Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya. Atas berkatrahmat dan hidayat-Nya serta berbagai upaya, tugas makalah mata
pelajaran Pendidikan Pancasila yang membahas tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Dalam penyusunan makalah ini, ditulis berdasarkan buku yang berkaitan dengan
Kekerasan dalam Rumah Tangga, dan informasi dari media massa yang berhubungan dengan
Kekerasan dalam Rumah Tangga. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih kurang
sempurna. Untuk itu diharapkan berbagai masukan yang bersifat membangun demi
kesempurnaannya.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat membawa manfaat untuk pembaca.

Payakumbuh, 1 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................i


DAFTAR ISI .................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN MASALAH ................................................................................................3
2.1 Bentuk Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga.....................................................................3
2.2 Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah tangga...................................................................3
2.3 Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga...............................................................................5
2.4 Cara Penaggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga............................................................6
2.5 Penegakan Hukum Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga....................................................7
2.6 Contoh Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga......................................................................9
BAB III PENUTUP ....................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................11
3.2 Saran........................................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum, kelurga dipahami sebagai kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih
orang yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan darah, hubungan perkawinan,
dan adopsi. Definisi tersebut menunjukkan bahwa keluarga mensyaratkan adanya hubungan
perkawinan, hubungan darah, maupun adopsi sebagai pengikat. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), "Kelurga" adalah ibu dan bapak beserta anak-anaknya atau seisi rumah.

Jadi, Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan
berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap
anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga
sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga di samping beberapa anggota keluarga lainnya.
Anggota keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan yang
memiliki hubungan yang sangat baik. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian
dalam hubungan timbal balik antar semua anggota/individu dalam keluarga.

Fungsi kelurga pada umumnya adalah membentuk kepribadian anak. Dalam keluaga anak
dididik dan orangtua memberikan nilai-nilai (ajaran-ajaran) yang berguna dan anak menerima
nilai-nilai yang diwariskan oleh orangtuanya demi perkembangan dirinya. Perkembangan
kepribadian anak tidak dapat dipisahkan dari keadaan keluarga. Keluarga adalah tempat pertama
anak bertumbuh dan berkembang.

Keluarga harmonis adalah keluarga yang rukun, damai, dan penuh cinta kasih. Namun,
menciptakan keluarga yang harmonis bukanlah hal yang mudah karena dibutuhkan peran seluruh
anggota keluarga, dari orangtua hingga anak, untuk mewujudkannya. Sedangkan Keluarga
Disharmoni yaitu kondisi di mana keluarga tidak dapat menjalankan fungsi dan perannya
sehingga masing-masing anggota keluarga gagal menjalankan kewajiban peran mereka. Dan
menyebabkan konflik antara suami dan istri maupun orang tua dengan anak. Tidak ada rumah
tangga yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah tangga bukanlah sesuatu yang
menakutkan. Hampir semua keluarga pernah mengalaminya. Yang menjadi berbeda adalah
bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan hal tersebut.

1
Setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya masing-masing. Apabila
masalah diselesaikan dengan baik dan tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari akar
permasalahan dan menemukan solusi yang dapat menyelesaikan masalah. Sedangkan masalah
yang diselesaikan dengan tidak baik akan medimbulkan konflik antar anggota keluarga. Dan hal
tersebut mengakibatkan munculnya kekerasan fisik sebagai pelampiasan kemarahan yang
merujuk pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah segala bentuk ancaman, pelecehan, dan
kekerasan antara dua orang yang terikat dalam hubungan pernikahan atau anggota keluarga lain,
misalnya anak. Menurut Laporan Bank Dunia tahun 1994, bentuk kekerasan terhadap perempuan
yang paling sering terjadi adalah terhadap istri atau khususnya terhadap perempuan dalam
hubungan intim yang mengarah pada sistematika kekuasaan dan kontrol, dimana penyiksa
berupaya untuk menerapkannya terhadap istri atau pasangannya melalui fisik, emosi, sosial,
seksual dan ekonomi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja bentuk - bentuk kekerasan dalam rumah tangga?
2. Apa faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga?
3. Apa dampak kekerasan dalam rumah tangga?
4. Bagaimana cara menanggulangi kekerasan dalam rumah tangga?
5. Bagaimana penegakan hukum kasus kekerasan dalam rumah tangga?
6. Apa contoh kasus kekerasan dalam rumah tangga?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bentuk - bentuk kekerasan dalam rumah tangga
2. Untuk mengetahui faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga
3. Untuk mengetahui dampak kekerasan dalam rumah tangga
4. Untuk mengetahui cara penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga
5. Untuk mengetahui cara penegakan hukum kasus kekerasan dalam rumah tangga
6. Untuk mengetahui cotoh kasus kekerasan dalam rumah tangga

2
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

2.1 Bentuk Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga


1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik yang dimaksud adalah segala perbuatan yang dapat mengakibatkan rasa
sakit, luka-luka, dan membuat korbannya nggak berdaya. Misalnya, melakukan tindakan
menendang, memukul, dan menampar. Parahnya lagi, kekerasan fisik ini bisa membuat
nyawa korbannya terancam, bahkan sampai meninggal dunia.
2. Kekerasan psikis
Yang termasuk kekerasan psikis adalah tindakan yang mengakibatkan seseorang merasa
takut, trauma, depresi, nggak berdaya, dan hilangnya rasa percaya diri. Kekerasan psikis
ini seperti mengucapkan kata-kata kasar, menghina, memaksa, atau mengancam. Meski
nggak terlihat secara fisik, tapi kekerasan psikis bisa sampai membuat korbannya
mengalami gangguan psikologis, bahkan sampai memilih bunuh diri.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual dalam rumah tangga meliputi kontak fisik, seperti meraba, menyentuh
organ intim, mencium, berhubungan seksual secara paksa, serta perbuatan lain yang
menimbulkan rasa jijik, terhina, dan merasa dikendalikan. Parahnya, pemaksaan
hubungan seksual ini dapat membuat pasangannya terluka dan cedera.
4. Penelantaran rumah tangga
seseorang yang menelantarkan keluarganya, padahal secara hukum ia memiliki kewajiban
untuk merawat dan memelihara mereka. bukan hanya itu, melarang korban bekerja, tetapi
menelantarkannya juga termasuk KDRT.
2.2 Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah tangga

Berdasarkan hasil SPHPN Tahun 2016 mengungkapkan terdapat empat faktor penyebab
terjadinya kekerasan fisik dan/atau seksual terhadap perempuan yang dilakukan oleh pasangan
yaitu faktor individu, faktor pasangan, faktor sosial budaya, dan faktor ekonomi.

3
1. Faktor individu perempuan
jika dilihat dari bentuk pengesahan perkawinan, seperti melalui kawin siri, secara agama,
adat, kontrak, atau lainnya perempuan yang menikah secara siri, kontrak, dan lainnya
berpotensi 1,42 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual
dibandingkan perempuan yang menikah secara resmi diakui negara melalui catatan sipil
atau KUA.
Selain itu, faktor seringnya bertengkar dengan suami, perempuan dengan faktor ini
beresiko 3,95 kali lebih tinggi mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual, dibandingkan
yang jarang bertengkar dengan suami/pasangan. Perempuan yang sering menyerang
suami/pasangan terlebih dahulu juga beresiko 6 kali lebih besar mengalami kekerasan
fisik dan/atau seksual dibandingkan yang tidak pernah menyerang suami/pasangan lebih
dahulu.
2. Faktor pasangan
 perempuan yang suaminya memiliki pasangan lain beresiko 1,34 kali lebih besar
mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan perempuan yang suaminya
tidak mempunyai istri/pasangan lain. Begitu juga dengan perempuan yang suaminya
berselingkuh dengan perempuan lain cenderung mengalami kekerasan fisik dan/atau
seksual 2,48 kali lebih besar dibandingkan yang tidak berselingkuh.
 perempuan yang memiliki suami menggangur beresiko 1,36 kali lebih besar
mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang pasangannya
bekerja/tidak menganggur. Faktor suami yang pernah minum miras, perempuan
dengan kondisi suami tersebut cenderung 1,56 kali lebih besar mengalami kekerasan
fisik dan/atau seksual dibandingkan yang suaminya tidak pernah minum miras.
Begitu juga dengan perempuan yang memiliki suami suka mabuk minimal seminggu
sekali, beresiko 2,25 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual
dibandingkan yang tidak pernah mabuk.
 Perempuan dengan suami pengguna narkotika beresiko mengalami kekerasan fisik
dan/atau seksual 2 kali lebih besar dibandingkan yang tidak pernah menggunakan
narkotika. Perempuan yang memiliki suami pengguna narkotika tercatat 45,1%
mengalami kekerasan fisik, 35,6% mengalami kekerasan seksual, 54,7% mengalami
kekerasan fisikdan/seksual, 59,3% mengalami kekerasan ekonomi, 61,3% mengalami

4
kekerasan emosional/psikis, dan yang paling tinggi yaitu 74,8% mengalami kekerasan
pembatasan aktivitas. Selain itu faktor suami yang pernah berkelahi fisik dengan
orang lain, perempuan dengan suami kondisi ini beresiko 1,87 kali lebih besar
mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang tidak pernah
berkelahi fisik.
3. Faktor ekonomi
perempuan yang berasal dari rumahtangga dengan tingkat kesejahteraan yang semakin
rendah cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kekerasan fisik
dan/atau seksual oleh pasangan. Perempuan yang berasal dari rumahtangga pada
kelompok 25% termiskin memiliki risiko 1,4 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik
dan/atau seksual oleh pasangan dibandingkan kelompok 25% terkaya. Aspek ekonomi
merupakan aspek yang lebih dominan menjadi faktor kekerasan pada perempuan
dibandingkan dengan aspek pendidikan. Hal ini paling tidak diindikasikan oleh pekerjaan
pelaku yang sebagian besar adalah buruh, dimana kita tahu bahwa tingkat upah buruh di
Indonesia masih tergolong rendah dan hal ini berdampak pada tingkat kesejahteraan
rumah tangga.
4. Faktor sosial budaya
seperti timbulnya rasa khawatir akan bahaya kejahatan yang mengancam. Perempuan
yang selalu dibayangi kekhawatiran ini memiliki risiko 1,68 kali lebih besar mengalami
kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan, dibandingkan mereka yang tidak merasa
khawatir. Perempuan yang tinggal di daerah perkotaan memiliki risiko 1,2 kali lebih
besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dibandingkan mereka
yang tinggal di daerah perdesaan
2.3 Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga
1. Tidak Pernah Merasa Tenang
Seseorang yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga akan mengalami
kesulitan melupakan bekas luka yang dialaminya. Hidup pun jadi tidak tenang. Jika
korban tidak berhasil meninggalkan penganiayanya, misalnya istri yang menggugat cerai,
anak yang tumbuh dewasa, hal ini akan terus mempengaruhi hubungan-hubungan mereka
selanjutnya.
2. trauma

5
Ada banyak kasus di mana korban kekerasan dalam rumah tangga menjadi tertekan dan
trauma setelah menghadapi hubungan mereka. Hal ini membuat mereka tidak bisa
beraktivitas secara normal, yang kadang mempengaruhi berbagai aspek lain dalam
kehidupan mereka, misalnya dalam bidang pekerjaan atau pendidikan.
3. Meninggalkan Rasa Sakit dan Cacat
Dalam kasus di mana salah satu di antara pasangan menerima kekerasan fisik, korban
kekerasan dalam rumah tangga mungkin mengalami rasa sakit dan penderitaan.
Nyatanya, rasa sakit dan penderitaan tersebut sulit untuk dihilangkan. Bahkan, dalam
beberapa kasus ekstrem, korban kekerasan dalam rumah tangga mengalami cacat fisik
akibat dampak yang diterimanya.
2.4 Cara Penaggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga
1. Keimanan
Perlunya keimanan yang kuat dan akhlak yang baik dan berpegang teguh pada agamanya
sehingga kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat diatasi dengan baik dan
penuh kesabaran.
2. Komunikasi
Dalam penanganan KDRT hindari melawan dengan kekerasan, usahakan komunikasi
dengan kepala dingin. Komunikasi yang baik antara suami dan istri, akan menciptakan
sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis
3. Memberi tahu orang terdekat
Mengutip Iskandar dalam Yustisi (2016), menceritakan kondisi kepada orang terdekat
pada saat tertentu bukan termasuk aib. Hal ini dilakukan untuk meringankan beban yang
anda alami karena dimungkinkan orang terdekat dapat memberikan solusi.
4. Lakukan pemeriksaan visum
Dokumentasikan kekerasan fisik yang anda alami dengan memeriksakan diri ke pusat
pelayanan kesehatan atau melakukan visum segera setelah anda mengalaminya.
5. Upaya penyelamatan diri
Jika telah melakukan upaya pencegahan tetapi kejadian KDRT masih berlangsung atau
bertambah parah, anda dapat merencanakan tindakan penyelamatan diri. Dalam upaya
penyelamatan diri, buatlah rencana untuk pergi dan bicaralah kepada orang lain atau
melaporkan kepada pihak berwajib.

6
2.5 Penegakan Hukum Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga
Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau yang
dikenal dengan nama UU Penghapusan KDRT (disahkan 22 September 2004). UU ini melarang
tindak KDRT terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara kekerasan fisik,
psikis, seksual atau penelantaran dalam rumah tangga. Orang-orang dalam lingkup rumah tangga
yang dimaksud adalah suami, istri, anak, serta orang-orang yang memiliki hubungan keluarga
karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian, menetap dalam rumah
tangga serta orang yang bekerja membantu dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

Terdapat beberapa perlindungan hukum yang telah diatur dalam UU Penghapusan KDRT ini.
Di samping sanksi ancaman hukuman pidana penjara dan denda yang dapat diputuskan oleh
Hakim, juga diatur pidana tambahan yang dapat dijatuhkan oleh Hakim yang mengadili perkara
KDRT ini, serta penetapan perlindungan sementara yang dapat ditetapkan oleh Pengadilan sejak
sebelum persidangan dimulai.

1. Penerapan Ancaman Pidana Penjara dan Denda


Dari hasil pemantauan terhadap kasus-kasus KDRT di Jakarta, Bogor Tangerang, Depok
dan Bekasi, penegakan hukumnya selain menggunakan UU No. 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan KDRT juga menggunakan KUHP dan UU No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Tercatat sejumlah sanksi pidana penjara antara 6 bulan hingga 2
tahun 6 bulan. yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri dengan menggunakan pasal-
pasal UU No. 23 tahun 2004 diantaranya pasal 49 jo pasal 9 dan pasal 279 KUHP untuk
tindak penelantaran dan suami menikah lagi tanpa ijin istri; pasal 44 untuk tindak
kekerasan fisik; pasal 45 untuk tindak kekerasan psikis berupa pengancaman. Sedangkan
putusan Pengadilan dengan sanksi pidana penjara yang lebih tinggi hingga 6 tahun
diputuskan terhadap sejumlah kasus dalam relasi KDRT, yang didakwa dan dituntut
dengan menggunakan pasal-pasal KUHP (pasal 351, 352, 285, 286 jo 287, 289 & 335
untuk kasus penganiayaan anak dan perkosaan anak); pasal 81 & 82 UU No. 23 tahun
2002 dan pasal 287 & 288 KUHP untuk kasus perkosaan anak. Belum ditemukan
tuntutan yang menggunakan ancaman pidana penjara atau denda maksimal sebagaimana
yang diatur dalam UU Penghapusan KDRT ini.
2. Penerapan Pidana Tambahan

7
Hingga kini belum ada putusan Pengadilan yang menjatuhkan hukuman pidana tambahan
terhadap pelaku KDRT sebagaimana yang diatur oleh UU No. 23 tahun 2004. Pasal 50
UU tersebut mengatur:
“Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini, Hakim dapat menjatuhkan pidana
tambahan berupa:
a. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban
dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;

b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga


tertentu.”

Putusan Pengadilan ini diharapkan menjadi suatu bentuk perlindungan hukum


bagi hak-hak korban dan merespon kebutuhan untuk mencegah berlanjutnya ancaman
tindak KDRT. Di samping itu juga ada kebutuhan untuk menyelenggarakan program
konseling yang ditujukan untuk membimbing pelaku melakukan koreksi atas perbuatan
KDRT yang pernah dilakukannya. Inisiatif untuk merancang program dan
menyenggarakan konseling bagi pelaku KDRT sudah dimulai oleh Mitra Perempuan
bekerjasama dengan sejumlah konselor laki-laki dari profesi terkait dan petugas BAPAS
yang mempersiapkan modul untuk layanan konseling yang dibutuhkan.
Data di WCC mencatat bahwa sejumlah perempuan menempuh upaya hukum secara
perdata dengan mencantumkan alasan tindak KDRT dalam gugatan perceraian ke
Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama. Hal ini dipilih oleh mereka yang tidak
bermaksud mempidanakan suaminya, namun memerlukan upaya hukum agar dapat
memutus mata rantai kekerasan yang dilakukan oleh suaminya selama perkawinan
3. Penerapan Perlindungan Bagi Korban oleh Pengadilan
penetapan yang berisi perintah perlindungan yang dapat ditetapkan oleh Pengadilan
sebagaimana diatur dalam pasal-pasal 28-38 UU No. 23 tahun 2004. Ketua Pengadilan
wajib mengeluarkan surat penetapan yang beisi perintah perlindungan tersebut dalam
tenggang waktu 7 (tujuh) hari sejak diterimanya surat permohonan kecuali ada alasan
yang patut (pasal 28). Permohonan tersebut dapat disampaikan dalam bentuk lisan atau
tulisan.
Pasal 29 UU ini mengatur:

8
”Permohonan untuk memperoleh surat perintah perlindungan dapat diajukan oleh:
a. korban atau keluarga korban;
b. teman korban;
c. kepolisian;
d. relawan pendamping;atau
e. pembimbing rohani.”
Bentuk perlindungan hukum ini juga belum banyak dikenal dan diterapkan oleh para
penegak hukum dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Berdasarkan pemantauan LSM
hingga tahun 2008 ini, baru satu Pengadilan Negeri di Jawa Tengah yang telah beberapa
kali mengeluarkan surat penetapan perintah perlindungan bagi korban, dan
memprosesnya dalam tenggang waktu kurang dari tujuh hari.
2.6 Contoh Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga
Suami penganiaya istri di Tangerang terancam hukuman penjara 5 tahun karena kasus
kekerasan dalam rumah tangga. Pria berinisial Y, 48 tahun itu melakukan penganiayaan terhadap
istrinya, EL, 47 tahun hingga luka di beberapa bagian tubuh.

Y ditangkap oleh Polsek Cikupa berdasarkan laporan masyarakat tentang kasus


penganiayaan di Jalan Raya Serang KM 12.5, Kampung Cirewed, Kecamatan Cikupa,
Kabupaten Tangerang.

"Telah terjadi penganiayaan terhadap korban, yang dilakukan oleh suaminya sendiri dengan
menggunakan pisau dapur," kata Kapolsek Cikupa AKP Indra Feradinata di Tangerang, Minggu 6 Juni
2021.

1. Kronologis kasus
kasus kekerasan dalam rumah tangga ini diawali pertengkaran suami istri itu di rumah mereka. Pada
saat bertengkar, tersangka naik pitam dan mengambil pisau dapur dan menganiaya korban. Akibatnya,
korban luka parah di leher, bahu, lengan dan jarinya.
"Dari pengakuan tersangka, penganiayaan itu karena bertengkar masalah ekonomi dalam rumah
tangganya sehingga terjadi cekcok dan penganiayaan," kata Kapolsek Cikupa.
Korban KDRT itu sudah dirawat intensif di rumah sakit. Luka di leher dan bahunya cukup parah.
2. Penyelesaian

9
Suami tersangka kekerasan dalam rumah tangga di Tangerang itu diancam pasal 44 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Ancaman
hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 15 juta.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Di dalam sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar
tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga
tidak ada keharmonisan dan kerukunan di antara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu
timbulnya kekerasan dalam rumah tangga. Seharusnya seorang suami dan istri bisa mengimbangi
kebutuhan psikis, di mana kebutuhan itu sangat mempengaruhi keinginan kedua belah pihak
yang bertentangan.

3.2 Saran

Seharusnya seorang suami atau istri harus bisa saling menghargai pendapat pasangannya
masing-masing dan adanya rasa saling percaya. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang
timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-
lebihan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Perempuan, edisi 26, Hentikan Kekerasan Terhadap Perempuan, Jakarta: Yayasan Jurnal
Perempuan, 2002.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Catatan Tahunan tentang Kekerasan Terhadap
Perempuan, Jakarta: Komnas Perempuan, 7 Maret 2007.

Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

_______, Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan
Korban kekerasan Dalam Rumah Tangga

_______, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

_______, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga.

https://ntt.kemenag.go.id/opini/615/keluargaku-adalah-keluarga-yang-harmonis-refleksi-atas-peran-
kehidupan-keluarga

https://www.halodoc.com/artikel/anak-juga-bisa-depresi-saat-orangtua-berpisah

https://www.popbela.com/relationship/married/windari-subangkit/jenis-jenis-kdrt

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=677:penegakan-hukum-kejahatan-kekerasan-dalam-
rumah-tangga&catid=101&Itemid=181

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1742/perempuan-rentan-jadi-korban-kdrt-
kenali-faktor-penyebabnya

https://www.futuready.com/artikel/family/jenis-dan-dampak-kekerasan-dalam-rumah-tangga/

https://rsupsoeradji.id/kiat-kiat-penanganan-kekerasan-dalam-rumah-tangga-kdrt/

12
13

Anda mungkin juga menyukai