Gaya Kepemimpinan Kyai
Gaya Kepemimpinan Kyai
JURNAL KEPENDIDIKAN
http://jurnalkependidikan.iainpurwokerto.ac.id
Jurnal Kependidikan is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0
International Lisence
Muslichan Noor
SMK Al-Hikmah 1 Bumiayu
muslichannoor@gmail.com
Abstract
This study aims at offered to improve quality of Islamic education that is able to develop
abilities optimally, and is able to establish the character and civilization of the school.
Efforts to improve the quality of Islamic education are not at once, but also based on
improving the quality of each component of education. The focus of management for
improving the quality of education lies in the process or system of achieving the goals of
the school organization itself. Management of improving the Islamic education quality in
schools is an effort to improve the quality of Islamic education centered on school
education itself, apply a set of techniques based on the availability of quantitative and
qualitative data, and empower all elements of the school to sustainably increase capacity
and the ability of school organizations to meet the needs of students and the community.
Keywords education management, quality, islamic education
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahu model atau gaya kepemimpinan kehidupan kyai
dan santri yang demikian besar membuat pesantren berfungsi multi dimensi: kyaitidak
hanya berperan sebagai imam di bidang ubudiyah dan ritual upacara keagamaan saja,
namun sering pula diminta kehadirannya untuk menyelesaikan perkara atau kesulitan
yang menimpa masyarakat. Dalam kontek ini peran kyai semakin mengakar di
masyarakat ketika kehadirannya di yakini membawa berkah. Keberadaan struktur dan
gaya kepemimpinan kyai dalam hasanah dunia pesantren tetap berkesinambungan, karena
kyai memliki jarring-jaring sosial yang terikat secara internal di kalangan pesantren
maupun eksternal dengan dunia luar pesantren, meliputi jaringan genealogis, jaringan
ideologis, jaringan intelektual, jaringan teologis dan jaringan spiritual. Gaya kepimpinan
pesantren melihat dari lintasaan sejarah, kebanyakan kepemimpinan pondok
pesantren tradisional dipegang oleh keluarga yang memiliki golongan darah biru,hal ini
membuktikan bahwa hanya dari golongan terdekatlah yang dapat menjadi pemimpin
pesantren. Dari kebanyakan pesantren modern yang ada, sekarang ini cenderung masih
mempergunakan gaya kepemimpinan yang mengarah kepada sistem tradisional,
dan hal ini merupakan ciri dasar utama bagi pesantren, walaupun pada sisi lain
mempergunakan gaya dan desain yang modern hal ini dibuktikan oleh beberapa pondok
pesantren yang ada.
Kata Kunci gaya kepemimpinan kyai
A. Pendahuluan
Pemahaman terhadap pesantren dalam ruang lingkup manajemen
pendidikan, hal ini dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang
yang mengarah pada perspektif seremonial, substansial dan
religiusitas. Dalam perspektif seremonial, pesantren dipandang
sebagai sebuah lembaga pendidikan yang berkenan
menyelenggarakan sistem pendidikan, seperti layaknya lembaga
pendidikan formal lainnya yang berperan dalam mewujudkan sebagian cita-
cita dan tujuan pendidikan yang telah digariskan oleh Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional. Aspek yang dikembangkan dalam perspektif seremonial,
pesantren tidak terlepas dari bidang lain sebagai pendukung
kegiatan, yakni aspek material sebagai standar dan ukuran atas
besarnya jumlah dana yang disediakan dalam mengembangkan
program pesantren dan aspek material yang berhubungan
dengan kelengkapan fisik yang dimiliki oleh pesantren dalam
menyelenggarakan program kegiatan belajar-mengajar pada
pesantren terkait yang selaras dengan tujuan pendidikan guna mengarah pada
pencapaian substansial
pesantren. Tujuan pendidikan yang dikembangkan oleh pesantren,
secara substansial mengarah pada pembentukan kualitas hasil
pendidikan yang dapat dijadikan sandaran bagi kebutuhan umat
(islam) dalam melibatkan diri secara lebih mendalam akan
partisipasinya sebagai stakeholder, sehingga pada gilirannya
pesantren akan muncul sebagai mercusuar yang berkenan
menyinari kebutuhan umat manusia bukan saja pada makna
keberagamaan, tetapi pada sisi lain dari kehidupan serta peradaban manusia.
Dengan mengakar pada substansi pesantren sebagai
lembaga pendidikan Islam, seyogyanya mengarah pada kualitas pendidikan yang
benar-benar dibutuhkan dan diharapkan oleh masyarakat. Adapun
aspek yang dikembangkan untuk menjawab tantangan pesantren untuk
menjawab kebutuhan masyarakat, antara lain: (1) aspek
human resources (sumber daya manusia) sebagai perencana, pelaksana, penilai
dan memberikan arah bagi
tindak lanjut program yang dikembangkan oleh pesantren, (2)
aspek budaya organisasi yaitu munculnya nilai dan norma yang yang sekaligus
Tanggung jawab pendidikan umat islam sejalan dengan fungsi kekhalifahan juga
di ungkap oleh Muhammad Kamal Hasan. Kendatipun di dalam beberapa hal tidak
sejalan dengan pemikiran Nurcholis Madjid 1. menulis sebagai berikut:
Terminologi “Pendidikan Islam” berarti suatu proses yang komprehensif dari
pengembangan kepribadian manusia secara keseluruhan yang meliputi intelektual,
spritual, emosi, dan fisik, sehingga seorang muslim disiapkan dengan baik untuk
melaksanakan tujuan-tujuan kehadirannya sebagai hamba dan wakilnya di dunia. 2
B. Gaya Kepemimpinan
Gaya atau pola adalah model, cara kerja, atau sistem. Kepemimpinan adalah
suatu proses, perilaku atau hubungan yang menyebabkan suatu kelompok dapat
bertindak secara bersama-sama atau secara bekerja sama atau sesuai dengan aturan
atau sesuai dengan tujuan bersama. 3
Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat -sifat
kepribadian, termasuk di dalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana
dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh
semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa.
Menurut DR. Hadari Nawawi didalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan
Menurut Islam mengatakan, Kepemimpinan adalah sebagai perihal memimpin berisi
kegiatan menuntun, membimbing, memandu, menunjukkan jalan, mengepalai,
melatih agar orang-orang yang dipimpin dapat mengerjakan sendiri.4
Menurut Wahdjosumidjo dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan dan
Motivasi, Kepemimpinan adalah: 5
a) Sesuatu yang melekat pada diri seorang pemimpin yang berupa sifat -sifat
tertentu seperti: Kepribadian (personality), Kemampuan (ability), dan Kesanggupan
(capability).
b) Kepemimpinan adalah serangkaian kegiatan (activity) pemimpin yang tidak
dapat dipisahkan dengan kedudukan (posisi) serta gaya atau perilaku pemimpin itu
sendiri.
1
Selanjutnya dapat dilihat dalam Muhammad Kamal Hasan, Muslim Intelektual Responses to”New
Order” Modernization Indonesia,(Kuala Lumpur:Dewan bahasa dan Pustaka, 1982).
2
Lihat Muhammad Kamal Hasan, “Beberapa Demensi Pendidikan Islam di Asia Tenggara”Dalam
Taufiq Abdullah dan Sharon Siddique, Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara ,cet. Ke-1,
(Jakarta:LP3ES,1989), h.409.
3
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm 40.
4
Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gajah Mada Universiti
Press, 1993), hlm. 28.
5
Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987), hlm. 26.
6
http://aparaturnegara.bappenas.go.id/data/Kajian/Kajian2003/Dimensi%20&%20Dinamik
a %20KEPIM%20ABAD%2021.doc.
7
Ngalim Purwanto, Ibid., hlm. 48.
8
Agus Darma, Managemen Supervisi, Petunjuk Praktis Bagi Para Supervisor, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 144.
C. Kepemimpinan Kyai
Kyai sebagaimana kita ketahui merupakan sentra utama berdirinya pondok
pesantren, tidak ada pesantren tanpa kyai. Otoritas kepemimpinan sepenuhnya
berada pada kyai. Oleh karena itu keberadaan dan perkembangan pesantren
ditentukan oleh kekuatan kyai yang bersangkutan. Jika kyai wafat, maka secara
otomatis akan diteruskan oleh para keturunan atau keluarga dekat kyai yang
bersangkutan.
Dalam teori kepemimpinan tipe kepemimpinan kyai adalah tipe kepemimpinan
otoriter, di mana kepemimpinan menempatkan kekuasaan di tangan satu orang.
Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal, sehingga semua determinasi
“policy” dilakukan oleh sang pemimpin (Sonhaji 2003).
9
Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu,
1999), hlm 105.
10
Sukamto. Op.Cit. , Hlm:19
11
Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Cet XVI (Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 2006), hlm 26.
12
Suprayogo. Op. Cit., Hlm:36.
13
Hasan, Tholhah. 1993, Dalam Pengantar Kepemimpinan kyai: Kasus pondok pesantren Tebuireng,
Malang: Kalimasahada, Hlm:xii.
14
Arifin, Imrom. OP. Cit., Hlm:45.
15
Thoha, Zainal Arifin. 2003, Runtuhnya singgasana kyai NU, Yogyakarta:Kutub. Hlm:23.
16
Al-Maardi. Op. Cit., hlm:5.
nabi Muhammad SAW yang telah di wajibkan menjadi standar bagi setiap pemimpin
umat islam. Hal ini berarti, kepemimpinan tidak sekedar di landasi oleh kemampuan
seseorang dalam mengatur dan menjalankan mekanisme kepemimpinannya,
melainkan menganggap kepemimpinan lebih di landasi oleh nilai-nilai spritual, yang
di miliki otoritas keagamaan di mana imam atau pemimpin di jadikan sebagai medel
yang lain.17
Kepemimpinan seorang kyai di pondok pesantren tidak sama antara kyai yang
satu dengan kyai yang lain, hal ini dapat di mengerti bahwa kepemimpinan kyai di
pondok pesantren banyak di dukung oleh watak sosial di mana beliau berada. Yang
hal itu masih di tambah lagi dengan pengaruh konsep-konsep kepemimpinan islam
Wilayatu al-Imam serta pengaruh ajaran Sufi. 18
D. Gaya Kepemimpinan Kyai
Dari banyak kajian hasil sebuah penelitian ada beberapa model kepemimpinan
kyai di pondok pesantren yaitu:
1. Kepemimpinan Religio- paternalistik dimana adanya suatu gaya interaksi
antara kyai dengan para santri atau bawahan didasarkan atas nilai -nilai agama yang
di sadarkan kepada gaya kepemimpinan nabi Muhammad SAW.
2. Kepemimpinan patenarlistik-otoriter, di mana pemimpin pasif, sebagai
seorang bapak yang memberi kesempatan anak-anaknya untuk berkreasi, tetapi juga
otoriter, yaitu memberi kata-kata final untuk memutuskan apakah karya anak buah
yang bersangkutan dapat di teruskan atau di hentikan. 19
3. Kepemimpinan Legal-Formal, mekanisme kerja kepemimpinan ini
menggunakan fungsi kelembagaan, dalam hal ini masing-masing unsur berperan
sesuai dengan bidangnya, dan secara keseluruhan bekerja mendukung keutuhan
lembaga.20
4. Kepemimpinan bercorak alami, model kepemimpinan ini kyai tidak
membuka bagi pemikir-pemikiran yang menyangkut mentukan kebijakan-kebijakan
pondok pesantren, mengingat hal itu menjadi kewengan mutlak. Jika ada
pengusulan-pengusulan pengembangan yang berasal dari luar yang berbeda sama
sekali dari kebijakan kyai justru di respon secara negatif. 21
5. Kepemimpinan Karismatik-tradisional-rasional, yaitu suatu pola
kepemimpinan yang mengacu pada figur sentral yang di anggap oleh komunitas
pendukungnya memiliki kekuatan supranatural dari Allah SWT, kelebihan berbagai
bidang keilmuan, partisipasi komunitas dalam mekanisme kepemimpinan tidak
diatur secara biokratik, membutuhkan legalitas formal komunitas pen dukungnya
17
Arifin, Imron. Op.Cit., hlm:46.
18
Ibid, Hlm:47
19
Mastuhu. Op. Cit,.Hlm:80.
20 Sukamto. Op.Cit., Hlm:324.
21
Qomar.Op.Cit.,Hlm:40.
dengan cara mencari kaitan geneologis dari pola kepemimpinan karismatik yang ada
sebelumnya, pola kepemimpinan yang bersifat kolektif, dimana tingkat partisifasi
komunitas lebih tinggi, struktur keorganisasian lebih kompleks serta kepemimpinan
tidak mengarah satu individu melainkan lebih mengarah pada kelembagaan, dan
makanisme kepemimpinan diatur secara manajerial. 22
Menurut M. Karyadi dalam bukunya yang berjudul kepemimpinan menyatakan,
Kepemimpinan adalah memproduksi dan memancarkan pengaruh terhadap
kelompok-kelompok orang-orang tertentu sehingga mereka bersedia (willing) untuk
berubah fikiran, pandangan, sikap, kepercayaan, dan sebagainya. 23
Dengan kata lain, kepemimpinan dalam suatu organisasi atau lembaga
mempunyai peranan yang sangat vital. Model kepemimpinan yang diterapkan sangat
menentukan intensitas keterlibatan anggotanya dalam kegiatan yang direncanakan.
Bagaimana model keterlibatan anggota dalam kegiatan akan mempengaruhi gerak
langkah organisasi dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu, perlu di sadari
bahwa meskipun semua anggota terlibat dalam kegiatan, faktor kepemimpinan
masih tetap merupakan faktor penentu bagi efektifitas dan efisiensi kegiatan
organisasi 24
22
Nasir, Ridwan. 2005. Mencari Tpilogi Format pendidikan Ideal Pondok pesantren di Tengah arus
Perubahan.(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, Hlm:327-328.
23
M. Karyadi, Kepemimpinan, (Bandung: Karya Nusantara, 1989), hlm. 3.
24
Sukamto, Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren, cet I ( Jakarta: PT. Pustaka LP3ES, 1999),
hlm 20.
25
M. Dahlan Al Barry, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Arloka, (Yogyakarta, 2001), hlm.
329.
26
Quraish. Shihab, Membumikan Al-Quran, Mizan, (Bandung, 1999), hlm. 280.
27
Jurnal Ilmu Pendidikan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar Di Daerah Diseminasi oleh A.
Supriyanto, November 1997, Jilid 4, IKIP, 1997, hlm. 225.
Menurut Supranta kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa
merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. 28
Di dalam konteks pendidikan, pengertian kualitas atau mutu dalam hal ini
mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dari konteks “proses”
pendidikan yang berkualitas terlibat berbagai input (seperti bahan ajar: kognitif,
afektif dan, psikomotorik), metodologi (yang bervariasi sesuai dengan kemampuan
guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya
lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Dengan adanya manajemen
sekolah, dukungan kelas berfungsi mensingkronkan berbagai input tersebut atau
mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar, baik
antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas atau di luar kelas, baik dalam
konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkungan substansi yang
akademis maupun yang non akademis dalam suasana yang mendukung proses
belajar pembelajaran.
Kualitas dalam konteks “hasil” pendidikan mengacu pada hasil atau prestasi
yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu,
akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil
pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis,
misalnya ulangan umum atau Ujian Nasional. Dapat pula prestasi di bidang lain
seperti di suatu cabang olahraga, seni atau keterampilan tambahan tertentu. Bahkan
prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti
suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan dan sebagainya. 29
Selain itu kualitas pendidikan merupakan kemampuan sistem pendidikan dasar, baik
dari segi pengelolaan maupun dari segi proses pendidikan, yang diarahkan secara
efektif untuk meningkatkan nilai tambah dan faktor-faktor input agar menghasilkan
output yang setinggi-tingginya.
Jadi pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilkan
lulusan yang memiliki kemampuan dasar untuk belajar, sehingga dapat mengikuti
bahkan menjadi pelopor dalam pembaharuan dan perubahan dengan cara
memberdayakan sumber-sumber pendidikan secara optimal melalui pembelajaran
yang baik dan kondusif. Pendidikan atau sekolah yang berkualitas disebut juga
sekolah yang berprestasi, sekolah yang baik atau sekolah yang sukses, sekolah yang
efektif dan sekolah yang unggul. Sekolah yang unggul dan bermutu itu adalah
sekolah yang mampu bersaing dengan siswa di luar sekolah. Juga memiliki akar
budaya serta nilai-nilai etika moral (akhlak) yang baik dan kuat. 30
28
Supranta. J, Metode Riset, PT Rineka Cipta, (Jakarta, 1997), hlm. 288.
29
Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Direktur Pendidikan
Menengah dan Umum, April, 1999, hlm. 4.
30
Abdul Chafidz, Sekolah Unggul Konsepsi dan Problematikanya, MPA No. 142, Juli
31
Jumhur An Surya, Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah, (Jakarta, Rajawali Pres), hlm.115
G. PENUTUP
Manajemen pesantren modern itu dikelola secara baik, profesional, rapi,
sistematis, dengan mengikuti kaidah-kaidah manajerial umum. Sedangan
manajemen pesantern tradisonal berjalan secara alami tanpa dikelola secara efekfit
yang biasannya dikelola secara tradisi bukan profesionaslisme berdasarkan keahlian
(skil), human skil, concepskill maupun tecnical skill. Secara terpadu.
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan oleh seorang kyai untuk
mengelola pesantrennya dengan baik dapat melakukan hal-hal sebagai berikut : (a)
Menerapkan manajemen secara professional, (b) Menerapkan kepemimpinan yang
kolektif, (c) Menerapkan demokratisasi kepemimpinan ,(d)Menerapkan manajemen
struktur, (e) Mengembangakan sentra-sentra perekonomian, (f) Mengadakan
pembaruan secara kesinambungan. Kinerja Manajemen Pesantren meliputi: (a)
perancaan, (b) pengoranisasian, (c) kepemimpinan, (d) pemberian motivasi, (e)
pengawasan.
Model kepimpinan pesantren Melihat
dari lintasaan sejarah, kebanyakan kepemimpinan
pondok pesantren tradisional dipegang oleh keluarga yang
memiliki golongan darah biru, hal ini membuktikan bahwa hanya dari golongan
terdekatlah yang dapat menjadi pemimpinin pesantren. Dari kebanyakan pesantren
modern yang ada, sekarang ini
cenderung masih mempergunakan gaya kepemimpinan yang
mengarah kepada sistem tradisional, dan hal ini merupakan ciri
dasar utama bagi pesantren, walaupun pada sisi lain mempergunakan gaya dan
desain yang modern hal ini dibuktikan oleh beberapa pondok pesantren yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Sukamto, Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren, cet I, Jakarta: PT. Pustaka LP3ES,
1999.
Usman, Husaini, Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial Jakarta:
Bumi Aksara, 1996.