MENINGITIS
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan, rahmat,
Taufik, serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
pembuatan Makalah mata kuliah Pediatric Nursing yang topiknya adalah
“MENINGITIS” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Pembuatan makalah ini
adalah sebagai salah satu tugas kami dalam menempuh pembelajaran di semester ini,
kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Kedua orang tua kami yang selalu memberikan support dan do’a kepada kami
2. Dosen pembimbing mata kuliah Pedaitric Nursing Ibu Intan Parulian, SKp.,MN
3. Semua pihak yang ikut serta berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dari pembaca demi penyempurnaan makalah
ini. Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para
pembaca pada umumnya, dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan. Aamiin.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien
dengan meningitis
B. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi meningitis
2. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi dari meningitis
3. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi meningitis
4. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi meningitis
5. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis meningitis
6. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi meningitis
7. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang meningitis
8. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis meningitis
9. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan
meningitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapisan atau selaput yang
disebut meningen.Peradangan pada meningen khususnya pada bagian
araknoid dan plamater (leptomeningens) disebut meningitis.Peradang pada
bagian duramater disebut pakimeningen. Meningitis dapat disebabkan karena
bakteri, virus, jamur atau karena toksin. Namun demikian sebagian besar
meningitis disebabkan bakteri.Meningitis adalah peradangan pada meningen
yaitu membrane yang melapisi otak dan medulla spinalis (Tarwoto, 2013).
Meningitis adalah radang dari selaput otak yaitu lapisan arachnoid dan
piameter yang disebabkan oleh bakteri dan virus (Judha & Rahil, 2012).
Meningitis adalah infeksi akut yang mengenai selaput mengineal yang
dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dengan ditandai adanya
gejala spesifik dari sistem saraf pusat yaitu gangguan kesadaran, gejala
rangsang meningkat, gejala peningkatan tekanan intrakranial dan gejala
defisit neurologi (Widagdo, 2011).
2.2 Klasifikasi
c. Tuberkulosa
Meningitis tuberculosa di sebabkan oleh basilus tuberkel.Menurut
Rich & McCoredck, Meningitis tuberkulosa terjadi akibat
komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya dari paru.
Meningitis terjadi bukan karena terinfeksinya selaput otak
langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder
melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum
tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam
rongga arachnoid. Kadang dapat juga terjadi perkontinuitatum dari
mastoiditis atau spondilitis. Pada pemeriksaan histologis,
meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis.
(Ngastiyah, 2012).
2.3 Etiologi
2.3 Patofisiologi
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapisan meningen yaitu
pada bagian paling luar adalah duramater, bagian tengah araknoid dan
bagian dalam piamater.Cairan serebrospinalis merupakan bagian dari otak
yang berada dalam ruang subaraknoid yang dihasilkan dalam fleksus choroid
yang kemudian dialirkan melalui system ventrikal.
Mikroorganisme dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui
beberapa cara misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang
dapat tembus pada CSF dan arena lingkungan. Invasi bakteri pada meningen
mengakibatkan respon peradangan. Netropil bergerak ke ruang subaraknoid
untuk memfagosit bakteri menghasilkan eksudat dalam ruang subaraknoid.
Eksudat ini yang dapat menimbulkan bendungan pada ruang subaraknoid
yang pada akhirnya dapat menimbulkan hidrosepalus. Eksudat yang
terkumpul juga akan berpengaruh terhadap saraf-saraf kranial dan perifer.
Makin bertambahnya eksudat dapat meningkatkan tekanan intracranial
(Tarwoto, 2013).
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapis meningitis: dura mater,
araknoid dan piamater. CSF diproduksi di dalam fleksus koroid ventrikel
yang mengalir melalui ruang subaraknoid di dalam system ventrikel dan
sekitar otak dan medulla spinalis. CSF diabsobsi melalui araknoid pada
lapisan araknoid dari meningintis. Organisme penyebab meningitis masuk
melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Cara masuknya dapat
terjadi akibat trauma penetrasi, prosedur pembedahan atau pecahnya abses
serebral. Meningitis juga dapat terjadi bila adanya hubungan antara cairan
serebrospinal dan dunia luar.
Masuknya mikroorganisme menuju ke susunan saraf pusat melalui ruang
subarakhoid dapat menimbulkan respon peradangan pada pia, araknoid,
cairan serebrospinal dan ventrikel. Eksudat yang dihasilkan dapat menyebar
melalui saraf kranial dan spinal sehingga menimbulkan masalah neurologi.
Eksudat dapat menyumbat aliran normal cairan serebropinal dan
menimbulkan hidrosefalus. (Widagdo, dkk, 2013)
Pathway
b. Sistem Thermogulasi
Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi
sel host inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan “set poin”. Demam
terjadi karena adanya gangguan pada “set poin”. Mekanisme tubuh
secara fisiologis pada anak dengan meningitis mengalami vasokontriksi
perifer sehingga suhu tubuh meningkat. (Suriadi & Yuliani, 2010).
c. Sistem Neurologis
Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkam iskemik jaringan
otak, bila tidak diatasi segera akan menyebabkan hipertrofi pada
jaringan otak yang beresiko pada abses serebri. Keluhan yang muncul
pada anak meningitis adalah kejang atau bahkan penurunan kesadaran
serta positifnya pemeriksaan ransangan meningeal pada anak (Muttaqin,
2008).
2.6 Komplikasi
Menurut (Riyadi, dkk, 2009) komplikasi yang dapat muncul pada anak
dengan meningitis antara lain, yaitu :
a. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural)
Cairan ini muncul karena adanya desakan pada intrakranial yang
meningkat sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke
daerah subdural.
b. Peradangan pada daerah ventrikuler otak (ventrikulitis)
Abses pada meningen dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui
perembetan langsung maupun hematogen termasuk ke ventrikuler.
c. Hidrosepalus
Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi Liquor
Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga
memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS yang menuju
medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan di
intracranial.
d. Abses otak
Abses otak terjadi apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena
meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat.
e. Epilepsi
f. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena
meningitis yang sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu
gyrus otak anak sebagai tempat menyimpan memori.
g. Serangan meningitis berulang
Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak tuntas atau
mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibioti k yang digunakan
untuk pengobatan.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penujang (Hudak dan Gallo, 2012)
1. Fungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leukosit (CBC) meningkat, kadar
glukosa darah mrenurun, protein meningkat, glukosa serum meningkat
2. Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab
3. Kultur urim, untuk menetapkan organisme penyebab
4. Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi: Na+ naik dan K + turun
5. MRI, CT-scan/ angiorafi
2.8 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Meningitis Purulenta
a. Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari kekurangan
cairan/elektrolit akibat muntah-muntah atau diare
b. Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan
diazepam 0,5 mg/kg BB/ kali intravena, dan dapat diulang dengan
dosis yang sama 15 menit kemudian. Bila kejang belum berhenti,
ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan
dosis yang sama diberikan secara intramuskular
c. Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis awal untuk
neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg dan diatas 1 tahun
75 mg. selanjutnya untuk pengobatan rumat diberikan fenobarbital
dengan dosis 8-9 mg/kg BB/ hari dibagi dalam 2 dosis, diberikan
selama 2 hari
d. Berikan ampisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari dibagi
dalam 6 dosis ditambah kloramfenikol 100 mg/kg BB/ hari intravena
dibagi dalam 4 dosis. Pada hari ke-10 pengobatan dilakukan pungsi
lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukan hasil yang normal
pengobatan tersebut dilanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum
normal pengobatan dilanjutkan dengan obat yang sama seperti diatas
atau diganti dengan obat yang sesuai dengan hasil biakan uji resisten
kuman.
2) Dasar pengobatan meningtis tuberkulosa adalah pemberian kombinasi
obat antituberkulosis dan ditambahkan dengan kortikosteroid,
pengobatan sitomatik bila terdapat kejang, koreksi dehidrasi akibat
masukan makanan yang kurang atau muntah dan fisioterapi. Umumnya
dipakai kombinasi streptomisin, PAS dan INH. Bila ada resisten terhadap
salah satu obat tersebut maka dapat digantikan dengan reserve drugs.
Streptomisin diberikan dengan dosis 30-50 mg/kg BB/ hari selama 3
bulan atau jika perlu diteruskan dua kali seminggu selama 2-3 bulan lagi
sampai likuor serebrospinalis menjadi normal. PAS dan INH diteruskan
paling sedikit sampai 2 Tahun. Kortikosteroid biasanya diberikan berupa
prednison dengan dosis 2-3 mg/kg BB/ hari (dosis minimum 20 mg/hari)
dibagi 3 dosis selama 2-4 minggu, kemudian diturunkan 1 mg/ kg BB/
hari setiap 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid seluruhnya selama 3
bulan dan dihentikan bertahap untuk menghindarkan terjadinya rebound
phenomenon
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis adalah
gangguan kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan
nyaman serta kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
1) Gangguan kesadaran
Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan pengawasan
tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering cheyne-
Stokes sehingg terdapat gangguan O2. Untuk membantu pemasukan
O2perlu diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/ menit. Selain itu pasien
koma juga mengalami inkontinensia urine maka perlu di pasang
penampung urine. Kebersihan kulit perlu di perhatiakn terutama
sekitar genitalia dan bagian tubuh yang tertekan. Oleh karena itu jika
akan memasang kateter urine harus konsultasi dahulu dengan dokter.
Buat catatan khusus jika belum ada catatan perawatan untuk
mencatat hasil observasi pasien.
2) Resiko terjadi komplikasi
Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada pasien, oleh sebab itu untuk
memenuhi kebutuhan pasien perlu dilakukan pemasangan sonde
tetapi untuk kebutuhan elektroloit tidak akan cukup. Bila terjadi
dehidrasi cairan yang di berikan biasanya glukosa 10 % dan NACl
0,9% dalam perbandingan 3:1. Pengawasan tetesan perlu dilakukan
secara cermat dan setiap mengganti cairan harus dicatat pada pukul
berapa agar mudah diketahui untuk memperhitungkan kecukupan
cairan atau tidak Pengaturan posisi pada pasien juga perlu di
perhatikan, teutama pada pasien dengan penurunan kesadaran.
Ubahlah sikap berbaringnya setiap tiga jam, sekali-sekali lakukan
gerakan pada sendi-sendi dengan menekuk/meluruskan kaki –tangan
tetapi usahakan agar kepala tidak ikut terangkat (bergerak).
3) Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan aman dan nyaman perlu diperhatikan dengan selalu
bersikap lembut (jangan berpikir bahwa pasien koma tidak akan
tahu). Salah satu kesalahan yang sering terjadi ialah membaringkan
pasien tersebut menghadap cahaya matahari, sedangkan pasien koma
matanya selalu terbuka. Untuk menghindarkan silau yang terus
menerus jangan baringkan pasien kearah jendela. Untuk pasien yang
akan melakukan tindakan, ajak lah pasien berbicara sewaktu
melakukan tindakan tersebut walaupun pasien tidak sadar (Ngastiyah,
2012).
4) Penatalaksanaan kejang
a. Airway
1. Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan
pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila
ada guedel lebih baik.
2. Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan
pakaian yang mengganggu pernapasan
3. Berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
b. Breathing
1. Isap lendir sampai bersih
c. Circulation
1. Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.
2. Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat
(berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).
2.9 Pencegahan Meningitis
Imunisasi dini dapat mencegah agar anak dalam keluarga tidak mengalami
kematian yang tragis. Perawat memainkan peran yang signifikan dalam
memberikan penyuluhan kepada keluarga mengenai berbagai tindakan
pencegahan seperti vaksinasi. Pemberian vaksinasi yang dapat mencegah
terjadinya meningitis adalah vaksin DPT(difteri, pertusis dan tetanus) Hib
(Haemofilus Influenza Tipe b) untuk mencegah meningitis yang di sebabkan
oleh H. Influenzae, N. Meningitidis dan penyebab meningitis akibat komplikasi
dari pneumonia, di berikan pada usia 2, 3 dan 4 bulan. Selain itu vaksin BCG
(Bacillus Calmette-Guerin) diberikan untuk mencegah penyakit TBC,
pemberian dilakukan pada usia 1 bulan (Pusdiknakes, 2015).
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Diperlukan
pengkajian cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat memberikan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan
dan ketelitian dalam tahap pengkajian (Muttaqin, 2008).
a. Identitas
1) Identitas pasien terdiri dari: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/ bangsa, pendidikan, perkerjaan dan alamat.
2) Indentitas penanggung jawab terdiri dari: nama, hubungan dengan klien,
pendidikan, prkerjaan dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan utamanya demam, sakit kepala,
mual dan muntah, kejang, sesak nafas, penurunan tingkat kesadaran
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian RKS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik pasien secara
PQRST.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
pernah kah pasien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat
trauma kepala. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada pasien
terutama jika ada keluhan batuk produktif dan pernah mengalami
pengobatan obat anti tuberkulosa yang sangat berguna untuk
mengidentifikasi meningitis tuberkulosa.
Manajemen muntah
1. Identifikasi faktor- faktor
yang dapat menyebabkan
atau berkontribusi terhadap
muntah (obat-obatan dan
prosedur)
2. Posisikan untuk
mencegah aspirasi
3. Tunggu minimal 30 menit
setelah episode mutah
sebelum menawarkan
cairan kepada pasien
4. Tingkatkan pemberian
cairan secara bertahap jika
tidak ada muntah yang
terjadi selama 30 menit.
Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola
pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit.
8. Identifikasi dari
penyebab perubahan vital
sign.
4. Ketidakefektifan a. Status pernapasan: Kepatenan jalan nafas
bersihan jalan nafas kepatenan jalan nafas 1. Pastikan kebutuhan oral
Kriteria hasil: suctioning
Batasan 1) Frekuensi 2. Auskultasi suara nafas
karakteristik pernapasan sebelum dan sesudah
a. Batuk yang 2) Irama pernapasan suctioning
tidak efektif 3) Kemampuan untuk 3. Informasikan pada klien
b. Gelisah mengeluarkan sekret dan keluarga tentang
c. Dispnea 4) Penggunaan otot suctioning
d. Mata terbuka 4. Monitor status oksigen
lebar pasien
e. Perubahan pola bantu pernapasan 5. Berikan oksigen
nafas 5) Batuk. dengan menggunakan nasal
f. Sianosis untuk
g. Sputum dalam b. Status pernapasan memfasilitasi suction
jumlah yang Kriteria hasil: nasotrakeal
berlebihan 1) Kedalaman
h. Suara nafas inspirasi Manajemen jalan nafas
tambahan 2) Suara auskultasi 1. Buka jalan nafas.
nafas 2. Posisikan pasien untuk
Faktor yang 3) Kepatenan jalan memaksimalkan ventilasi.
berhubungan nafas 3. Lakukan fisioterapi
a. Infeksi 4) Kapasitas vital dada bila perlu
b. Difungsi 4. Auskultasi suara nafas
neuromuskular , catat adanya suara
c. Mukus tambahan
berlebihan 5. Monitor respirasi dan
d. Benda asing di status O2
jalan nafas.
Manajemen batuk
1. Bantu pasien untuk
mengatur posisi
duduk.
2. Dorong pasien untuk
melakukan latihan nafas
dalam
3. Dorong pasien untuk tarik
nafas dalam selama dua
detik dan batukkan,
lakukan dua atau tiga kali
berturut turut
Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola
pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit.
8. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.
5. Nyeri akut a. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
Kriteria hasil : 1. Lakukan pengkajian
Batasan
1) Nyeri yang di nyeri secara
karakteristik laporkan komprehensif termasuk
2) Panjangnya episode lokasi,
a. Diaforesis
nyeri karakteristik, durasi,
b. Ekspresi wajah 3) Ekspresi nyeri wajah frekuensi, kualitas dan
4) Berkeringat faktor presipitasi
nyeri
berlebihan 2. Observasi reaksi
c. Keluhan tentang 5) Kehilangan nafsu nonverbal dari
makan. ketidaknyamanan
karakteristik
3. Gunakan teknik
nyeri dengan
b. Kontrol nyeri komunikasi terapeutik
Kriteria hasil : untuk mengetahui
menggunakan
1) Mengenali kapan pengalaman nyeri pasien
standar instrumen nyeri terjadi 4. Kaji kultur yang
2) Menggambarkan mempengaruhi respon
nyeri
faktor penyebab nyeri
d. Mengekspresika 3) Menggunakan 5. Kontrol lingkungan yang
tindakan pencegahan dapat
n perilaku
4) Menggunakan tindakan mempengaruhi nyeri
(gelisah,mereng pengurangan nyeri seperti suhu ruangan,
tanpa analgesik. pencahayaan dan
ek, menangis,
kebisingan
waspada) c. Status kenyamanan 6. Kurangi faktor
Kriteria hasil : presipitasi nyeri
e. perubahan pada
1) Nyeri berkurang 7. Pilih dan lakukan
parameter 2) Kecemasan penanganan nyeri
berkurang (farmakologi, non
fisiologis
3) Stres berkurang farmakologi, interpersonal)
(mis.,tekanan 4) Ketakutan berkurang. 8. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
darah, frekueni
9. Berikan analgetik untuk
jantung, mengurangi nyeri
10. Evaluasi tingkat
frekuensi
keefektifan kontrol nyeri
pernapasan) 11. Tingkatkan istirahat
12. Monitor penerimaan pasien
f. perubahan
tentang manajemen nyeri.
selera makan
Faktor yang
berhubungan Agen
cedera
biologis (infeksi,
iskemia). Pemberian Analgesik
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis
obat,dosis dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
5. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
6. Evaluasi efektifitas
analgesik, tanda dan gejala.
Pengaturan suhu
1. monitor suhu paling tidak
setiap 2 jam sesuai
kebutuhan
2. monitor dan laporkan
adanya tanda gejala
hipotermia dan
hipertermia
3. tingkatka intake cairan dan
nutrisi adekuat
4. berikan pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan.
Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat apa yang di
perlukan, dan kelola
menurut resep dan/atau
protokol
2. Monitor efektivitas cara
pemberian obat yang
sesuai.
Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan pasien ke
satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi pasien
selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat obat-
obatan anti epilepsi dengan
benar.
Manajemen muntah
1. Kaji emesis terkait dengan
warna,
konsistensi, akan
adanya darah, waktu dan
sejauh mana kekuatan
emesis.
2. Ukur atau perkirakan
volume emesis.pastikan
obat
antiemetik yang di berikan
untuk
mencegah muntah bila
memungkinkan
3. Tingkatkan pemberian
cairan secara bertahap jika
tidak ada muntah yang
terjadi selama 30 menit.
4. Monitor efek
manajemen muntah secara
menyeluruh.
Pengaturan posisi
1. Jelaskan kepada
pasien badan pasien akan
di balik
2. Jangan menempatkan
pasien pada posisi yang
bisa
meningkatkan nyeri.
3.
Pencegahan jatuh
1. Identifikasi perilaku dan
faktor yang mempengaruhi
resiko jatuh
2. Sediakan pengawasan ketat
dan /atau alat pengikatan
3.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah fase kelima dan fase terakhir dalam proses
keperawatan. Evaluasi merupakan aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan dan
terarah ketika pasien dan professional kesehatan menentukan kemajuan pasien
menuju pencapaian tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan.
Evaluasi ini akan menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri,
dilanjutkan atau diubah(Kozier et al., 2010).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Meningitis adalah infeksi akut yang mengenai selaput mengineal yang dapat
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dengan ditandai adanya gejala spesifik
dari sistem saraf pusat yaitu gangguan kesadaran, gejala rangsang meningkat, gejala
peningkatan tekanan intrakranial dan gejala defisit neurologi (Widagdo, 2011).
Penyebab Meningitis Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah
Dipiococus pneumonia dan Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negative.
Jika pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza, Neiseria
meningitidis dan diplococcus pneumonia
4.2 Saran
a. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Bagi mahasiswa keperawatan sebaiknya memperdalam mengenai meningitis,
terutama keinginan pasien meningitis mencari pengobatan. Sebaiknya
mahasiswa melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai meningitis dan
gejalanya melalui organisasi kemahasiswaan di universitas dan fakultas.