Anda di halaman 1dari 12

1.

Pengertian Hukum Tata Negara


Hukum Tata Negara atau Hukum Konstitusi Negara mempunyai 2 arti, yaitu :

a)    Dalam arti luas : meliputi juga Hukum Administrasi Negara(yang mencakup Hukum Tata

Pemerintahan) atau Hukum Tata Usaha Negara.

b)    Dalam arti sempit : dalam bahasa Prancis disebut Droit Constituonnel atau Verfassungsrecht

(bahada Jerman), bahasa Belanda umumnya memakai istilah “staatsrech” yang dibagi menjadi

staatsrech in ruimere zin (dalam arti luas) dan staatsrech In engere zin (dalam arti

luas). Staatsrech in ruimere zin adalah Hukum Negara. Sedangkan staatsrech in engere

zin adalah hukum yang membedakan Hukum Tata Negara dari Hukum Administrasi Negara,

Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Tata Pemerintah. Di Inggris pada umumnya memakai

istilah “Contitusional Law”, penggunaan istilah tersebut didasarkan atas alasan bahwa dalam

Hukum Tata Negara unsur konstitusi yang lebih menonjol.

pendapat yang beragam tersebut, kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya

1.  Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang ilmu hukum, yaitu hukum kenegaraan yang

berada di ranah hukum public

2.  Definisi hukum tata negara telah dikembangkan oleh para ahli, sehingga tidak hanya mencakup

kajian mengenai organ negara, fungsi dan mekanisme hubungan antar organ negara itu, tetapi

mencakup pula persoalan-persoalan yang terkait mekanisme hubungan antar organ-organ

negara dengan warga Negara

3.  Hukum tata negara tidak hanya merupakan sebagai recht atau hukum dan apalagi
sebagai wet atau norma hukum tertulis, tetapi juga merupakan sebagailehre atau teori,

sehingga pengertiannya mencakup apa yang disebut sebagai verfassungrecht (hukum

konstitusi) dan sekaligus verfassunglehre (teori konstitusi)

4.  Hukum tata negara dalam arti luas mencakup baik hukum yang mempelajari negara dalam

keadaan diam (staat in rust) maupun mempelajari negara dalam keadaan bergerak (staat in

beweging)
1.     Sumber hukum Materiil : sumber hukum yang menentukan isi kaidah HTN, meliputi
 dasar dan pandangan hidup (Pancasila)
 kekuatan politik yang berpengaruh pada saat merumuskan kaidah HT (Konstitusi)
2.     Sumber Hukum Formil berupa :
 Undang-Undang Dasar 1945 :
a. Ketetapan MPR

b. Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

c. Peraturan Pemerintah

d. Keputusan Presiden

e. Peraturan pelaksana lainnya

 Konvensi/kebiasaan praktek ketatanegaraan


 Yurisprudensi ketatanegaraan
 Perjanjian/traktat ketatanegaraan
 Doktrin/ajaran ketatanegaraan
Fungsi dari HTN yaitu:
a. mengadakan badan-badan kenegaraan,
b. memberi wewenang pada badan-badan itu,
c. membagi pekerjaan pemerintah,
d. memberikan bagian-bagian itu kepada masing-masing badan tersebut

2. Pengertian Hukum Administrasi Negara


            Istilah Hukum Administrasi Negara dipergunakan untuk menyebutkan bagian atau
cabang hukum yang di Nederland dinamakan “Administratief Recht”, “Droit Administratif” di
Prancis, “Administrative Law” di Inggris dan di Amerika Serikat, dan “Verwaltungsrecht” di
Jerman.Di Negara Indonesia terdapat pula istilah-istilah “Hukum Tata Usaha Negara” dan
“Hukum Tata Pemerintahan” guna memaksudkan cabang ilmu Hukum Administrasi Negara.
            Pemakaiaan istilah administratiefrecht lebih tepat diterjemahkan dengan “Hukum
Administrasi Negara” karena Hukum Administrasi Negara diartikan sebagai peraturan hukum
yang mengatur administrasi (hubungan antar warga Negara dan pemerintahannya) gabungan
petugas secara structural berada di bawah pimpinan pemerintah yang melaksanakan tugas
sebagai bagiannya, yaitu bagian dari pekerjaan yang tidak ditujukan kepada lembaga
legislative, yudikatif dan ataulembaga pemerintahan daerah yang otonomi.
            Di Indonesia, pengertian Hukum Administrasi Negara yang luas terdiri atas tiga unsur
yaitu hukum Tata Pemerintahan (hukum mengenai aktivitas-aktivitas eksekutif / kekuasaan
untuk melaksanakan UU), hukum Administrasi Negara dalam arti sempit (hukum Tata
Pengurusan Rumah Tangga Negara baik ektern msupun intern), hukum Tata Usaha Negara
(hukum yang mengenai surat menyurat, rahasia dinas dan jabatan, pencatatan sipil dan nikah,
talak dan rujuk, publikasi penerbitan-penerbitan Negara).

Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan hokum yang mengatur


komposisi dan wewenang dari alat-alat perlengkapan badan-badan hokum public, misalnya ;
UU Kepegawaian, UU Wajib Militer, UU Sosial, UU Perumahan, UU Provinsi, UU Pembentukan
Daerah Otonom, dan perundangan lainnya.
Hukum Administrasi Negara juga dapat diartikan sebagai rangkaian aturan-aturan
hukum yang mengatur cara bagaimana alat-alat perlengkapan Negara menjalankan tugasnya.

Sumber Hukum Administrasi Negara dibedakan menjadi dua yaitu : Sumber Idiil dan sumber-
sumber faktual.
1. Sumber idiil : sumber yang terletak pada wewenang yang ada pada negara . Timbulnya
HAN tergantung pada cita-cita yang ada pada suatu kelompok penguasa tersebut seperti
Pancasila.

2. Sumber-sumber faktual terdiri dari :


a. Undang-Undang (tercantum dalam Undang-undang No. 10 tahun 2004, HAN tertulis)
b. Praktek Administrasi Negara (HAN yang merupakan hukum kebiasaan)
c. cYurisprudensi
d. Pendapat para ahli hukum administrasi negara (doktrin)

Menurut C.Van Vollenhoven, HTN meliputi :


Staatsrecht (material-Hukum Tata Negara)
a. Bestuur (Pemerintahan)
b. Rechtspraak (Peradilan)
c. Politie (Kepolisian)
d. Regeling (Perundang-undangan)
Menurut C.Van Vollenhoven, HAN terbagi menjadi :
a. Bestuurrecht (hukum pemerintahan)
b. Justitierecht (hukum peradilan) yang terdiri dari hukum tata negara formal/peradilan tata
negara, hukum acara perdata, hukum administrasi formal/peradilan administrasi negara,
hukum acara pidana.
c. Politierecht (hukum kepolisian)
d. Regelaarsrecht (hukum proses perundang-undangan)

Fungsi dari HAN yaitu:
a. Mengatur hubungan-hubungan dalam masyarakat
b. Mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat
c. Menjaga agar pelaksanaan administrasi negara berjalan sebagaimana mestinya
d. Melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan
e.  Menciptakan peraturan – peraturan yang berupa ketentuan – ketentuan abstrak yang
berlaku umum.
f. Menciptakan ketentuan – ketentuan yang berupa ketentuan konkrit untuk subyek
tertentu, di bidang :
g. Bestuur, yang berbentuk : perijinan, pembebanan, penentuan status atau kedudukan,
pembuktian, pemilikan dalam penggandaan dan pemeliharaan perlengkapan
administrasi.
h. Politie, mencakup proses pencegahan dan penindakan.
i. Rechtspraak, mencakup proses pengadilan, arbitrase, konsiliasi dan mediasi.

3. PERBEDAAN

N Hukum Tata Negara Hukum Administrasi Negara


O (HTN) (HAN)
1. Mempelajari hal-hal yang sifatnya Menitikberatkan pada hal-hal teknis
fundamental yakni tentang dasar-dasar dari saja,yang selama ini kita tidak
Negara dan menyangkut langsung setiap berkepentingan karena hanya penting bagi
warga Negara. Contoh: Presiden spesialis. Contoh: masyarakat menuntut
mengangkat Menteri. transparansi Negara.
2. Sekumpulan peraturan hukum yang Sekumpulan peraturan hukum yang
membentuk alat-alat perlengkapan Negara mengikat alat-alat perlengkapan yang tinggi
dan aturan-aturan yang memberi wewenang dan yang rendah dalam rangka alat-alat
pada alat-alat perlengkapan Negara serat perlengkapan menggunkan wewenang yang
memberikan tugas pekerjaan pemerintah telah ditetapkan oleh Hukum Tata Negara.
modern antara beberapa alat perlengkapan. Dalam hal ini Hukum Administrasi Negara 
Artinya HTN mempersoalkan Negara dalam merupakan aturan-aturan mengenai Negara
keadaan diam(berhenti).(Oppenheim) dalam keadaan bergerak.(Oppenheim)

3 Mempelajari anatomi (bagian) Negara. Mempelajari Phisiologi Negara. (Mr. Van


(Mr.Van Praag). Praag)

4. PERBEDAAN ANTARA HUBUNHAN NEGARA DALAM ARTI VERTIKAL DAN


HORIZONTAL
A. Yang bersifat horizontal :
Hubungan antara kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hubungan eksekutif dan
legislatif,melahirkan sistem pemerintahan.
Jadi hubungan yang bersifat horizontal tersebut pada dasarnya adalah sistem
pemerintahan ditingkat pusat.
B. Yang bersifat Vertikal :
Adalah hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, khususnya
dalam kerjasama urusan pemerintahan.

5. Judical Review (Hak Uji Materil)

A. Kewenangan

1. Judicial Review Mahkamah Konstitusi:

a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


tahun 1945;
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia tahun 1945;
c. Memutus pembubaran partai politik; dan
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum;
e. Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela, dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
2. Judicial Review Mahkamah Agung:

a. MA mempunyai wewenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah


undang-undang terhadap undang-undang lain.
b. MA berwenang menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku (Pasal 31
ayat (1) dan (2) UU No. 5 Tahun 2004)

B. Legal Standing

1. Judicial Review Mahkamah Konstitusi:

Permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi dapat dilakukan oleh pihak yang
menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya
undang-undang, yaitu:
a. Perorangan warga negara Indonesia;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diatur dalam undang-undang;
c. Badan hukum publik atau privat; atau
d. Lembaga negara. (Pasal 51 ayat (1) UU MK)

2. Judicial Review Mahkamah Agung:

Permohonan judicial review ke Mahkamah Agung hanya dapat dilakukan oleh pihak
yang menganggap haknya dirugikan oleh berlakunya peraturan perundang-undangan di
bawah undang-undang, yaitu:
a. Perorangan warga negara Indonesia;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diatur dalam undang-undang; atau
c. Badan hukum publik atau badan hukum privat. (Pasal 31A ayat (2) UU 3/2009)

C. Prosedur Pengajuan Perkara


1.
1. Judicial Review Mahkamah Konstitusi:

Pengajuan permohonan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi diajukan langsung ke


Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, atau bisa mendaftar online lewat situsnya:
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/
Permohonan harus ditulis dalam Bahasa Indonesia baku, ditandatangani oleh
pemohon/kuasanya, dan dibuat dalam 12 rangkap. Permohonan yang dibuat harus
memuat jenis perkara yang dimaksud, disertai bukti pendukung, dgn sistematika:
a. Identitas dan legal standing Posita
b. Posita Petitum
c. Petitum
Adapun prosedur Pendaftaran:
a. Pemeriksaan kelengkapan permohonan panitera:
1) Belum lengkap, diberitahukan
2) 7 (tujuh) hari sejak diberitahu, wajib dilengkapi
b. Registrasi sesuai dengan perkara.
1) 7 (tujuh) hari kerja sejak registrasi untuk perkara.
2) Pengujian undang-undang:
a) Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden dan DPR.
b) Permohonan diberitahukan kepada Mahkamah Agung.
3) Sengketa kewenangan lembaga negara:
a) Salinan permohonan disampaikan kepada lembaga negara termohon.
4) Pembubaran Partai Politik:
a) Salinan permohonan disampaikan kepada Parpol yang bersangkutan.
5) Pendapat DPR:
a) Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden.

Setelah berkas permohonan Judicial Review masuk, maka dalam 14 hari kerja setela
registrasi ditetapkan Hari Sidang I (kecuali perkara Perselisihan Hasil Pemilu) akan
ditetapkan jadwal sidang. Para pihak berperkara kemudian diberitahu/dipanggil, dan
jadwal sidang perkara tersebut diumumkan kepada masyarakat.
2.
2. Judicial Review Mahkamah Agung:

Permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang


terhadap undang-undang diajukan langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada MA
dan dibuat secara tertulis dan rangkap sesuai keperluan dalam Bahasa Indonesia (Pasal
31A ayat (1) UU 3/2009).

Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:


a. Nama dan alamat pemohon;
b. Uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan dan menguraikan dengan
jelas bahwa:
1) Materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian peraturan perundang-undangan di
bawah undang-undang dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi; dan/atau
2) Pembentukan peraturan perundang-undangan tidak memenuhi ketentuan yang
berlaku; dan
3) Hal-hal yang diminta untuk diputus. (Pasal 31A ayat (3) UU 3/2009)

Permohonan judicial review ke MA diatur lebih rinci dalam Perma No. 1 Tahun 2004
tentang Hak Uji Materiil dengan menggunakan terminologi Permohonan Keberatan.
Permohonan keberatan diajukan kepada MA dengan cara:
a. Langsung ke MA; atau
b. Melalui Pengadilan Negeri yang membawahi wilayah hukum tempat kedudukan
Pemohon.
c. Permohonan Keberatan diajukan dalam tenggang waktu 180 hari sejak ditetapkan
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
d. Pemohon membayar biaya permohonan pada saat mendaftarkan permohonan
keberatan yang besarnya akan diatur tersendiri.
e. Dalam hal permohonan keberatan diajukan langsung ke Mahkamah Agung:
1) Didaftarkan di Kepaniteraan Mahkamah Agung;
2) Dibukukan dalam buku register permohonan;
3) Panitera Mahkamah Agung memeriksa kelengkapan berkas dan apabila terdapat
kekurangan dapat meminta langsung kepada Pemohon Keberatan atau kuasanya yang
sah;
f. Dalam hal permohonan keberatan diajukan melalui Pengadilan Negeri (Pasal 4
Perma 1/2004):
1) Didaftarkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri;
2) Permohonan atau kuasanya yang sah membayar biaya permohonan dan diberikan
tanda terima;
3) Permohonan dibukukan dalam buku register permohonan;
4) Panitera Pengadilan Negeri memeriksa kelengkapan permohonan keberatan yang
telah didatarkan oleh Pemohon atau kuasanya yang sah, dan apabila terdapat
kekurangan dapat meminta langsung kepada pemohon atau kuasanya yang sah.

6. Asas Dasar Hukum Nergara

A. Asas Pancasila
Setiap negara didirikan atas filsafah bangsa. Filsafah itu merupakan perwujudan
dari keinginan rakyat dan bangsanya. Dalam bidang hukum, pancasila merupakan
sumber hukum materil, karena setiap isi peraturan perundang-undangan tidak boleh
bertentangan dengannya dan jika hal itu terjadi, maka peraturan tersebut harus
segera di cabut. Pancasila sebagai Azas Hukum Tata Negara dapat dilihat dalam
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

B. Asas Hukum, Kedaulatan rakyat dan Demokrasi


Asas kedaulatan dan demokrasi menurut jimly Asshiddiqie gagasan kedaulatan
rakyat dalam negara Indonesia, mencari keseimbangan individualisme dan
kolektivitas dalam kebijakan demokrasi politik dan ekonomi. Azas kedaulatan
menghendaki agar setiap tindakan dari pemerintah harus berdasarkan dengan
kemauan rakyat dan pada akhirnya pemerintah harus dapat dipertanggung
jawabkan kepada rakyat melalui wakil-wakilnya sesuai dengan hukum.

C. Asas Negara Hukum


Yaitu negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga
negaranya. Asas Negara hukum (rechtsstaat) cirinya yaitu pertama, adanya UUD
atau konstitusi yang memuat tentang hubungan antara penguasa dan rakyat, kedua
adanya pembagian kekuasaan, diakui dan dilindungi adanya hak-hak kebebasan
rakyat.
Unsur-unsur / ciri-ciri khas daripada suatu Negara hukum atau Rechstaat
adalah :
1. Adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang
mengandung persamaan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kultur dan
pendidikan.
2. Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh
suatu kekuasaan atau kekuatan lain apapun.
3. Adanya legalitas dalam arti hukum dalam semua bentuknya.
4. Adanya Undang-Undang Dasaer yang memuat ketentuan tertulis tentang
hubungan antara penguasa dengan rakyat.

D. Asas Demokrasi
Adalah suatu pemerintahan dimana rakyat ikut serta memerintah baik secara
langsung maupun tak langsung. Azas Demokrasi yang timbul hidup di Indonesia
adalah Azas kekeluargaan.

E. Asas Kesatuan
Adalah suatu cara untuk mewujudkan masyarakat yang bersatu dan damai tanpa
adanya perselisihan sehingga terciptanya rasa aman tanpa khawatir adanya
diskriminasi. Asas Negara kesatuan pada prinsipnya tanggung jawab tugas-tugas
pemerintahan pada dasarnya tetap berada di tangan pemerintah pusat. Akan tetapi,
sistem pemerintahan di Indonesia yang salah satunya menganut asas Negara
kesatuan yang di desentralisasikan menyebabkan adanya tugas-tugas tertentu yang
diurus sendiri sehingga menimbulkan hubungan timbal balik yang melahirkan
hubungan kewenangan dan pengawasan.

F. Asas Pembagian Kekuasaan dan Check Belances


Yang berarti pembagian kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa
bagian baik mengenai fungsinya.
Beberapa bagian seperti dikemukakan oleh John Locke yaitu :
1. Kekuasaan Legislatif
2. Kekuasaan Eksekutif
3. Kekuasaan Federatif
Montesquieu mengemukakan bahwa setiap Negara terdapat tiga jenis kekuasaan
yaitu Trias Politica
1. Eksekutif
2. Legislatif
3. Yudikatif

G. Asas legalitas
Dimana asas legalitas tidak dikehendaki pejabat melakukan tindakan tanpa
berdasarkan undang-undang yang berlaku. Atau dengan kata lain the rule of law not
of man dengan dasar hukum demikian maka harus ada jaminan bahwa hukum itu
sendiri dibangun berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi.

7. Pembagan Kekuasaan dalam Hukum Tata Negara Indonesia.

Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam UUD Negara


Republik Indonesia Tahun 1945. Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua
bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara
vertikal.

1. embagian kekuasaan secara horizontal


Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-
lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Berdasarkan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, secara horizontal pembagian kekuasaan negara di lakukan pada
tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.

Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembaga-


lembaga negara yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat
mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang
umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam
kekuasaan negara, yaitu:
Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang
Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar.
Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan penyelenggraan
pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar.
Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini
dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1)
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan
Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang
oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24
ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.
Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan
pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini
dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat
(1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa
Keuangan yang bebas dan mandiri.
Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan
nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan,
kewenangan, tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang-undang.

Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan daerah berlangsung


antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah (Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat
provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah provinsi (Gubernur/wakil
Gubernur) dan DPRD provinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan
berlangsung antara Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/wakil Bupati atau Walikota/wakil
Walikota) dan DPRD kabupaten/kota.

2. Pembagian kekuasaan secara vertikal


Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan menurut tingkatnya,
yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan
kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang
diatur dengan undang-undang.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia


berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan
pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung pula pembagian
kekuasaan secara vertikal yang ditentukan oleh pemerintahan pusat. Hubungan antara
pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi, pembinaan
dan pengawasan oleh Pemerintahan Pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan.
Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas
desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, Pemerintah
Pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan
kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di daerahnya,
kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, yaitu kewenangan
yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, agama, moneter dan
fiskal.

Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang menyatakan Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.

Anda mungkin juga menyukai