Anda di halaman 1dari 7

Naskah drama ujian praktik seni ”Koruptor Budiman”

AGIL MUHAMAD FAJAR/01 SEBAGAI PEJABAT DAN KORUPTOR

AKBAR DWI SAPUTRO/04 SEBAGAI BAPAK PEJABAT DAN ANGGOTA KPK

CAHYA MEILENA/06 SEBAGAI IBU DARI PEJABAT

JENZIA IMELLIA/10 SEBAGAI ADIK DARI PEJABAT DAN REPORTER

REVY ZUNIATI BERNIATI/22 SEBAGAI PEMBACA PUISI DAN PENGACARA

SRI MASTUTI SEBAGAI/23 MODERATOR DRAMA DAN ANGGOTA KPK

SUFROTUN NISSA/24 SEBAGAI KORUPTOR YANG SOMBONG

ZULFIANI UMMU HANIK/31 SEBAGAI KORUPTOR YANG SOMBONG

Latar : rumah

Waktu : sore sepulang kerja

MODERATOR

Pada suatu sore hari yang damai. Setelah pulang kerja.

Ayah, ibu dan anak yang menjadi seorang pejabat. Terliat membicarakan hal yang serius.

Sang anak yang mengeluh tentang suasana di tempat ia bekerja.

Bagaimana tidak? Dia baru tahu betapa bobroknya pejabat-pejabat di negeri tercitanya.

Bertolak belakang sekali dengan nilai luhur yang ada.

Korupsi, suap-menyap, hukum yang hanya berpihak pada kaum penguasa. Ia saksinya sendiri dengan
nyata. Belakangan hukum berpihak pada yang sopan, sungguh konyol.
Ia bertanya bagaimana respon para pejuang yang telah gugur jikalau menyaksikan kekacauan-kekacauan
ini.

Sungguh miris. Bagaimana tidak rekan-rekan kerjanya sangat tidak bermoral. Seakan-akan bangga
dengan perbuatan korup mereka.

Ia mencoba meyakinkan diri lagi dan membulatkan tekadnya.

Apakah memang negeri ini layak untuk diperjuangkan?

Apakah orang-orang perusak bangsa seperti mereka bisa dihilangkan?

Semua pertanyaan yang sudah lama ia tanam dalam-dalam memberontak keluar dari dalam mulutnya.

MONOLOG

‘’Tolong tangkap saya,’’ koruptor ternama itu kembali bicara sambil mengulurkan kedua tangannya
seolah-olah minta diborgol. Para petugas jadi langsung gemeteran. Apa tidak salah? ‘’Saya ingin jadi
koruptor yang baik dan benar,’’ kata koruptor itu, sambil memandangi para petugas yang terheran-
heran – juga agak ketakutan.

‘’Saya ingin memberi contoh kepada rekan-rekan koruptor lain, tak baik melarikan diri. Lebih baik duduk
tenang di pengadilan. Kalau pingin sembunyi, bukankah persembunyian paling aman bagi koruptor
justru ada di pengadilan. Kita nggak bakalan diperlakukan macam maling ayam. Paling ditanyai sedikit-
sedikit basa-basi minta bagian hasil korupsi. Tak ada ruginya kalau kita berbagai rezeki sama hakim jaksa
polisi. Anggap saja zakat buat mereka. Toh itu juga bukan uang kita.’’

‘’Makanya saya di sini, minta diadili. Saya tak hendak membantah. Itu urusan para pengacara saya,
karena untuk itulah mereka dibayar: membuat saya kelihatan tak bersalah.’’

“Saya hanya ingin meluruskan anggapan keliru, yang menyatakan koruptor macam saya tak lebih benalu
bangsa tak berguna. Koruptor macam saya jelas aset bangsa. Kamilah yang menggerakkan roda
perekonomian. Dengan korupsi uang jadi terdistribusi.’’

‘’Naif, bila para mahasiswa terus menuntut koruptor di penjara. Nanti malah repot mesti bikin buuanyak
penjara. Percayalah, biaya memenjarakan koruptor jauh lebih tinggi ketimbang dana subsidi BBM yang
dialokasikan buat mengatasi kemiskinan. Daripada uang dihambur-hamburkan membangun penjara,
lebih baik uang itu kami korupsi lalu kami bagi-bagikan secara adil dan merata.”

‘’Itu namanya korupsi yang adil dan beradab, sesuai Pancasila.


DIALOG

Kakak : Pak? Bu? Sepertinya sudah sampai disini.

Ibu duduk disebelah bapak.

Ibu : Lho, opo to le. Yang sudah sampai disini.

Bapak : wis gak jelas banget anakku iki. Baru pulang kerja kok begitu. Ngopi sek iki lho. Baru bicara.

Anak duduk meletakan tas kerjanya dan mengambil nafas yang panjang kemudian menyeruput
secangkir kopi.

Bapak : Piye to le, sebenarnya ada apa? Kok mukanya kusut gitu. Yangmu golek lanangan liya ta?

Seraya menghisap sebatang rokonya.

Ibu dengan muka sinisnya yang tak suka bapak merokok memberi respon.

Ibuk : Yo ndak mungkin to pak, kalo gitu. Orang anake ibu ganteng gitu. Pasti hal serius ini.

Ibuk coba terus memperhatikan anaknya.

Susana menjadi serius, tatkala mengeluarkan kata pertama.

Kakak : Lho Pak? Buk? Sepertinya aku menyerah. Ya apa Bapak, Ibu ini ndak khawatir dengan
perkerjaanku saat ini. Aku jadi pejabat lho. Dunia yang begitu kotor itu memang ada ternyata. Marak
terjadi pengkapan pada teman-temanku yang tak mampu menolak tawaran yang begitu menggiurkan. 1
m, 2 m uang negara ya mereka telan ke dalam perut mereka yang rakus itu. Sementara mereka berfoya-
foya dengan uang haram itu. Aku anakmu ini yang menjadi pejabat karena ingin dengan sungguh-
sungguh meperjuangkan bangsa ini sengsara melihat tingkah mereka. Korupsi, suap-menyuap, dan
memdapat perlakuan “istimewa” dari pihak berwenang karena mereka punya harta. Tak sanggup aku
melihat polah mereka yang mengingkari janji mereka sendiri.

Bapak dan ibu terkejut mendengar perkataan sang anak. Dan wajah mereka menampilkan raut yang
sedih.

Bapak : Waduh, anakku sek bagus . Bapak ini ya jelas, apa lagi Ibumu ini. Tapi bapak ibumu yakin kamu
nggak bakalan seperti mereka. Yang terpenting sekarang ini kamu jalani aja dengan jujur. Toh yang apa
yang kamu perjuangkan saat ini, kelak ALLAH akan memberi ganjaran yang setimpal. Memang
perjuangnmu pasti akan susah kedepannya dan dirimu pasti bakal mengeluh lagi nanti. Bangsa ini butuh
orang kaya kamu le.

Ibu : Iya, yang sabar ya nak. Dengerin kata bapakmu. Bangsa ini pantas kok diperjuangin kalo kamu
sekarang menyerah gitu aja. Nanti siapa yang mau berjuang buat bangsa ini, nggak semua orang mau
seperti kamu. Gimana nasib anak,cucukmu bakal lebih sengsarakan.

Kakak : Benar Pak, benar Buk walau begitu masih ada keraguan dalam hati. Tidaklah mudah
memperjuangkan negeri ini. Baru tadi aku saksikan 2 rekan kerjaku yang melakukan perbuatan korup
mereka terlihat sangatlah bangga. Sungguh tak tahu malu. Aku tak sanggup lagi Pak, Buk. Entah harus
berbuat apalagi aku sekarang.

Bapak : Memang sulit le, Tapi coba pikir dulu kakekmu juga pejuang kan. Beliau berjuang dengan senjata
dan rela mengorbankan nyawanya demi negeri ini. Dan terwujud kemerdekaan, tidak mudah itu semua.
Sama juga dengan kamu sekarang harus berujuang jangan menyerah begitu. Ayo le yang semangat
kamu pasti bisa,

Ketika bapak,ibu dan anak sedang berbicang. Sang adik pulang dari sekolah kemudian ditegur kakaknya.

Adik : Aduh, kakak baru pulang udah bikin ribet.

Ibu : Tauk nih, kakakmu ngurusin negara sampe mukanya berantakan gitu. Coba perhatiin tuh.

Tadi disekolah diajarin apa?

Adik : Diajarin nyanyi lagu nasional. Tanah Air, katanya bu guru disuruh menjaga dan mencintai negeri
kita. Apapun yang terjadi kita harus membela tanah air.

Adik : Omong-omong kakak ini kenapa sih, kalo masalah kerjaan ya mbok jangan dibawa-bawa ke
rumah. Kasihan Bapak, Ibuk udah pusing mikirin aku.

Kakak : Udah ini, udah beres kok. Memasang muka yang ramah.

Kakak : Sini katane diajarin nyanyi tadi disekolah. Kakak pengen liat.

Menyanyikan lagu tanah air.

Tanah air ku tidak kulupakan

Kan terkenang selama hidupku

Biarpun saya pergi jauh

Tidak kan hilang dari kalbu

Tanah ku yang kucintai


Engkau ku hargai

Walaupun banyak negeriku jalani

Yang mahsyur permai dikata orang

Tetapi kampung dan rumahku disanalahku rasa senang

Tanaku yang kulupakan engkau ku banggakan

Puisi

ALIBI MURAHAN KORUPTOR

oleh Ismail Habibi

Sakit...

Lalu mangkir dari persidangan

Lucu...

Kenapa waktu korupsi nggak sakit ?

Ketika mencalonkan diri jadi pejabat kan harus sehat lahir batin?

Waktu korupsi pun tidak sakit

Apakah Tuhan menciptakan sakit hanya untuk jadi alibi?

Tuhan maha baik bung!!

Seharusnya sakit jadi alasan untuk ingat Tuhan

Ingat! mati juga bisa berawal dari sakit

Kalau setiap orang ingat mati

Logikanya setelah ingat mati pasti ingat dosa

Tapi ini sakit malah jadi alibi

Wahai para koruptor

Bertaubatlah ketika sudah sakit

Ingatlah kematian yang bisa menemuimu kapanpun

Bayangkan apa yang akan terjadi jika kau mati dalam keadaan setelah melakukan korupsi
Part Penangkapan Koruptor

Pemrisa beginilah situasi terkini peangkapan pejabat Dewan Perwakilan Rakyat ternama dari partai
merah yang kita kenal citranya begitu baik. Hari ini tertangkap KPK karena terbukti melakukan praktik
korupsi. Dengan barang bukti uang tunai rupiah sebesar 4 miliyar rupiah. Kasus ini selanjutnya akan
ditidaklanjuti. Saya…

Ending

Pejabat yang berbincang dengan orang tuanya tertangkap karena terbukti melakukan praktik korupsi.
Bukan karena hatinya yang jahat, tapi karena dalam dunia yang digelutinya memang begitu kotor dan
kejam.

Anda mungkin juga menyukai