Pemasalahan kasus
Coca cola mengatur operasi globalnya melalui 25 divisi operasi yang terorganisasi dibawah
6 kelompok regional: Amerika Utara, Eropa, Asia Pasifik, Timur Tengah, Afrika dan Amerika
Latin. Fungsi perusahahaan manajemen sumber daya manusia adalah menyatukan semua divisi
yang berbeda kedalam keluarga Coca cola. Pencapaian manajemen sumber daya manusia
perusahaan dengan dua cara:
2. Membangun kelompok internasional level eksekutif untuk tanggung jawab manajemen
senior dimasa datang.
Salah satu misi kelompok sumber daya manusia perusahaan dengan membangun dan
mendirikan sebuah philosopi di seluruh dunia yang mana bisnis lokal dapat membangun
pelatihan sumber daya manusianya. Contohnya, untuk mendapatkan kebijakan standar
kompensasi untuk semua operasi nasional, coca cola memiliki philosopi kompensasi yang sama,
total kompensasi harus kompetitif dengan perusahaan terbaik di pasar lokal. Dua kali setahun
kelompok manajemen sumber daya manusia perusahaan juga menerapkan sesi pelatihan
manajemen sumber daya manusia dua kali seminggu untuk staff sumber daya manusia dari setiap
25 divisi operasional. Sesi ini memberikan gambaran dari philosopi manajemen sumber daya
manusia perusahaan dan membicarakan bagaimana bisnis lokal bisa mengartikan philosopi itu
pada kebijakan manajemen sumber daya manusia. Coca cola menemukan bahwa pembagian
informasi adalah salah satu keuntungan yang baik dari membawa manajemen sumber daya
manusia professional secara bersama-sama. Contohnya, alat-alat yang dikembangan di Brazil
cocok dengan masalah spesifik dari manajemen sumber daya manusia yang mungkin berguna
juga di Australia. Sesi ini menyediakan sarana untuk manajemen sumber daya manusia
profesional berkomunikasi dan belajar satu sama lain, dan memfasilitasi tukar informasi yang
cepat dari inovasi dan alat nilai-nilai manajemen sumber daya manusia dari regional ke regional.
Sebanyak mungkin, coca cola menjalin hubungan antara staff operasionalnya dengan staff
lokal. Menurut seorang eksekutif senior: “kami mencoba membatasi jumlah dari expatriat di
suatu wilayah karena umumnya orang lokal mempunyai persiapan yang lebih baik untuk
melakukan bisnis di tempat lokasi mereka sendiri.” Bagaimanapun, expatriat lebih dibutuhkan
karena dua alasan utama: pertama, untuk mengisi kebutuhan skill yang spesifik yang mungkin
tidak ada di beberapa lokasi. Contohnya: ketika coca cola memulai operasi di Eropa Timur,
mereka membawa ekpatriat dari Chicago untuk mengisi manajer keuangan. Alasan kedua,
dengan menggunakan expatriat untuk meningkatkan kemampuan dasar mereka sendiri. Coca
cola percaya bahwa karena mereka perusahaan global, manajer-manajer senior harus memiliki
pengalaman internasional.
Kelompok manajemen sumber daya perusahaan memiliki lebih kurang lima ratus manajer
level atas yang terlibat dalam “program pelayanan global” karakter dari manajer Coca cola ini
sebagai seorang yang memiliki pengetahuan atas beberapa pengalaman mereka di lapangan,
ditambah pengetahuan tentang perusahaan, dan bisa melakukan dua hal di suatu lokasi
internasional, nilai tambah lainnya dengan pengalaman internasional yang mereka bawa ke
perusahaan mereka dapat membagi informasinya di perusahaan. Dari 500 peserta program,
sekitar 200 orang pindah setiap tahun. Untuk mengurangi biaya transfer untuk karyawan ini,
Coca cola memberikan program pelayanan global “sistem kompensasi dasar Amerika”. Mereka
dibayar menurut standar gaji dari Amerika, berlawanan dengan standar gaji yang ditetapkan di
Negara dimana mereka ditempatkan. Seperti, seorang manajer india pada program ini yang
bekerja di Inggris akan dibayar menurut standar gaji Amerika dan tidak menurut standar gaji
India maupun Inggris. Tujuan utama dari program ini adalah membangun kader-kader eksekutif
internasional yang akan menjadi manajer senior dimasa akan datang pada perusahaan Coca Cola.
Kesimpulan
1. Sistem kebijakan staff dari coca cola adalah Pendekatan Geosentris. Kebijakan staff
Geosentris menempatkan orang pada pekerjaan yang tepat di organisasi, tanpa
melihat kebangsaaan. Coca-Cola menggunakan karyawan lokal di Negara tempat
mereka berbisnis. Philosophy Coca cola adalah “berpikir global dan bertindak lokal”
yang menggambarkan mentalitas manajemen coca cola, yang dapat diartikan
memiliki strategi yang global tetapi dalam prakteknya menerapkan aturan-aturan
lokal di suatu Negara.
2. Strategi dari manajemen sumber daya manusia Coca-Cola adalah berusaha untuk
memasuki pasar sasaran dengan menggunakan sumber daya yang ada di Negara
sasaran tersebut karena umumnya pekerja lokal lebih mengetahui mengenai situasi
dan lebih siap dalam memasuki pasar yang ada.
Tingkatkan Margin Usaha, KFC Rotasi Tenaga Kerja
Pemasalahan kasus
Perusahaan pengelola restoran cepat saji, PT Fast Food Indonesia Tbk tengah melakukan
berbagai upaya efisiensi dalam rangka menekan beban usaha yang diyakini berdampak
positif pada peningkatan rasio perolehan laba sebelum pajak, pendapatan, sampai pada margin
usaha perseroan sebelum pajak.
"Makanya sejak saat ini kami lakukan banyak efisiensi, terutama dari segi Sumber Daya
Manusia (SDM) karena tiap tahun upah minimumnya bertambah. Tapi kami pastikan tidak ada
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap pegawai-pegawai kami," ujar Direktur Keuangan
Fast Food Indonesia Justinus Juwono di Jakarta, kemarin.
Sebagai informasi, hingga kuartal III 2015 perusahaan telah membukukan laba usaha
sebelum pajak sebesar Rp 88,4 miliar. Angka ini menurun dibandingkan periode yang sama
tahun lalu sebesar Rp 150 miliar.
Justinus mengungkapkan, anjloknya margin usaha emiten berkode FAST itu tak lepas dari
meningkatnya besaran beban usaha, menyusul penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat, serta tren peningkatan upah minimum karyawan yang berlangsung dari waktu
ke waktu.
Berangkat dari hal tersebut, manajemen berencana melakukan optimasi terkait
penggunaan tenaga kerja di tiap gerai.
Di mana optimasi tadi dilakukan dengan mengurangi jumlah pegawai yang terdapat di
satu gerai KFC dari 30 orang ke 24 orang, dan memindahkan karyawan tadi ke gerai-gerai baru.
"Kalau pegawai di satu outlet berkurang, maka produktivitas meningkat. Dan pegawai kita jadi
terbiasa multitasking," tambahnya.
"Masalah kenaikan harga jual produk masih kami kaji lagi nanti demi mempertahankan
diri di tengah persaingan usaha. Karena sampai tahun ini pun kami belum melakukan perubahan
harga jual produk-produk kami. Ada pun strategy pricing yang kami lakukan lebih di harga
paket-paket ayam," imbuhnya.
Sebagai informasi, hingga kuartal III 2015 perusahaan baru membukukan laba usaha
sebelum pajak sebesar Rp 88,4 miliar, anjlok 41 persen dibandingkan dengan laba pada periode
yang sama tahun lalu di angka Rp 150 miliar.
Sedangkan pada tahun depan perusahaan menargetkan pertumbuhan penjualan sebesar Rp 4,94
triliun atau meningkat 8,09 persen dibanding proyeksi penjualan hingga akhir tahun ini di
ksiaran Rp 4,57 triliun.
Analisis Kasus :
Dari masalah tersebut PT Fast Food Indonesia Tbk mengalami penurunan margin usaha
atas penjualan produk makanan cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC), anjloknya margin
usaha emiten berkode FAST itu tak lepas dari meningkatnya besaran beban usaha, menyusul
penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, serta tren peningkatan upah
minimum karyawan yang berlangsung dari waktu ke waktu dan ini merupakan masalah eksternal
perusahaan. Pihak perusahaan banyak melakukan efisiensi, terutama dari segi Sumber Daya
Manusia (SDM) karena tiap tahun upah minimumnya bertambah. Dalam kasus ini yang
dilakukan pihak manajemen perusahaan sudah benar karena tidak melakukan melakukan
Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ), pihak perusahaan justru merotasikan karyawannya menurut
saya tindakan ini benar karena dapat mengurangi rasa jenuh karyawan atas pekerjaanya, dengan
mengurangi jumlah pegawai yang terdapat di satu gerai KFC dan memindahkan karyawan
tadi ke gerai-gerai baru cara tersebut juga dapat membuat karyawan menjadi multitasking
sehingga produktivitasnya meningkat.
Kesimpulan :
KFC adalah suatu merek dagang waralaba dari Yum! Brands, Inc., yang bermarkas di
Louisville, Kentucky, Amerika Serikat. Didirikan oleh Col. Harland Sanders pada tahun 1952.
Di outlet yang menjadi objek penelitian kami, terdapat beberapa jabatan seperti Manager
Restaurant, dua assistant manager, dua shift cashier dan dua shift control. Sumber daya manusia
berjumlah 18 orang yang sudah termasuk staff – staff nya yang kemudian dibagi menjadi tiga
shift.
Terdapat dua jenis rekrutmen yang dibagi menjadi rekrutmen dari pihak eksternal dan
pihak internal, sedangkan proses seleksinya dilakukan dikantor pusat KFC Indonesia yang
berada di Jakarta.Untuk karyawan baru diberikan masa orientasi selama 2 hari dan masa training
selama 2 bulan. Dalam masa itu, diberikan pula masa pelatihan dan pengembangan agar
karyawan paham dengan pekerjaannya.
Setiap bulan dilakukan penilaian kerja yang apabila performa kerja bagus akan diberikan
bonus oleh pihak KFC. Setiap karyawan juga telah diberikan asuransi berupa BPJS dari pihak
perusahaan.
KASUS MSDM PT UNILEVER INSONESIA
Pemasalahan kasus
Jumlah karyawan yang bekerja di PT Unilever Indonesia secara keseluruhan pada tanggal
31 Desember 2013 mencapai 6.719 karyawan. Hal ini naik dari tahun 2012 yang berjumlah
6.447 karyawan. Hal ini tentu saja bukan jumlah yang sedikit dalam ukuran sebuah perusahaan.
Jumlah karyawan yang banyak ini tentu saja membutuhkan perhatian ekstra dari perusahaan
Unilever tersebut dalam mengembangkan dan melatih para SDMnya.
Di Unilever, kesempatan untuk memperoleh posisi yang lebih baik dengan gaji yang lebih baik
akan sangat tergantung pada performa kerja masing-masing karyawan. Unilever memiliki
sistem reward yang sangat fair. Ini bercermin dari sistem reward yang diberikan kepada orang-
orang yang memberikan kontribusi terbaiknya bagi perusahaan. Sementara orang
yang underperformed (low-performer) akan memperoleh reward yang juga rendah. Sistem ini
membuat setiap manajer di Unilever berusaha memberikan performa terbaiknya untuk mencapai
target perusahaan.
Proses performance management di Unilever berawal dari rapat Senior Group Directors
(SGD). Dalam rapat ini dibahas proyeksi kinerja selama setahun ke depan, ditambah key
performance indicator (KPI)-nya. Hasilnya akan dibawa ke perusahaan masing-masing, yang
selanjutnya diturunkan lagi ke kepala divisi, selanjutnya ke kepala dan terakhir ke manajer.
Kepada para kepala divisi ini, kepala departemen dan manajer akan diberikan individual
performance plan yang harus dicapai plus KPI-nya. Tak hanya diberi target, karyawan juga rutin
diberi coaching dan konseling antara atasan dan bawahan. Setelah memasuki masa penilaian,
karyawan bersangkutan bisa menyanggah hasil penilaian atasan jika dirasa tidak sesuai. Semua
hal tersebut memiliki form yang lengkap dan tersusun rapi.
Rekrutmen merupakan perjalanan awal karier. Setelah calon pemimpin (Future
Leaders) di Unilever ini direkrut, maka akan menjalani Unilever Development Program.
Keberanian Unilever untuk menetapkan entry salary yang tinggi juga membuat Unilever dipilih
dalam hal sistem remunerasi. Sistem remunerasi perusahaan ini juga dinilai sangat atraktif dan
kompetitif, dan mampu memacu karyawan untuk maju dan berkembang.
Untuk pengembangan profesionalisme, Unilever memiliki learning programme yang
komprehensif serta terus memupuk learning culture di perusahaan yang mendorong orang untuk
dapat belajar berbagai hal di setiap kesempatan, baik melalui sesi-sesi resmi maupun tidak resmi
dimana karyawan dapat saling sharing pengetahuan, pengalaman, kisah sukses maupun
kegagalan untuk pembelajaran rekan-rekannya. Untuk mendorong work-life balance, Unilever
menyediakan berbagai sarana seperti fasilitas gym, klub olahraga untuk karyawan, nursery
room, daycare centremenjelang Lebaran, aktivitas rohani dan social, dan lain-lain.
Dengan mendorong karyawan untuk terus menerus mengembangkan diri serta
mempertahankan work-life balance, perusahaan dapat mengembangkan dan mempertahankan
SDM-SDM yang handal dan berkualitas, yang berperan utama dalam pengembangan bisnis.
Setiap tahun manajemen Unilever Indonesia menargetkan pertumbuhan bisnis di Indonesia, yang
disesuaikan dengan target yang ingin dicapai oleh Unilever secara global.