Anda di halaman 1dari 58

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAPKEPATUHAN

MINUM OBAT PADA PADA PENDERITATBC DI POLI DOT TB


RSUD dr. SOETRASNO REMBANG

PROPOSAL SKRIPSI

RIA MUNANTI
NIM:2020012320

PROGRAM STUDIILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDEKIA UTAMA KUDUS
Kudus, September 2021
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAPKEPATUHAN
MINUM OBAT PADA PADA PENDERITATBC DI POLI DOT TB
RSUD dr. SOETRASNO REMBANG

PROPOSAL SKRIPSI

RIA MUNANTI
NIM:2020012320

PROGRAM STUDIILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDEKIA UTAMA KUDUS
Kudus, September 2021

PERSETUJUAN JUDUL/ TOPIK PENELITIAN

Yang bertandatangan dibawah ini, Pembimbing Utama dari :


Nama Mahasiswa : RIA MUNANTI

NIM : 2020012320
Judul Proposal : Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan
minum obat pada pada penderita TBC di POLI DOT TB
RSUD dr. Soetrasno Rembang
Menyatakan persetujuan judul / topik penelitian mahasiswa untuk dapat segera di

proses dalam bimbingan skripsi – tugas akhir STIKES Cendekia Utama Kudus

Kudus, 2021
Dosen Pembimbing,

)
PERSETUJUAN PROPOSAL PENELITIAN

Yang bertandatangan dibawah ini, Pembimbing Utama dari :


Nama Mahasiswa : RIA MUNANTI

NIM : 2020012320
Judul Proposal : Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan
minum obat pada pada penderita TBC di POLI DOT TB
RSUD dr. Soetrasno Rembang
Menyatakan persetujuan judul / topik penelitian mahasiswa untuk dapat segera di

proses dalam bimbingan skripsi – tugas akhir STIKES Cendekia Utama Kudus

Kudus,
Menyetujui,

Pembimbing Utama

( )

NIDN.

PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN


Judul Proposal : Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan
minum obat pada pada penderita TBC di POLI DOT TB
RSUD dr. Soetrasno Rembang
Nama Mahasiswa : RIA MUNANTI

NIM : 2020012320

Telah diuji di depan Tim Penguji pada tanggal Agustus 2021


Dan dinyatakan layak untuk penelitian skripsi.

Kudus, Agustus 2021

Tim Penguji

Dosen Pembimbing Ketua Penguji

Penguji Pendamping

PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,

dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Rembang, Agustus 202

RIWAYAT HIDUP
A. Identitas

Nama :

Tempat, Tanggal Lahir :

Jenis Kelamin : Agama :

Alamat :

B. Riwayat Pendidikan :

1. SD ............... , tamat Tahun .......

2. SMP ............ , tamat Tahun .......

3. SMA ............ , tamat Tahun ......

4. ...................... , tamat Tahun ......

C. Riwayat Pekerjaan : 1. ...............................................................

2. ................................................

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia yang wajib dilindungi dan
diperhatikan oleh pemerintah. Menurut Hendrick L. Blum derajat kesehatan
masyarakatsangat dipengaruhi oleh empat faktor yaitu faktorperilaku, faktor
lingkungan, faktor keturunan danfaktor pelayanan kesehatan, dari keempat
faktortersebut yang pengaruhnya cukup besar adalahfaktor perilaku dan diikuti
oleh pengaruh faktorlingkungan, setelah itu faktor pelayanan kesehatan,dan
yang terakhir faktor keturunan. Keempat faktordi atas sangat berhubungan dan
saling mempengaruhi(Syukra dan Sriani, 2015).
Penyakit yang timbul karena faktor lingkungan salah satunya adalah
penyakit tuberkulosis (TB).Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi
paling sering menyerang jaringan paru, disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Penyakit tuberkulosis (TB) paru ini dapat menyerang semua usia
dengan kondisi klinis yang berbeda-beda atau tanpa dengan gejala sama sekali
hingga manifestasi berat. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang
masih menjadi perhatian dunia. Sampai sekarang ini belum ada satu negara pun
di dunia yang bebas dari tuberkulosis (TB). Jumlah Angka kesakitan dan
kematian yang disebabkan oleh bakteri. Mycobacterium tuberculosis cukup
tinggi. Pada tahun2009 sekitar 1,7 juta orang meninggal karena
menderitatuberkulosis (TB) (600.000 diantaranya perempuan)sementara
jumlah kasus baru tuberkulosis (TB)sebanyak 9,4 juta (3,3 juta diantaranya
perempuan).Sepertiga dari jumlah penduduk di dunia sudahtertular dengan
tuberkulosis (TB) di mana sebagianbesar penderita TB terjadi pada usia
produktif 15-55tahun (Kemenkes, 2011).
Mycobacterium tuberculosis di rumah bukan penderita dimungkinkan
karena bakteri terbawa oleh aliran udara, karena rumah responden penderita
dan bukan penderita sangat berdekatan sehingga Mycobacterium tuberculosis
berhasil melayang dan masuk ke rumahbukan penderita.Bakteri ini sangat
berperan dalam penularandan penyebab terjadinya penyakit tuberkulosi
(TB)paru jika bakteri yang melayang di udara tersebut terhirup oleh manusia
sehat. Menurut Jawetz dan Adelberg’s (2018), bakteri yang terhirup akan
masukke alveoli melalui jalan nafas, alveoli adalah tempat bakteri berkumpul
dan bakteri mulai memperbanyak diri. Mycobacterium tuberculosis juga dapat
masukke bagian tubuh lainnya melalui system limfe dan cairan tubuh. Sistem
imun dan system kekebalan tubuh akan merespon dengan cara melakukan
reaksi inflamasi. Fagosit menekan bakteri, dan limfosit spesifik tuberculosis
menghancurkan bakteri dan jaringan normal. Reaksi jaringan tersebut
menimbulkan penumpukan eksudat di dalam alveoli yang bisa mengakibatkan
bronchopneumonia. Setelah pemajanan biasanya terjadi infeksi awal pada 2
sampai 10 minggu. Bakteri TB paru dapat berada disemua tempat, hal ini
sesuai dengan teori yang disebutkan oleh (Muttaqin, 2012), saat bersin, batuk,
atau berbicara, seseorang klien TB paru secara tidak sengaja menyebarkan
doplet nuklei dan terjatuh ke, tanah, atau tempat lainnya.
Karena terkena paparan sinar matahari atau panasnya suhu udara,
droplet nuklei tersebut dapat menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara
dibantu dengan pergerakan aliran angin yang menyebabkan bakteri
tuberkulosis yang terkandung di dalam doplet nuklei terbang melayang
mengikuti aliran udara. Apabila bakteri tersebut terhirup oleh orang sehat maka
orang itu berpotensi terinfeksi bakteri tuberkulosis. Penularan bakteri lewat
udara disebut dengan istilah air-born infection (Muttaqin, 2012).
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga
terhadap penderita yang sakit. Dukungan bisa berasal dari orang lain (orang
tua, anak, suami, istri dan saudara) yang dekat dengan subjek dimana bentuk
dukungan keluarga berupa informasi, tingkah laku tertentu atau materi yang
dapat menjadikan individu merasa disayangi, diperhatikan dan dicintai
(Friedman, 2010). Dukungan keluarga merupakan faktor yang sangat penting
bagi seseorang yang sedang menghadapi masalah dan dapat memberikan rasa
tenang kepada orang tersebut dalam menjalani pengobatan seperti pada pasien
TB paru (Ratna, 2010). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya oleh Maulidia (2014) terhadap 42 pasien tuberkulosis di wilayah
Ciputat didapatkan bahwa 60,9% penderita tuberkulosis mendapatkan
dukungan keluarga yang baik. Sedangkan hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya oleh Ulfa (2011) terhadap 68 responden didapatkan bahwa
sebanyak 52,9% responden mempersepsikan dukungan keluarga yang mereka
terima mendukung, sedangkan sebanyak 47,1% responden mengatakan
dukungan keluarga yang mereka terima tidak mendukung. Berdasarkan
penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belum semua pasien
TB paru diatas mendapatkan dukungan keluarga
Kepatuhan adalah suatu sikap yang merupakan respon yang hanya
muncul apabila individu tersebut dihadapkan pada suatu stimulus yang
menghendaki adanya reaksi individual. Jika individu tidak mematuhi apa yang
telah menjadi ketetapan dapat dikatakan tidak patuh. Kepatuhan minum obat di
pengaruhi oleh beberapa variabel yaitu variabel umur, pendidikan, penghasilan,
pengetahuan, sikap, dan peran PMO (Budiman, Mauliku & Anggreini, 2010).
Penderita TB dengan sikap patuh berobat tidak mudah dicapai. Oleh
karena itu ketidak patuhan minum obat anti tuberkulosis merupakan masalah
yang serius karena dapat mengakibatkan kuman menjadi resisten, relaps, dan
juga meningkatkan mordibitas serta mortalitas. Saat ini, kasus TB kebal obat di
Indonesia prevalensinya mencapai 1 sampai 2 persen dari prevalensi TB biasa.
Ketika sudah mulai kebal obat, TB butuh waktu pengobatan lebih lama yaitu
sampai 2 tahun sementara obatnya juga lebih keras dan mahal (Wirawan,
2012). Ketidak patuhan dalam pengobatan juga memberikan risiko penularan
terhadap komunitas dan berdampak pada gagalnya pemberantasan TB secara
global (Volmink J dkk, 2012).
Prevalensi kejadian TB berdasarkan diagnosis menunjukkan angka 4‰
dari jumlah penduduk, hal ini memperlihatkan bahwa dari setiap 100.000
penduduk yang ada di Indonesia ternyata terdapat 400 orang yang telah
didiagnosis menderita TB oleh tenaga kesehatan. Salah satu upaya yang
dilakukan Kementerian Kesehatan RI untuk mengendalikan penyakit TB yaitu
dengan melakukan pengobatan namun berdasarkan data Kemenkes RI tahun
2013 menunjukkan bahwa dari sebanyak 194.853 orang menderita TB paru di
Indonesia dan tingkat kesembuhan untuk pasien TB paru hanya sebanyak
161.365 orang (82,80%) dengan pengobatan lengkap hanya sebanyak 14.964
kasus (7,70%) (Kemenkes RI, 2013).
Tahun 2013, World Health Organization (WHO) memperkirakan ada
sekitar 9 juta kasus tuberkulosis baru dan diperkirakan sekitar 1,5 juta yang
meninggal karena TB. Indonesia merupakan negara kelima dengan penderita
TB terbanyak setelah negara India, Cina, Nigeria dan Pakistan.Diperkirakan
jumlah kasus TB pada tahun 2013 sekitar 680.000 kasus. Angka kematian TB
di Indonesia pada tahun 2013 meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 27 per
100.000 penduduk menjadi 64 per 100.000 penduduk, tetapi angka insidennya
turun dari 185 menjadi 183 per 100.000 penduduk di tahun 2013.3,4
Secara geografis, sebagian besar kasus TBC pada 2018 ada di Wilayah
di Asia Tenggara (44%) dan presentase paling kecil di Eropa (3%). Delapan
negara menyumbang dua pertiga dari total global: India (27%), Cina (9%),
Indonesia (8%), Filipina (6%), Pakistan (6%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%)
dan Afrika Selatan (3%) (WHO,2019). Secara global kasus baru tuberkulosis
sebesar 6,4 juta, setara dengan 64% dari insiden TBC (10,0 juta). Penyakit
TBC tetap menjadi 10 penyebab kematian tertinggi di dunia dan kematian
tuberkulosis secara global diperkirakan 1,3 juta pasien (WHO,2018).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 prevalensi penduduk
Indonesia yang didiagnosis Penyakit TBC oleh 3 tenaga kesehatan tahun 2018
adalah 0,4 % setara dengan 420.994 kasus (Riskesdas, 2018).
Angka Prevalensi paru di jawa tengah pada tahun 2012sebesar 106,42
per 100,000 penduduk dengan angka kematian TB paru sebesar 1,44 per
100,000 penduduk secara umum angka penemuan kasus Case Detection Rate
(CDR) TB paru di jawa tengah menigkat dari tahun ke tahun sejak 2012
(Dinkes Provinsi, 2012).
Pada tahun 2014 penemuan penderita baru TB paru BTA+ sebanyak 433
kasus dari perkiraan kasus sebanyak 652 kasus. Angka penemuan penderita
atau Case Detection Rate(CDR) sebesar 66,4% . Adapun perkembangan CDR
penyakit TB Paru di Kabupaten rembang dari tahun 2010-2014 mengalami
penigkatan dari 43,3% menjadi 66,5% (Profil Kesehatan Kab Rembang, 2014).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medis RSUD dr.
Soetrasno Rembang Jumlah kunjungan TBC pada tahun 2018 sebanyak 726
orang, pada thun 2019 mengalami peningkatan dengan jumlah 2284 orang,
tahun 2020 penderita TBC mencapai 1241 orang dan tahun 20021 mencapai
181 orang.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis di POLI DOT
TB RSUD dr. Soetrasno Rembang pada tgl 07 Mei 2021. pada 15 pasien yang
menjalani program pengobatan di Poli Paru RSUD dr. Soetrasno Rembang, 5
pasien diantaranya mengatakan tidak tepat waktu untuk mium obat dan tidak
anter kelurga pada saat kontrol dan 10 pasien diantaranya mengatakan tepat
waktu dalam menjalani pengobatan dan mendapatkan dukungan penuh dari
kelurga demi kesembuhannya. Ini membuktikan Dukungan keluarga
mempunyai hubungan terhadap kepatuhan minum obat pada penderita TBC.
Berdasarkan data di atas maka penulis teratarik untuk melakukan suatu
penelitian tentang Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum
obat pada penderita TBC di Poli DOT TB RSUD dr. Soetrasno Rembang.
B. Perumusan Masalah
Adakah Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum
obat pada penderita TBC di Poli DOT TB RSUD dr. Soetrasno Rembang
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan
minum obat pada penderita TBC di Poli DOT TB RSUD dr. Soetrasno
Rembang
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan
minum obat pada pada penderita TBC di Poli DOT TB RSUD dr.
Soetrasno Rembang
b. Menganalisis Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan
minum obat pada pada penderita TBC di Poli DOT TB RSUD dr.
Soetrasno Rembang

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dapat meningkatkan kemampuan serta menambah pengalaman dan
pengetahuan peneliti dalam melakukan riset kuantitatif dalam penelitian di
bidang keperawatan tentangdukungan keluarga terhadap kepatuhan minum
obat pada pada penderita TBC diPoli DOT TB RSUD dr. Soetrasno
Rembang
2. Bagi STIKES Cendikia Utama Kudus
Menambah wawasan, dan meningkatkan refrenci kepustakaan atau
dokumentasi atas apa yang telah diteliti dalam pengembangan ilmu
kesehatan khususnya di STIKES Cendikia Utama Kudus
3. Bagi lokasi Penelitian RSUD dr. R Soetrasno
Digunakan sebagai acuan dan sebagai bahan evaluasi dalam
meningkatkan pelayanan dan meningkatkan peran PMO dan dukungan
keluarga selama masa pengobatan TB
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi bagi
peneliti selanjutnya dalam penelitian yang akan datang.
E. KeasliaanPenelitian
Tabel 1.1 Keaslian penelitian
NamaPenelitian Judul MetodePenelitian Variable Penelitian Hasil
(Tahun) Penelitian Penelitian
Latiful Muna MOTIVASI DAN Desain penelitian analitik Variabel independen dalam Hubungan Motivasi dengan Kepatuhan
(2014) DUKUNGAN SOSIAL observasional dengan pendekatan penelitian ini adalah: berobat Dari hasil penelitian ada
KELUARGA Cross Sectional. Populasi Motivasi dan Dukungan hubungan negatif antara motivasi dengan
MEMPENGARUHI Sampel penelitian sebanyak 16 sosial keluarga sedangkan kepatuhan berobat (OR = 0,67; p =
KEPATUHAN orang. Sampling yang digunakan Variabel Dependen adalah 0,667). Pasien yang motivasinya tinggi
BEROBAT PADA probability sampling, dengan kepatuhan berobat kemungkinan patuh 7/10 kali lebih
PASIEN TB PARU teknik simple random sampling. rendah daripada pasien yang motivasinya
DI POLI PARU BP4 Instrumen yang digunakan adalah rendah. Dari hasil penelitian berbanding
PAMEKASAN kuesioner. terbalik, yaitu pasien yang motivasinya
tinggi banyak yang tidak patuh,
sebaliknya pasien yang motivasinya
rendah banyak yang patuh dalam
menjalani pengobatan.

Asra HUBUNGAN Penelitian ini merupakan Variabeldependendukungan Terdapat hubungan dukungan keluarga
Septia(2012) DUKUNGAN penelitian keluarga dengan kepatuhan minum obat pada
KELUARGA DENGAN kuantitatif dengan desain Variabel independent penderita TB Paru di Rumah Sakit Umum
KEPATUHAN MINUM penelitian survey Kepatuhan minum obat Daerah Arifin Achmad. Hasil uji statistik
OBAT PADA analitik dengan rancangan survey nilai p-value = 0.036 (p <0,05).
PENDERITA TB PARU cross sectional Berdasarkan hipotesis yang diajukan
suatu penelitian untuk apabila p-value. ≤0,05 PDND dapat
mempelajari dinamika dikatakan ada hubungan yang bermakna
korelasi antara dua variabel antara duavariabel, sehingga Ho ditolak.
secara simultan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP TEORI TUBERKULOSIS PARU


1. Pengertian
Penyakit Tuberkulosis Paru (TBC) adalah penyakit radang paru
yang menular karena infeksi kuman yaitu Mikobakterium tuberkulosis
(Mycobacterium tuberculosis) (Depkes, 2011).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang menyerang
perenkim paru, egan infeksiusnya adalah mycobacrerium tuberkolosis
yang merupakan batang aerobik yang tahan asam, tumbuhny lambat dan
agak sensitif dengan panas dan sinar ultraviolet. Penyakit TB bisa
ditularkan ke bagian tubuh yang lain seperti menines, tulang, ginjal, dan
nodus limfe (Brunner & Suddarth, 2014).
2. Etiologi
Tuberkulosis paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai. Basil Tahan
Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung,
tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh kuman ini dapat dorman atau tertidur lama selama beberapa
tahun (Depkes, 2011).
3. Cara Penularan
Cara penularan tuberculosis melalui percikan dahak (droplet).
Sumber penularan adalah penderita tuberculosis paru BTA (+), pada waktu
penderita tuberculosis paru batuk atau bersin. Droplet yang mengandung
kuman TBC dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa
jam, sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan di mana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman, percikan
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam
saluran pernafasan. Setelah kuman TBC masuk ke dalam tubuh manusia
melalui pernafasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru ke
bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,
saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya (Depkes,
2011).
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahaknya, maka makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahaknya negatif maka penderita tersebut dianggap tidak
menular (Depkes, 2011).
Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis
Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi
antara 1 – 3%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun
di antara 1000 penduduk terdapat 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar
orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB paru, hanya sekitar
10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB paru. Dari
keterangan di atas dapat diperkirakan pada daerah dengan ARTI 1% maka
di antara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 penderita tuberculosis
setiap tahun, di mana 50 penderita adalah BTA positif (Depkes, 2011).
4. Patogenesis Tuberkulosis Paru
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati system pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan
sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat
kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di
paru, yang mengakibatkan radang di dalam paru. Aliran getah bening di
sekitar hilus paru, ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-
6 minggu. Infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberculin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer
tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya
tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tubuh dapat
menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian beberapa
kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dorman (tidur).
Kadang daya tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman,
akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi sakit
Tuberkulosis Paru (Depkes, 2018).
5. Klasifikasi Tuberkulosis Paru
a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam:
1) Tuberkulosis Paru BTA Positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak Sewaktu-
Pagi-Sewaktu (SPS) hasilnya BTA positif, 1 spesimen dahak SPS
hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis aktif.
2) Tuberkulosis Parut BTA negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. TB
paru BTA negatif rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.
b. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain (Depkes, 2011).
c. Tipe Penderita TB Paru
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu (Depkes, 2011):
1) Kasus Baru
Kasus baru adalah yang belum pernah diobati dengan Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang
dari satu bulan (30 dosis harian).
2) Kambuh
Kambuh adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan
sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.
3) Pindahan (Transfer in)
Pindahan adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan
di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten
ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat
rujukan/pindah.
4) Setelah lalai (Pengobatan setelah default/drop out)
Drop out adalah penderita yang sudah berobat paling kurang
1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali
berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif.
5) Gagal (Failure)
Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan
sebelum akhir pengobatan atau lebih). Pasien gagal juga adalah
penderita dengan hasil BTA negative rontgen positif menjadi BTA
positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan.
6) Kasus kronis
Kasus kronis adalah penderita dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulang kategori dua.
6. Tanda dan Gejala
a. Gejala utama
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih
b. Gejala tambahan, yang sering dijumpai menurut Sudoyo (2017):
1) Batuk/ batuk darah: batuk terjadi dikarenakan adanya iritasi pada
bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk
radang. Batuk baru ada setelah terjadi peradangan pada paru - paru
setelah berminggu-minggu. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). Keadaan lanjut adalah berupa batuk darah
karena pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan terjadi pada
kavitas, namun dapat terjadi juga di ulkus dinding bronkus.
2) Sesak nafas : pada penyakit ringan belum dirasakan sesak napas.
Namun akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yaitu pada
infiltrasinya sudah meliputi setengah paru.
3) Nyeri dada : nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai
ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua
pleura sewaktu pasien inspirasi atau aspirasi.
4) Rasa kurang enak badan (malaise) : gejala ini sering ditemukan
berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, meriang, nyeri
otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini semakin lama
semakin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
5) Demam meriang lebih dari sebulan : biasanya subfebris menyerupai
influenza. Namun terkadang suhu tubuh bisa mencapai 40-41 °C.
Serangan demam hilang dan timbul. Sehingga penderita merasa
tidak terbebas dari serangan demam influenza ini. Keadaan ini
sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan banyaknya
bakteri yang masuk.
7. Pemeriksaan Penunjan
Menurut Barara & Juahar (2013), ada beberapa pemeriksaan yaitu:
a. Pemeriksaan dahak/ Kultur sputum : Positif untuk mycobacterium pada
tahap akhir penyakit
b. Ziehl-Neelsen (Pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
darah) : Positif untuk basil asam cepat.
c. Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer): Reaksi positif (area durasi 10
mm, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradermal antigen) menunjukkan
infeksi masa lalu dan adanya antibody tetapi tidak secara berarti
menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara
klinik sakit berarti bahwa tuberkulosis aktif tidak dapat diturunkan atau
infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
d. Elisa western blot: dapat menyatakan adanya HIV
e. Foto torax : dapat menunjukkan infeksi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukkan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
f. Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster, urine dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit) : Positif untuk mycobacterium
tuberculosis
g. Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granula TBC; adanya sel
raksasa menunjukkan sel nekrosis.
8. Komplikasi Tuberkulosis
Infeksi tuberkulosis paru jika tidak ditangani dengan baik, maka
akan menimbulkan komplikasi, yang terbagi menjadi dua yaitu (Ardiansyah,
2012).
a. Akut : Pleuritis, efusi pleura, empiema, gagal napas, laringitis.
b. Kronis : Obstruksi jalan napas pasca TBC, kerusakan parenkim berat,
fibrosis paru, kor pulmonal, karsinoma paru, amiloidosis, sindrom gagal
napas dewasa.
9. Pencegahan Penularan Penyakit Tuberkulosis
Cara pencegahan penularan penyakit TBC sebagai berikut (Depkes,
2012):
a. Minum obat secara lengkap dan teratur sampai sembuh
b. Pasien TBC harus menutup mulutnya pada waktu bersin dan batuk
karena kuman TB yang keluar bersama percikan dahak pada saat:
1) Bicara : 0 – 200 kuman
2) Batuk : 0 – 3.500 kuman
3) Bersin : 4.500 – 1.000. 000 kuman
c. Tidak membuang dahak di sembarang tempat, tetapi dibuang di tempat
khusus dan tertutup. Misalnya dengan menggunakan wadah atau kaleng
tertutup yang sudah diberi karbol/antiseptic. Kemudian dahak ditimbun
ke dalam tanah.
d. Menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), antara lain:
1) Menjemur peralatan tidur
2) Membuka jendela dan pintu setiap pagi agar udara dan sinar matahari
masuk.
3) Aliran udara (ventilasi) yang baik dalam ruangan dapat mengurangi
jumlah kuman di udara. Sinar matahari langsung dapat mematikan
kuman.
4) Makan makanan bergizi.
5) Tidak merokok dan minum minuman keras
6) Melakukan aktivitas fisik/olahraga secara teratur
7) Mencuci peralatan makan dan minum dengan air bersih mengalir
memakai sabun.
8) Mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan menggunakan sabun.
10. Pengobatan Tuberkulosis Paru (TBC)
Pengobatan penderita tuberkulosis paru harus dengan panduan
beberapa Obat Anti Tuberkulosis (OAT), berkesinambungan dan dalam
waktu tertentu agar mendapatkan hasil yang optimal. Kesembuhan yang
baik akan memperlihatkan pemeriksaan sputum BTA negatif, adanya
perbaikan radiologi menghilangnya gejala penyakit (Depkes, 2012).
Dari segi kegiatan antimikroba, pemberian OAT bertujuan
memperoleh konversi dahak. Kenegatifan dahak adalah dahak satu kali
negative mikroskopis atau biakan, sedangkan konversi dahak adalah dahak
biakan tiga kali berturut-turut negatif pada pemeriksaan sekali sebulan.
Seminggu sebelum fase awal diselesaikan harus diperiksa dua specimen
dahak untuk melihat terjadinya konversi dahak. Jika salah satu hasil
pemeriksaan BTA positif, fase intensif dilanjutkan 1 bulan lagi dengan OAT
sisipan. Setelah pengobatan satu bulan diperiksa dahak ulang, bila hasilnya
negatif pengobatan dilanjutkan dengan fase lanjutan (Depkes, 2012).
11. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Penyakit TBC
a. Usia
Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TBC adalah kelompok
usia produktif yaitu 15-55 tahun (Kementrian Kesehatan RI,2010) karena
pada usia produktif selalu dibarengi dengan aktivitas meningkat sehingga
banyak berinteraksi dengan kegiatan yang banyak pengaruh terhadap
resiko tertular penyakit TBC. Jika ditinjau dari keberhasilan konversi,
usia berhubungan dengan konversi. Kekuatan untuk melawan infeksi
adalah tergantung pertahanan tubuh dan ini sangat dipengaruhi oleh umur
penderita. Tingkat umur penderita dapat mempengaruhi kerja efek obat,
karena metabolisme obat dan fungsi organ tubuh kurang efisien pada
bayi yang sangat muda dan pada orang tua, sehingga dapat menimbulkan
efek yang lebih kuat dan panjang pada kedua kelompok umur ini (Astri,
2017).
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan suatu variabel untuk membedakan
presentasi penyakit antara laki-laki dan perempuan. Menurut Infodatin
(2018) jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih
besar dibandingkan pada perempuan. Hal ini terjadi karena laki-laki
memiliki aktvitas yang lebih tinggi dibandingkan perempuan, sehingga
kemungkinan terpapar lebih besar dari pada laki-laki. Survey ini
menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang merokok
sebanyak 68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang merokok.
Untuk melihat besarnya pengaruh usia dan jenis kelamin terhadap
kejadian TBC dapat dilihat pada table berikut:
Untuk melihat besarnya pengaruh usia dan jenis kelamin terhadap
kejadian TBC dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 2.1 Besarnya pengaruh usia dan jenis kelamin terhadap TB paru
Usia dan Jenis Kelamin Pasien cenderung untuk berkembang
menjadi

Di bawah 1 tahun TB milier ++


Meningitis TB
Usia 1 tahun sampai pubertas Lesi paru-paru primer
TB Kronis menyebar, misalnya tulang dan
persendian +
TB milier +TB meningitis
Adolesen atau dewasa muda TB paru +++
Usia pertengahan TB paru ++
a. Pria TB paru +++
b. Perempuan TB paru +++
Usia Lanjut
a. Pria TB Paru ++
a. Perempuan TB Paru ++
Sumber : Jhon Croffon dkk, Tuberkulosis Klinis, Widya Medika. 2012
Keterangan : Bila infeksi terjadi pada usia ini (kolom kiri), jumlah tanda +
pada kolom kanan menunjukkan berapa besar kemungkinan
pasien itu akan berkembang menjadi jenis TB tertentu..
B. KONSEP DUKUNGAN KELUARGA
1. Pengertian Dukungan Keluarga
Dalam melangsungkan kehidupannya seseorang memerlukan
adanya dukungan yang berasal dari orang-orang di lingkungan sekitarnya.
Dukungan tersebut membantu seseorang merasa diterima, dihargai, dan
merasa nyaman. Dukungan ini disebut sebaga dukungan sosial. Dukungan
sosial adalah usaha memberikan kenyamanan pada orang lain, merawat
atau menghargai orang lain (Sarafino, 2006). Kail dan Cavanaug (2011)
mengatakan bahwa dukungan sosial adalah sumber informasional,
emosional ataupun pendampingan yang diberikan oleh orang-orang yang
berada di sekitar individu, sehingga dengan adanya dukungan ini individu
mampu menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi dalam
kehidupan sehari-harinya. Keluarga sebagai salah satu dalam konsep
orang-orang yang berada disekitar individu. Keluarga adalah sekumpulan
orang yang dihubungkan dengan perkawinan, adopsi, kelahiran yang
bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emotional dan sosial dari tiap
anggota keluarganya (Setiadi, 2018). Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga serta beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal disatu atap dalam keadaan saling bergantung
(Depkes RI, 1988). Potter dan Perry (2015) mendefinisikan keluarga
sebagai dua atau lebih individu yang bekerja sama dengan ikatan saling
berbagi dan kedekatan emosi dan keluarga adalah unit yang terdiri dari
ayah, ibu, dan anak-anak mereka.
Dukungan keluarga didefinisikan sebagai suatu bentuk dorongan
dan selalu memberikan bantuan bila pasien membutuhkan (Friedman
dalam Akhmadi, 2011). Menurut Setiadi (2018) jenis dukungan keluarga
ada 4, yaitu:
a. Dukungan emosional
Dukungan emosional yaitu keluarga sebagai sebuah tempat
yang aman dan damai untuk istirahat serta membantu penguasaan
terhadap emosi. Setiap orang pasti membutuhkan bantuan efektif dan
orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpati dan empati, cinta,
kepercayaan, dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang
menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri
tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar
segala keluhannya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang
dihadapinya.
b. Dukungan informasional
Dukungan informasional yaitu keluarga berfungsi sebagai
sebuah penyebar informasi. Bantuan informasi yang disediakan agar
dapat digunakan oleh anggota keluarga dalam menanggulangi
persoalan-persoalan yang dihadapi pasien, meliputi pemberian nasehat,
pengarahan ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan.
c. Dukungan instrumental
Dukungan instrumental dimana keluarga merupakan sumber
pertolongan praktis dan konkrit. Selain itu bentuk-bentuk ini bertujuan
untuk mempermudah seeorang dalam melakukan aktivitas berkaitan
dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya atau menolong secara
langsung kesulitan yang dihadapinya.
d. Dukungan penilaian
Dukungan penilaian adalah keluarga bertindak sebagai sebuah
umpan balik, membimbing, pemecahan masalah, sebagai sumber, dan
validator identitas keluarga. Penilaian ini dapat bersifat positif maupun
negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang.
Berkaitan dengan dukungan keluarga maka penilaian yang sangat
membantu adalah penilaian positif.
1. Manfaat Dukungan Keluarga
Menurut Setiadi (2018), dukungan sosial keluarga memiliki efek
terhadap kesehatan dan kesejahteraan yang berfungsi secara bersamaan.
Adanya dukungan yang kuat berhubungan dengan mortalitas, lebih mudah
sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Selain itu,
dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa
kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial keluarga berbeda-beda dalam
berbagai tahap siklus kehidupan. Namun demikian dalam semua tahap
siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu
berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sebagai akibatnya hal ini
meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2013).
Sedangkan Smet (2010) mengungkap bahwa dukungan keluarga akan
meningkatkan:
a. Kesehatan fisik, individu yang mempunyai hubungan dekat dengan
orang lain jarang terkena penyakit dan lebih cepat sembuh jika terkena
penyakit dibanding individu yang terisolasi.
b. Manajemen reaksi stres, melalui perhatian, informasi, dan umpan balik
yang diperlukan untuk melakukan koping terhadap stres.
c. Produktivitas, melalui peningkatan motivasi, kualitas penalaran,
kepuasan kerja dan mengurangi dampak stres kerja.
d. Kesejahteraan psikologis dan kemampuan penyesuaian diri melalui
perasaan memiliki, kejelasan identifikasi diri, psikopatologi,
pengurangan distres dan penyediaan sumber yang dibutuhkan.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
dukungan keluarga dapat meningkatkan kesehatan fisik, manajemen,
reaksi stres, produktivitas, dan kesejahteraan psikologis serta
kemampuan penyesuaian diri.
2. Faktor - Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga
Menurut Suparyanto (2012) Faktor–faktor yang mempengaruhi
dukungan keluarga adalah :
a. Faktor Internal
1) Tahap perkembangan
Tahap ini dukungan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam
hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian
setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon
terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
2) Pendidikan atau tingkat pengetahuan
Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk
oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar
belakang pendidikan dan pengalaman masa lalu. Kemampuan
kognitif akan membentuk cara berpikir seseorang termasuk
kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan
dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan
untuk menjaga kesehatan dirinya.
3) Faktor emosi
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap
adanya dukungan dan cara melaksanakannya. Seseorang yang
mengalami respon stress dalam setiap perubahan hidupnya
cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit, mungkin
dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut
dapat mengancam kehidupannya. Seseorang yang secara umum
terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respon emosional yang
kecil selama ia sakit. Seorang individu yang tidak mampu
melakukan koping secara emosional terhadap ancaman penyakit
mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan
tidak mau menjalani pengobatan.

4) Spiritual
Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang
menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang
dilaksanakannya, hubungan dengan keluarga atau teman dan
kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
b. Faktor Eksternal
1) Praktik keluarga
Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya
mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatannya.
Misalnya: anak yang selalu diajak orang tuanya untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan rutin, maka ketika punya anak dia akan
melakukan hal yang sama.
2) Faktor Sosial Ekonomi
Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan resiko
terjadinya penyakit dan mempengaruhi caraseseorang
mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakit. Variabel
psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup dan
lingkungan kerja. Seseorang biasanya akan mencari dukungan dan
persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi
keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya. Semakin tinggi
tingkat ekonomi seseorang biasanya akan lebih cepat tanggap
terhadap gejala penyakit yang dirasakan sehingga akan mencari
pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.
3) Latar belakang budaya
Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan
kebiasaan individu, dalam memberikan dukungan termasuk cara
pelaksanaan kesehatan pribadi.
C. KONSEP TINGKAT KEPATUHAN KONSUMSI OBAT
1. Pengertian
Compliance dan adherence merupakan dua istilah yang umumnya
digunakan secara bergantian untuk menggambarkan kepatuhan minum
obat. Menurut Sarafino & Smith (2012), kepatuhan (compliance ataupun
adherence) merupakan istilah yang mengacu pada sejauh mana pasien
melaksanakan tindakan dan pengobatan yang direkomendasikan oleh
dokter atau orang lain. Namun Brown & Bussell (2011) menyebutkan
bahwa konotasi keduanya sedikit berbeda. Adherence melibatkan
persetujuan pasien terhadap anjuran pengobatan, hal ini secara implisit
menunjukkan keaktifan pasien bekerjasama dalam proses pengobatan,
sedangkan compliance mengindikasikan bahwa pasien secara pasif
mengikuti petunjuk dokter.
Sejalan dengan hal tersebut, Sarafino & Smith (2012)
mengungkapkan bahwa adherence adalah istilah yang lebih baik karena
menunjukkan sifat kolaboratif pengobatan, sedangkan compliance
mengisyaratkan bahwa individu pasrah terhadap tuntutan pengobatan,
sehingga terkesan bahwa sebenarnya individu tersebut enggan mematuhi
pengobatan. Pada penelitian-penelitian terdahulu, perspektif pasien terkait
kepatuhan cenderung diabaikan, namun pada penelitian akhir-akhir ini
pembahasan seputar bagaimana resep disepakati pandangan pasien
mengenai pilihan pengobatan dan manajemen pengobatan dalam
kehidupan sehari-hari mulai mengemuka. Sehingga, istilah compliance
telah semakin digantikan oleh istilah adherence yang diangggap dapat
membangkitkan lebih banyak gambaran kerjasama antara prescriber dan
pasien, serta mengurangi konotasi kepatuhan pasif pasien terhadap
instruksi dokter (Vrijens et al., 2012).
Adapun menurut Morisky (1986) penggunaan istilah
“noncompliance” menyiratkan ketidaksukaan atau perasaan negatif
terhadap pasien yang sering dianggap tidak kooperatif. Morisky (1986)
mengatakan bahwa istilah "compliance" biasanya mengacu pada sejauh
mana pasien mengikuti instruksi terkait resep dan larangan dari dokter atau
penyedia layanan kesehatan lainnya. Berbeda dengan istilah adherence
yang memuat kesanggupan serta kemauan pasien untuk patuh.
Nonadherence pun menjadi concern utama dalam penelitian Morisky
(1986) terkait alat ukur kepatuhan minum obat. Berdasarkan hal tersebut,
istilah adherence yang memuat kesediaan pasien menjadi istilah yang
dirasa lebih tepat digunakan pada penelitian ini untuk mengukur
kepatuhan.
WHO (2013) mendefinisikan adherence sebagai sejauh mana
perilaku seseorang—minum obat, mengikuti diet, dan/atau melakukan
perubahan gaya hidup—sesuai dengan rekomendasi yang disepakati dari
penyedia layanan kesehatan. Adapun Brannon & Feist (2010)
mendefinisikan adherence sebagai kemampuan dan kemauan seseorang
untuk mengikuti praktik kesehatan yang direkomendasikan. Berikutnya,
Mihalko et al., (2014) mengungkapkan bahwa adherence mengacu pada
tingkat partisipasi dalam menjalankan aturan perilaku, terkait pengobatan
setelah individu menyetujui aturan atau rejimen pengobatan tersebut.
Inheren dalam definisi ini adalah peran aktif dan sukarela yang dilakukan
pasien dalam proses dinamis yang sedang berlangsung.
Menurut Vrijens et al, (2012), situasi seperti terlambat atau tidak
memulai pengobatan yang ditentukan, pelaksanaan sub-optimal dari
rejimen dosis atau penghentian pengobatan secara dini menggambarkan
ketidakpatuhan. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan dapat terjadi dalam
salah satu atau kombinasi dari beberapa situasi tersebut. Berlandaskan
beberapa teori-teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepatuhan
minum obat merupakan tingkat partisipasi individu dalam mengikuti
instruksi terkait resep dan larangan yang telah disepakati bersama
prescriber (dokter atau konselor) dengan tepat dan dilakukan atas
kesediaan pribadi. Gambaran ketidakpatuhan dapat dilihat berdasarkan
salah satu atau kombinasi dari beberapa situasi yang diciptakan pasien
mengacu pada ketidaksesuaiannya dengan petunjuk pengobatan
2. Aspek-aspek Kepatuhan Minum obat
Berdasarkan teori kepatuhan yang dikemukakan oleh Morisky
(1986), diketahui bahwa kepatuhan minum obat terdiri atas beberapa
aspek, di antaranya:
a. Forgetting, yaitu sejauh mana pasien melupakan jadwal untuk
meminum obat. Pasien yang menunjukkan kepatuhan minum obat
yang tinggi memiliki frekuensi kelupaan dalam mengkonsumsi obat
yang rendah
b. Carelessness, yaitu sikap mengabaikan yang dilakukan pasien dalam
masa pengobatan, seperti melewatkan jadwal meminum obat dengan
alasan lain selain karena lupa. Pasien yang menunjukkan kepatuhan
minum obat yang tinggi mampu bersikap hati-hati atau dengan penuh
perhatian mengontrol dirinya untuk tetap mengkonsumsi obat.
c. Stopping the drug when feeling better, or starting the drug when
feeling worse, yaitu penghentian pengobatan tanpa sepengetahuan
dokter atau penyedia kesehatan lainnya saat merasa obat yang
dikonsumsi membuat kondisi tubuh menjadi lebih buruk atau ketika
merasa tidak perlu lagi mengkonsumsi obat karena kondisi tubuh
dirasa telah membaik. Pasien yang menunjukkan kepatuhan minum
obat yang tinggi tidak akan menunjukkan kesengajaan untuk
menghentikan pengobatan tanpa sepengetahuan dokter atau penyedia
layanan kesehatan lainnya. Sekali pun merasa kondisi diri menjadi
lebih baik atau sebaliknya, merasa lebih buruk, pasien tetap bersedia
melanjutkan pengobatan ketika tidak ada instruksi dari dokter untuk
mengakhiri pengobatatan
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum obat
Brannon & Feist (2010) mengelompokkan enam faktor yang dapat
menentukan kepatuhan atau ketidakpatuhan pada individu, yaitu sebagai
berikut:
a. Severity of the Disease
Keparahan penyakit menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi kepatuhan, namun, secara objektif keparahan penyakit
kurang erat hubungannya dengan kepatuhan minum obat. Menurut
Brannon & Feist (2010) terkadang individu peduli mengenai
kesehatannya bukan karena individu tersebut percaya jika dirinya
menderita masalah kesehatan yang serius, namun karena penampilan
atau ketidaknyamanan yang dirasakan akibat penyakit tersebut.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa keparahan penyakit hanya secara
subjektif mempengaruhi kepatuhan karena melibatkan persepsi pasien
terhadap keparahan penyakitnya.
b. Treatment Characteristics
Karakteristik tritmen atau pengobatan yang mempengaruhi
kepatuhan termasuk di dalamnya adalah efek samping obat dan
kompleksitas pengobatan. Efek samping yang berat dan pengobatan
yang rumit seperti dosis obat yang tinggi atau pengobatan yang
dilakukan secara rutin berhubungan dengan tingkat kepatuhan yang
rendah. Contohnya, kepatuhan individu mencapai 90% ketika dosis
obat yang dikonsumsi hanya satu pil dalam sehari, namun kepatuhan
akan sedikit berkurang ketika dosis ditingkatkan menjadi dua pil per
hari.
c. Personal Factors
Faktor personal yang mempengaruhi kepatuhan termasuk di
dalamnya adalah usia, gender, pola kepribadian, emosi, dan keyakinan
diri. Orang yang lebih tua menghadapi berbagai situasi yang membuat
kepatuhan sulit untuk dicapai, seperti kemampuan mengingat yang
menurun, kesehatan yang buruk, dan rejimen yang mencakup banyak
pengobatan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Bianco
dkk (2011) pada orang dewasa paruh baya dengan HIV positif yang
mengungkapkan bahwa setengah dari sampel penelitiannya tidak
mencapai tingkat kepatuhan 95%. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan hanya terdapat 49% orang dewasa paruh baya yang
melaporkan kepatuhan konsisten dan tepat waktu terhadap ART. Di
samping itu, ada pula penelitian lain yang menyebutkan bahwa anak-
anak dan orang dewasa muda pun juga memiliki masalah terkait
kepatuhan. Sehingga, usia dianggap sebagai faktor yang tidak terlalu
besar pengaruhnya, namun memiliki hubungan yang kompleks
terhadap kepatuhan
d. Enviromental Factors
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kepatuhan termasuk di
dalamnya adalah faktor ekonomi dan dukungan sosial. Penghasilan
seseorang memiliki dampak besar terhadap kepatuhan minum obat,
keadaan kesehatan dan akses untuk minum obat. Orang dengan
penghasilan rendah yang umumnya berlatar pendidikan rendah atau
berasal dari etnis minoritas memiliki keterbatasan dan kekhawatiran
mengenai biaya pengobatan. Permasalahan terkait kepatuhan dalam
minum obat lebih sering ditemukan pada orang dengan penghasilan
rendah dibandingkan orang yang berekonomi tinggi. Adapun
dukungan sosial secara tersurat maupun tersirat membantu seseorang
merasa diterima oleh anggota keluarga maupun teman-temannya.
Sehingga, tingkat dukungan sosial yang diperoleh menjadi prediktor
yang kuat dalam kepatuhan.
e. Cultural Norms
Keyakinan dan norma budaya memiliki pengaruh yang kuat
tidak hanya pada tingkat kepatuhan namun mendasari terjadinya
kepatuhan. Sebagai contoh, seseorang yang berlatarbelakang budaya
yang memiliki kepercayaan kuat terhadap keampuhan pengobatan
tradisional, cenderung tidak mengindahkan pengobatan modern yang
direkomendasikan oleh ahli medis. Penelitian lainnya menyebutkan
suatu budaya yang kental akan nilai spiritual serta menekankan pada
dukungan dan kesatuan keluarga menjadi faktor positif yang
menyokong kepatuhan minum obat pada orang yang terinfeksi HIV.
f. Practitioner-Patient Interaction
Interaksi antara ahli medis dan pasien yang mempengaruhi
kepatuhan termasuk di dalamnya adalah komunikasi verbal dan
karakteristik pribadi practitioner. Komunikasi verbal yang baik akan
membuat pasien merasa percaya bahwa dokter mengerti alasan pasien
menjalani pengobatan dan keduanya sama-sama menyetujui
pengobatan yang akan dilakukan, sehingga membuat kepatuhan
menjadi meningkat. Adapun karakteristik pribadi dokter seperti level
keahlian yang dimiliki akan membantu pasien merasa percaya bahwa
dirinya ditangani oleh dokter yang kompeten. Selain itu, sikap hangat,
ramah, peduli yang ditunjukkan oleh dokter juga membantu membuat
pasien menjadi lebih patuh dalam menerima petunjuk dan intruksi dari
dokter.

D. KERANGKA TEORI
Berdasarkan ruang lingkup penelitian dan tinjauan teori yang telah diuraikan
maka digambarkan kerangka teori sebagai berikut :

Presdisposing Factor: Enabling factor:


Pengetahuan TB paru Pemakaian OAT
Sikap Pelayanan kesehatan Dukungan Keluarga
Praktek: Jarak sarana kesehatan
merokok Lamanya waktu pengobatan

Kepatuhan minum obat


Karakteristik reponden Environtment:
penderita TB
 Usia Ventilasi
 Pekerjaan dan Lantai
waktu luang TB BTA (+) Kepadatan
 Pengawasan Jenis pencahayaan
dan dosis obat.
 Penyuluhan petugas
Keberhasilasan pengobatan
kesehatan
TB
 Status gizi
 Imunitas

Sembuh Tidak sembuh

Sumber : Modifikasi Green dalam Notoadtmojo (2010)


BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Variabe
Variabel Independen (Variabel Bebas) Variabel ini sering disebut
sebagai variabel stimulus, predictor, antecedent. Dalam Bahasa Indonesia
sering disebut variabel bebas. Pengertian variabel independen (bebas) menurut
Sugiyono (2016) Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).
Dalam penelitian ini variabel independen yang digunakan yaitu adalah
Dukungan Keluarga
Variabel ini sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen.
Dalam Bahasa Indonesia sering disebut variabel terikat. Pengertian variabel
dependen (terikat) menurut Sugiyono (2016) “Variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.” Dalam penelitian ini adalah
kepatuhan minum obat pada penderita TBC
B. Hipotesis
Sugiyono (2011) berpendapat bahwa hipotesis adalah jawaban
sementara dari masalah penelitian. Hipotesis penelitian (H1) merupakan
jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang menunjukkan adanya
gambaran antara variable bebas dan variable terikat. Adapun hipotesis
penelitian dalam penelitian ini adalah :
Ha : Ada Adakah Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum
obat pada penderita TBC di Poli DOT TB RSUD dr. Soetrasno Rembang
Ho : Tidak Ada Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum
obat pada penderita TBC di Poli DOT TB RSUD dr. Soetrasno Rembang
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan formulasi atau simplifikasi dari kerangka
teori atau teori-teori yang mendukung penelitian tersebut. Dengan adanya
kerangka konsep akan mengarahkan kita untuk menganalisis hasil penelitian.
(Notoatmodjo, 2010).
Variabel Independent Kail dan Cavanaug (2011) mengatakan
bahwa dukungan sosial adalah sumber
informasional, emosional ataupun
pendampingan yang diberikan oleh
orang-orang yang berada di sekitar
Dukungan keluarga individu, sehingga dengan adanya
dukungan ini individu mampu
menghadapi setiap permasalahan dan
krisis yang terjadi dalam kehidupan
sehari-harinya

Kepatuhan minum obat


pada penderita TBC Variabel Dependent

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan


Minum obat
a. Severity of the Disease
b. Treatment Characteristics
c. Personal Factors
d. Enviromental Factors
e. Cultural Norms
f. Practitioner-Patient Interaction

Keterangan :

: Area tidak diteliti

: Area diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Modifikasi (Yuniar at al 2013. Kail dann


Cavanaug, 2011)
D. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN
Rancangan penelitian adalah suatu rancangan yang bisa dipergunakan
oleh peneliti sebagai petunjuk dalam merencanakan dan melaksanakan
penelitian untuk mencapai tujuan atau menjawab pertanyaan penelitian
(Nursalam, 2013).
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuantitatif. Desain penelitian merupakan penelitian yang disusun
sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap
pertanyaan penelitian (Setiadi, 2013). Desain penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian korelasi analitik dengan pendekatan
Cross Sectional. Menurut Nursalam (2016) penelitian Cross Sectional
adalah jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi dari
variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Pada
penelitian ini peneliti mengukur variabel independen (Dukungan Keluarga)
dan variabel dependen (Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TBC)
hanya satu kali pada saat ini. Penelitian mengukur variabel independent dan
variabel dependent pada saat yang bersamaan.
2. Lokasi Dan Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan di Poli DOT TB RSUD dr.
Soetrasno Rembang. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada Bulan
September 2021.
E. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi penelitian
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2012). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pasien yang berkunjung ke Poli DOT TB RSUD dr.
Soetrasno Rembang
2. Populasi target
Populasi target adalah populasi yang memenuhi kriteria sampling
dan menjadi sasaran akhir penelitian (Nursalam, 2013). Populasi target
dalam penelitian ini adalah semua pasien TBC di Poli DOT TB RSUD dr.
Soetrasno Rembang 80 orang .
3. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau adalah populasi yang memenuhi kriteria dalam
penelitian dan biasanya dapat dijangkau oleh peneliti dari kelompoknya
(Nursalam, 2013). Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah semua
pasien TB di Poli DOT TB RSUD dr. Soetrasno Rembang 80 orang yang
sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan dalam penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti menentukan kriteria dalam menentukan
sampel yaitu :
1) Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari
suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2011).
Kriteria dalam penelitian ini adalah :
(a) Penderita TBC dengan BTA (+)
(b) Penderita TBC yang menjalani pengobatan 3-6 bulan
(c) Penderita TBC yang bersedia menjadi responden
2) Kriteria Eksklusi
Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek
yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab
(Nursalam, 2011). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
(a) Penderita TBC yang terdiagnose MDR
(b) Pnderita TBC dengan komplikasi
(c) Penderita TBC anak-anak
(d) Peserta TBC yang tidak bersedia memjadi responden
4. Teknik pengambilan sampel
Menurut Nursalam (2011) Sampling adalah suatu proses dalam
menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik
sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan
sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan
keseluruhan subjek penelitian. Tehnik sampling yang digunakan pada
penelitian ini adalah Probability sampling yaitu teknik pengambilan
sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota)
populasi untuk dipilih sebagai anggota sampel (Sugiyono, 2010). Tehnik
pengambilan sample menggunakan Purposive sampling merupakan suatu
teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi
sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat
mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya
(Nursalam, 2013).
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Instrumen Hasil Ukur Skala

1 Variabel independent Suatu bentuk sikap, tindakan Kuesioner yang terdiri Dengan kategori : Ordinal
Dukungan keluarga atau perhatian yang diberikan dari 14 pertanyaan.yang Dukungan keluarga
kepada lansia yang terkait terdiri dari: Sangat sering
dengan 4 dukungan yaitu: Dukungan informasional Sering
Dukungan informasional, Dukungan penilaian Kadang-kadang
Dukungan penilaian, Dukungan instrumental Tidak Pernah
Dukungan instrumental, Dukungan emosional
Dukungan emosional Skor yang digunakan :
Skor 1 untuk jawaban
“YA”
skor 0 untuk jawaban
“Tidak”.

2 Variabel Dependen: Perilaku pasien tuberkulosis Kuesioner Morisky Skor 0-2 = Patuh Ordinal
kepatuhan minum obat dalam kepatuhan pengobatan Medication Adherence terhadap pengobatan
atau menelan obat anti Scale (MMAS-8) >2 = Tidak Patuh
tuberkulosis dengan teratur terhadap pengobatan
sampai pengobatan selesai
3. Instrmen Penelitian dan Tehnik Pengumpulan Data
a. Instrumen Penelitian
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah lembar kusioner. Kuisioner merupakan daftar pertanyaan yang
tersusun dengan baik, sudah matang, dimana responden tinggal
memberikan jawaban atau tanda-tanda tertentu (Notoatmodjo, 2010).
Dalam penelitian ini teknik untuk mengukur. Dukungan keluarga
menggunakan lembar Kuesioner. Kepatuhan minum obat pada penderita
TBC diukur menggunakan lembar Chek list.
b. Tehik Pengumpulan data
Penelitian dimulai dengan surat ijin pra-penelitian dari Ketau
STIKES Cendikian Utama kemudian tembusan untuk SDM dan Kepala
Rekam Medis RSUD dr. Soetrasno Remban, rencana pada hari pertama
peneliti pencaraian data di Rekam Medis RSUD dr. Soetrasno Rembang
setelah mendapatkan data, kemudian peneliti melakukan study
pendahuluan kepada calon responden di POLI TB dr. Soetrasno
Rembang
c. Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan data
Sebelum dianalisis, data diolah terlebih dahulu. Kegiatan
dalam mengolah data menurut Notoatmodjo dan Setiawan (2010)
yaitu :
a) Editing (Mengedit)
Hasil pengisian Cheklist, atau pengamatan dari lapangan
harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara
umum editing adalah Apakah lengkap, dalam arti semua
pertanyaan sudah terisi. Editing ini dilakukan pada tahap
pengumpulan data dari responden atau setelah data-data terkumpul
b) Coding (Pengkodean)
Setelah semua Cheklist diedit atau disunting selanjutnya
dilakukan pengkodean atau coding, yakni mengubah data
berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
Pemberian code dilakukan dimana untuk jenis kelamin Prempuan
diberikan kode 1 Laki-Laki kode 2, Usia responde, 50-60tahun
kode 1 ≥60tahun kode 2.
c) Entry
Adalah memasukkan data yang dikumpulkan. Data yang
telah didapatkan dikelompokkan dalam beberapa karakteristik
diantaranya adalah Jenis Kelamin, Usia Responden , Pekerjaan
responden, Pendidikan responden, Variabel Independent dan
Variabel Dependent
d) Scoring
Kegiatan melakukan scoring terhadap jawaban dari
Cheklist pemberian kode dalam penelitian ini adalah :Variabe
independent (Dukungan keluarga). Variabel dependent (Kepatuhan
minum berobat pada penderita TBC)
e) Tabulating
Tabulating adalah pekerjaan membuat tabel. Jawaban-
jawaban yang telah diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam
tabel. Langkah terakhir dalam penelitian ini adalah melakukan
analisis data. Selanjutnya data dimasukkan ke komputer dan
dianalisis secara statistik.
4. Analisa Data
Analisis ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.
Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan
presentasi dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2018). Data yang sudah
terkumpul kemudian dianalisis dengan analisis univariat dan analisis
bivariat menggunakan statistik komputer.
a. Uji Univariat
Analisis univariat yaitu analisis yang bertujuan untuk menjelaskan
atau mendeskripsikan setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2018).
Teknik analisisanalisis univariat menggambarkan tentang frekuensi dan
presentase dari masing-masing variable. data yang digunakan dalam
penelitian ini untuk variabel independennya adalah Dukungan keluarga
dan variabel dependennya adalah Kepatuhan minum obat pada penderita
TBC.
b. Uji Bivariat
Analisis Bivariat ini menggunakan Uji chi square. Analisis
yang menggunakan tabel silang untuk memberikan keterangan yang
lengkap terhadap data yang akan diperoleh. Analisis bivariat dilakukan
terhadap 2 tahap variabel yang diduga berhubungan/berkorelasi
(Notoatmodjo, 2018). Analisis bivariat ini digunakan untuk menguji
hubungan antar variabel independent dan variabel dependen. Uji statistik
yang dilakukan menggunakan uji kai-kuadrat (Chi-square). Pengujian ini
dengan cara membandingkan frekuensi yang diamati dengan frekuensi
yang diharapkan apakah ada perbedaan yang bermakna. Dalam penelitian
ini uji Chi-square dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer.
Sedangkan Confidental Interval (CI) yang digunakan adalah 95 (p<0,05)
yang artinya:
1) Apabila p value ≤ a (0,05) yang artinya secara statistik ada hubungan
yang signifikan antara kedua variabel yang diteliti.
2) Apabila nilai p value > α (0,05) yang artinya secara statistik berarti
tidak ada hubungan yang signifikan antar kedua variabel.
5. ETIKA PENELITIAN
Etika Penelitian Pada penelitian ilmu keperawatan, hampir 90
persen subjek penelitian yang digunakan adalah manusia. Oleh karena itu,
peneliti harus memahami prinsip-prinsip etika penelitian. Secara umum
prinsip etika dalam penelitian/pengumpulan data dapat dibedakan menjadi
tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek dan
prinsip keadilan (Nursalam, 2018).
a. Prinsip Manfaat
1) Bebas dari Penderitaan
Perlakuan pada penelitian ini dilaksanakan tanpa
mengakibatkan kerugian kepada subjek. Peneliti hanya memberikan
butir soal Dukungan keluarga dan Kepatuhan minum obat pada
penderita TBC.
2) Bebas dari Eksploitasi
Partisipasi subjek dalam penelitian tidak merugikan dalam
bentuk apapun bagi pihak manapun. Peneliti mengutamakan privasi
subjek dengan menggunakan ruangan khsusus selama pembagian
kuesioner tentang Dukungan Keluarga terhadap kepatuhan minum
obat pada penderita TBC, sehingga dapat diminimalisir
kemungkinan eksploitasi pada saat Pelaksanaan.
3) Risiko (Benefits Ratio)
Penelitian ini sudah dipertimbangkan, bahwa tidak ada
risiko yang berakibat pada subjek setiap dilakukan pengumpulan
data.
b. Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia (Respect Human Dignity)
1) Hak untuk ikut atau Tidak Menjadi Responden (Right To Self
Determination) Penelitian ini memperlakukan subjek secara
manusiawi. Subjek mempunyai hak kesediaan untuk menjadi subjek
maupun tidak, tanpa adanya sanksi atau paksaan dalam bentuk
apapun. Peneliti mengantisipasi dengan adanya pemberian inform
consent sebelum dilakaukan penelitian.
2) Hak untuk Mendapat Jaminan dari Perlakuan yang Diberikan
Peneliti dalam hal ini memberikan penjelasan secara rinci mengenai
prosedur pengisian butir soal, dalam pengisian butir soal ini semua
subjek terjamin kerahasiaannya. Selain itu, peneliti juga menjelaskan
tujuan, manfaat dan kerugian yang dialami subjek dalam pengisian
butir soal.
3) Informed Consent
Subjek mendapat informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian
yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi
atau menolak responden. Pada informed consent tercantum bahwa
data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan
ilmu keperawatan.
c. Prinsip Keadilan (Right to Justice)
1) Hak untuk Mendapatkan Perlakuan yang Adil (Right in Fair
Treathment). Subjek penelitian dalam hal ini dilakukan secara adil
dan baik sebelum, selama dan sesudah keikutsertaannya dalam
penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata mereka tidak
bersedia. Subjek diperlakukan secara adil dengan mengikuti
perlakuan Pre Tes dan Post Tes Penelitian.
2) Hak Atas Kerahasiaannya (Right to Privacy)
Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan
harus dijaga kerahasiaannya, sehingga perlu adanya tanpa nama
(anonymity) dan rahasia (confidentially) dengan cara menuliskan
kode pada lembar observasi tanpa keterangan nama lengkap dan
alamat. Kerahasiaannya subjek terjamin karena dalam pengisian
butir soal subjek tidak perlu mencantumkan nama, namun peneliti
hanya menuliskan kode pada lembar butir soal dan jika penelitian
sudah selesai butir soal akan dimusnahkan.
DAFTAR PUSTAKA

Alhamda, Syukra dan Sriani, Yustina. (2015). Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Masyarakat (IKM). Jakarta: Deepublish

Alimul, A., & Hidayat. (2012). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan. (D. Sjabana, Ed.) (1st ed.). Jakarta:
Salemba Medika.

Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press.

Brown, M.T., & Bussell, J.K. (2011). Medication Adherence: WHO Care. Mayo
Clin Proc, 86 (4). 304-314
Brannon, L dan Feist J. 2010. Health Psychology Edisi Ke-6. California: Belmon.

Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). ASUHAN KEPERAWATAN : Panduan


Lengkap Menjadi Perawat Profesional (jilid 1). Prestasi Pustakarya

Budiman. 2013. Pengetahuan dan Sikap Dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta:


Salemba Medika.

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 2. Jakarta EGC

Budiman, Novie E. Mauliku, Dewi Anggraeni. 2012. Analisis Faktor yang


Berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien TB Paru pada Fase
Intensif di Rumah Sakit Umum Cibabat Cimahi. STIKES A. Yani
Cimahi.

Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
2012. (www.dinkesjatengprov.go.id). Diunduh pada 04 April 2021 Dinas
Kesehatan. (2018). Profil Kesehatan Provinsi Bali 2018.Denpasar.

Departemen Kesehatan RI. (2011). Peraturan menteri republik indonesia nomor


492/menkes/per/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum

Dinas Kesehatan kota Padang. Profil kesehatan tahun 2014. Edisi 2015.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Diabetes Melitus Penyebab
Kematian Ke Enam Di Dunia:Kemenkes Tawarkan Solusi Cerdik
Melalui Posbind. Diunduh 26 Mei 2021. Dari
http://www.depkes.go.id/article/view/2383/diabetes-melitus-
penyebabkematian-nomor-6-di-dunia-kemenkes-tawarkan-solusi-cerdik-
melaluiposbindu.html

Hidayat, Azizul Alimul. (2011). Metode penelitian Kesehatan. Surabaya: Health


Books Publishing
Hindratmo, Astria. (2017). Orang Tidak Suka Pakai Alat Pelindung Diri.
https://aplikasiergonomi.wordpress.com/2012/06/10/orang-tidak-
sukapakai-alat-pelindung-diri-mengapa/. Diakses: 15 April 2021.
International Diabetes Federation. 2013. Diabetes Mellitus. Diakses: 01 Mei 2021.
(https://en.wikipedia.org/wiki/International_Diabetes_Federation).
Infodatin. 2014. Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI.
Juwita Resty Hapsari N. 2010. Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO)
dengan Keteraturan Berobat Pasien TB Paru Strategi DOTS di dr. RSUD
Moewardi Surakarta. Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakata.

John crofton 2010 Tuberculosis Klinis edisi 2, Widya Medika, Jakarta


Jay JM. (2018). Modern food microbiology. Sixth Edition. Maryland: Aspen
Publisher Inc. pp: 323-324.

Muttaqin.A,& Sari.(2011) Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, Proses, dan


Aplikasi.Jakarta: Salemba Medika

Nursalam 2018, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:


Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrument Keperawatan, edisi 2, Salemba
Medika, Jakarta

Notoatmodjo, Soekidjo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta.

Potter, A & Perry, A 2012, Buku ajar fundamental keperawatan; konsep, proses,
dan praktik, vol.2, edisi keempat, EGC, Jakarta.

Riskesdas. (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian


Kesehatan RI

Santosa, A., & Rusmono, W. (2016). Senam Kaki Untuk Mengendalikan Kadar
Gula Darah Dan Menurunkan Tekanan Brachial Pada Pasien Diabetes
Melitus. 14(2), 24–34.

Sarafino, E. 2007. Health Psychology Biopsychosocial Interactions Edisi 6.


Canada: John Milley and Sons Inc

Notoatmodjo, S 2012, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.


Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan. 2011. Pengetahuan Penanganan Bahan
Makanan Dan Permasalahannya,. Jakarta:Derektorat Pembinaan Kursus
Dan Pelatihan

Setiadi. 2008. Konsep & keperawatan keluarga. Yogyakarta : Graha ilmu.


Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung:
CV. Alfabeta.

Sudoyo, A.W., Setiyohandi, B., Alwi. I., Simadribata, K. M., Sotiati, S. (2017).
Buku Ajar Ilmu Penyekit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Ilmu
Kedokteran Universitas Indonesia
World Health Organization. 2015. Fact Sheets of Diabetes Media Centre. Diakses:
6 Juni 2021. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/.

Vrijens, B., De Geest, S., Hughes, D. a, Przemyslaw, K., Demonceau, J., Ruppar,
T.,Urquhart, J. (2012). A new taxonomy for describing and defining
adherence to medications. British Journal of Clinical Pharmacology,
73(5), 691– 705. doi:10.1111/j.1365- 2125.2012.04167.
LAMPIRAN

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Rembang, September 2021

Kepada Yth. Saudara/i Responden Di


RSUD dr. R Soetrasno
Rembang

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : RIA MUNANTI
NIM:2020012320

Adalah mahasiswa Program Studi Ilmu S1 Keperawatan Cendekia Utama


Kudus yang akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Dukungan
Keluarga Terhadapkepatuhan Minum Obat Pada Pada Penderita TBC Di Poli
DOT TB RSUD Dr. Soetrasno Rembang”.Peneliti memohon dengan hormat
kepada saudara/i untuk bersedia menjadi responden dan mau mengisi data serta
memberikan tanggapan yang layak dan sejujur-jujurnya untuk kepentingan ilmu
pengetahuan. Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat apapun bagi semua
responden. Kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya
digunakan untuk kepentingan penelitian. Atas perhatian dan kesediaannya, saya
ucapkan terima kasih.
Peneliti

(RIA MUNANTI)
LAMPIRAN

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Menyatakan bersedia untuk menjadi responden pada penelitian yang akan
dilakukan oleh RIA MUNANTI Mahasiswa Program Studi Ilmu S1 Keperawatan
STIKES CENDEKIA UTAMA yang berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga
Terhadap kepatuhan Minum Obat Pada Pada Penderita TBC Di Poli DOT TB
RSUD Dr. Soetrasno Rembang” dan saya akan mengikuti proses penelitian serta
menjawab kuesioner dengan sejujur-jujurnya. Oleh karena itu, saya menyatakan
bahwa saya bersedia untuk menjadi responden pada penelitian ini dengan suka
rela dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Rembang , September 2021

RESPONDEN

( )
LEMBAR KUESIONER

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEPATUHAN


MINUM OBAT PADA PADA PENDERITA TBC DI POLI
DOT TB RSUD DR. SOETRASNO REMBANG

A. DATA DEMOGRAFI
1. Nama (Inisial) :
2. Jenis Kelamin :
3. Usia :
4. Pekerjaan :
5. Pendidikan Terakhir :
6. Lama Menderita tbc :
B. KUESIONER DUKUNGAN KELUARGA
Berilah tanda checklist (√) pada kolom di bawah ini, sesuai dengan apa
yang Anda rasakan
No Pernyataan Sangat Sering Kadang Tidak
Sering (S) Kadang Pernah
(SS) (KK) (TP)
A. Dukungan Informatif
1 Keluarga mencari informasi
tentang upaya penyembuhan
untuk penyakit yang saya alami
2 Keluarga mengajari saya
tentang hal-hal yang harus
dihindari selama perawatan
atau rehabilitasi (latihan
fisik/gerak)
3 Keluarga memberikan nasehat
ketika saya menghadapi
masalah
4 Keluarga mengingatkan saya
untuk selalu mengikuti
rehabilitasi (latihan fisik/gerak)
5 Selama sakit, saya mendapat
bimbingan/saran dari keluarga
dalam menjalani rehabilitasi
(latihan fisik/gerak
B. Dukungan Penilaian/ Penghargaan
6 Keluarga menanyakan keadaan
saya setiap hari
7 Keluarga mendengarkan ketika
saya mengungkapkan perasaan
8 Ketika saya sakit, keluarga
menganggap saya seperti biasa,
seperti sebelum saya sakit yaitu
tidak menjadi beban dalam
keluarga
9 Keluarga meyakinkan saya
untuk patuh mengikuti program
rehabilitasi (latihan fisik/gerak)
yang diberikan pihak rumah
sakit
10 Keluarga memberikan motivasi
kepada saya untuk selalu sabar
dan tabah dalam menghadapi
masalah
C. Dukungan Emosional
11 Keluarga menanyakan keadaan
saya setiap hari
12 Keluarga mendengarkan ketika
saya mengungkapkan perasaan
13 Keluarga mendampingi dan
memberikan perhatiannya
ketika saya sedang dalam
menjalani rehabilitasi (latihan
fisik/gerak)
14 Keluarga memberikan
kesempatan untuk melakukan
aktivitas yang masih bisa saya
lakukan secara mandiri atau
tanpa bantuan
15 Keluarga memahami keadaan
saya selama sakit
D. Dukungan Tambahan/ Instrumental
16 Keluarga membantu
membiayai biaya program
rehabilitasi (latihan fisik/gerak)
17 Keluarga membantu kebutuhan
makan-minum sehari-hari
18 Keluarga mengantarkan saya
ke rumah sakit untuk mengikuti
rehabilitasi (latihan fisik/gerak)
19 Keluarga membantu saya untuk
mendapatkan fasilitas yang
saya butuhkan selama
rehabilitasi (latihan fisik/gerak)
20 Keluarga menyediakan waktu
khusus untuk saya ketika
menjalani rehabilitasi (latihan
fisik/gerak)
TOTAL
C. KEPATUHAN MINUM OBAT
Berilah tanda checklist (√) pada kolom di bawah ini, sesuai dengan apa yang
Anda rasakan
No PERTANYAAN YA TIDAK
1 Pernahkah Anda lupa minum obat?
2 Selain lupa, mungkin Anda tidak minum
obat karena alasan lain. Dalam 2 minggu
terakhir, apakah Anda pernah tidak minum
obat?
3 Pernahkah Anda mengurangi atau berhenti
minum obat tanpa sepengetahuan dokter
karena Anda merasa obat yang diberikan
membuat keadaan Anda menjadi lebih
buruk?
4 Pernahkah Anda lupa membawa obat ketika
bepergian?
5 Apakah Anda masih meminum obat Anda
kemarin? (Ya= 1, Tidak= 0)
6 Apakah Anda berhenti minum obat ketika
Anda merasa gejala yang dialami telah
teratasi?
7 Meminum obat setiap hari merupakan
sesuatu ketidaknyamanan untuk beberapa
orang. Apakah Anda merasa terganggu
harus minum obat setiap hari....?
8 Berapa sering Anda lupa minum obat?
a. Tidak Pernah
b. Sesekali
c. Kadang – kadang
d. Biasanya
e. Selalu
Keterangan:
Selalu: 7 kali dalam seminggu Biasanya: 4-6
kali dalam seminggu Kadang-kadang: 2-3
kali dalam seminggu Sesekali: 1 kali dalam
seminggu Tidak Pernah: Tidak pernah lupa
Total skor
JADWAL KONSULTASI

NO Tanggal Materi Konsultasi Dosen Pembimbing Paraf


1 18/05/21 Pengajuan Judul & ACC
2 07/06/21 Konsultasi BAB I
3 16/06/21 Revisi BAB I
4 18/06/21 Revisi BAB I dan Konsul
BAB II & III
5 09/08/21 ACC Proposal

Hari Tanggal : 18/05/21


Catatan : Pengajuan Judul & ACC

Paraf
Hari Tanggal : 07/06/21
Catatan : Konsultasi BAB I

Paraf

Hari Tanggal : 16/06/21


Catatan : Revisi BAB I

Paraf

Hari Tanggal : 18/06/21


Catatan : Revisi BAB I dan Konsul BAB II & III
Paraf

Hari Tanggal : 09/08/21


Catatan : ACC Proposal

Paraf

Hari Tanggal :
Catatan :

Paraf

Hari Tanggal :
Catatan :

Paraf
Hari Tanggal :
Catatan :

Paraf

Hari Tanggal :
Catatan :

Paraf

Anda mungkin juga menyukai