Faktor Risiko Stroke Usia Muda
Mengapa masih muda kok terkena stroke ? Pemahaman tentang berbagai faktor
risiko lain yang spesifik pada usia muda mutlak diperlukan. Telaah pustaka ini akan
membahas secara mendalam berbagai faktor risiko stroke pada usia muda dan prognosis
stroke pada usia muda. Pembahasan terutama dilakukan pada berbagai hal‐hal berikut: (1)
genetik dan stroke, (2) migren dan stroke, (3) kontrasepsi oral dan stroke, (4) malformasi
arteriovenosa, (5) diskarsia darah dan stroke, (6) penyakit jantung kongenital dan stroke,
dan (7) alkohol dan penyalahgunaan obat.
Peran faktor genetik pada stroke
Riwayat stroke pada orang tua (baik ayah maupun ibu) akan meningkatkan risiko
stroke. Peningkatan risiko stroke ini dapat diperantarai oleh beberapa mekanisme, yaitu: (1)
penurunan genetis faktor risiko stroke, (2) penurunan kepekaan terhadap faktor risiko stroke,
(3) pengaruh keluarga pada pola hidup dan paparan lingkungan, (4) interaksi antara faktor
genetik dan lingkungan. Penelitian pada anak kembar memperlihatkan peran faktor genetik
pada risiko stroke.
Beberapa kelainan genetik yang jarang dihubungkan dengan stroke. Suatu sindrome
kelainan genetik yaitu Cerebral Autosomal Dominant Arteriopathy with Subcortical Infarct
and Leukoencephalopathy (CADASIL) ditandai oleh infark subkortikal, demensia, dan nyeri
kepala migren. Sindroma Marfan, dan neurofibromatosis tipe I dan tipe II juga dihubungkan
dengan peningkatan risiko stroke.
Migren dan stroke
Migren merupakan tipe nyeri kepala yang umum pada usia dewasa muda, dengan
prevalensi sebesar 4% sebelum masa pubertas, dan sebesar 25% pada wanita di usia 30
tahun. Beberapa penelitian epidemiologi terdahulu menunjukkan peningatan risiko stroke
pada penderita migren. Mekanisme yang mendasari kejadian stroke pada penderita migren
adalah kondisi hiperkoagubilitas dan pengurangan aliran darah serebral pada saat fase aura.
www.strokebethesda.com
1
BETHESDA STROKE CENTER LITERATUR
Etminan, dkk (2005) melakukan kajian sistematis dan meta analisis terhadap 14
penelitian (11 penelitian kasus kontrol dan 3 penelitian kohort) terdahulu. Hasil kajian
sistematis menunjukkan bahwa risiko stroke meningkat pada penderita migren (RR=2,16,
95% CI 1,89‐2,48). Peningkatan risiko ini secara konsisten teramati pada pasien migren
dengan aura (RR=2,27, 95% CI=1,61‐3,19), dan migren tanpa aura (RR=1,83, 95% CI 1,06‐
3,05), dan terlebih pada penderita migren dengan konsumsi kontrasepsi oral (RR=8,72, 95%
CI=5,05‐15,05).
Kontrasepsi oral dan stroke
Peningkatan risiko stroke akibat penggunaan kontrasepsi oral terutama teramati
pada preparat yang mengandung estradiol tinggi (≥ 50 μg). Hasil berbagai penelitian
terdahulu tentang hubungan antara pemakaian kontrasepsi oral dan stroke masih sangat
kontroversial. Analisis stratifikasi menunjukkan bahwa peningkatan risiko stroke pada
pemakai kontrasepsi oral terutama teramati pada wanita > 35 tahun, perokok sigaret,
hipertensi, diabetes, menderita migren, dan wanita dengan riwayat penyakit
thromboembolik.
Kajian sistematis Schwartz, dkk (1998) pada 2 penelitian kasus kontrol yang
mengukur risiko stroke pada wanita muda (18‐44 tahun) yang menggunakan kontrasepsi
hormonal. Data diperoleh dari hasil wawancara 177 pasien stroke iskemik, dan 198 pasien
stroke hemoragik. Sebagai kontrol dipilih 1191 subyek non stroke. Kajian sistematis tersebut
menyimpulkan bahwa tidak ada bukti yang kuat bahwa penggunaan kontrasepsi oral
hormonal meningkatkan risiko stroke. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan, terutama
pengukuran risiko yang lebih spesifik pada kelompok usia tertentu, merokok, obesitas,
hipertensi, atau riwayat migren.
Malformasi arteriovenosa
Malformasi arteriovenosa adalah kelainan kongenital, dimana arteri dan vena
langsung dihubungkan oleh satu atau lebih fistula. Hubungan langsung ini tanpa perantaraan
sistem kapiler. Lapisan arteri tidak memiliki cukup lapisan muskuler. Vena seringkali
mengalami dilatasi akibat dari tekanan aliran darah yang tinggi melalui fistula. Malformasi
www.strokebethesda.com
2
BETHESDA STROKE CENTER LITERATUR
arteriovenosa merupakan sumber stroke perdarahan pada 2% kasus stroke perdarahan, dan
pada umumnya pada usia muda (Schumacher, 2006).
Kajian sistematis Al Shahi dan Warlow (2001) memperlihatkan bahwa angka
insidensi AVM kurang lebih 1 per 100000 per tahun, dengan angka prevalensi sebesar 18 per
100000. Malformasi arteriovenosa bertanggungjawab pada 1%‐2% kasus stroke, 3% stroke
pada usia muda, dan 9% kasus perdarahan subarachnoid.
Malformasi arteriovenosa menyebabkan gangguan neurologi dengan 3 mekanisme:
(1) perdarahan yang dapat masuk ke ruang subarachnoid, ruang intra ventrikuler, dan
parenkim otak, (2) kejang pada 15%‐40% pasien dengan AVM, dan (3) defisit neurologi yang
progresif pada 6‐12% pasien, melalui mekanisme semakin membesarnya ukuran AVM atau
fenomena kekurangan aliran darah akibat aliran darah langsung dari arteri ke vena (stealing
phenomenon) (Schumacher, 2006).
Gambar 1. Potongan MRI coronal T2 dan MRA memperlihatkan AVM di lobus temporal
(Schumacher, 2006)
Tatalaksana medis untuk malformasi arteriovenosa bersifat individual, tergantung
pada demografik, riwayat penyakit, dan hasil angiografi. Terapi invasif untuk malformasi
arteriovenosa dapat meliputi embolisasi endovaskuler, reseksi bedah, dan radiasi fokal.
Terapi invasif dapat diberikan secara tunggal atau kombinasi (Schumacher, 2006).
www.strokebethesda.com
3
BETHESDA STROKE CENTER LITERATUR
Diskrasia darah dan stroke
Abnormalitas hematologi merupakan salah satu faktor risiko penyakit
serebrovaskuler. Gangguan koagulasi merupakan faktor predisposisi terjadi thrombosis.
Gannguan hemostatik yang sering dihubungkan dengan stroke adalah gangguan faktor V
Leiden, defisiensi protein C dan S dan antithrombin III, anemia sickle cell,
hiperhomosisteinemia, dan sindroma antiphospholipid antibodi (Vaishnav, 2006).
Diskrasia darah atau hiperkoagulabilitas sebagai penyebab stroke harus dicurigai ada
kondisi‐kondisi berikut ini: (1) usia < 50 tahun, tanpa penyebab stroke yang jelas, (2) riwayat
stroke berulang yang tidak dapat dijelaskan, (3) riwayat thrombosis vena sebelumnya, (4)
riwayat thrombosis pada keluarga, dan (5) abnormalitas hasil tes koagulasi. Sindroma anti
phospholipid harus dicurigai pada pasien dengan riwayat abortus berulang, demensia,
neuropati optik dan sindroma lupus (Vaishnav, 2006).
Tatalaksana diskrasia darah sebagai penyebab stroke masih kontroversial. Manfaat
dan risiko terapi harus dipertimbangkan benar. Anti koagulan merupakan pilihan terapi
utama. Tindakan profilaksis harus diberikan pada saat‐saat risiko tinggi, misalnya: kehamilan,
immobilisasi, atau masa post operasi (Vaishnav, 2006).
Penyakit jantung kongenital dan stroke
Atrial fibrilasi merupakan salah satu faktor risiko stroke kardioembolik yang utama.
Berbagai kondisi penyakit jantung lain yang simptomatik maupun asimptomatik
dihubungkan pula dengan peningkatan risiko stroke. Kelainan jantung diperkirakan ikut
bertanggungjawab pada kurang lebih 40% kasus kriptogenik stroke pada usia muda. Kelainan
jantung bawaan yang terkait dengan peningkatan risiko stroke adalah Patent Foramen Ovale,
Atrial Septal Defect, dan Atrial Septal Aneurisma).
Penyalahgunaan obat, konsumsi alkohol, dan stroke
Penyalahgunaan obat merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia. Penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa penyalahgunaan obat, termasuk kokain, amfetamin, dan
heroin berhubungan dengan peningkatan risiko stroke. Berbagai obat tersebut dapat
mengganggu aliran darah, menginduksi vaskulitis , menyebabkan embolisasi, endokarditis
www.strokebethesda.com
4
BETHESDA STROKE CENTER LITERATUR
infektif, mengganggu agregasi platelet, dan meningkatkan viskositas darah (Goldstein, dkk,
2006).
Penelitian epidemiologi terdahulu memperlihatkan hubungan kurva J‐shape untuk
konsumsi alkohol dan faktor risiko stroke. Hal ini berarti bahwa konsumsi alkohol ringan
sampai sedang memiliki efek protektif, namun konsumsi berlebih meningkatkan risiko stroke.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa konsumsi alkohol dalam dosis kecil atau sedang
akan meningkatkan kolesterol HDL, mengurangi agregasi platelet, dan menurunkan
konsentrasi fibrinogen plasma. Konsumsi alkohol berlebih akan meningkatkan risiko
hipertensi, hiperkoagulabilitas, mengurangi aliran darah otak, dan meningkatkan risiko atrial
fibrilasi (Goldstein, dkk, 2006).
Memahami faktor risiko stroke akan membantu upaya pencegahan yang efektif.
Apakah anda sudah pernah mengukur tekanan darah anda ? Pernahkah anda memeriksakan
diri ke laboratorium? Bila belum, mungkin sekaranglah saatnya. Lebih baik mencegah
daripada mengobati.
www.strokebethesda.com