Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH PEDIATRIC NURSING

MENINGITIS

Dosen Pengampu : Intan Parulian, SKp.,MN


Disusun Oleh Kelompok 7
Anggota :
1. Bunga Putri Permata Sari (012121029)
2. Wiji Handayani (012121030)
3. Lely Nuryaningsih (012121031)
4. Nurfitri Nilam Asri (012121032)

Program Studi S1 Keperawatan


Universitas Binawan
Tahun Ajaran 2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan, rahmat,
Taufik, serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
pembuatan Makalah mata kuliah Pediatric Nursing yang topiknya adalah
“MENINGITIS” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Pembuatan makalah ini
adalah sebagai salah satu tugas kami dalam menempuh pembelajaran di semester ini,
kami mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kedua orang tua kami yang selalu memberikan support dan do’a kepada kami
2. Dosen pembimbing mata kuliah Pedaitric Nursing Ibu Intan Parulian, SKp.,MN
3. Semua pihak yang ikut serta berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dari pembaca demi penyempurnaan makalah
ini. Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para
pembaca pada umumnya, dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan. Aamiin.

Jakarta , 29 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Oleh karena itu
tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila
anaknya mengalami penyakit infeksi seperti penyakit Meningitis, encephalitis, dan
penyakit infeksi lainnya yang terjadi pada sistem saraf (Judha & Rahil, 2011).
Meningitis merupakan salah satu penyakit infeksi yang menakutkan karena
menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama di negara berkembang
sehingga diperlukan pengenalan dan penanganan medis yang serius untuk mencegah
kematian (Addo, 2018).
Meningitis merupakan suatu reaksi peradangan yang terjadi pada lapisan yang
membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang
yang disebabkan organisme seperti bakteri, virus, dan jamur. Kondisi ini dapat
menyebabkan kerusakan otak yang parah dan berakibat fatal pada 50% kasus jika
tidak diobati (Speets et al., 2018).
Meningitis meningokokus, yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis
(atau N. meningitidis), memiliki potensi untuk menyebabkan epidemi yang besar.
Dua belas jenis dari bakteri tersebut, yang disebut serogroup, telah diidentifikasi,
dan enam diantaranya (jenis A, B, C, W, X dan Y) dapat menyebabkan epidemi
(WHO, 2018).
Menurut World Health Organization (WHO), angka kematian meningitis pada
neonatus dan anak masih tinggi sekitar 1,8 juta pertahun. Meningitis bakterial
berada pada urutan 10 teratas penyebab kematian akibat infeksi di seluruh dunia dan
menjadi salah satu infeksi yang paling berbahaya pada anak. Anti mikroba dan
vaksin telah tersedia, tetapi penyakit ini masih menjadi penyebab morbiditas dan
mortalitas yang tinggi pada anak. Angka mortalitas meningitis sebesar 25-50%
sedangkan angka morbiditas sebesar 25-45%. Insidens meningitis bakterial pada
anak di Afrika Selatan diperkirakan sebesar 4 per 100.000, dengan insiden tertinggi
pada usia kurang dari 1 tahun sebesar 40 per 100.000 (Airede, 2012; Boyles dkk.,
2013; Mago dkk., 2012).
Di Indonesia, angka kejadian meningitis pada anak tergolong masih tinggi,
menempati urutan ke-9 dari sepuluh penyakit tersering berdasarkan data delapan
rumah sakit pendidikan di Indonesia. Kasus suspek meningitis bakterial pada anak
di Indonesia lebih tinggi dibandingkan di negara maju, yakni 158 dari 100.000 anak
per tahun. Anniazi (2020), yang melakukan penelitian terhadap anak meningitis usia
2 bulan s/d 18 tahun (studi diagnostik cross-sectional) di Rumah Sakit Moewardi
Surakarta selama Mei 2018 s/d Juni 2019, menyatakan bahwa 23,9% dari 46 pasien
anak dengan meningitis akut klinis di rumah sakit tersebut dikategorikan sebagai
meningitis bakterial. Saat ini diperkirakan angka kejadian meningitis pediatrik di
Indonesia masih terus meningkat, dengan tingkat kematian berkisar antara 18–40%.
Fakta lain dari kasus meningitis adalah penemuan gejala sisa. Seperti yang
terjadi di India, yang menyumbang beban penyakit meningitis cukup tinggi di
kawasan Asia Selatan, dengan jumlah kasus kematian mencapai 21.000 jiwa di
tahun 2015, teridentifikasi adanya gejala sisa neuropsikologis permanen seperti
kehilangan pendengaran atau keterlambatan perkembangan pada hampir setengah
dari pasien meningitis yang selamat (Ali, 2018). Secara umum di negara-negara
berkembang, tingkat gejala sisa neurologis mencapai 30–50% (Anniazi, 2020).
Meningitis dapat terjadi pada semua umur. World health organization (WHO)
mengamati angka kejadian meningitis pada anak, meningitis bakterial terjadi pada
sebagian besar anak usia muda dan kasus tersering meningitis virus terjadi pada
anak usia di bawah 5 tahun. Studi epidemiologis menyebutkan angka 2 kejadian
meningitis antara 2 sampai 10 kasus per 10.000 kelahiran. Anak yang rentan terkena
meningitis adalah usia 3 bulan sampai 3 tahun (Mago dkk., 2012).
Dari uraian di atas, penulis berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
kejadian meningitis yang terjadi pada anak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan meningitis
2. Apa saja klasifikasi dari meningitis?
3. Apa penyebab dari meningitis?
4. Bagaimana patofisiologi meningitis?
5. Apa manifestasi klinis meningitis?
6. Apa komplikasi meningitis?
7. Bagaimana pemeriksaaan diganostik meningitis?
8. Bagaimana penatalaksanaan meningitis?
9. Bagaimana asuhan keperawatan meningitis?

1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien
dengan meningitis
B. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi meningitis
2. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi dari meningitis
3. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi meningitis
4. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi meningitis
5. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis meningitis
6. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi meningitis
7. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang meningitis
8. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis meningitis
9. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan
meningitis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapisan atau selaput yang
disebut meningen.Peradangan pada meningen khususnya pada bagian
araknoid dan plamater (leptomeningens) disebut meningitis.Peradang pada
bagian duramater disebut pakimeningen. Meningitis dapat disebabkan karena
bakteri, virus, jamur atau karena toksin. Namun demikian sebagian besar
meningitis disebabkan bakteri.Meningitis adalah peradangan pada meningen
yaitu membrane yang melapisi otak dan medulla spinalis (Tarwoto, 2013).
Meningitis adalah radang dari selaput otak yaitu lapisan arachnoid dan
piameter yang disebabkan oleh bakteri dan virus (Judha & Rahil, 2012).
Meningitis adalah infeksi akut yang mengenai selaput mengineal yang
dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dengan ditandai adanya
gejala spesifik dari sistem saraf pusat yaitu gangguan kesadaran, gejala
rangsang meningkat, gejala peningkatan tekanan intrakranial dan gejala
defisit neurologi (Widagdo, 2011).

2.2 Klasifikasi

Menurut Muttaqin (2008), meningitis di klasifikasikan sesuai dengan


faktor penyebabnya antara lain terdiri dari meningitis asepsis, sepsis
dan tuberkulosa.
a. Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis
virus.Meningitis ini biasanya di sebabkan berbagai jenis penyakit
yang di sebabkan virus seperti gondongan, herpes simpleks dan
herpes zooster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis
bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak di temukan
organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada
seluruh korteks serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respons
dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis
sel yang terlibat.

b. Sepsis/ Meningitis Purulenta


Meningitis sepsis merupakan meningitis yang di sebabkan oleh
organisme bakteri. Penyebab meningitis bakteri akut yaitu
Neisseria meningitidis (meningitis meningokokus), streptococus
pneumoniae (pada dewasa), dan haemophilus influenzae(pada
anak-anak dan dewasa muda).

c. Tuberkulosa
Meningitis tuberculosa di sebabkan oleh basilus tuberkel.Menurut
Rich & McCoredck, Meningitis tuberkulosa terjadi akibat
komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya dari paru.
Meningitis terjadi bukan karena terinfeksinya selaput otak
langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder
melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum
tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam
rongga arachnoid. Kadang dapat juga terjadi perkontinuitatum dari
mastoiditis atau spondilitis. Pada pemeriksaan histologis,
meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis.
(Ngastiyah, 2012).

2.3 Etiologi

Meningitis merupakan akibat dari komplikasi penyakit lain atau kuman


secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit
faringotonsilitis, pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis dan dapat
pula sebagai perluasan kontinuitatum dari peradangan organ/jaringan di
dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis,
trombosis sinus kavernosus dan lain-lain (Ngastiyah, 2012).
Penyebab meningitis adalah sebagai berikut :
a. Bakteri
Sebagian besar kasus meningitis pada neonatus disebabkan oleh
flora dalam saluran genitalia ibu. Streptokokkus grup B dan
Escherichia collimerupakan patogen yang sangat penting bagi
kelompok usia ini. Pada anak berusia 6 bulan atau lebih
haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae
merupakan penyebab tersering. Selain itu meningitis juga di
sebabkan mycobacterium tuberculosa yang berawal dari
penyakit TBC.

d. Virus: echovirus, coxsackie virus, virus gondongan dan virus


imunodefisiensi manusia (HIV).
e. Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada
minggu terakhir kehamilan.
f. Faktor imunologi: defesiensi mekanisme imun, defesiensi
imunoglobin dan anak yang mendapat obat-obatan
imunosupresi.
g. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat , pembedahan atau
injury yang berhubungan dengan sistem persarafan (Suriadi &
Yuliani, 2010).
Nurarif dan Kusuma (2016), mengatakan penyebab meningitis ada 2
yaitu:
a. Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Dipiococus
pneumonia dan Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram
negative.
b. Pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza,
Neiseria meningitidis dan diplococcus pneumonia.

2.3 Patofisiologi
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapisan meningen yaitu
pada bagian paling luar adalah duramater, bagian tengah araknoid dan
bagian dalam piamater.Cairan serebrospinalis merupakan bagian dari otak
yang berada dalam ruang subaraknoid yang dihasilkan dalam fleksus choroid
yang kemudian dialirkan melalui system ventrikal.
Mikroorganisme dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui
beberapa cara misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang
dapat tembus pada CSF dan arena lingkungan. Invasi bakteri pada meningen
mengakibatkan respon peradangan. Netropil bergerak ke ruang subaraknoid
untuk memfagosit bakteri menghasilkan eksudat dalam ruang subaraknoid.
Eksudat ini yang dapat menimbulkan bendungan pada ruang subaraknoid
yang pada akhirnya dapat menimbulkan hidrosepalus. Eksudat yang
terkumpul juga akan berpengaruh terhadap saraf-saraf kranial dan perifer.
Makin bertambahnya eksudat dapat meningkatkan tekanan intracranial
(Tarwoto, 2013).
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapis meningitis: dura mater,
araknoid dan piamater. CSF diproduksi di dalam fleksus koroid ventrikel
yang mengalir melalui ruang subaraknoid di dalam system ventrikel dan
sekitar otak dan medulla spinalis. CSF diabsobsi melalui araknoid pada
lapisan araknoid dari meningintis. Organisme penyebab meningitis masuk
melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Cara masuknya dapat
terjadi akibat trauma penetrasi, prosedur pembedahan atau pecahnya abses
serebral. Meningitis juga dapat terjadi bila adanya hubungan antara cairan
serebrospinal dan dunia luar.
Masuknya mikroorganisme menuju ke susunan saraf pusat melalui ruang
subarakhoid dapat menimbulkan respon peradangan pada pia, araknoid,
cairan serebrospinal dan ventrikel. Eksudat yang dihasilkan dapat menyebar
melalui saraf kranial dan spinal sehingga menimbulkan masalah neurologi.
Eksudat dapat menyumbat aliran normal cairan serebropinal dan
menimbulkan hidrosefalus. (Widagdo, dkk, 2013)
Pathway

2.4 Manifestasi Klinis

Menurut Wong, dkk (2010), manifestasi klinis meningitis antara lain:


a. Meningitis bakteri
1) Neonatus: tanda-tanda Spesifik
a) Sangat sulit menegakkan diagnosis
b) Manifestasi penyakit samar dan tidak spesifik
c) Pada saat lahir terlihat sehat tetapi dalam beberapa hari
mulai terlihat dan menunjukkan perilaku yang buruk
d) Menolak pemberian susu/makan
e) Kemampuan menghisap buruk
f) Diare
g) Tonus otot buruk
h) Penurunan gerakan
i) Fontanela yang penuh, tegang dan menonjol dapat terlihat
pada akhir perjalanan penyakit
j) Leher biasanya lemas (supel)
2) Neonatus: tanda-tanda non spesifik
a) Hipotermia atau demam (tergantung maturitas bayi)
b) Ikterus
c) Iritabilitas
d) Mengantuk
e) Kejang
f) Pernapasan ireguler atau apnea
g) Sianosis
h) Penurunan berat badan
3) Bayi dan anak yang masih kecil
a) Demam
b) Pemberian makan buruk
c) Vomitus
d) Iritabilitas yang nyata
e) Serangan kejang ( sering di sertai dengan tangisan bernada
tinggi)
f) Fontanela menonjol
g) Kaku kuduk dapat terjadi atau tidak terjadi
h) Tanda brudzinski dan kernig tidak membantu
dalam penegakan diagnosis
4) Anak-anak dan remaja
a) Demam
b) Menggigil
c) Sakit kepala
d) Vomitus
e) Perubahan sensorik
f) Kejang
g) Iritabilitas
h) Agitasi
i) Dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku
agresif, mengantuk, stupor, koma dan kaku kuduk
j) Dapat berlanjut menjadi opistotonus
k) Tanda kernig dan brudzinski positif
l) Ruam ptikie atau purpurik (infeksi meningokokus), khusus
nya jika disertai dengan keadaan mirip syok
m) Telinga mengeluarkan sekret yang kronis
(meningitis pneumokokus).
h. Meningitis non bakteri (Aseptik)
Awitan meningitis aseptik bisa bersifat mendadak atau bertahap.
Manifestasi awal adalah sakit kepala, demam, malaise, gejala
gastrointestinal, dan tanda-tanda iritasi meningen yang timbul
satu atau dua hari setelah awitan penyakit. Nyeri abdomen, mual
dan muntah merupakan gejala yang sering ditemukan; nyeri
punggung dan tungkai, tukak tenggorokan serta nyeri dada
kadang-kadang di jumpai dan dapat terjadi ruam mukulopapular.
Biasanya semua gejala ini menghilang secara spontan dan cepat.
Anak akan sembuh dalam waktu 3 sampai 10 hari tanpa dampak
yang tersisa.

Gambaran klinis pada meningitis tuberkulosa :


Gejala awal biasanya di dahului oleh stadium prodromal berupa iritasi
selaput otak. Meningitis biasanya mulai perlahan –lahan tanpa panas
atau terdapat kenaikan suhu yang ringan saja. Sering di jumpai anak
mudah terangsang atau menjadi apatis dantidur nya sering terganggu.
Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, anoreksia, obstipasi dan
muntah juga sering di jumpai.

Stadium transisi gejala lebih berat dan gejala ransangan meningeal


mulai nyata, kaku kuduk, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul
opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol
dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga
timbul gejala strabismus dan mistagismus. Suhu tubuh menjadi lebih
tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.Stadium
terminal berupa kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar
dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak
teratur, sering terjadi pernapasan cheyne Stokes. Hiperpireksia timbul
dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali. Tiga stadium
tersebut biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan
stadium lainya, namun jika tidak di obati umumnya berlangung 3
minggu sebelum anak meninggal (Ngastiyah, 2012)
2.5 Respon Tubuh terhadap perubahan Fisiologis
a. Sistem Pernapasan
Pada anak dengan meningitis laju metabolisme akan meningkat,
sebagai kompensasi tubuh pernapasan akan mengalami peningkatan pula
sehingga anak tampak pucat sampai kebiruan terutama pada jaringan
perifer. Pasien meningitis sering terjadi peningkatan TIK yang dapat
menyebabkan terjadinya koma. Pasien koma pernapasannya sering
cheyne-Stokes sehingga terdapat gangguan kebutuhan O2 (Brunner &
Suddart, 2013).

b. Sistem Thermogulasi
Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi
sel host inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan “set poin”. Demam
terjadi karena adanya gangguan pada “set poin”. Mekanisme tubuh
secara fisiologis pada anak dengan meningitis mengalami vasokontriksi
perifer sehingga suhu tubuh meningkat. (Suriadi & Yuliani, 2010).
c. Sistem Neurologis
Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkam iskemik jaringan
otak, bila tidak diatasi segera akan menyebabkan hipertrofi pada
jaringan otak yang beresiko pada abses serebri. Keluhan yang muncul
pada anak meningitis adalah kejang atau bahkan penurunan kesadaran
serta positifnya pemeriksaan ransangan meningeal pada anak (Muttaqin,
2008).
2.6 Komplikasi
Menurut (Riyadi, dkk, 2009) komplikasi yang dapat muncul pada anak
dengan meningitis antara lain, yaitu :
a. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural)
Cairan ini muncul karena adanya desakan pada intrakranial yang
meningkat sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke
daerah subdural.
b. Peradangan pada daerah ventrikuler otak (ventrikulitis)
Abses pada meningen dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui
perembetan langsung maupun hematogen termasuk ke ventrikuler.
c. Hidrosepalus
Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi Liquor
Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga
memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS yang menuju
medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan di
intracranial.
d. Abses otak
Abses otak terjadi apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena
meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat.
e. Epilepsi
f. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena
meningitis yang sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu
gyrus otak anak sebagai tempat menyimpan memori.
g. Serangan meningitis berulang
Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak tuntas atau
mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibioti k yang digunakan
untuk pengobatan.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penujang (Hudak dan Gallo, 2012)
1. Fungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leukosit (CBC) meningkat, kadar
glukosa darah mrenurun, protein meningkat, glukosa serum meningkat
2. Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab
3. Kultur urim, untuk menetapkan organisme penyebab
4. Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi: Na+ naik dan K + turun
5. MRI, CT-scan/ angiorafi
2.8 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Meningitis Purulenta
a. Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari kekurangan
cairan/elektrolit akibat muntah-muntah atau diare
b. Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan
diazepam 0,5 mg/kg BB/ kali intravena, dan dapat diulang dengan
dosis yang sama 15 menit kemudian. Bila kejang belum berhenti,
ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan
dosis yang sama diberikan secara intramuskular
c. Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis awal untuk
neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg dan diatas 1 tahun
75 mg. selanjutnya untuk pengobatan rumat diberikan fenobarbital
dengan dosis 8-9 mg/kg BB/ hari dibagi dalam 2 dosis, diberikan
selama 2 hari
d. Berikan ampisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari dibagi
dalam 6 dosis ditambah kloramfenikol 100 mg/kg BB/ hari intravena
dibagi dalam 4 dosis. Pada hari ke-10 pengobatan dilakukan pungsi
lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukan hasil yang normal
pengobatan tersebut dilanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum
normal pengobatan dilanjutkan dengan obat yang sama seperti diatas
atau diganti dengan obat yang sesuai dengan hasil biakan uji resisten
kuman.
2) Dasar pengobatan meningtis tuberkulosa adalah pemberian kombinasi
obat antituberkulosis dan ditambahkan dengan kortikosteroid,
pengobatan sitomatik bila terdapat kejang, koreksi dehidrasi akibat
masukan makanan yang kurang atau muntah dan fisioterapi. Umumnya
dipakai kombinasi streptomisin, PAS dan INH. Bila ada resisten terhadap
salah satu obat tersebut maka dapat digantikan dengan reserve drugs.
Streptomisin diberikan dengan dosis 30-50 mg/kg BB/ hari selama 3
bulan atau jika perlu diteruskan dua kali seminggu selama 2-3 bulan lagi
sampai likuor serebrospinalis menjadi normal. PAS dan INH diteruskan
paling sedikit sampai 2 Tahun. Kortikosteroid biasanya diberikan berupa
prednison dengan dosis 2-3 mg/kg BB/ hari (dosis minimum 20 mg/hari)
dibagi 3 dosis selama 2-4 minggu, kemudian diturunkan 1 mg/ kg BB/
hari setiap 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid seluruhnya selama 3
bulan dan dihentikan bertahap untuk menghindarkan terjadinya rebound
phenomenon
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis adalah
gangguan kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan
nyaman serta kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
1) Gangguan kesadaran
Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan pengawasan
tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering cheyne-
Stokes sehingg terdapat gangguan O2. Untuk membantu pemasukan
O2perlu diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/ menit. Selain itu pasien
koma juga mengalami inkontinensia urine maka perlu di pasang
penampung urine. Kebersihan kulit perlu di perhatiakn terutama
sekitar genitalia dan bagian tubuh yang tertekan. Oleh karena itu jika
akan memasang kateter urine harus konsultasi dahulu dengan dokter.
Buat catatan khusus jika belum ada catatan perawatan untuk
mencatat hasil observasi pasien.
2) Resiko terjadi komplikasi
Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada pasien, oleh sebab itu untuk
memenuhi kebutuhan pasien perlu dilakukan pemasangan sonde
tetapi untuk kebutuhan elektroloit tidak akan cukup. Bila terjadi
dehidrasi cairan yang di berikan biasanya glukosa 10 % dan NACl
0,9% dalam perbandingan 3:1. Pengawasan tetesan perlu dilakukan
secara cermat dan setiap mengganti cairan harus dicatat pada pukul
berapa agar mudah diketahui untuk memperhitungkan kecukupan
cairan atau tidak Pengaturan posisi pada pasien juga perlu di
perhatikan, teutama pada pasien dengan penurunan kesadaran.
Ubahlah sikap berbaringnya setiap tiga jam, sekali-sekali lakukan
gerakan pada sendi-sendi dengan menekuk/meluruskan kaki –tangan
tetapi usahakan agar kepala tidak ikut terangkat (bergerak).
3) Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan aman dan nyaman perlu diperhatikan dengan selalu
bersikap lembut (jangan berpikir bahwa pasien koma tidak akan
tahu). Salah satu kesalahan yang sering terjadi ialah membaringkan
pasien tersebut menghadap cahaya matahari, sedangkan pasien koma
matanya selalu terbuka. Untuk menghindarkan silau yang terus
menerus jangan baringkan pasien kearah jendela. Untuk pasien yang
akan melakukan tindakan, ajak lah pasien berbicara sewaktu
melakukan tindakan tersebut walaupun pasien tidak sadar (Ngastiyah,
2012).
4) Penatalaksanaan kejang
a. Airway
1. Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan
pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila
ada guedel lebih baik.
2. Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan
pakaian yang mengganggu pernapasan
3. Berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
b. Breathing
1. Isap lendir sampai bersih
c. Circulation
1. Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.
2. Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat
(berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).
2.9 Pencegahan Meningitis
Imunisasi dini dapat mencegah agar anak dalam keluarga tidak mengalami
kematian yang tragis. Perawat memainkan peran yang signifikan dalam
memberikan penyuluhan kepada keluarga mengenai berbagai tindakan
pencegahan seperti vaksinasi. Pemberian vaksinasi yang dapat mencegah
terjadinya meningitis adalah vaksin DPT(difteri, pertusis dan tetanus) Hib
(Haemofilus Influenza Tipe b) untuk mencegah meningitis yang di sebabkan
oleh H. Influenzae, N. Meningitidis dan penyebab meningitis akibat komplikasi
dari pneumonia, di berikan pada usia 2, 3 dan 4 bulan. Selain itu vaksin BCG
(Bacillus Calmette-Guerin) diberikan untuk mencegah penyakit TBC,
pemberian dilakukan pada usia 1 bulan (Pusdiknakes, 2015).
BAB III

TINJAUAN KASUS

Konsep Asuhan Keperawatan

3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Diperlukan
pengkajian cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat memberikan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan
dan ketelitian dalam tahap pengkajian (Muttaqin, 2008).
a. Identitas
1) Identitas pasien terdiri dari: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/ bangsa, pendidikan, perkerjaan dan alamat.
2) Indentitas penanggung jawab terdiri dari: nama, hubungan dengan klien,
pendidikan, prkerjaan dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan utamanya demam, sakit kepala,
mual dan muntah, kejang, sesak nafas, penurunan tingkat kesadaran
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian RKS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik pasien secara
PQRST.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
pernah kah pasien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat
trauma kepala. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada pasien
terutama jika ada keluhan batuk produktif dan pernah mengalami
pengobatan obat anti tuberkulosa yang sangat berguna untuk
mengidentifikasi meningitis tuberkulosa.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga


Pada riwayat kesehatan keluarga, biasanya apakah ada di dalam keluarga
yang pernah mengalami penyakit keturunan yang dapat memacu terjadinya
meningitis.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien meningitis biasanya
bersekitar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.
2) Tanda- Tanda Vital
a. TD : Biasanya tekanan darah orang penyakit meningitis normal atau
meningkat dan berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK ( N =
90- 140 mmHg).
b. Nadi : Biasanya nadi menurun dari biasanya (N = 60-100x/i).
c. Respirasi : Biasanya pernafasan orang dengan meningitis ini akan lebih
meningkat dari pernafasan normal (N = 16-20x/i).
d. Suhu : Biasanya pasien meningitis didapatkan peningkatan suhu tubuh
lebih dari normal antara 38-41°C (N = 36,5°C – 37,4°C).
3) Pemeriksaan Head To Toe
a) Kepala
Biasanya pasien dengan meningitis mengalami nyeri kepala.
b) Mata
 Nerfus II, III, IV, VI :Kadang reaksi pupil pada pasien meningitis
yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan.
 Nerfus V : Refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
c) Hidung
 Nerfus I : Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman
d) Telinga
 Nerfus VIII : Kadang ditemukan pada pasien meningitis adanya tuli
konduktif dan tuli persepsi.
e) Mulut
 Nerfus VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris
 Nerfus XII : Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
f) Leher
 Inspeksi : Biasanya terlihat distensi vena jugularis.
 Palpasi : Biasanya teraba distensi vena jugularis.
 Nerfus IX dan X : Biasanya pada pasien meningitis kemampuan
menelan kurang baik
 Nerfus XI : Biasanya pada pasien meningitis terjadinya kaku kuduk.
g) Dada
1) Paru
 I : Kadang pada pasien dengan meningitis terdapat perubahan
pola nafas
 Pa : Biasanya pada pasien meningitis premitus kiri dan kanan
sama
 P : Biasanya pada pasien meningitis tidak teraba
 A : Biasanya pada pasien meningitis bunyi tambahan seperti
ronkhi pada klien dengan meningitis tuberkulosa.
2) Jantung
 I : Biasanya pada pasien meningitis ictus tidak teraba
 Pa : Biasanya pada pasien meningitis ictus teraba 1 jari medial
midklavikula sinistra RIC IV
 P : Biasanyabunyi jantung 1 RIC III kanan, kiri, bunyi jantung II
RIC 4-5 midklavikula.
 A : Biasanya jantung murni, tidak ada mur-mur.
h) Ekstremitas
Biasanya pada pasien meningitis adanya bengkak dan nyeri pada sendi-
sendi (khusunya lutut dan pergelangan kaki). Klien sering mengalami
penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga
menggangu ADL.
i) Rasangan Meningeal
a. Kaku kuduk
Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesulitan karena
adanya spasme otot-otot .Fleksi menyebabkan nyeri berat.
b. Tanda kernig positif
Ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kearah
abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
c. Tanda Brudzinski
Tanda ini didapatkan jika leher pasien difleksikan, terjadi fleksi lutut
dan pingul: jika dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada
salah satu sisi, gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstermitas yang
berlawanan.
d. Pola Kehidupan Sehari-hari
1) Aktivitas / istirahat Biasanya pasien mengeluh mengalami
peningkatan suhu tubuh
2) Eliminasi Pasien biasanya didapatkan berkurangnya volume
pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi
dan penurunan curah jantung ke ginjal.
3) Makanan / cairan Pasien menyatakan tidak mempunyai nafsu
makan, selalu mual dan muntah disebabkan peningkatan asam
lambung. Pemenuhan nutrisi pada pasien meningitis menurun
karena anoreksia dan adanya kejang.
4) Hygiene Pasien menyatakan tidak mampu melakukan aktivitas
perawatan diri karena penurunan kekuatan otot.
e. Data Penujang menurut Hudak dan Gallo (2012):
1. Fungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leukosit (CBC)
meningkat, kadar glukosa darah mrenurun, protein meningkat,
glukosa serum meningkat.
2. Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab.
3. Kultur urin, untuk menetapkan organisme penyebab.
4. Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi: Na+ naik dan K
+ turun
5. MRI, CT-Scan.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan Diagnosis keperawatan NANDA 2015-2017, diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul antara lain :
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d proses inflamasi, edema
pada otak.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret,
penurunan kesadaran.
4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan di
otak, perubahan tingkat kesadaran.
5. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.
6. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, proses
inflamasi.
7. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
8. Resiko cedera berhubungan dengan kejang berulang, fiksasi kurang optimal.
3.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


1. Resiko a. Status sirkulasi Terapi oksigen
ketidakefektifan 1) Tekanan darah 1. Periksa mulut, hidung, dan
perfusi jaringan sistol sekret trakea
serebral 2) Tekanan darah 2. Pertahankan jalan
diastol napas yang paten
Faktor resiko 3) Tekanan nadi 3. Atur peralatan
a. Gangguan 4) PaO2 (tekanan oksigenasi
serebrovaskuler parsial oksigen 4. Monitor aliran oksigen
b. penyakit dalam darah arteri) 5. Pertahankan posisi
neurologis. 5) PaCO2 (tekanan pasien
parial 6. Observasi tanda-tanda
karbondioksida hipoventilasi
dalam darah arteri 7. Monitor adanya
6) Saturasi oksigen kecemasan pasien terhadap
7) Urine output oksigenasi.
8) Capillary refill.

b. Status neurologi Manajemen edema


1) Kesadaran serebral
2) Fungsi sensorik 1. Monitor adanya
dan motorik kranial kebingungan, perubahan
3) Tekanan pikiran,
intrakranial keluhan pusing,
4) Ukuran pupil pingsan
5) Pola istirahat-tidur 2. Monitor tanda-tanda
6) Orientasi kognitif vital
7) Aktivitas kejang 3. Monitor karakteristik
8) Sakit kepala. cairan serebrospinal :
warna,
kejernihan,konsistensi
4. Monitor status
pernapasan: frekuensi,
irama, kedalaman
pernapasan, PaO2,PaCO2,
pH, Bicarbonat
5. Catat perubahan
pasien dalam berespon
terhadap stimulus
6. Berikan anti kejang sesuai
kebutuhan
7. Batasi cairan
8. Dorong
keluarga/orang yang
penting untuk bicara pada
pasien
9. Posisikan tinggi
kepala 30o atau lebih.
Monitoring peningkatan
intrakranial
1. Monitor tekanan
perfusi serebral
2. Monitor jumlah, nilai dan
karakteristik pengeluaran
cairan serebrispinal (CSF)
3. Monitor intake dan output
4. Monitor suhu dan jumlah
leukosit
5. Periksa pasien terkait ada
tidaknya gejala kaku kuduk
6. Berikan antibiotik
7. Letakkan kepala dan leher
pasien dalam posisi netral,
hindari fleksi pinggang
yang berlebihan
8. Sesuaikan kepala
tempat tidur untuk
mengoptimalkan perfusi
serebral
9. Berikan agen
farmakologis untuk
mempertahankan TIK
dalam jangkauan
tertentu.

Monitor tanda-tanda vital


1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan status
pernapasan dengan cepat
2. Monitor kualitas dari nadi
3. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan abnormal
(misalnya, cheyne-
stokes, kussmaul,
biot,apneustic,ataksia dan
bernapas
berlebihan)
5. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
6. Monitor adanya
cushling triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
2. Kekurangan a. Keseimbangan Manajemen cairan
volume cairan cairan 1. Timbang BB setiap hari
Kriteria hasil : dan monitor status pasien
Batasan 1) Tekanan darah 2. Hitung atau timbang popok
karakteristik 2) Keseimbangan intake dengan baik
a. Haus output dalam 24 jam 3. Jaga dan catat intake dan
b. Kelemahan 3) Berat badan stabil output
c. Kulit kering 4) Turgor kulit 4. Monitir status hidrasi
d. Membran 5) Kelembaban 5. Monitor hasil
mukosa kering membran mukosa laboratorium yang relevan
e. Peningkatan 6) Serum elektrolit dengan dengan retensi
frekuensi nadi 7) Hematokrit cairan
f. Peningkatan 8) Edema perifer 6. Monitor status
hematokrit 9) Bola mata cekung hemodinamik
g. Peningkatan dan lembek 7. Monitor tanda-tanda vital
kosentrasi urine 10) Kehausan 8. Berikan terapi IV seperti
h. Peningkatan 11) Pusing. yang
suhu tubuh ditentukan
i. Penurunan berat b. Dehidrasi 9. Berikan cairan dengan
badan tiba-tiba Kriteria hasil : tepat
j. Penurunan 1) Warna urine keruh 10. Tingkatkan asupan oral
haluan urine 2) Fontanela cekung 11. Dukung pasien dan
k. Penurunan 3) Nadi cepat dan keluarga untuk
pengisian vena lambat membantu dalam
l. Penurunan 4) Peningkatan BUN pemberian makan
tekanan darah blood urea Nitrogen) dengan baik
m. Penurunan 5) Peningkatan suhu 12. Berikan produk-
turgor kulit. tubuh. produk darah.

Faktor yang Manajemen elektrolit


berhubungan 1. Monitor nilai serum
a. Kegagalan elektrolit abnormal
mekanisme 2. Monitor manifestasi
regulasi ketidakseimbangan
b. Kehilangan elektrolit
cairan aktif. 3. Pertahankan kepatenan
akses IV
4. Berikan cairan sesuai
resep, jika diperlukan
5. Ambil spesimen
sesuai order untuk dapat
melakukan analisis level
elektrolit (ABG, urine, dan
level serum) dengan tepat
6. Konsultasikan dengan
dokter jika tanda-tanda dan
gejala
ketidakseimbangan cairan
dan/elektrolit
menetap atau
memburuk
7. Monitor respon pasien
terhadap terapi
elektrolit yang
diberikan.

Manajemen muntah
1. Identifikasi faktor- faktor
yang dapat menyebabkan
atau berkontribusi terhadap
muntah (obat-obatan dan
prosedur)
2. Posisikan untuk
mencegah aspirasi
3. Tunggu minimal 30 menit
setelah episode mutah
sebelum menawarkan
cairan kepada pasien
4. Tingkatkan pemberian
cairan secara bertahap jika
tidak ada muntah yang
terjadi selama 30 menit.

3. Ketidakefektifan pola a. Status penrnapasan : Terapi oksigen


nafas ventilasi 1. Bersihkan mulut, hidung
Kriteria hasil dan sekret trakea dengan
Batasan 1) Frekuensi tepat
karakteristik pernapasan 2. Pertahankan kepatenan
a. Bradipnea 2) Irama pernapasan jalan nafas
b. Dispnea 3) Kedalaman 3. Berikan oksigen
c. Penggunaan pernapasan tambahan seperti yang
otot bantu 4) Penggunaan otot diperintahkan
penapasan bantu nafas 4. Monitor aliran oksigen
d. Penurunan 5) Suara nafas 5. Periksa perangkat
kapasitas vital tambahan pemberian oksigen secara
e. Penurunan 6) Retraksi dinding berkala untuk memastikan
tekanan dada bahwa kosentrasi yang
ekspirasi 7) Dispnea saat istirahat telah di tentukan sedang di
f. Penurunan 8) Atelektasis.
tekanan Berikan
inpsirasi b. Status pernapasan : 6. Pastikan penggantian
g. Pernapasan kepatenan jalan masker oksigen/kanul
bibir nafas nasal setiap kali perangkat
h. Pernapasan Kriteria Hasil : diganti
cuping hidung 1) frekuensi pernapasan 7. Pantau adanya tanda- tanda
i. Pola nafas 2) pernapasan cuping keracunan oksigen dan
abnormal hidung kejadian atelektasis.
j. Takipnea. 3) mendesah

Faktor yang Monitor neurologi


berhubungan 1. Pantau ukuran pupil,
bentuk kesimetrisan dan
a. Cedera medula reaktivitas
spinalis 2. Monitor tingkat
b. Gangguan kesadaran
neurologis 3. Monitor GCS
c. Nyeri 4. Monitor status
pernapasan.

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola
pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit.
8. Identifikasi dari
penyebab perubahan vital
sign.
4. Ketidakefektifan a. Status pernapasan: Kepatenan jalan nafas
bersihan jalan nafas kepatenan jalan nafas 1. Pastikan kebutuhan oral
Kriteria hasil: suctioning
Batasan 1) Frekuensi 2. Auskultasi suara nafas
karakteristik pernapasan sebelum dan sesudah
a. Batuk yang 2) Irama pernapasan suctioning
tidak efektif 3) Kemampuan untuk 3. Informasikan pada klien
b. Gelisah mengeluarkan sekret dan keluarga tentang
c. Dispnea 4) Penggunaan otot suctioning
d. Mata terbuka 4. Monitor status oksigen
lebar pasien
e. Perubahan pola bantu pernapasan 5. Berikan oksigen
nafas 5) Batuk. dengan menggunakan nasal
f. Sianosis untuk
g. Sputum dalam b. Status pernapasan memfasilitasi suction
jumlah yang Kriteria hasil: nasotrakeal
berlebihan 1) Kedalaman
h. Suara nafas inspirasi Manajemen jalan nafas
tambahan 2) Suara auskultasi 1. Buka jalan nafas.
nafas 2. Posisikan pasien untuk
Faktor yang 3) Kepatenan jalan memaksimalkan ventilasi.
berhubungan nafas 3. Lakukan fisioterapi
a. Infeksi 4) Kapasitas vital dada bila perlu
b. Difungsi 4. Auskultasi suara nafas
neuromuskular , catat adanya suara
c. Mukus tambahan
berlebihan 5. Monitor respirasi dan
d. Benda asing di status O2
jalan nafas.

Manajemen batuk
1. Bantu pasien untuk
mengatur posisi
duduk.
2. Dorong pasien untuk
melakukan latihan nafas
dalam
3. Dorong pasien untuk tarik
nafas dalam selama dua
detik dan batukkan,
lakukan dua atau tiga kali
berturut turut

Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola
pernapasan abnormal
7. Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit.
8. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.
5. Nyeri akut a. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
Kriteria hasil : 1. Lakukan pengkajian
Batasan
1) Nyeri yang di nyeri secara
karakteristik laporkan komprehensif termasuk
2) Panjangnya episode lokasi,
a. Diaforesis
nyeri karakteristik, durasi,
b. Ekspresi wajah 3) Ekspresi nyeri wajah frekuensi, kualitas dan
4) Berkeringat faktor presipitasi
nyeri
berlebihan 2. Observasi reaksi
c. Keluhan tentang 5) Kehilangan nafsu nonverbal dari
makan. ketidaknyamanan
karakteristik
3. Gunakan teknik
nyeri dengan
b. Kontrol nyeri komunikasi terapeutik
Kriteria hasil : untuk mengetahui
menggunakan
1) Mengenali kapan pengalaman nyeri pasien
standar instrumen nyeri terjadi 4. Kaji kultur yang
2) Menggambarkan mempengaruhi respon
nyeri
faktor penyebab nyeri
d. Mengekspresika 3) Menggunakan 5. Kontrol lingkungan yang
tindakan pencegahan dapat
n perilaku
4) Menggunakan tindakan mempengaruhi nyeri
(gelisah,mereng pengurangan nyeri seperti suhu ruangan,
tanpa analgesik. pencahayaan dan
ek, menangis,
kebisingan
waspada) c. Status kenyamanan 6. Kurangi faktor
Kriteria hasil : presipitasi nyeri
e. perubahan pada
1) Nyeri berkurang 7. Pilih dan lakukan
parameter 2) Kecemasan penanganan nyeri
berkurang (farmakologi, non
fisiologis
3) Stres berkurang farmakologi, interpersonal)
(mis.,tekanan 4) Ketakutan berkurang. 8. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
darah, frekueni
9. Berikan analgetik untuk
jantung, mengurangi nyeri
10. Evaluasi tingkat
frekuensi
keefektifan kontrol nyeri
pernapasan) 11. Tingkatkan istirahat
12. Monitor penerimaan pasien
f. perubahan
tentang manajemen nyeri.
selera makan
Faktor yang
berhubungan Agen
cedera
biologis (infeksi,
iskemia). Pemberian Analgesik
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis
obat,dosis dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
5. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
6. Evaluasi efektifitas
analgesik, tanda dan gejala.

Monitor tanda-tanda vital


1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan status
pernapasan dengan cepat
2. Monitor kualitas dari nadi
3. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan abnormal
(misalnya, cheyne-
stokes, kussmaul,
biot,apneustic,ataksia dan
bernapas
berlebihan)
5. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
6. Monitor adanya
cushling triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
6. Hipertermia a. Termoregulasi Perawatan demam

Batasan Kriteria hasil : 1. Pantau suhu dan tanda-


tanda vital
karakteristik 1) Merasa merinding
lainya
saat dingin
a. Apnea 2. Monitor warna kulit dan
2) Berkeringat saat
b. Bayi tidak dapat suhu
panas
mempertahanka 3. Monitor asupan dan
3) Tingkat pernapasan
n menyusu keluaran, sadari
4) Melaporkan
c. Gelisah perubahan kehilangan
kenyamanan suhu
d. Hipotensi cairan yang tak di rasakan
5) Perubahan warna
e. Kulit 4. Beri obat atau cairan IV
kulit
kemerahan 5. Tutup pasien dengan
6) Sakit kepala
f. Kulit terasa selimut atau pakaian ringan
hangat 6. Dorong konsumsi cairan
g. Latergi 7. Fasilitasi istirahat, terapkan
h. Kejang pembatasan aktivitas jika di
i. Koma perlukan
j. Stupor 8. Berikan oksigen yang
k. Takikardia sesuai
l. Takipnea 9. Tingkatkan sirkulasi udara
m. Vasodilatasi 10. Mandikan pasien dengan
spon hangat dengan hati-
Faktor yang hati.
berhubungan
a. Peningkatan
laju
metabolisme
b. Penyakit
c. Sepsis

Pengaturan suhu
1. monitor suhu paling tidak
setiap 2 jam sesuai
kebutuhan
2. monitor dan laporkan
adanya tanda gejala
hipotermia dan
hipertermia
3. tingkatka intake cairan dan
nutrisi adekuat
4. berikan pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan.
Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat apa yang di
perlukan, dan kelola
menurut resep dan/atau
protokol
2. Monitor efektivitas cara
pemberian obat yang
sesuai.

Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan pasien ke
satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi pasien
selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat obat-
obatan anti epilepsi dengan
benar.

7. Resiko Aspirasi a. Status pernapasan: Pencegahan aspirasi


kepatenan jalan nafas 1. Monitor tingkat
Faktor resiko 1) Frekuensi pernapasan kesadaran, refleks batuk
a. Penurunan 2) Irama pernapasan dan kemampuan menelan
motilitas 3) Tersedak 2. Monitor stastus
gastrointestinal 4) Suara nafas tambahan pernapasan
b. Penurunan 3. Jaga kepala tempat tidur
tingkat kesadarn ditinggikan 30 menit
c. Peningkatan b. Pencegahan aspirasi setelah pemberian makan
residu lambung 1) Memposisikan tubuh 4. Periksa residu pada selang
untuk miring ketika makanan atau lebih besar
makan dan minum jika 100 cc pada selang.
dibutuhkan.
2) Mengidentifikasi
faktor-faktor resiko.

Manajemen muntah
1. Kaji emesis terkait dengan
warna,
konsistensi, akan
adanya darah, waktu dan
sejauh mana kekuatan
emesis.
2. Ukur atau perkirakan
volume emesis.pastikan
obat
antiemetik yang di berikan
untuk
mencegah muntah bila
memungkinkan
3. Tingkatkan pemberian
cairan secara bertahap jika
tidak ada muntah yang
terjadi selama 30 menit.
4. Monitor efek
manajemen muntah secara
menyeluruh.

Pengaturan posisi
1. Jelaskan kepada
pasien badan pasien akan
di balik
2. Jangan menempatkan
pasien pada posisi yang
bisa
meningkatkan nyeri.
3.

8. Resiko cidera a. Kontrol resiko Manajemen lingkungan


Kriteria hasil : 1. Sediakan lingkungan yang
Faktor resiko
1) Klien terbebas dari aman untuk pasien
1) Eksternal cidera 2. Identifikasi kebutuhan
2) Klien mampu keamanan pasien sesuai
a) Gangguan
menjelaskan cara atau dengan kondisi fisik
fungsi metode untuk 3. Dan fungsi kognitif pasien
mencegah cidera dan riwayat penyakir
kognitif
3) Klien mampu dahulu pasien
b) Agens menjelaskan faktor 4. Memasang side rail tempat
resiko dari tidur
nosokomial
lingkungan 5. Menyediakan tempat tidur
2) Internal 4) Menggunakan yang aman dan bersih
fasilitas kesehatan 6. Membatasi
a) Hipoksia
yang ada pengunjunng
jaringan 5) Mampu mengenali 7. Memberikan penerangan
perubahan status yang cukup
b) Gangguan
kesehatan. 8. Berikan penjelasan pada
sensasi (akibat pasien dan keluarga
b. Kejadian jatuh atau pengunjung adanya
dari cedera
1) Jatuh dari tempat
medula tidur
2) Jatuh saat di
spinalis, dll)
pindahkan.
c) Malnutrisi. perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.

Pencegahan jatuh
1. Identifikasi perilaku dan
faktor yang mempengaruhi
resiko jatuh
2. Sediakan pengawasan ketat
dan /atau alat pengikatan

Sumber : Nanda Internasional (2015-2017) & NIC-NOC (2016).

3.4 Implementasi Keparawatan


Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat melaksanakan
rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan
terminology NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan
yang merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk melaksanakan intervensi
(Kozier et al., 2010)

3.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah fase kelima dan fase terakhir dalam proses
keperawatan. Evaluasi merupakan aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan dan
terarah ketika pasien dan professional kesehatan menentukan kemajuan pasien
menuju pencapaian tujuan/hasil dan keefektifan rencana asuhan keperawatan.
Evaluasi ini akan menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri,
dilanjutkan atau diubah(Kozier et al., 2010).
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Meningitis adalah infeksi akut yang mengenai selaput mengineal yang dapat
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dengan ditandai adanya gejala spesifik
dari sistem saraf pusat yaitu gangguan kesadaran, gejala rangsang meningkat, gejala
peningkatan tekanan intrakranial dan gejala defisit neurologi (Widagdo, 2011).
Penyebab Meningitis Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah
Dipiococus pneumonia dan Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negative.
Jika pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza, Neiseria
meningitidis dan diplococcus pneumonia

4.2 Saran
a. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Bagi mahasiswa keperawatan sebaiknya memperdalam mengenai meningitis,
terutama keinginan pasien meningitis mencari pengobatan. Sebaiknya
mahasiswa melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai meningitis dan
gejalanya melalui organisasi kemahasiswaan di universitas dan fakultas.

b. Bagi Rumah Sakit


Rumah Sakit memberikan penyuluhan kesehatan secara rutin kepada
masyarakat agar masyarakat dapat dengan mudah masyarakat mengetahui
mengenai gejala meningitis sehingga dapat dilakukan penanganan dengan
segera untuk mencegah kebutaan secara permanen.
c. Bagi Masyarakat
Masyarakat perlu meningkatkan kesadaran terutama yang memiliki gejala
meningitis untuk segera memeriksakan mata ke rumah sakit atau institusi
pelayanan kesehatan lainnya. Dan bagi yang belum memiliki gejala katarak
agar menjaga kesehatan mata, serta melakukan pencegahan sejak dini.
DAFTAR PUSTAKA

Addo, H. A, S. Hussen, dan L. Chelkeba. (2018). Childhood Bacterial Meningitis:


Antimicrobial Use Pattern and Treatment Outcomes: a Prospective Observational
Study.
Anniazi, M. L, F. T. Nur, dan S. L. Widjaja. (2020). Diagnostic Value of Tumor Necrosis
Factor – Αlpha in Cerebrospinal Fluid Differentiates Bacterial From Viral Meningitis
in Children.
Brunner & Suddart. 2013, Keperawatan Medikal Bedah: Edisi 12. Jakarta: EGC.
Hudak & Gallo, 2012. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistic Vol 1. Jakarta: EGC.
Judha, M.,&Rahil,N.H.(2011).Sistem Persyarafan Dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Mago, V., et a.,. 2012. Supporting Meningitis Diagnosis Among Infants And Children
Through
The Use Of Fuzzy Cognitive Mapping. BMC Medical Informatics and Decision
Making. Vol. 12, no. 98, hlm. 98-111.
Muttaqin, Arif. 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
persarafan. Jakarta: Salemba Medika
NANDA. 2014. Diagnosa Keperawatan Defenisi & Klasifikasi 2015-2017.
(Budi Anna Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC
Ngastiyah. 2012, Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. Jakarta: EGC
Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Yogyakarta-. Graha
Ilmu.
Speets, A. M. O, R. Bolijn, R. C. van Hoorn, A. Bhavsar, M. H. Kyaw. (2018). Global
Etiology
of Bacterial Meningitis: A Systematic Review and MetaAnalysis. Pallas Health
Research and Consultancy. Rotterdam. Diakses pada tanggal 15 September 2020 dari
https://doi.org/10.1371/journal.pone. 0198772..
Suriadi, Rita Yuliani., 2010, Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung setia.
Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : CV Sagung Seto.
Widagdo. 2011. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta: CV Sagung
Seto.
Wong, Donna L., dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik: Volume 2.
Jakarta: EGC
World Health Organization. (2018). Meningitis: Latest Meningitis Weekly Bulletin. dari
https://www.who.int/health-topics/meningitis#tab=tab_1.

Anda mungkin juga menyukai