (Tabel 4.13), yaitu pada

saat beban gandar tunggal standar (Wt) rata - rata sebanyak 0,25 msa. Adapun masa

tersingkat terjadinya TYN adalah 0,98 tahun, terjadi pada kelompok umur rencana

konstruksi n = 20 tahun, dengan beban gandar tunggal standar (Wt) rata- rata 1,73

msa.

Tabel 4.13 Hubungan antara Wt dan H-Tot untuk n = 5 tahun


Wt TYN, CBR 4% Selisih % Selisih 5 Tahun
0.23 3.86 2,5%
0.24 3.79 0.06 1.68 5%
0.25 3.73 0.07 1.74 7,5%
0.27 3.66 0.07 1.82 10%
0.25 3.76 0.07 1.75 Rata-rata

IV-22
Wt vs TYN, CBR 4% (n = 5 Thn)

3.90
TYN (Thn)

3.70

3.50
0.23 0.24 0.25 0.27
Komulatif beban axle standar, wt (msa)

Gambar 4.3 Grafik Hubungan antara Wt dan


H-Tot untuk n = 5 tahun

Perbedaan antar beban gandar standar pada setiap kelompok umur rencana

konstruksi menyebabkan terjadinya selisih TYN. Persentase rata - rata selisih TYN

terbesar 29,69% terjadi pada kelompok umur rencana 20 tahun, hal mana diakibatkan

oleh komulatif beban gandar rata - rata sebesar 1,73 msa. Adapun rata -rata selisih

TYN terkecil 1,75% terdeteksi pada kelompok umur 5 tahun, yang terjadi sebagai

akibat dari komulatif beban gandar standar rata- rata sebesar 0,25 msa. Informasi

lengkap tentang hubungan kedua variabel ini disatukan pada Lampiran 17.

4.11. Hubungan antara YE4 dengan TYN

Secara keseluruhan untuk setiap kelompok persentase pertumbuhan lalu lintas

(mulai dari g = 2,5% sampai dengan 10%), umur layanan hingga retak halus (TYN)

mengalami penurunan dengan bertambahnya komulatif beban gandar tunggal standar

(Wt). Selisih penurunan TYN berbeda - beda pada setiap umur layanan konstruksi.

IV-23
Persentase selisih rata - rata penurunan terbesar 46,83 % tercatat pada kelompok

pertumbuhan lalu lintas 10%, sementara penurunan terkecil 26,42 % terjadi pada

kelompok pertumbuhan lalu lintas 2,5% (table 4.14). Informasi tentang hubungan

kedua parameter di atas dipaparkan pada Lampiran 18.

Dari seluruh kelompok persentase pertumbuhan lalu lintas yang ada,

kelompok 2,5% menyebabkan periode pelayanan hingga terjadinya retak halus

(TYN) yang terlama, yaitu rata - rata 2,57 tahun, yang diakibatkan oleh komulatif

beban gandar standar rerata 0,65 msa. Sebaliknya, periode tersingkat hingga

terjadinya retak halus TYN 1,93 tahun terjadi pada kelompok persentase

pertumbuhan lalu lintas 10%, sebagai akibat repetisi beban komulatif beban gandar

standar sebesar 1,21 msa.

Tabel 4.14 Hubungan antara Wt dan TYN pada g = 2,5%


Wt TYN, CBR 4% Selisih % Selisih g = 2,5 %
0.23 3.86 5 Tahun
0.49 2.73 1.13 29.39 10
0.78 2.15 0.58 21.12 15
1.11 1.53 0.62 28.74 20
0.65 2.57 0.78 26.42 Rata-rata

Wt vs TYN, CBR 4% (g = 2,5 %)


4.00
TYN (Thn)

3.00
2.00
1.00
0.23 0.49 0.78
1.11
Komulatif beban axle standar, wt (msa)

IV-24
Gambar 4.4 Grafik Hubungan antara Wt dan
TYN pada g = 2,5%

Pada setiap kelompok persentase pertumbuhan lalu lintas (g = 2,5% hingga

10%), rata-rata kelompok umur layanan konstruksi n = 5 hingga 20 tahun pada

pertumbuhan lalu lintas 10 % menyebabkan waktu terjadinya TYN tersingkat yaitu

1,93 tahun yang diakibatkan oleh komulatif beban gandar standar Wt sebanyak 1,21

msa. Sementara itu, untuk kelompok umur layanan n = 5 hingga 20 tahun pada

pertumbuhan lalu lintas 2,5 % mengakibatkan periode TYN terpanjang yakni rata-

rata 2,57 tahun yang terjadi setelah repetisi Wt terjadi secara berulang sebanyak 0,65

msa.

Untuk seluruh kelompok umur rencana konstruksi n = 5, 10 hingga 20 tahun

sebagaimana disajikan pada Lampiran 17, terlihat kecendrungan penurunan umur

layanan hingga retak halus (TYN) dengan bertambahnya komulatif beban gandar

tunggal standar (Wt). Pada n = 5 tahun, dengan rata-rata Wt 0,25 msa TYN akan

terjadi setelah 3,76 tahun konstruksi perkerasan dibuka untuk umum, sementara pada

n = 20 tahun, TYN akan lebih cepat terlihat yaitu hanya setelah konstruksi perkerasan

opearasional 0,98 tahun.

4.12. Penentuan Kooefisisen Relatif Lapis Perkerasan (a1, a2, dan a3)

Koofisien relatif lapis permukaan (a1) ditentukan menggunakan rumus

pendekatan. Rumus yang dimaksud adalah Y = 7E-07 X + 0,158, dimana Y adalah

koefisien relatif dan X adalah modulus elastisitas campuran beraspal (lampiran 20).

IV-25
Modulus elastisitas baru bisa ditentukan setelah terlebih dahulu serangkaian

pengujian laboratorium terhadap agregat, bahan pengikat serta benda uji (bricket)

telah selesai dilakukan guna mengetahui karakteristik teknis material tersebut.

Sebagai contoh perhitungan digunakan design traffic (Wt) 0,93 msa untuk 5

tahun design life dengan pertumbuhan lalu lintas yaitu 2,5%.

Wt = YE4 = 1,11 msa Yearly traffic (untuk 20 thn design life & 2,5% traffic growth).

4.12.1. Penentuan kooefisien relative lapis permukaan


Menentukan koefisien relatif lapis permukaan dengan rumus pendekatan
sebagai berikut:
y = 7E-07x + 0,158

Untuk menentukan koefisien relatif lapis permukaan terlebih dahulu harus

diketahui nilai modulus elastisitas campuran beraspal (Sme). Adapun nilai Sme yang

telah didapatkan dari perhitungan sebelumnya adalah 1.909,874 Mpa = 276.798,002

Psi. Maka :

y = 7E-07x + 0,158

y = 7E-07(276.798,002 ) + 0,158

y = 7E-07(276.798,002 ) + 0,158

y = 0.194 + 0,158

y = 0.352

4.12.2. Menentukan koefisien relatif lapis Base dan Sub Base

Untuk lapis base, a2 dapat ditentukan jika nilai CBR lapis tersebut sudah

diketahui terlebih dahulu. Juga terdapat metode lain yang dapat digunakan untuk

IV-26
menghitung nilai a2, yaitu dengan menggunakan persamaan matematis yang

menyatakan hubungan antara a2 tersebut dengan modulus elastisitas lapis base (E2).

Hal yang sama juga tersedia dua jenis persamaan matermatis untuk menentukan

koofisien relatif lapis subbase (a3), persamaan pertama terkait hubungan antara a3

dan CBR lapis subbase tersebut, sementara model matematis yang lainnya merupakan

hubungan antara a3 dengan modulus elestisitas lapis base (E3).

a2 = (29,14 CBR - 0,1977 CBR2 + 0,00045 CBR3) 10-4

a2 = (29,14 (90) - 0,1977 (8100) + 0,00045 (729000)) 10-4

a2 = (2622,60 – 1601,37 + 328,05) 10-4

a2 = 0,13

(C Chart, pg 333 Huang) > Modulus (Psi) = 28000 > Modulus (Mpa) = 193,2

Juga tersedia persamaan utk menentukan "Structural Cooficient" lapis base sebagai

alternatif nomogram.

a2 = 0,249 (Log E2) - 0,977 Log E2 = (a2+ 0,977)/0,249

a2 = 0,249 (Log (28000)) - 0,977 Log E2 = (0,13+ 0,977)/0,249

a2 = 0,249 (4,447) - 0,977 Log E2 = (0,13+ 0,977)/0,249

a2 = 1,107 - 0,977 Log E2 = 1,107/0,249

a2 = 0,13 Log E2 = 4,447

E2 = 28000

Hal yang sama juga tersedia dua jenis persamaan matermatis untuk

menentukan koofisien relatif lapis subbase (a3), persamaan pertama terkait hubungan

IV-27
antara a3 dan CBR lapis subbase tersebut, sementara model matematis yang lainnya

merupakan hubungan antara a3 dengan modulus elestisitas lapis base (E3).

a3 = 0,01 + 0,065 log10 CBR

a3 = 0,01 + 0,065 log10 (60)

a3 = 0,01 + 0,065(1,78)

a3 = 0,01 + 0,065(1,78)

a3 = 0,13

Selain itu pd hal 578 Huang, jg tersedia persamaan utk menentukan

"Structural Cooficient" lapis Subbase sebagai alternatif penggunaan nomogram pd

hal 333.

a3 = 0,227 (log E3) - 0,839 Log E3 = (a3+ 0,839)/0,227

a3 = 0,227 (log E3) - 0,839 Log E2 = (0,13+ 0,839)/0,227

a3 = 0,227 (log (19000) - 0,839 Log E2 = 0,971/0,227

a3 = 0,227 (4,279) - 0,839 Log E2 = 4,279

a3 = 0,971 - 0,839 E2 = 19000

a3 = 0,1

4.13. Menentukan Nilai SNC (Structural Number Cooeficient)

Dalam menentukan umur layanan hingga terjadinya retak halus (TYN), ada

dua parameter yang harus diketahui terlebih dahulu, antara lain: SNC dan komulatif

beban gandar tunggal selama umur rencana (Wt). Besaran Wt didapatkan dengan

mengalikan beban gandar standar komulatif pada lajur rencana (W18) dengan besaran

pertumbuhan lalu lintas (g = traffic growth) pada tahun yang direncanakan. Adapun

IV-28
nilai SNC dipengaruhi oleh total hasil kali antara stuctural koofisien (ai) dan

ketebalan setiap lapis perkerasan (hi), serta structural number tanah dasar (SNsg).

Parameter teknis yang terakhir ini nilainya tergantung pada besarnya CBR tanah

dasar dimana konstruksi perkerasan dibuat.

Tabel 4.15 Total Ketebalan Lapis Perkerasan untuk Wt = 0,93 msa


a h (mm) ah
Asphalt 0.35 76,20 26,67
Base 0.13 152,40 20.56
Sub base 0.13 255,97 32,14
Total (a.h) 484,57 79,38

SNC=0,04 ∑ ai hi +SNsg SNsg = 3,51 log CBR - 0,85 (log CBR)2 - 1,43

SNC=0,04 (79,38 )+ 0,38 SNsg = 3,51 log 4 - 0,85 (log 4)2 - 1,43

SNC=3,55 SNsg = 3,51 log 4 - 0,85 (log 4)2 - 1,43

SNsg = 3,51 (0,60) - 0,85 (0,36) - 1,43

SNsg = 2,11 - 0,31 - 1,43

SNsg = 0,38

4.14. Analisis Umur Rencana Hingga Terjadinya Retak Halus (TYN)

Catatan: contoh perhitungan digunakan CBR 4%. Dari hasil perhitungan

didapatkan nilai SNC = 3,55.

TYN = 4,21 exp (0,139 SNC - 17,1 YE4/SNC2)

TYN = 4,21 exp (0,139 (3,55) - 17,1 (1,11/3,552)

TYN = 4,21 exp (0,49 – 1,51)

IV-29
TYN = 4,21 exp (-1,02)

TYN = 1,53 tahun (Narrow Cracks)

4.15. Penentuan Rutting menggunakan Permanent Deformation Models

Dalam menentukan rutting kita dapat menggunakan persamaan dengan

menggunakan permanent deformation models sebagai berikut:

RDM = 1,0 AGER 0,166 SNC -0,502 COMP -2,30 NE4 ERM

Pada perhitungan sebelumnya didapatkan nilai TYN = 1,53 tahun (Narrow Cracks),

maka:

Nilai CBR tanah dasar yang digunakan dalam contoh perhitungan adalah 4%

AGER = 1,53 tahum

NE4 (million) = 0,6648 → 664.815,81 million

MMP = 0,0282 m/bln (lampiran 21)

RH = 0

DEF = 6,5 SNC -1.4


DEF = 6,5 (3,55) -1.4
DEF = 1,103
ERM = 0,0902 + 0,0384 DEF - 0,009 RH + 0,00158 MMP.CRX
ERM = 0,0902 + 0,0384 (1,103) - 0,009 (0) + 0,00158 (0,0282)
ERM = 0,0902 + (0,0424) + 0,00004462
ERM = 0,13255 (untuk narrow cracks)

RDM = 1,0 AGER 0,166 SNC -0,502 COMP -2,30 NE4 ERM
RDM = 1,0 (1,53) 0,166 (3,55) -0,502 (1) -2,30 (664.815,81) ERM
RDM = 1,0 (1,073) (0,529) (1) (5,91)

IV-30
RDM = 3,36 mm

Dari hasil perhitungan didapatkan kedalaman rutting dengan nilai CBR sb 4 %

yaitu 3,36 mm. Berikut grafik yang menunjukan kedalaman rutting dengan nilai CBR

tanah dasar yang bervariasi yakni mulai dari 2% hingga 10%, pada umur layanan 20

tahun (n) dan tingkat pertumbuhan lalu lintas (g) 2,5%

Gambar 4.5 Grafik Hubungan antara CBR Tanah Dasar (%) dan Kedalaman
Rutting (mm) pada umur layanan 20 tahun

Pada umur layanan 20 tahun dengan tingkat pertumbuhan lalu lintas (g) 2,5%

serta nilai CBR tanah dasar yang bervariasi yaitu 2% hingga 10% dapat diketahui

bahwa semakin besar nilai CBR tanah dasar maka kemungkinan terjadinya rutting

semakin kecil. Namun, seiring bertambahnya umur layanan (n) dan pertumbuhan lalu

lintas (g), bisa saja kedalaman rutting itu akan bertambah besar seperti terlihat pada

tingkat perumbuhan lalu lintas 7,5% dan 10% pada umur layanan yang sama yakni 20

tahun (gambar 4.6 dan 4.7).

IV-31
Hubungan antara CBR tanah dasar (%) dan Rutting (mm)
3.00

2.80
Rutting (mm)

2.60

2.40

2.20

2.00
2 3 4 5 6 7 8 9 10
CBR tanah dasar (%)

Gambar 4.6 Grafik


Hubungan antara CBR Tanah Dasar (%) dan Kedalaman
Rutting (mm) pada pertumbuhan lalu lintas 7,5%

IV-32
Gambar 4.7 Grafik Hubungan antara CBR Tanah Dasar (%) dan Kedalaman
Rutting (mm) pada pertumbuhan lalu lintas 10%

Pada grafik di atas (gambar 4.6 dan 4.7) menunjukan bahwa semakin

bertambahnya umur layanan dan pertumbuhan lalu lintas maka kedalaman rutting

juga akan bertambah besar meskipun nilai CBR tanah dasar besar. Dalam hal ini

dapat dikatakan bahwa umur layanan (n) dan pertumbuhan lalu lintas (g) juga

berpengaruh pada terjadinya rutting.

IV-33

Anda mungkin juga menyukai