Anda di halaman 1dari 20

Laporan Pendahuluan Eliminasi Fekal

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN ELIMINASI
FEKAL DI RUANG CEMPAKA BRSU TABANAN

OLEH
NAMA :LUH PUTU MEGA YUNITA
NIM :13.321.1901
KELAS :A7-D

PROGRAM STUDI ILMU


KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI
BALI
2014

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI PENGERTIAN
Eliminasi fekal bergantung pada gerakan kolon dan dilatasi sphincter ani. Kedua faktor
tersebut dikontrol oleh sistem saraf parasimpatis. Gerakan kolon meliputi tiga gerakan yaitu
gerakan mencampur, gerakan peristaltic dan gerakan massa kolon. Gerakan massa kolon ini
dengan cepat mendorong feses makanan yang tidak dicerna (feses) dari kolon ke rectum
(Asmadi:2009)
Defekasi adalah pengeluaran feses melalui anus secara berkala yang sebelumnya disimpan di
dalam rectum. Usus besar mengeluarkan zat sisa kearah rectum dengan gerakan peristaltic
yang kuat disebut gerakan massa yang terkait dengan reflex gastrokolik dan terjadi setelah
makan. Rectum terisi feses yang pada akhirnya memulai adanya desakan untuk defekasi
(Chris booker:2008)
Secara umum terdapat beberapa masalah defekasi yang umum diantaranya konstipasi,
impaksi, diare, inkontinensia (Potter & Perry, 2006).
Jadi eliminasi fekal sebagai kebutuhan dasar manusia dimana gangguan eliminasi fekal
adalah gangguan dalam pengeluaran feses melalui anus yang diakibatkan oleh beberapa
masalah defekasi yang umum diantaranya konstipasi, impaksi, diare, inkontinensia.
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko
tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses
kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah, baik huknah
tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke kolon
desenden dengan menggunakan kanul rekti(Potter & Perry, 2006).

Anatomi Fisiologi Saluran Pencernaan


Anatomi saluran pencernaan terdiri dari :
1. Rongga Mulut (Cavum Oris)
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan dan sistem pernapasan. Pencernaan
kimiawi dan mekanik terjadi di mulut. Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada
awal proses pencernaan. Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut pada
permukaan saluran pencernaan. Setelah dikunyah lidah berfungsi sebagai indra pengecap dan
mendorong gumpalan makanan ke dalam faring dan bergerak ke esophagus. Sekresi saliva
mengandung enzim seperti ptyalin yang mengawali pencernaan makanan-makanan tertentu.
2. Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah terdiri dari otot yang
bertulang dan sisanya adalah otot yang licin. Permukaannya diliputi selaput mukosa yang
mengeluarkan sekret mukoid yang berguna untuk perlindungan.
3. Lambung.
Di dalam lambung, makanan di simpan untuk sementara dan secara kimiawi dan mekanis di
pecah untuk di cerna dan di absorpsi. Sebelum makanan meninggalkan lambung, makanan
akan di ubah menajdi makanan semicair yang disebut dengan kimus. Dimana kimus lebih
mudah di cerna dan di absorpsi daripada makanan padat.Pergerakan makanan melalui
lambung dan usus dimungkinkan dengan adanya peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan
relaksasi secara bergantian
4. Usus kecil (halus) mempunyai tiga bagian :Duodenum, yang berhubungan langsung dengan
lambung, Jejenum atau bagian tengah dan Ileum
Selama proses pencernaan normal, kimus akan meninggalakn lambung dan memasuki usus
halus. Usus halus merupakan sebuah saluran dengan diameter 2,5cm dan panjang 6m. Kimus
akan bercampur dengan enzim pencernaan saat berjalan melalui usus halus. Pada saat kimus
bercampur, gerakan peristaltic sementara berhenti sehingga memungkinkan absorpsi. Kimus
berjalan melalui usus halus untuk memungkinkan absorpsi.
5. Usus besar (kolon) terdiri dari : Sekum, yang berhubungan langsung dengan usus kecil,
Kolon, terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid dan Rektum.
Selanjutnya dikeluarkan melalui anus. Saluran gastrointestinal bagian bawah disebut usus
besar (kolon) karena ukuran diameternya lebih besar daripada usus halus. Namun,
panjangnya yakni 1,5 sampai 1,8 m jauh lebih pendek.. Usus besar merupakan organ utama
dalam eliminasi fekal.
6. Sekum
Kimus yang tidak di absorpsi memasuki sekum melalui katup ileosekal. Katup ini merupakan
lapisan otot sirkular yang mencegah regurgitasi dan kembalinya isi kolon ke usus halus.
7. Kolon
Walaupun kimus yang berair memasuki kolon, volume air menurun saat kimus bergerak di
sepanjang kolon. Kolon dibagi ,emjadi kolon asenden, kolon transversal, kolon desenden, dan
kolon sigmoid. Kolon ini dibentuk oleh jaringan otot, yang memungkinkannya menampung
dan mengeliminasi produk buangan dalam jumlah besar. Kolon memiliki empat fungsi yang
saling berkaitan, yaitu absorpsi, proteksi, sekresi, dan eliminasi.
8. Rektum
Produk buangan yang mencapai kolon sigmoid disebut feses. Sigmoid menyimpan feses
sampai beberapa saat sebelum defekasi. Dalam kondisi normal, rectum tidak berisi feses
sampai defekasi.

Fisiologi saluran pencernaan terdiri dari :


Usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan/absorpsi makanan. Bila isi usus halus mencapai
sekum, maka semua zat makanan telah diabsorpsi dan sampai isinya cair (disebut chyme).
Selama perjalanan didalam kolon (16 – 20 jam) isinya menjadi makin padat karena air
diabsorpsi dan sampai di rektum feses bersifat padat – lunak.
Fungsi utama usus besar (kolon) adalah menerima chyme dari lambung dan
mengantarkannya ke arah bagian selanjutnya untuk mengadakan absorpsi / penyerapan baik
air, nutrien, elektrolit dan garam empedu. Mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai
protektif sehingga akan melindungi dinding usus dari aktifitas bakteri dan trauma asam yang
dihasilkan feses. Sebagai tempat penyimpanan sebelum feses dibuang.Anus / anal / orifisium
eksternal mempunyai dua spinkter yaitu internal (involunter) dan eksternal (volunter)

Fisiologi Defekasi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari
sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika
gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris
dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
Refleks defekasi instrinsik: Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding
rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai
gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang
ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal
interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi parasimpatis : Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan
ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan
rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan
spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu
duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan
meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar
panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus.
Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam
perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah
rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara
berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses ( Potter &
Perry, 2006).
2. EPIDEMIOLOGI/INSIDEN KASUS
Gangguan eliminasi fekal merupakan salah satu penyakit gastrointestinal (GI) dimana
masalah kehesehatan utama yang menyerang lebih dari 34juta orang amerika. Kira-kira 20
juta dari mereka mengalami gangguan kronis dan kira-kira 2 juta mengalami kecacatan
permanen. Jumlah yang meninggal setiap tahun karena penyakit GI adalah 200.000. penyakit
gastrointestinal penting karena mayoritas dari proses pencernaan tempat terjadinya absorpsi.
Jenis penyakit dan gangguan yang mempengaruhi saluran GI sangat banyak dan bervariasi
(Brunner dan Suddarth 2001)
3. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI
a. Usia
Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengtrol defekasi yang berbeda. Bayi
belum memiliki kemampuan mengontrol secara penuh dalam buang air besar, sedangkan
orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengontrol secara penuh dan pada usia lanjut
proses pengontrolan tersebut mengalami penurunan
b. Diet
Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi.
Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi
dan jumlah yang dikonsumsipun dapat mempengaruhinya.

c. Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras karena proses
absorpsi kurang sehingga dapat mempengaruhi kesulitan defekasi
d. Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivita tonus otot abdomen,
pelvis dan diagfragma dapat membantu kelancaran proses defekasi, sehingga proses
pergerakan peristaltic pada daerah kolon dapat bertambah baik dan memudahkan dalam
membantu proses kelancaran proses defekasi
e. Pengobatan
Pengobatan dapat mempengaruhi proses defekasi, seperti penggunaan laksansia atau antasida
yang terlalu sering
f. Gaya hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada
seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/kebiasaan melakukan buang air besar di tempat
yang bersih atau toilet. Maka, ketika orang tersebut buang air besar ditempat terbuka atau
tempat yang kotor, ia mengalami kesulitan dalam proses defekasi
g. Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit-penyakit yang
berhubungan langsung pada siste, pencernaan, seperti gatroenteristis atau penyakit infeksi
lainnya
h. Nyeri
Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau keinginan untuk berdefekasi seperti
nyeri pada beberapa kasus hemoroid dan episiotomy
i. Kerusakan sensoris dan motoris
Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat mempengaruhi proses defekasi karena
dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam berdefekasi. Hal tersebut
dapat diakibatkan oleh kerusakan pada tulang belakang atau kerusakan saraf lainnya

j. Faktor psikologis
Penyakit tertentu yang mengakibatkan diare berat, seperti colitis ulseratif, mungkin memiliki
komponen psikologis. Aktivitas peristaltic meningkat pada beberapa orang yang mengalami
cemas atau marah dan akhirnya dapat menimbulakn diare. Orang yang depresi dapat
mengalami penurunan motilitas usus yang mengakibatkan konstipasi
k. Tonus otot
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi. Aktivitasnya juga
merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chyme sepanjang colon. Otot-otot yang
lemah sering tidak efektif pada peningkatan tekanan intraabdominal selama proses defekasi
atau pada pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari berkurangnya
latihan (exercise), imobilitas atau gangguan fungsi syaraf.
l. Prosedur diagnostik
Prosedur diagnostik tertentu, seperti sigmoidoscopy, membutuhkan agar tidak ada makanan
dan cairan setelah tengah malam sebagai persiapan pada pemeriksaan, dan sering melibatkan
enema sebelum pemeriksaan. Pada tindakan ini klien biasanya tidak akan defekasi secara
normal sampai ia diizinkan makan.
Barium (digunakan pada pemeriksaan radiologi) menghasilkan masalah yagn lebih jauh.
Barium mengeraskan feses jika tetap berada di colon, akan mengakibatkan konstipasi dan
kadang-kadang suatu impaksi.
m. Anastesi dan pembedahan
Anastesi umum menyebabkan pergerakan colon yang normal menurun dengan penghambatan
stimulus parasimpatik pada otot colon. Klien yang mendapat anastesi lokal akan mengalami
hal seperti itu juga. Pembedahan yang langsung melibatkan intestinal dapat menyebabkan
penghentian dari pergerakan intestinal sementara. Hal ini disebut paralytic ileus, suatu
kondisi yang biasanya berakhir 24 – 48 jam. Mendengar suara usus yang mencerminkan
otilitas intestinal adalah suatu hal yang penting pada manajemen keperawatan pasca bedah.

n. Iritan
Zat seperti makanan pedas, toxin baklteri dan racun dapat mengiritasi saluran intestinal dan
menyebabkan diare dan sering menyebabkan flatus

4. PATOFISIOLOGI
Ileus dapat disebabkan oleh manipulasi organ abdomen, peritonitis, sepsis perlengketan
neoplasma, benda asing, striktur dll. Adanya penyebab tersebut dapat mengakibatkan passage
usus terganggu sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan dlm lumen usus. Hal ini dapat
menyebabkan gangguan absorbsi H20 dan elektrolit pada lumen usus yang mengakibatkan
kehilangan H20 dan natrium. Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh
cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang
menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter
cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat
mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah
pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas
kehilangan
ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok—hipotensi,
pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan
usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan
peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat
distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri
ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik (brunner&suddarth:2001)
Divertikulitis
Divertikulum terbentuk bila mukosa dan lapisan submukosa kolon mengalami herniasi
sepanjang dinding muskuler akibat tekanan intraluminal tinggi dan volume kolon yang
rendah dan penurunan kekuatan otot dalam dinding kolon. Divertikulum tersumbat dan
kemudian terinflamasi jika obstruksi terus berlanjut. Inflamasi cendrung menyebar ke dinding
usus sekitar mengakibatkan timbulnya kepekaan dan spattisitas kolon. Pada inflamasi lokal
usus besar menyempit pada striktur fibrotik yang menimbulkan kram feses berukuran kecil-
kecil dan peningkatan konstipasi, (brunner&suddarth:2001)

Manipulasi organabdomen,
Mukosa danlapisan mukosa peritonitis, neoplasma dan
mengalami herniasi benda asing

Penyempitan
Terinflmasi lokal lumenusus
Usus besarmenyempit
pada stiktur fibrotik
5. KLASIFIKASI
Jenis-jenis gangguan eliminasi fekal:
Secara umum terdapat beberapa masalah defekasi yang umum diantaranya konstipasi,
impaksi, diare, inkontinensia (Potter & Perry, 2006).
a. Konstipasi
Deskripsi : Keadaan individu yang mengalami atau berisiko tinggi mengalami stasis usus besar sehingga
menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, atau keluarnya tinja terlalu kering dan keras.
Penyebab :
- Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis, CVA dan lain-
lain
- Pola defekasi yang tidak teratur
- Nyeri saat defekasi karena hemoroid
- Menurunnya perstaltik karena stress psikologis
- Penggunaan obat, seperti penggunaan antasida, laksantif, atau anaestesi
- Proses penuaan
Gejala :
- Adanya feses yang keras
- Defekasi kurang dari 3 kali seminggu
- Menurunnya bising usus
- Adanya keluhan pada rectum
- Nyeri saat mengejan dan defekasi
- Adanya persaan masih ada sisa feses
b. Impaksi
Deskripsi : Kumpulan feses yang mengeras.mengendap di dalam rectum yang tidak dapat dikeluarkan.
Pada kasus impaksi berat, massa dapat lebih jauh masuk ke dalam kolon sigmoid. Klien yang
menderita kelemahan, kebingungan atau tidak sadar adalah klien yang paling berisiko
mengalami impaksi. Mereka terlalu lemah atau tidak sadar akan kebutuhannya untuk
melakukan defekasi.
Penyebab : Akibat dari konstipasi yang tidak diatasi
Gejala :
- ketidakmampuan untuk mengeluarkan feses selama beberapa hari, walaupun terdapat
keinginan berulang untuk melakukan defekasi
- kehilngan nafsu makan
- distensi
- kram abdomen
- nyeri rektum
c. Diare
Deskripsi : Peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran feses yang cair dan tidak berbentuk.
Atau arti lain adalah keadaan individu yang mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair.
Diare adalah gejala gangguan yang mempengaruhi proses pencernaan, absorpsi, dan sekresi
di dalam saluran GI. Isi usus terlalu cepat keluar melalui usus halus dan kolon sehingga
absorpsi cairan yang biasa tidak dapat berlangsung. Iritasi di dalam kolon dapat menyebabkan
peningkatan sekresi lendir. Akibatnya feses menjadi lebih encer sehingga klien menjadi tidak
mampu mengontrol keinginan untuk defekasi.
Penyebab :
- Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksi
- Peningkatan peristaltic karena peningkatan metabolisme
- Efek tindakan pembedahan usus
- Efek penggunaan obat seperti antasida, laksansia, antibiotic dan lain-lain
- Stress psikologis
Gejala :
- Adanya pengeluaran feses cair
- Frekuensi lebih dari 3 kali sehari
- Nyeri/kram abdomen
- Bising usus meningkat
d. Inkontinensia
Deskripsi : Ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari anus. Kondisi fisik yang
merusakkan fungsi atau control sfingter anus dapat menyebabkan inkontinensia. Pengertian
lain mengenai inkontinensia adalah keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan
defekasi normal dengan pengeluaran feses tanpa disadari, atau juga dapat dikenal dengan
inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol
pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat kerusakan sfingter.
Penyebab :
- Gangguan sfingter rectal akibat cedera anus, pembedahan, dan lain-lain
- Distensi rectum berlebih
- Kurangnya control sfingter akibat cedera medulla spinalis, CVA, dan lain-lain
- Kerusakan kognitif
Gejala :
- Pengeluaran fese yang tidak dikehendaki
e. Flatulen
Deskripsi : Suatu keadaan dimana gas terakumulasi di dalam lumen usus, dinding usus meregang dan
berdistensi. Flatulen adalah penyebab umum abdomen menjadi penuh , terasa nyeri, dan
kram. Penyebab :
- Penurunan motilitas usus akibat penggunaan opiate
- Agens anestesi umum
- Bedah abdomen
- Imobilisasi
Gejala :
- Tidak terjadinya sendawa dan pengeluaran flatus
f. Hemoroid
Deskripsi : Keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di
daerah anus. Ada dua jenis hemoroid, yakni hemoroid internal dan hemoroid eksternal.
Penyebab :
- Konstipasi
- Peregangan saat defekasi
- dan lain-lain
Gejala :
- Terlihat penonjolan kulit, apabila vena mengeras akan terjadi perubahan menjadi keunguan
6. GEJALA KLINIS
a. Konstipasi
- Menurunnya frekuensi BAB
- Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
- Nyeri rectum
b. Impaksi
- Tidak BAB
- Kembung/kram
- Nyeri rectum
c. Diare
- BAB seringdengancairandanfeses yang tidakberbentuk
- Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
- Feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
d. InkontinensiaFekal
- Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus
- BAB encer dan jumlahnya banyak
e. Flatulens
- Menumpuknya gas pada lumen intestinal
- Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
- Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
f. Hemoroid
- Pembengkakan vena padadinding rectum
- Perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
- Merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
g. Nyeri
7. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi
dan palpasi dikhususkan pada saluran intestinal
Adapun yang dapat dilakukan perawat dalam hal ini, adalah
- Inspeksi
Perawat menginspeksi keempat kuadran abdomen untuk melihat warna, bentuk, kesimetrisan
dan warna kulit.Inspeksi juga mencakup pemeriksaan adanya massa, gelombang peristaltik.
Dalam kondisi normal, gelombang peristaltic tidak terlihat, namun gelombang peristaltik
yang terlihat dapat merupakan tanda adanya obstruksi usus.
- Auskultasi
Perawat mengauskultasi abdomen dengan menggunakan stetoskop untuk mengkaji bising
usus di setiap kuadran. Bising usus normal terjadi setiap 5 sampai 15 detik dan berlangsung
selama
½ sampai beberapa detik. Tidak adanya bising usus atau bising usus yang hipoaktif dapat
terjadi jika klien menderita ileus paralitik.
- Palpasi
Perawat mempalpasi abdomen untuk melihat adanya masa atau area nyeri yang ditekan.
- Perkusi bertujuan untuk mendeteksi adanya lesi, cairan atau gas di dalam
abdomen. Pemeriksaan fisik rectumdan anus
Pemeriksaan rectum dan anus meliputi inspeksi.
- Inspeksi
Perawat menginspeksi feses klien yang meliputi observasi feses klien dengan melihat warna,
konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen.

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostic saluran gastrointestinal meliputi visualisasi langsung ataupun tidak
langsung dan pemeriksaan laboratorium :
a. Tehnik visualisasi langsung
Instrumen yang dimasukkan ke dalam mulut atau rektum memungkinkan dokter
menginspeksi integritas lendir. Pemeriksaan diagnostic yang melibatkan visualisasi struktur
saluran GastroIntestinal (GI), sering memerlukan dikosongkannya isi di bagian usus. Klien
tidak diizinkan untuk makan atau minum setelah tengah malam jika esoknya akan dilakukan
pemeriksaan seperti pemeriksaan dengan menggunakan barium enema, endoskopi saluran GI
bagian bawah atau serangkaian pemmeriksaan saluran GI bagian atas biasanya pasien
menerima katartik dan enema. Pengosongan usus dapat menganggu eliminasi sampai klien
dapat makan dengan normal.
b. Pemeriksaan laboratorium:
Spesimen feses, perawat bertanggung jawab secara langsung untuk memastikan bahwa
spesiemen diambil dengan akurat, diberi label dengan benar pada wadah yang tepat dan
dikirim
ke laboratorium tepat waktu ditempatkan pada wadah khusus dan di dalam pengawet kimia.
Pengambilan spesimen mengguakan teknik aseptic .
Karaterisitik Feses (potter&perry:2005)
No. Karakteristik Normal Abnormal Penyebab Abnormal
1. Warna Bayi: kuning, Putih atau warna tanah Tidak ada kandungan
Orang Dewasa: liat, Hitam atau warna empedu
coklat termerah (melena) Pengonsumsian zat besi atau
Pucat mengandung perdarahan saluran GI bagian

Bau menyengat: lemak perubahan yang atas


2. Bau
dipengaruhi oleh berbahaya Perdarahan saluran GI bagian

tipe makanan bawah (hemoroid)

lunak, berbentuk Cair, padat Malabsorbsi lemak


3. Konsistensi Darah di dalam feses atau
infeksi
bervariasi (bayi:4-
Diare,penurunan absorpsi
6x/hari jika ASI, 1- Bayi lebih dari 6x
konstipasi
3x/hari jika susu sehari atau kurang dari
Hipomotilitas atau
4. Frekuensi botol) dewasa 2- 1 kali/1-2hari. Dewasa
hipermotilitas
3x/minggu lebih 3x sehari atau
kurang dari 1 kali
seminggu

150gr/hari
(dewasa)
5. Jumlah
Menyerupai Sempit berbentuk Obstruksi, peristaltic yang
diameter rectum pensil cepat
6. Bentuk Makanan tidak
dicerna bakteri Perdarahan internal, infeksi,
Darah, pus, materi
mati, lemak materi-materi yang tertelan,
asing, cacing
7. Unsur-unsur pigmen empedu, iritasi, inflamasi
sel-sel mukosa
usus, air

9. THERAPY/TINDAKAN PENANGANAN
Perawat dapat melakukan penanganan:
Memposisikan klien duduk saat melakukan BAB di tempat tidur untuk mengurangi
ketegangan pada punggung bagian belakang
Memberikan obat katartik dan laksatif sesuai prosedur dan bila klien tidak mampu defekasi
dengan normal karena rasa nyeri, konstipasi atau Impaksi
Agens anti diare seperti opiate, kodein fosfat, opium tintur, dan difenoksilat untuk klien yang
menderita diare, seringnya pengeluaran feses yang encer
Enema adalah memasukan suatu larutan kedalam rectum dan kolon sigmoid untuk
meningkatkan defekasi dengan menstimulasi peristaltic
Pengeluaran feses secara manual dimana perawat membantu klien yang mengalami impaksi,
massa feses yang terlalu besar mengeluarkannya secara volunteer yaitu memecah feses
dengan jari tangan dan mengeluarkan bagian demi bagian
Bowel training (pelatihan defekasi) klien yang mengalami inkontinensia usus tidak mamou
mempertahankan kotrol defekasi. Program bowel training dapat membantu beberapa klien
mendapatkan defekasi yang normal, terutama klien yang masih memiliki kontrol
neuromuscular (Doughty,1992)
10. KOMPLIKASI
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena hemoroidalis di daerah
anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks
yakni melibatkan beberapa unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar
anorektal
Klasifikasi hemoroid yaitu:
a. Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi oleh epitel skuamos
yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut saraf nyeri somatik

b. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi mukosa.

c. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit pada
bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri. ( Potter & Perry, 2006).

Menurut Person (2007), hemoroid internal diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan yakni:
a. Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal.

b. Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat pemeriksaan
tetapi dapat masuk kembali secara spontan.

c. Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk kembali secara
manual oleh pasien.
d. Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal meski dimasukkan
secara manual.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN (DATA SUBJEKTIF DAN OBJEKTIF)
Data subjektif :
a. Klien mengatakan sulit untuk BAB
b. Klien mengatakan mengejan keras saat BAB
c. Klien merasakan adanya sakit/nyeri saat defekasi
d. Klien mengatakan perutnya terasa tidak nyaman dan kembung
Data Objektif
Inspeksi:
a. Perut klien kembung tidak simetris
b. Feses keras dan kering
c. Terlihatnya gelombang peristaltic yang menandakan adanya obstruksi
usus Auskultasi
a. terjadinya peningkatan bising usus (awal obstruksi) dan selanjutnya terjadi penurunan bising
usus (lanjut)
Palpasi
a. Teraba massa saat dilakukan palpasi
b. Adanya rasa nyeri saat ditekan
c. Menurunnya pasase usus
Perkusi
a. Adanya lesi, cairan atau gas di dalam abdomen.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a. Risiko konstipasi
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No. Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
hasil
1. Risiko Setelah dilakukan NIC Label: Bowel
konstipasi tindakan Management :
keperawatan selam Pantau pergerakan,
… x 24 jam, frekuensi, konsistensi, Untuk mengetahui
diharapkan tidak bentuk dan warna pergerakan, frekuensi,
terjadi tanda-tanda feses pada klien konsistensi, bentuk dan
konstipasi dan warna feses pada klien
gangguan eliminasi Pantau suara bising
fekal berkurang usus pada klien Untuk mengetahui suara
dengan kriteria hasil: bising usus pada klien
NOC Label: Berikan cairan hangat
Bowel Elimination setelah makan
Kriteria hasil: Mengonsumsi asupan
Pertahankan pola cairan (hangat) dalam
eliminasi (bayi:4- jumlah yang cukup
6x/hari jika ASI, 1- Gunakan obat dapat membantu
3x/hari jika susu supositoria rektal dan melunakkan feses
botol) (dewasa: 2- kolaborasikan dengan
3x/minggu) (4) dokter Membantu melancarkan
Identifikasi warna pergerakan feses dalam
tinja (Bayi: kuning, Evaluasi penggunaan usus
Orang Dewasa: obat–obatan yang
coklat) (4) memiliki efek Penggunaan obat yang
Bising usus Bising samping konstipasi memiliki efek samping
usus dan peristaltik konstipasi dapat
normal 5 – 35 kali dihentikan untuk
per menit (4) Pantau tanda dan sementara
Tonus otot untuk gejala diare, impaksi
mengeluarkan feses dan konstipasi.
meningkat dengan NIC label : Nutrition Membantu dalam
skala 4-5 Management melakukan pencegahan
Nyeri saat BAB lebih awal
berkurang dengan Menyediakan pilihan
skala 4-5
makanan
Konsistensi feses
klien lunak (4)
Agar pasien dapat
memilih makanan yang
Meningkatkan intake disukainya dan dapat
memenuhi kebutuhan
protein, nutrisi
tubuhnya
Memastikan diet serat Meningkat nutrisi klin
sehingga membantu
pasien tinggi untuk
pemenuhan nutrisi
mencegah konstipasi
Pemberian serat tinggi
bisa membantu
pencegahan konstipasi.

S : Klien mengatakan bahwa fesesnya sudah tidak keras lagi


O : Setelah diauskultasi, suara bising usus klien normal
( 12 ) Setelah dipalpasi perut klien tidak teraba masa
A : Risiko konstipasi
P : Lanjutkan intervensi nutrision management
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2009.Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta:Salemba Medika
Dianawuri. 2009. Arti Defekasi. http://dianawuri.multiply.com/journal. Diakses: Tanggal 5
Desember 2012. Jam 10.00 WITA
Alimul, Aziz. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika
Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia
Edi S. Tehuteru, Badriul Hegar, Agus Firmansyah. 2001. Sari Pediatri, Vol. 3, No. 3,
Desember 2001.

Chris booker. 2008. Ensiklopedia keperawatan.penerbit buku kedokteran. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC
Dochterman dan Bulecheck. 2004. Nursing Intervention Classification (NIC). United
States of America : Mosby.
Moorhead S,dkk. 2006. Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of
America : Mosby
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2010. Diagnosis
Keperawatan 2009-2011. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Potter, Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2 Edisi 4. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai