Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

KETERAMPILAN DASAR PRAKTIK KEBIDANAN TENTANG

“PEMENUHAN KEBUTUHAN FISIK”

Dosen pengampu:

Suriyati,S,ST.,M.Keb

Disusun oleh:

1. Revita Ag
2. Susmita Maharani
3. Lilis Karlina
4. Yesi Junia Anggraini

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS BENGKULU TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat, karunia
serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang pemenuhan kebutuhan
fisik meskipun masih banyak kekurangan di dalam makalah ini. Dan juga kami berterima
kasih kepada Ibu D suriyati .S.ST.M.Keb selaku dosen mata kuliah KDPK yang telah.
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita terhadap pemenuhan kebutuhan fisik. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan yang
membangun guna memperbaiki makalah yang akan kami buat di masa mendatang.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi para pelajar. Dan juga semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk kedepannya bagi kita semua. Sebelumnya kami
mohon maaf sebesar-besarnya jika ada kesalahan dalam penyusunan kata. Tak ada yang
sempurna di dunia ini kecuali sang maha pencipta.

Bengkulu,13 oktober 2021.

penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang......................................................................................................................
Rumusan Masalah................................................................................................................
Tujuan ..................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Istirahat dan tidur............................................................................................................
B. Body mekanik dan posisi.................................................................................................
C. Ambulasi dan mobilisai...................................................................................................
BAB III PENUTUP
Kesimpulan...........................................................................................................................
Saran......................................................................................................................................

DAFTAR PUSTKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A.Latar belakang
Kebutuhan fisik, yang dimaksud dengan kebutuhan fisik adalah segala kebutuhan
manusia yang berkaitan dengan jasmaninya. Kebutuhan ini dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan lahiriah manusia. Contoh kebutuhan fisik ini adalah sandang,
pangan, papan dan lain lain. Pemenuhan kebutuhan fisik,Istirahat dan tidur,Body
mekanik dan posisi,Ambulasi dan mobilisai. Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar
yang mutlak harus dipenuhi oleh semua orang. Body mekanik merupakan penggunaan tubuh
yang efisien, terkoordinir dan aman untuk menghasilkan pergerakan dan mempertahankan
keseimbangan selama aktivitas.
BAB II
PEMBAHASAN

A. ISTIRAHAT DAN TIDUR


Konsep Dasar Istirahat Tidur
a. Definisi istirahat tidur
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus
dipenuhi oleh semua orang. (Wahit & Nurul, 2008)
Istirahat dan tidur memiliki makna yang berbeda pada setiap
individu. Secara umum, istirahat berarti suatu keadaan tenang, rileks,
tanpa tekanan emosional dan bebas dari perasaan gelisah. Dalam arti
lain istirahat bukan berarti tidak melakukan aktivitas sama sekali.
Terkadang, berjalan-jalan di taman juga bisa dikatakan sebagai suatu
bentuk istirahat .Sedangkan pengertian tidur merupakan suatu keadaan tidak
sadarkan diri dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan
menurun/hilang dan dapat dibangunkan kembali dengan indera atau
rangsangan yang cukup (Guyton, dalam buku Haswita, 2017).
Pola Tidur Normal Berdasarkan Usia-Usia Tingkat Perkembangan Jumlah Kebutuhan
Tidur Tahapan Tidur 0-3 bulan Neonatus 14-18 jam/hari REM 50% (minggu pertama
kelahiran)
1-18 bulan Bayi 12-14 jam/hari REM 20-30%
18 bulan – 3 tahun Anak 11-12 jam/hari REM 25%
3 tahun – 6 tahun Prasekolah 11jam/hari REM 20%
6 tahun – 12 tahun Sekolah 10 jam/hari REM 18.5%
12 tahun – 18 tahun Remaja 8,5 jam/hari REM 20%
18 tahun – 40 tahun Dewasa Muda 7-8 jam/hari REM 20-25%
40 tahun – 60 tahun Dewasa
Pertengahan
7 jam/hari REM 20%
60 tahun ke atas Usia Tua 6 jam/hari REM 20-25%
NREM IV
menurun kadang
Absen
b. Fisiologi Tidur
Siklus tidur terjadi secara alami dan dikontrol oleh pusat tidur
yaitu medulla, tepatnya di RAS (Recticular Activating System) dan
BSR (Bulbar Synchronizing Region). RAS terdiri dari neuron-neuron
di medulla oblongata, pons dan midbrain. Pusat ini terlibat dalam
mempertahan status bangun dan mempermudah beberapa tahap tidur.
Perubahan-perubahan fisiologis dalam tubuh terjadi selama tidur.
Ada dua teori tentang tidur :
Pasif : RAS di otak mengalami kelelahan sehingga menyebabkan tidak
aktif.
Aktif : (Diterima sekarang) suatu bagian di otak yang menyebabkan
tidur dihambat oleh bagian lain.
RAS dan BSR adalah pikiran aktif kemudian menekan pusat otak
secara bergantian. RAS berhubungan dengan status jaga tubuh dan
menerima sensory input (pendengaran, penglihatan, penghidupan,
nyeri dan perabaan). Rangsangan sensory mempertahankan seseorang
untuk bangun dan waspada. Selama tidur tubuh menerima sedikit
rangsangan dari korteks serebral (Haswita, dkk, 2017).

c. Ritme Sirkadian
Setiap makhluk hidup memiliki bioritme (jam biologis) yang
berbeda. Pada manusia, bioritme ini dikontrol oleh tubuh dan
disesuaikan dengan faktor lingkungan (mis: cahaya, kegelapan,
gravitasi, dan stimulus elektromagnetik). Bentuk bioritme yang paling umum adalah
ritme sirkadian yang melengkapi siklus selama 24 jam.
Dalam hal ini, fluktuasi denyut jangtung, tekanan darah, temperature
tubuh, sekresi hormone, metabolism, dan penampilan serta perasaan
individu bergantung pada ritme sirkadiannya. Tidur adalah salah satu
irama biologis tubuh yang sangat kompleks. Sinkornisasi sirkadian
terjadi jika individu memiliki pola tidur-bangun yang mengikuti jam
biologisnya: individu akan bangun pada saat ritme fisiologisnya dan
psikologis paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur pada saat ritme
tersebut paling rendah

d. Tahapan Tidur
Tidur yang normal melibatkan 2 fase yaitu: Pergerakan mata yang
tidak cepat NREM (Non Rapid Eye Movement) dan pergerakan mata
yang cepat REM (Rapid Eye Movement). Selama NREM seseorang
yang tidur mengalami kemajuan melalui 4 tahap yang memerlukan
waktu kira-kira 90 menit selama siklus tidur. Sedangkan, tidur tahapan
REM merupakan fase pada akhir tiap siklus tidur 90 menit sebelum
tidur berakhir. Kondisi dari memori dan pemulihan psikologis terjadi
pada waktu ini, faktor yang berbeda dapat meningkatkan atau
mengganggu tahapan siklus tidur yang berbeda.
1) Tahapan tidur NREM
Tidur NREM ditandai dengan berkurangnya mimpi, tekanan darah
turun, kecepatan pernafasan turun, metabolisme turun dan gerakan
mata lambat. Masa NREM ini dibagi menjadi 4 tahap yang
memerlukan waktu 90 menit siklus tidur dan masing-masing tahap
ditandai dengan pola gelombang otak.
a) Tahap 1 NREM
(1) Tahap meliputi tingkat paling dangkal dan tidur.
(2) Tahap berlangsung selama 5 menit, yang membuat orang
beralih dari tahap sadar menjadi tidur.
(3) Pengurangan aktivitas fisiologis dimulai dengan penurunan
secara bertahap tanda-tanda vital dan metabolisme.
(4) Seseorang dengan mudah terbangun oleh stimulus sensori
seperti suara.
(5) Ketika terbangun, seseorang merasa telah melamun.
b) Tahap 2 NREM
(1) Tahap 2 merupakan tidur ringan.
(2) Kemajuan relaksasi otot, tanda vital dan metabolisme
menurun dengan jelas.
(3) Untuk terbangun masih relative mudah.
(4) Gelombang otak ditandai dengan “sleep spindles” dan
gelombang komplek.
(5) Tahap berakhir 10 hingga 20 menit.
c) Tahap 3 NREM
(1) Tahap 3 meliputi tahap awal tidur yang dalam, yang
berlangsung selama 15 sampai 30 menit.
(2) Orang yang tidur sulit dibangunkan dan jarak bergerak.
(3) Otot-otot dalam keadaan santai penuh dan tanda-tanda vital
menurun tetapi tetap teratur.
(4) Gelombang otak menjadi lebih teratur dan terdapat
penambahan gelombang delta yang lambat.
d) Tahap 4 NREM
(1) Tahap 4 merupakan tahap tidur terdalam/nyenyak.
(2) Sangat sulit untuk membangunkan orang yang tidur.
(3) Jika terjadi kurang tidur, maka orang yang tidur akan
menghabiskan porsi malam yang seimbang pada tahap ini.
(4) Tanda-tanda vital menurun secara bermakna dibandingkan
selama jam terjaga.
(5) Ditandai dengan predominasi gelombang delta yang
melambat.
Perubahan Fisiologis Selama Tidur NREM:
a) Tekanan darah arteri menurun
b) Denyut nadi menurun
c) Pembuluh darah tepi mengalami dilatasi
d) Curah jantung menurun
e) Otak rangka rileks
f) Laju metabolisme basal menurun 10% sampai 30%
g) Kadar hormone pertumbuhan mencapat puncak
h) Tekanan intracranial menurun. (Kozier, dkk, 2010)

2) Tahap Tidur REM


Tidur tipe ini disebut “paradoksikal” karena hal ini bersifat
“paradoks”, yaitu seseorang dapat tetap tidur walaupun aktivitas
otaknya nyata. Ringkasnya, tidur REM merupakan pola/tipe tidur
dimana otak benar-benar dalam keadaan aktif. Namun, aktivitas
otak tidak disalurkan kearah yang sesuai agar orang itu tanggap
penuh terhadap keadaan sekelilingnya kemudian terbangun. Tidur
ini dapat berlangsung pada tidur malam yang terjadi selama 5-20
menit, rata-rata timbul 90 menit. Periode pertama terjadi selama
80-100 menit, akan tetapi apabila kondisi orang sangat lelah, maka
awal tidur sangat cepat bahkan jenis tidur ini tidak ada.

Ciri-cirinya sebagai berikut:


a) Biasanya disertai dengan mimpi aktif.
b) Lebih sulit dibangunkan daripada selama tidur nyenyak
gelombang lambat.
c) Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan, menunjukkan
inhibisi kuat proyeksi spinal atas sistem pengaktivasi
retikularis.
d) Frekuensi jantung dan pernafasan menjadi tidak tertidur.
e) Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak
teratur.

f) Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular,

tekanan darah meningkat atau berfluktuasi, sekresi gaster


meningkat dan metabolisme meningkat.
g) Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga
berperan dalam belajar, memori dan adaptasi (Haswita, dkk,
2017).
h. Siklus Tidur
Selama tidur, individu melewati tahap tidur NREM dan REM.
Siklus tidur yang komplet normalnya berlangsung selama 1,5 jam, dan
setiap orang biasanya melalui empat hingga lima siklus selama 7-8 jam
tidur. Siklus tersebut dimulai dari tahap NREM yang berlanjut ke
tahap REM. Tahap NREM I-III berlangsung selama 30 menit,
kemudian diteruskan ke tahap IV selama kurang lebih 20 menit.
Setelah itu, individu kembali melalui tahap III dan II selama 20 menit.
Tahap I REM muncul sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit
(Wahit, dkk, 2010).
Siklus Tidur Normal (Haswita, dkk, 2017).

f. Fungsi Dan Tujuan Tidur


Fungsi tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi diyakini
bahwa tidur dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan mental,
emosional, kesehatan, mengurangi stress pada paru, kardiovaskuler,
endokrin dan lain-lain. Energi disimpan selama tidur, sehingga dapat
diarahkan kembali pada fungsi selular yang penting. Secara umum
terdapat dua efek fisiologis dari tidur, yang pertama, efek dari system
saraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan
keseimbangan diantara berbagai susunan saraf dan yang kedua yaitu
pada efek struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi
dalam organ tubuh karena selama tidur terjadi penurunan. (Haswita,
dkk, 2017)

g. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan Tidur


Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Kualitas dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur
dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Faktor-
faktor yang dapat mempengaruhinya adalah:
1) Penyakit
Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak
penyakit yang mengharuskan untuk istirahat dan tidur, misalnya
penyakit yang disebabkan infeksi (infeksi limpa) akan
membutuhkan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasi keletihan.
Banyak juga keadaan sakit menjadikan pasien kurang tidur,bahkan
tidak bias tidur.
2) Lingkungan
Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat
mempercepat terjadinya proses tidur.
3) Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan
keinginan tetap bangun dan waspada menahan kantuk.
4) Latihan dan Kelelahan
Keletihan akibat aktivitas tinggi memerlukan lebih banyak tidur
untuk menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Maka
orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur
gelombang lambatnya (NREM) diperpendek.
5) Stress Psikologis
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf
simpatis sehingga mengganggu tidurnya.
6) Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan
minum alkohol dapat mengakibatkan insomnia dan lekas marah.
7) Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat
proses tidur. Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya
proses tidur, karena adanya triptofan yang merupakan asam amino
dari protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi
yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur, bahkan
terkadang sulit untuk tidur.
8) Obat-obatan
Obat juga dapat mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat
yang dapat mempengaruhi proses tidur antara lain:
a) Diuretik : menyebabkan insomnia
b) Antidepresan : menyupresi REM
c) Kafein : meningkatkan saraf simpatis
d) Beta-bloker : menimbulkan insomnia
e) Narkotika : menyupresi REM
9) Gaya Hidup

Seorang yang kerjanya bergeser dan sering kali berganti jam kerja harus mengatur
aktivitas untuk siap tertidur di saat yang tepat. Olahraga sedang biasanya kondusif untuk
tidur, tetapi olahraga berlebihan dapat memperlambat waktu tidur. Kemampuan
seseorang untuk relaks sebelum istirahat adalah factor terpenting yang mempengaruhi
kemampuan untuk tertidur.

10) Diet
Penurunan berat badan telah dihubungkan dengan pengurangan
waktu tidur total serta tidur yang terputus dan bangun tidur lebih
awal. Di sisi lain, pertambahan berat badan tampak berhubungan
dengan peningkatan total waktu tidur, berkurangnya tidur yang
terputus, dan bangun lebih lambat. L-triptofan dalam makanan-
misalnya, dalam keju dan susu dapat mengindikasi tidur, sebuah
bukti yang mungkin dapat menjelaskan mengapa susu hangat
membantu sesorang untuk tidur.
h. Gangguan Tidur Yang Umumnya Terjadi
1) Insomnia
Insomnia adalah ketidakmampuan memebuhi kebutuhan tidur, baik
secara kualitas maupun kuantitas. Gangguan tidur ini umumnya
ditemui pada individu dewasa. Penyebabnya bisa karena gangguan
fisik atau karena faktor mental seperti perasaan gundah atau
gelisah. Ada tiga jenis insomnia:
a) Insomnia inisial. Kesulitan untuk memulai tidur
b) Insomnia intermiten. Kesulitan untuk tetap tertidur karena
seringnya terjaga.
c) Insomnia terminal. Bangun terlalu dini dan sulit untuk tidur
kembali.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi
insomnia antara lain dengan mengembangkan pola tidur-
istirahat yang efektif melalui olahraga rutin, menghindari
rangsangan tidur di sore hari, melakukan relaksasi sebelum
tidur (mis: membaca, mendengarkan music), dan tidur jika
benar-benar mengantuk.
2) Parasomnia

Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau

muncul saat seseorang tidur. Gangguan ini umumnya terjadi pada


anak-anak. Beberapa turunan parasomnia anatara lain sering
terjaga (mis: tidur berjalan, night terror), gangguan transisi bangun-
tidur (mis: mengigau), parasomnia yang terkait dengan tidur REM
(mis: mimpi buruk), dan lainnya (mis: bruksisme).
3) Hypersomnia

Hypersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang

berlebihan utama pada siang hari. Gangguan ini dapat disebabkan


oleh kondisi medis tertentu, seperti kerusakan system saraf,
gangguan pada hati atau ginjal, atau karena gangguan metabolisme
(mis: hipertiroidisme). Pada kondisi tertentu, hypersomnia dapat
digunakan sebagai mekanisme koping untuk menghindari tanggung
jawab pada siang hari.
4) Narkolepsi
Narkolepsi adalah gelombnag kantuk yang tak tertahankan yang
muncul secara tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut juga
sebagai “serangan tidur” atau sleep attack. Penyebab pastinya
belum diketahui. Diduga karena kerusakan genetic system saraf
pusat yang menyebabkan tidak terkendalinya periode tidur REM.
Alternative pencegahannya adalah dengan obat-obatan, seperti
amfetamin atau metilpenidase hidroklorida, atau dengan
antidepresan seperti imipramine hidroklorida.
5) Apnea Saat Tidur
Apnea saat tidur atau sleep apnea adalah kondisi terhentinya napas
secara periodic pada saat tidur. Kondisi ini diduga terjadi pada
orang yang mengorok dengan keras, sering terjaga di malam hari,
insomnia, mengantuk berlebihan pada siang hari, sakit kepala di
pagi hari, iritabilitas, atau mengalami perubahan psikologis seperti
hipertensi atau aritmia jantung.
1. Kontrol Tidur
Kontrol tidur adalah pengawasan, pemeriksaan, pengendalian suatu
keadaan tidak sadarkan diri dimana persepsi dan reaksi individu
terhadap lingkungan menurun/hilang dan dapat dibangunkan
kembali dengan indera atau rangsangan yang cukup. Kebanyakan
dewasa muda tidur malam hari rata-rata 6-8 jam, tetapi hal ini
berfariasi. Akan tetapi, adalah hal umum yang mengganggu
kebutuhan tidur seperti stress pekerjaan, aktivitas yang mengarah
pada insomnia, penyakit fisik tertentu Teknik kognitif-behavioral
menekankan pada jangka pendek dan berfokus pada penurunan
langsung fisiologis yang timbul, memodifikasi kebiasaan tidur
yang maladaptive dan menggunakan pemikiran yang disfungsional.
Terapi kognitif-behavioral biasanya menggunakan kombinasi dari
berbagai teknik, termasuk kontrol
stimulus, pemantapan siklus tidur-bangun yang teratur, latihan
relaksasi. Dibawah control normal, kita belajar untuk
mengasosiasikan stimulus yang menghubungkan berbaring
ditempat tidur dengan tidur sehingga pemaparan terhadap stimulus
ini dapat meningkatkan perasaan ngantuk. Teknik kontrol stimulasi
bertujuan untuk memperkuat hubungan antara tempat tidur dan
tidur dengan sebisa mungkin membatasi aktivitas. Berikut adalah
cara kontrol pola tidur menjadi normal:
1. Buatlah rutinitas tidur
Mungkin akan kesulitan untuk mengatur siklus tidur saat
malam hari dengan tertidur pada jam yang sama. Namun, bisa
berusaha menjaga siklus terjaga dengan bangun tidur pada jam
yang sama di pagi hari.
2. Ciptakan lingkungan ruang tidur yang nyaman
3. Minum obat dan terapi
Orang-orang penderita sakit kronis sudah harus minum banyak
obat untuk untuk mengontrol rasa sakit mereka. Sehingga
mereka tidak ingin mengkonsumsi obat lebih untuk
mendapatkan tidur yang baik.
4. Berhenti memikirkan hal yang negative terhadap penyakit
menghabiskan waktu memikirkan rasa sakit dapat membawa
pikiran-pikiran negative lain yang mempengaruhi tidur.
B. BODY MEKANIK DAN POSISI

1. Pengertian Body Mekanik


Body mekanik merupakan penggunaan tubuh yang efisien, terkoordinir dan aman
untuk menghasilkan pergerakan dan mempertahankan keseimbangan selama aktivitas.
Mekanika tubuh dan ambulasi merupakan bagian dari kebutuhan aktivitas manusia.
Body Mekanik meliputi 3 elemen dasar yaitu :
Body Aligement (Postur Tubuh)
Susunan geometrik bagian-bagian tubuh dalam hubungannya dengan bagian tubuh yang
lain.
Balance / Keseimbangan
Keseimbangan tergantung pada interaksi antara pusat gravity, line gravity dan base of
support.
Koordinated Body Movement (Gerakan tubuh yang terkoordinir)
Dimana body mekanik berinteraksi dalam fungsi muskuloskeletal dan sistem syaraf.
2. Prinsip-prinsip Body Mekanik
Mekanika tubuh penting bagi perawat dan klien. Hal ini mempengaruhi tingkat
kesehatan mereka. Mekanika tubuh yang benar diperlukan untuk mendukung kesehatan
dan mencegah kecacatan.
Perawat menggunakan berbagai kelumpok otot untuk setiap aktivitas keperawatan,
seperti berjalan selama ronde keperawatan, memberikan obat, mengangkat dan
memindahkan klien, dan menggerakan objek. Gaya fisik dari berat dan friksi dapat
mempengaruhi pergerakan tubuh. Jika digunakan dengan benar, kekuatan ini dapat
meningkatkan efisiensi perawat. Penggunaan yang tidak benar dapat mengganggu
kemampuan perawat unuk mengangkat, memindahkan, dan mengubah posisi klien.
Perawat juga mengganbungkan pengetahuan tentang pengaruh fisiologis dan patologis
pada mobilisasi dan kesejajaran tubuh. Prinsip yang digunakan dalam mekanik tubuh
adalah sebagai berikut :
1. Gravitasi
Merupakan prinsip pertama yang harus diperhatikan dalam melakukann mekanika
tubuh dengan benar, yaitu memandang gravitasi sebagai sumbu dalam pergerakan tubuh.
Terdapat tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam gravitasi:
Pusat gravitasi ( center of gravitasi ), titik yang berada dipertengahan tubuh
Garis gravitasi ( Line Of gravitasi ), merupakan garis imaginer vertikal melalui pusat
gravitasi.
Dasar tumpuan ( base of suport ), merupakan dasar tempat seseorang dalam keadaan
istirahat untuk menopang atau menahan tubuh Keseimbangan, Keseimbangan dalam
penggunaan mekanika tubuh dicapai dengan cara mempertahankan posisi garis gravitasi
diantara pusat gravitasi dan dasar tumpuan.Berat Dalam menggunakan mekanika tubuh
yang sangat dipehatikan adalah berat atau bobot benda yang akan diangkat karena berat
benda akan mempengaruhi mekanika tubuh.
a. Pergerakan Dasar Dalam Mekanika Tubuh
Mekanika tubuh dan ambulasi merupakan bagian dari kebutuhan aktivitas manusia.
Sebelum melakukan mekanika tubuh, terdapat beberapa pergerakan dasar yang harus
diperhatikan, di antaranya :
b. Gerakan ( ambulating ).
Gerakan yang benar dapat membantu keseimbangan tubuh. Sebagai contoh,
keseimbangan pada saat orang berdiri dan saat orang berjalan kaki berbeda. Orang
berdiri akan lebih mudah stabil dibanding dengan orang yang berjalan, karena pada posisi
berjalan terjadi perpindahan dasar tumpuan dari sisi satu ke sisi yang lain dan pusat
gravitasi selalu berubah pada posisi kaki. Pada saat berjalan terdapat dua fase yaitu fase
menahan berat dan fase mengayun, yang akan menghasilkan gerakan halus dan berirama.
c. Menahan ( squating ).
Dalam melakukan pergantian, posisi menahan selalu berubah. Sebagai contoh, posisi
orang yang duduk akan berbeda dengan orang yang jongkok dan tentunya juga berbeda
dengan posisi membungkuk. Gravitasi adalah hal yang perlu diperhatikan untuk
memberikan posisi yang tepat dalam menahan. Dalam menahan sangat diperlukan dasar
tumpuan yang tepat untuk mencegah kelainan tubuh dan memudahkan gerakan yang akan
dilakukan.
d. Menarik ( pulling ).
Menarik dengan benar akan memudahkan untuk memindahkan benda. Terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menarik benda, di antaranya ketinggian, letak
benda ( sebaiknya berada di depan orang yang akan menarik ), posisi kaki dan tubuh
dalam menarik ( seperti condong kedepan dari panggul ), sodorkan telapak tangan dan
lengan atas di bawah pusat gravitasi pasien, lengan atas dan siku diletakkan pada
permukaan tempat tidur, pinggul, lutut dan pergelangan kaki ditekuk lalu lakukan
penarikan.
e. Mengangkat ( lifting ).
Mengangkat merupakan cara pergerakan daya tarik. Gunakan otot – otot besar dari
tumit, paha bagian atas, kaki bagian bawah, perut dan pinggul untuk mengurangi rasa
sakit pada daerah tubuh bagian belakang.
f. Memutar ( pivoting ).
Memutar merupakan gerakan untuk memutar anggota tubuh dan bertumpu pada
tulang belakang. Gerakan memutar yang baik memperhatikan ketiga unsur gravitasi
dalam pergerakan agar tidak memberi pengaruh buruk pada postur tubuh.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Body Mekanik Dan Ambulasi


A. Status kesehatan
Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi sistem muskuloskeletal dan
sistem saraf berupa penurunan koordinasi. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh
penyakit, berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari – hari dan lain –
lainnya.
Nutrisi Salah satu fungsi nutrisi bagi tubuh adalah membantu proses pertumbuhan
tulang dan perbaikan sel. Kekurangan nutrisi bagi tubuh dapat menyebabkan kelemahan
otot dan memudahkan terjadinya penyakit. sebagai contoh tubuh yang kekurangan
kalsium akan lebih mudah mengalami fraktur.
B. Emosi
Kondisi psikologis seseorang dapat menurunkan kemampuan mekanika tubuh dan
ambulansi yang baik, seseorang yang mengalami perasaan tidak aman, tidak
bersemangat, dan harga diri rendah. Akan mudah mengalami perubahan dalam mekanika
tubuh dan ambulasi.
Situasi dan Kebiasaan
Situasi dan kebiasaan yang dilakukan seseoarang misalnya, sering mengankat benda-
benda berat, akan menyebabkan perubahan mekanika tubuh dan ambulasi.
C. Gaya Hidup
Gaya hidup, perubahan pola hidup seseorang dapat menyebabkan stress dan
kemungkinan besar akan menimbulkan kecerobohan dalam beraktivitas, sehingga dapat
menganggu koordinasi antara sistem muskulusletal dan neurologi, yang akhirnya akan
mengakibatkan perubahan mekanika tubuh.
D. Pengetahuan

Pengetahuan yang baik terhadap penggunaan mekanika tubuh akan mendorong


seseorang untuk mempergunakannya dengan benar, sehingga mengurangi tenaga yang
dikeluarkan. Sebaliknya, pengetahuan yang kurang memadai dalam penggunaan
mekanika tubuh akan menjadikan seseorang beresiko mengalami gangguan koordinasi
sistem neurologi dan muskulusletal.
4. Akibat Body Mekanik Yang Buruk
Penggunaan mekanika tubuh secara benar dapat mengurangi pengeluaran energi
secara berlebihan. Dampak yang dapat ditimbulkan dari penggunaan mekanika tubuh
yang salah adalah sbb :
Terjadi ketegangan sehingga memudahkan timbulnya kelelahan dan gangguan dalam
sistem muskulusletal.
Resiko terjadinya kecelakaan pada sistem muskulusletal. Seseorang salah dalam
berjongkok atau berdiri, maka akan memudahkan terjadinya gangguan dalam struktur
muskulusletal, misalnya kelainan pada tulang vertebrata.
C.AMBULASI DAN MOBILASI

Tinjauan Konsep Ambulasi dan Mobilisasi


1. Konsep Dasar Ambulasi

Definisi Ambulasi
Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca
operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai
berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Asmadi, 2008).
Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua pasien.
Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas. Keuntungan dari latihan
berangsur-angsur dapat di tingkatkan seiring dengan pengkajian data pasien
menunjukkan tanda peningkatan toleransi aktivitas. Menurut Kozier 2005 ambulasi
adalah aktivitas berjalan.

Tujuan Ambulasi
Sedangkan Menurut Asmadi (2008) manfaat Ambulasi adalah:
1) Mencegah dampak Immobilisasi pasca operasi meliputi :
a) Sistem Integumen : kerusakan integritas kulit seperti Abrasi, sirkulasi yang terlambat
yang menyebabkan terjadinya Atropi akut dan perubahan turgor kulit.
b) Sistem Kardiovaskuler : Penurunan Kardiak reserve, peningkatan beban kerja jantung,
hipotensi ortostatic, phlebotrombosis.
c) Sistem Respirasi : Penurunan kapasitas vital, Penurunan ventilasi volunter maksimal,
penurunan ventilasi/perfusi setempat, mekanisme batuk yang menurun.
d) Sistem Pencernaan : Anoreksi-Konstipasi, Penurunan Metabolisme.
e) Sistem Perkemihan : Menyebabkan perubahan pada Eliminasi Urine, infeksi saluran
kemih, hiperkalsiuria
f) Sistem Muskulo Skeletal : Penurunan masa otot, osteoporosis, pemendekan serat otot
g) Sistem Neurosensoris : Kerusakan jaringan, menimbulkan gangguan syaraf pada
bagian distal, nyeri yang hebat. Manfaat ambulasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi,
mencegah flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi
immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat
pasien pasca operasi.
Ambulasi sangat penting dilakukan pada pasien pasca operasi karena jika pasien
membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi
pasien akan semakin sulit untuk memulai berjalan (Kozier, 2010).
2. Tindakan-tindakan Ambulasi
a. Duduk diatas tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan klien pada posisi terlentang
3) Pindahkan semua bantal
4) Posisi menghadap kepala tempat tidur
5) Regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke kepala tempat tidur di
belakang kaki yang lain.
6) Tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien di bawah bahu klien, sokong kepalanya
dan
vetebra servikal.
7) Tempatkan tangan perawat yang lain pada permukaan tempat tidur.
8) Angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan perawat dari depan
kaki ke belakang kaki.
9) Dorong melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan tempat tidur.
b. Duduk di tepi tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan pasien pada posisi miring, menghadap perawat di sisi tempat tidur tempat
ia akan duduk.
3) Pasang pagar tempat tidur pada sisi 2. yang berlawanan.
4) Tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditoleransi pasien.
5) Berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan.
6) Balikkan secara diagonal sehingga perawat berhadapan dengan pasien dan menjauh
dari sudut tempat tidur.
7) Regangkan kaki perawat dengan kaki palingdekat ke kepala tempat tidur di depan kaki
yang lain
8) Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di bawah bahu pasien,
sokong kepala dan lehernya
9) Tempat tangan perawat yang lain di atas paha pasien.
10) Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur.
11) Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan tungkai atas pasien
memutar ke bawah.
12) Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan perawat ke belakang tungkai danangkat
pasien.
13) Tetap didepan pasien sampai mencapai keseimbangan.
14) Turunkan tinggi tempat tidur sa…
[09.05, 14/10/2021] Yesi Keb: c. Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan
(mis., meningkatkan perhatian
pada aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku, fokus pada ketunadayaan/aktivitas
sebelum sakit)
d. Dispnea setelah beraktifitas
e. Perubahan cara berjalan
f. Gerakan bergetar
g. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
h. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
i. Keterbatasan rentang pergerakan sendi
j. Tremor akibat pergerakan
k. Ketidakstabilan postur
l. Pergerakan lambat

klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.


c. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak yang
terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya,
misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor
maupun social dan lain-lain.
d. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang
dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah klien
menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan
kemampuan fisiknya? Dan lain-lain.
e. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah
penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan
kekuatan skeletal.Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau
perubahan dan keefektifan intervensi.
f. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan
tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang
dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi
eritema,edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat
menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut
jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam
mengikuti perintah dan sinkop.
g. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan
pneumonia.
Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung.
Perubahanperubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri
mengindikasikan
adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.

h. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi.
Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur
dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3
menit setelah tekanan dihilangkan.
i. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa
berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih
yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan
untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah
j. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen
bagian bawah,rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna,
anoreksia, mual gelisah,depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
k. Faktor Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam
rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat,
tangga yang tinggi,lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan
mobilitas klien.Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan
koridor yang terhalang,tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai.
Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan
mobilitas.
Pengkajian Masalah Sistem Muskuloskeletal Mengukur lingkar lengan dan
tungkai Penurunan lingkar otot akibat Mempalpasi dan mengamati sendi penurunan
massa otot. Tubuh Kekauan atau nyeri sendi Melakukan pengukuran goniometric pada
rentang pergerakan sendi Penurunan rentang pergerakan sendi, kontraktur sendi Sistem
Kardiovaskuler Mengauskultasi jantung Peningkatan frekuensi jantung Mengukur
tekanan darah Hipotensi ortostatik Mempalpasi dan mengobservasi Edema tergantung
perifer,sakrum, tungkai, dan kaki
m. Pergerakan tidak terkoordinasi
Jenis Mobilitas dan Imobilitas
a. Jenis Mobilitas
1) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.
Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat
mengontrol seluruh area tubuh seseorang
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan
jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau
patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami
mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan
sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel
pada system musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang
b) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya system saraf yang
reversibel,
contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,
poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik. (Potter, 2010)
b. Jenis Imobilitas
1) Imobilisasi fisik
Imobilisasi fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah
terjadinya gangguan komplikasi pergerakan
2) Imobilisasi intelektual
Imobilisasi intelektual merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan
daya pikir
3) Imobilitas emosional
Imobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri
4) Imobilitas sosial
Imobilitas sosial merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi
perannya dalam kehidupan sosial. (Potter, 2010)
6. Etiologi Imobilisasi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab
utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia
dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan imobilisasi.
Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus
menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit (Kozier, 2010).
Penyebab secara umum:
 Kelainan postur
 Gangguan perkembangan otot
 Kerusakan system saraf pusat
 Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
 Kekakuan otot
7. Patofisiologi
sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal,
sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang
karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem
pengungkit.Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometric
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau
gerakan aktif dari otot misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan
volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat.
Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik.
Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana
hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas
dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah
suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.Ketegangan dapat dipertahankan dengan
adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot
mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke
jantung.Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal
adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek,
pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan,
melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam
pembentukan sel darah merah. (Potter, 2010)

8. Tanda Dan Gejala


a. Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:
EFEK HASIL
Penurunan konsumsi oksigen maksimum
Intoleransi ortostatik
 Penurunan fungsi ventrikel kiri
 Penurunan volume sekuncup
Peningkatan denyut jantung, sinkop
 Perlambatan fungsi usus
Penurunan kapasitas kebugaran
 Pengurangan miksi
Konstipasi
 Gangguan tidur
Penurunan evakuasi kandung kemih
 Bermimpi pada siang hari, halusinasi

b. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ

ORGAN / SISTEM PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT IMOBILISASI


Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan otot,
penurunan area potong lintang otot, kontraktor, degenerasi rawan
sendi, ankilosis, peningkatan tekanan intraartikular, berkurangnya
volume sendi Kardiopulmonal dan Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi
miokard, pembuluh darah intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan oksigen
maksimal(VO2 max), deconditioning jantung, penurunan volume plasma,
perubahan uji fungsi paru, atelektasis paru, pneumonia,peningkatan stasis vena,
peningkatan agresi trombosit, dan hiperkoagulasi Integumen
Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit
Metabolik dan endokrin.
Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis dan
deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa),
hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme
vitamin/mineral(Potter, 2010)
9. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
a. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi
tingkat
pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya.
Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan
senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan
berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya
misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas.
Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka
cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat
tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid
dan penyakit kardiovaskuler.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan
aktifitas misalnya;
seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan
anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan
berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
d. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan
berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan
seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula
tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
f. Faktor resiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada
usia lanjut. (Kozier, 2010)

B. Manajemen Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aspek biologis
1) Usia Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait
dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh
yang sesuai dengan tahap pekembangan individu.
2) Riwayat keperawatan
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis
latihan
atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain
3) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak
imobilisasi terhadap sistem tubuh.
b. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis
klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang
digunakan.
c. Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (mis., meningkatkan perhatian
pada aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku, fokus pada ketunadayaan/aktivitas
sebelum sakit)
d. Dispnea setelah beraktifitas
e. Perubahan cara berjalan
f. Gerakan bergetar
g. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
h. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
i. Keterbatasan rentang pergerakan sendi
j. Tremor akibat pergerakan
k. Ketidakstabilan postur
l. Pergerakan lambat
m. Pergerakan tidak terkoordinasi

Jenis Mobilitas dan Imobilitas


a. Jenis Mobilitas
1) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.
Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat
mengontrol seluruh area tubuh seseorang
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan
jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau
patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami
mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan
sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan
batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel
pada system musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang
b) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya system saraf yang
reversibel,
contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,
poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik. (Potter, 2010)
b. Jenis Imobilitas
1) Imobilisasi fisik
Imobilisasi fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan
2) Imobilisasi intelektual
Imobilisasi intelektual merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan
daya pikir
3) Imobilitas emosional
Imobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri
4) Imobilitas sosial
Imobilitas sosial merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan
interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi perannya
dalam
kehidupan sosial. (Potter, 2010)
6. Etiologi Imobilisasi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab
utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia
dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan imobilisasi.
Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus
menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit (Kozier, 2010).
Penyebab secara umum:
 Kelainan postur
 Gangguan perkembangan otot
 Kerusakan system saraf pusat
 Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
 Kekakuan otot
7. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal,sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai
sistem pengungkit.Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi
isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau
gerakan aktif dari otot,misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan
volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat.
Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanandarah) karena latihan isometrik.Hal ini menjadi kontra
indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang
dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang
berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan
tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian
melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung
kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah
rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan
ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ
vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel
darah merah. (Potter, 2010)
8. Tanda Dan Gejala

a. Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:


EFEK HASIL
Penurunan konsumsi oksigen maksimum
Intoleransi ortostatik
 Penurunan fungsi ventrikel kiri
 Penurunan volume sekuncup
Peningkatan denyut jantung, sinkop
 Perlambatan fungsi usus
Penurunan kapasitas kebugaran
 Pengurangan miksi
Konstipasi
 Gangguan tidur
Penurunan evakuasi kandung kemih
Bermimpi pada siang hari, halusinasi

b. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ


ORGAN / SISTEM PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT IMOBILISASI
Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan otot,
penurunan area potong lintang otot, kontraktor, degenerasi rawan sendi, ankilosis,
peningkatan tekanan intraartikular, berkurangnya volume sendi Kardiopulmonal
danPeningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi miokard,pembuluh darah
intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan oksigen maksimal (VO2 max),
deconditioning jantung, penurunan volume plasma,perubahan uji fungsi paru, atelektasis
paru, pneumonia,peningkatan stasis vena, peningkatan agresi trombosit, dan
hiperkoagulasi Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit
Metabolik dan endokrin Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis dan
deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa),hiperlipidemia, serta penurunan
absorpsi dan metabolisme vitamin/mineral (Potter, 2010)
9. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
a. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi
tingkat
pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya.
Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan
senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan
berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya
misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas.
Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka
cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat
tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid
dan penyakit kardiovaskuler.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya;
seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan
anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan
berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.

d. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan
berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan
seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula
tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
f. Faktor resiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada
usia lanjut. (Kozier, 2010)
B. Manajemen Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aspek biologis
1) Usia
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan
kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang
sesuai dengan tahap pekembangan individu.
2) Riwayat keperawatan
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis
latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain
3) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak
imobilisasi terhadap sistem tubuh.
b. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons
psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme
koping yang digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
c. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak yang
terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya,
misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor
maupun social dan lain-lain.
d. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang
dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah klien
menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan
kemampuan fisiknya? Dan lain-lain.
e. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah
penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan
kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau
perubahan dan keefektifan intervensi.
f.Kemunduran kardiovaskuler

Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan
tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang
dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi
eritema,edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat
menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut
jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam
mengikuti perintah dan sinkop.

g. Kemunduran Respirasi

Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan
pneumonia.Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung.
Perubahanperubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri
mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.

h. Perubahan-perubahan integument

Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi.
Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur
dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3
menitsetelah tekanan dihilangkan.

i. Perubahan-perubahan fungsi urinaria

Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa


berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih
yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan
untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah

j. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen
bagian bawah,rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna,
anoreksia, mual gelisah,depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
k. Faktor Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam
rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat,
tangga yang tinggi,lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan
mobilitas klien.Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan
koridor yang terhalang,tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai.
Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan
mobilitas.

Pengkajian Masalah Sistem Muskuloskeletal Mengukur lingkar lengan dan tungkai.


Penurunan lingkar otot akibat Mempalpasi dan mengamati sendi penurunan massa
otot.Tubuh Kekauan atau nyeri sendi Melakukan pengukuran goniometric pada rentang
pergerakan sendi Penurunan rentang pergerakan sendi, kontraktur sendi Sistem
Kardiovaskuler Mengauskultasi jantung Peningkatan frekuensi jantung Mengukur
tekanan darah Hipotensi ortostatik Mempalpasi dan mengobservasi Edema tergantung
perifer,sakrum, tungkai, dan kaki peningkatan pembengkakan vena perifer Mempalpasi
perifer Kelemahan denyut nadi perifer Mengukur lingkar otot betis Edema
Mengamati otot betis apakah ada Tromboflebitis kemerahan, nyeri tekan, dan
Pembengkakan Sistem Pernafasan Mengamati pergerakan dada Mengauskultasi dada
Sistem Metabolisme Mengukur tinggi dan berat badan Mempalpasi kulit Sistem
Perkemihan Mengukur asupan dan haluaran cairan Menginspeksi urine Mempalpasi
kandung kemih Sistem Pencernaan Mengamati feses Mengauskultasi bising usus
Sistem Integumen Menginspeksi kulit
(Kozier, 2010)
Pemeriksaan Fisik Pergerakan dada asimetris, dispnea Penurunan bunyi napas, ronki
basah, mengi, dan peningkatan frekuensi pernapasan Penurunan berat badan akibat atrofi
otot dan kehilangan lemak subkutan Edema umum akibat penurunan
kadar protein darah Dehidrasi Urine pekat, keruh; berat jenis urine tinggi
Distensi kandung kemih akibat retensi urine Feses kering, kecil, keras
Penurunan bising usus karena penurunan motilitas usus Kerusakan integritas kulit
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor
tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran
anatomis.Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi
biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
 Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
 Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
 Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
c. Mengkaji sistem persendian
Pemeriksaan fisik sendi terdiri dari inspekstang pergerakan aktif, dan jika pergerakan
aktif tidak memungkinkan, kaji rentang pergerakan pasif. Perawat harus mengkaji hal-hal
berikut:
 Apakah ada pembengkakan atau kemerahan sendi, yang dapat menunjukan
keberadaan
cedera atau inflamasi.
 Apakah ada deformitas, seperti pembesaran atau kontraktur tulang, dan simetrisitas
tulang yang terkena.
 Perkembangnan otot yang berhubungan dengan tiap sendi dan ukuran relatif serta
simetrisitas otot di setiap sisi tubuh.
 Apakah ada nyeri tekan tekan yang dilaporkan atau yang dipalpasi.
 Krepitasi (teraba atau terdengar sensasi krek atau gesekan yang dihasilkan oleh
pergerakan sendi).
 Peningkatan suhu pada sendi. Palpasi sendi dengan menggunakan bagian punggung
jari,dan bandingkan dengan suhu pada sendi simetrisnya.
 Derajat pergerakan sendi. Minta klien menggerakkan bagian tubuh tertentu. Jika
diindikasikan, ukur besarnya pergerakan dengan menggunakan goniometer, sebuah
peralatan yang mengukur sudut sendi dalam ukuran derajat.Pengkajian rentang gerak
tidak boleh menyebabkan terlalu letih dan pergerakan sendi perlu dilakukan secara halus,
pelan dan berirama. Tidak ada sendi yang harus digerakkan secara paksa. Pergerakan
yang tidak sama dan tersentak-sentak dan pemaksaan dapat menyebabkan cedera pada
sendi dan otot serta ligamen yang ada di sekitarnya.
d. Mengkaji sistem otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing
otot. Lingkar ekstremitas untuk memantau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas
lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara
berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan
selangkah-selangkah –penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit
Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin
dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut
perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien

Kategori tingkat kemampuan aktivitas


TINGKAT AKTIVITAS/ MOBILITAS KATEGORI
Mampu merawat sendiri secara penuh
Memerlukan penggunaan alat
Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
3. Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
Peralatan Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan

4. Rentang gerak (range of motion-ROM)


GERAK SENDI Bahu Siku Pergelangan tangan Tangan dan jari

DERAJAT RENTANG NORMAL


Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke atas kepala, telapak tangan
menghadap ke posisi yang paling jauh. Fleksi: angkat lengan bawah ke arah depan
dan ke arah atas menuju bahu. Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah bagian
dalam lengan bawah.Ekstensi: luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh mungkin Abduksi: tekuk
pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak tangan menghadap ke atas.Adduksi:
tekuk pergelangan tangan ke arah kelingking telapak tangan menghadap ke atas.
Fleksi: buat kepalan tangan Ekstensi: luruskan jari Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan
ke belakang sejauh mungkin Abduksi: kembangkan jari tangan Adduksi: rapatkan jari-
jari tangan dari posisi abduksi 180 150 80-90 80-90 70-90 0-20 30-50 90 90 30 20 20
Derajat kekuatan otot Paralisis sempurna Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di
palpasi atau dilihat Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan Gerakan
yang normal melawan gravitasi Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan
melawan tahanan minimal Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan tahanan penuh.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Secara umum, istirahat berarti suatu keadaan tenang, rileks,
tanpa tekanan emosional dan bebas dari perasaan gelisah. Dalam arti
lain istirahat bukan berarti tidak melakukan aktivitas sama sekali.
Terkadang, berjalan-jalan di taman juga bisa dikatakan sebagai suatu
bentuk istirahat .Sedangkan pengertian tidur merupakan suatu keadaan tidak
sadarkan diri dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan
menurun/hilang dan dapat dibangunkan kembali dengan indera atau
rangsangan yang cukup (Guyton, dalam buku Haswita, 2017). Body mekanik merupakan
penggunaan tubuh yang efisien, terkoordinir dan aman untuk menghasilkan pergerakan
dan mempertahankan keseimbangan selama aktivitas. Mekanika tubuh dan ambulasi
merupakan bagian dari kebutuhan aktivitas manusia. Ambulasi dini adalah tahapan
kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk
sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai
dengan kondisi pasien (Asmadi, 2008).

B SARAN

Menjaga kebutuhan fisik harus benar benar dihaga agar tidak terjadi gangguan dalam kesehatan
tubuh manusia. Tubuh memerlukan nistirahat dan tidur,body mekanik dan posisi setra ambulasi
dam mobilasi dalam kebutuhan fisik.
DAFTAR PUSTAKA:

http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/
http://indahfebriyantisiwi.blogspot.com/p/body-mekanik-dan-posisi.html?m=1
https://text-id.123dok.com/document/y4ee8r0q-makalah-ambulasi-dan-mobilisasi.html

Anda mungkin juga menyukai