me.
MODUL
KONSELING KELUARGA
Mustikaningtyas, MPH., Psikolog
Pingkan Rizky Paramitha, S.Psi
Titi Pratiwi Widayaningsih, S.Psi., PsikologMANUSMARA \ PINASTHIKA
MODUL
KONSELING KELUARGA
Mustikaningtyas, MPH., Psikolog
Pingkan Rizky Paramitha, S.Psi
Titi Pratiwi Widayaningsih, S.Psi., Psikolog
AY i | R , ee es Dy aba
Tujuan Pembelajaran :
1)Peserta mampu memahami konsep keluarga
2.Peserta mampu mempraktekkan konseling keluargaBABI
MEMAHAMI KELUARGA
Pers
pan Berkeluarga
Pemnikahan menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tanga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Undang-undang ini telah diperbarui dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Selain pengertian diatas, pernikahan bukan hanya
sekadar hak untuk mengasuh anak, tetapi juga komitmen dan kemanfaatan hubungan
antara keluarga dan masyarakat (Horton & Hunt, 1996)
Dalam merencanakan sebuah keluarga, kita harus memperhatikan berbagai aspek
seperti kesehatan, ekonomi, psikologis, dan agama (Putri and Rosida, 2019). Pendewasaan
sia perkawinan merupakan upaya untuk mengendalikan jumlah penduduk (Utami and
‘Afwa, 2020); dimana kesiapan keluarga sebagai strategi yang dapat membantu individu,
keluarga, dan komunitas untuk menghindati atau mengurangi dampak negatif (Bastian,
2009). The National Healthy Marriage Resource Center (NHMRC) menyatakan pentingnya
pemahaman bagaimana kedewasaan dapat memengaruhi kemampuan individu dalam
memiahami konsep (dan menerapkan keterampilan yang dipetlukan_untuk membentuk
dan memelihara hubungan yang sehat dalam perkawinan. Pengalaman hidup dapat
menjadi dasar dari proses pematangan; namun demikian, kedewasaan dalam hubungan
juga bisa dipelajari. Pernikahan di usia muda rentan dengan ketidaksiapan psikologis yang
tentunya berdampak pada pembentukan relasi juga pengasuhan. Selain itu kematangan
fisik tubuh seperti ketidaksiapan organ reproduksi juga belum optimal (Natalia, 2016);
Juga terputusnya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, kerentanan terhadap
kekerasan dan penelantaran serta lahimya generasi yang kurang berkualitas (Muslihatun
and Djanah, 2078).
Kurangnya kedewasaan emosional menyebabkan ketidaksiapan menghadapi krisis
dalam kehidupan keluarga yang umumnya terjadi pada tahun-tahun awal pernikahan,
oleh karena itu harus diperhatikan proses penyesuaian diri pada pasangan sebelum
menuju kepuasan pernikahan (Cole et al, 1980). Pasangan dengan kontrol emosi yang
baik akan membentuk kepuasan pernikahan dan mempengaruhi interaksi antar keluarga
(Khalatbari et al, 2013, Morr Serewicz and Canary, 2008, Anissa and Handayani, 2012)
Pasangan baru yang gagal dalam menyesuaikan diri dengan pasangan akan menghadapi
masalah di setiap tahap perkembangan keluarga dan menghadapi kemungkinan lebih
besar untuk bercerai (Sumbulah and Jannah, 2012). Jika pasangan memiliki pengetahuan
dan keterampilan yang diperlukan, mereka dapat mengembangkan perspektif tentang
kedewasaan hubungan. Karena kedewasaan memengatuhi kendali emosional dan
penalaran, hal itu akan memengaruhi keberhasilan membuat keputusan bersama, bekerja
—_—_—_—
sthiksama menuju pencapaian tujuan pemikahan, dan menyelesaikan konflik secara efektif
(The National Healthy Marriage Resource Center).
I. Konsep Keluarga
A. Arti Keluarga
Keluarga adalah sekelompok orang-dipersatukan oleh ikatan darah, pernikahan
atau adopsi; yang membentuk satu rumah tangga; di mana mereka menjalankan
perannya masing-masing sebagai suami dan istri, putra dan putri, ibu dan ayah,
saudara laki-laki dan perempuan; menciptakan budaya bersama (North, 1980).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2016) mendefinisikan keluarga sebagai
unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang
yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan. Sedangkan menurut BKKBN (1999) keluarga adalah dua orang atau
lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan pernikahan yang sah, mampu memenuhi
kebutuhan hidup spiritual dan materil yang layak, bertakwa kepada Tuhan, memilki
hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta
lingkungannya.
B. Fungsi dan Peran Keluarga
Berbagai teori menjelaskan tentang fungsi dan peran keluarga, salah konsep
adalah The Circumplex Model of Marital and Family System mengusulkan kerangka
teoritis yang menarik untuk memahami hubungan antara ikatan orang tua dan
kesejahteraan individu. Menurut model ini, fungsi keluarga di evaluasi dalam tiga
dimensi penting (Olson et al, 1983)
1. Kohesi
Kohesi mengacu pada ikatan emosional yang dimiliki anggota keluarga
satu sama lain. Dimensi ini dapat diukur dengan beberapa konsep seperti
ikatan emosional, pengambilan keputusan, serta minat dan rekreasi. Kohesi
atau kelekatan antar anggota keluarga menjadi faktor penting untuk dapat
menumbuhkan fungsi dan peran keluarga
2. Adaptasi (Perubahan)
Adalah kemampuan keluarga untuk dapat mengubah struktur kekuasaan,
eran, aturan ketika menghadapi tekanan yang terjadi maupun proses
perkembangan dalam keluarga. Beberapa konsep dapat mencerminkan
pengukuran dimensi ini seperti ketegasan, kontrol, disiplin, gaya negosiasi
dan aturan hubungan,
3. Komunikasi
Komunikasi menjadi faktor penting yang dapat memfasilitasi pasangan dan
keluarga untuk menjembatani kohesi dan adaptasi. Keterampilan
komunikasi positif seperti empati, mendengarkan aktif, komentar suportif
dapat mendorong keluarga untuk berbagi dan bercerita. Sebaliknya,komunikasi negatif dapat menghambat anggota keluarga untuk berbagi
perasaan sehingga membatasi komunikasi antar anggota keluarga
. Ketahanan Keluarga
Setiap individu dalam keluarga ingin mendapatkan dukungan baik emosional,
maupun fisik secara bersamaan. Keluarga adalah lingkungan sosial yang paling lekat;
tempat dimana orang tua memulai proses penting dalam sosialisasi anak-anak.
Kehidupan keluarga dapat memberi kekuatan ataupun sebaliknya, tergantung pada
seberapa baik hubungan keluarga berlangsung (DeFrain and Asay, 2007). Salah satu
dinamika dalam keluarga adalah keberhasilan keluarga untuk terus hidup bersama
dengan baik dan menanggapi tantangan secara positif, hal ini digambarkan sebagai
ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga merupakan karakteristik, dimensi, dan sifat
keluarga yang membantu keluarga tetap tangguh menghadapi perubahan yang
adaptif dalam situasi krisis (McCubbin et al, 1996, McCubbin and McCubbin, 1988).
Kualitas keluarga tangguh menurut (DeFrain and Asay, 2007) dapat dicirikan sebagai
berikut: 1) Apresiasi dan kasih sayang satu sama lain, 2) Komunikasi positif 3)
Komitmen kepada keluarga, 4) Waktu kebersamaan, 5) Kesejahteraan spiritual dan
nilai bersama (shared values), 6) Kemampuan untuk mengelola stres dan krisis secara
efektif.
Ada kalanya tuntutan atau masalah yang dihadapi melebihi kemampuan
keluarga, ketika ketidakseimbangan ini terjadi, beberapa kemampuan saling
berkolaborasi untuk mendapatkan kembali keseimbangah. Tentu saja tidak semua
mengalami keberhasilan, beberapa keluarga gagal berproses dan beradaptasi
sehingga berpengaruh terhadap kondisi jangka pendek maupun jangka panjang
yang buruk (Patterson, 2002). Perspektif ketahanan keluarga mengakui adanya
kekuatan orang tua, dinamika keluarga, hubungan timbal balik, dan lingkungan sosial
Pendekatan berbasis kekuatan ini menganggap tekanan dan tantangan keluarga
bukan sebagai hal yang “merusak" melainkan menjadi peluang untuk mendorong
penyembuhan dan pertumbuhan (McCubbin et al, 1996, McCubbin and McCubbin,
1988, Walsh, 2003)
Siklus
lup Keluarga (Family Life Cycle)
Pemahaman tentang tahapan siklus hidup keluarga merupakan dasar bagi
pasangan untuk terus berproses mempertahankan pernikahan. Jika pasangan tahu apa
yang diharapkan pada setiap perubahan siklus sebagai perubahan yang wajar, mereka
tidak akan menunjukkan reaksi yang tidak sesuai, namun akan memberikan respon
selaras dengan berusaha memahami perasaan maupun pilihan ketika menghadapi
perubahan peristiwa kehidupan tersebut (Markey, 2005). Dalam pernikahan terjadi
proses perubahan yang teratur dari waktu ke waktu, selama siklus hidup berlangsung.
Siklus ini memiliki tahapan yang berbeda, masing-masing ditandai dengan polainteraksi antar pasangan. Polanya akan berbeda dengan pola interaksi sebelumnya dan
selanjutnya. Ada tugas-tugas perkembangan yang unik, seperti membiasakan diri
dengan perubahan dari keluarga asal hingga membentuk keluarga baru, yang harus
dikuasai agar keluarga dapat berkembang sehat dan terhindar dari ketidakmampuan
menghadapi tahap perkembangan selanjutnya. Perpindahan dari satu tahap ke tahap
berikutnya, dari satu tingkat kematangan ke tingkat yang lebih tinggi, selalu dipicu
oleh peristiwa transisi (Fuller and Fincham, 1994). Carter and McGoldrick, 1988
menyusun tahap siklus hidup keluarga sebagai berikut
1) Pasangan atau | Kedua pasangan menjauh dari | 1) Konflk loyaitas
pembentukan | keluarga asal dan bersama menyju | »Menolak peran/situasi
keluarga membentuk dasar bagi sebuah unit | -Konflik dalam keluarga: “Dia tidak cukup baik
(perikahan) keluarga baru yang melibatkan: | untukmu’; "Aku akan pulang ke Ibu
Keseimbangan kesetiaan kepada | 2) ‘Orang dewasa yang tidak menyukai
pasangan, teman, keluarga asal dan | perannya
kebutuhan sendiri ‘mis. Pemberian masukan mengenai tanggung
+Penerimaan beberapa_kehilangan | jawab baik dari pasangan hingga mertua
individualitas/ kebebasan: yang | atau Pasangan yang perilakunya tidak
digantikan oleh rasa memilik (saling | berubah setelah menikah
melengkapi) 3) Masalah formasi
sKedekatan » dan -jarak: ;merasa_kesepian,
frustrasi, cemburu
Konflik kekuasaan: konflik terbuka atau
konfik terselubung
-Komunikasiafektif kebutuhan perasaan tidak
terpenuhi, yang mengarah pada tuduhan
keegoisan vs tuntutan
2) Kelahiran anak | Menyesuaikan dengan kedatangan | 1) Konflk loyalitas
pertama ‘orang baru dan menyeimbangkan | «Terbuka: keluhan bahwa pasangan kurang
kesetiaan pada iri sendiri,| atau terlalu. terlibat dengan anak atau
pasangan dan anak mengabaikan pasangan
“Terselubung: keluhan tentang kepuasan
pernikahan yang menurun (aktvitas sosial,
seks, Komunikasi atau keintiman)
2) Tanggung jawab
“Salah satu atau kedua orang tua tertekan dan
kewalahan menjadi orang tua
+Kakek/nenek mengambil alin parenting
3) Pengabaian kebutuhan bayi oleh salah satu
atau kedua pasangan, misalnya suami lepas
dari pengasuhan dengan pergi keluar setiap
malam
Monusmara Pinasthika Consultant 43) Individuasi anak
sMenyeimbangkan _pertumbuhan
‘otonom anak dengan dukungan dan
rasa memilki
+*Menjaga tingkat kendali yang wajar
+ tidak membebani anak dengan
tanggung jawab atau berharap
terlalu sedikit dari anak
+Membiarkan anak mengalami dan
mengekspresikan betbagai_emosi
sehingga anak mengenali
kebutuhan ditinya dan orang lain
*Mendorong anak untuk
mengembangkan perilaku mandiri
dan aktivitas sosial di luar rumah
“Masalah Perpisahan: _Permasalahan
mengenai kepatuhan dan tanggung jawab
dapat menyebabkan penolakan _sekolah:
anak-anak lain mungkin menunjukkan
kemunduran atau gejala psikologis.
*Masalah ‘Power: Seorang anak kecil mungkin
ditampilkan sebagai ‘monster kecil yang keras
kepala dan memberontak atau terialu kuat
dalam beberapa hal - sering kali ketika orang
tua secara diam-diam tidak setuju
*Masalah Perilaku: Harapan yang rendah
tethadap anak dan kontrol yang tidak
konsisten dapat menyebabkan _perilaku
mengabaikan kebutuhan orang lain
kecil; pergi ke
sekolah
4) Individuasi
remaja;pubertas,
dan
perkembangan
seksual
*Menerapkan dukungan,
kepercayaan dan rasa hormat antara
remaja dan orang tua meskipun
jarak dalam hubungan semakin
besar: kompensasinya dengan
mengembangkan kedekatan yang
lebih besar melalui hubungan
kelompok sebaya
¢Mendefiniskan’ lang) masalah
‘otonom), kontrol dan tanggung
jawab
+Penerimaan dan fasiltasi
perubahan perilaku emosional yang
diperiukan pada perubahan dari
masa kanak-kanak menuju dewasa
1} Perjuangan otonomi
Terbuka: biasanya_remaja_memberontak,
betkinerja buruk, atau perilaku tidak teratur,
dari orang tua meminta. untuk
‘memperbaikinya'. Remaja mungkin menolak
atau dengan cemberut_menurut - tetapi
biasanya takut dan bingung tentang
perkembangannya, yang mungkin diberi label
sebagai kepribadian yang berubah’
“Terselubung: Remeja terikat pada keluarga
dengan kepatuhan atau persetujuan bersama.
Masalah yang mungkin muncul seperti
‘psikiatr’, psikosomatis, penolakan_sekolah,
gangguan makan. Gejala tersebut dilihat
sebagai cara untuk mengungkapkan rasa
frustrasi sementara remaja tetap terithat patuh
kepada keluarga.
2) Misi keluarga: Harapan tentang karir hingga
tanggung jawab biasanya _menimbulkan
masalah li masa remaja
5) Kepergian anak