Anda di halaman 1dari 56

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI ODONTECTOMY

DENGAN TINDAKAN GENERAL ANESTESI


DI IBS RS ISLAM BONTANG

Disusun oleh:
1. Agus Riyanto NIM: 210106214
2. Asmat Burhan NIM: 210106
3. Erick Dwiyanto NIM: 210106
4. Hanni Eman NIM: 210106250
5. Lukas Dalmasara NIM: 210106262
6. Mulyanis NIM: 210106274
7. Papo L. Chandra NIM: 210106286
8. Riyan Makhfudin NIM: 210106298
9. Teguh Widodo NIM: 210106310
10. Yandi Hidayat NIM: 210106322
11. Rijon Mangihut L. NIM: 210106334

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masalah gigi bungsu, dimana dalam proses erupsi (muncul) ke rongga mulut
sering mengalami gangguan berupa impaksi. Kasus impaksi sangat bervariasi, ada
yang memerlukan tatalaksana bedah yaitu odontektomi dan ada pula kasusyang dapat
dibiarkan tanpa pembedahan. Kedua pilihan tersebut masing-masing dapat
menimbulkan komplikasi yang harus diantisipasi dan dicegah agar komplikasiseringan
mungkin. Perbedaan persepsi antar dokter menimbulkan kontroversi. Pasien yang
semakin kritis, menuntut kewaspadaan dokter akan pilihan tatalaksana yang akan
diambil. Dokter harus menjelaskan kepada pasien komplikasi tersebut dan keputusan
bersama diambil berdasarkan pertimbanganakan manfaat dan risikonya. Gigi bungsu
adalah gigi molar ketiga, terletak dirahang atas dan bawah, yang terbentuk dan
mengalami erupsi paling akhir. Umumnya erupsi terjadi pada usia 16 -25 tahun, suatu
periode dalam kehidupan yang disebut age of wisdom sehingga gigi bungsu disebut
sebagai wisdom teeth.Gigi akan tumbuh normal ke dalam rongga mulut tanpa
halangan bila benih gigi terbentuk dalam posisi yang baik, lengkung rahang cukup
ruang untukmenampungnya. Sebaliknya, pertumbuhan terganggu bila benih malposisi,
lengkung rahang tidak cukup luas atau keduanya. Kondisi di atas berakibat gangguan
erupsi yang disebut impaksi. Gigi impaksi dapat terjadi pada gigi-gigi lain, namun
frekuensi tertinggi ditemukan pada molar ketiga bawah dan atas, diikuti oleh gigi
kaninus atas, gigi premolar bawah, dan gigi berlebih (supernumerary tooth). Sebanyak
sembilan dari 10 orang mengalami satu gigi bungsu yang impaksi. (Rahayu, 2014)
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan impaksi gigi ?
2. Bagaimana penjelasan tentang anatomi penyakit impaksi gigi ?
3. Bagaimana penjelasan tentang etiologi penyakit impaksi gigi ?
4. Bagaimana penjelasan tentang patofisiologis penyakit impaksi gigi ?
5. Bagaimana penjelasan tentang manifestasi klinis penyakit impaksi gigi?
6. Bagaimana konsep teori tindakan operasi odontektomy ?
7. Bagaimana penjelasan tentang asuhan keperawatan anestesi perianestesi secara
teori penyakit impaksi gigi?
8. Apa yang dimaksud dengan general anestesi ?
9. Bagaimana penjelasan konsep teori general anestesi?

C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa diharapkan dapat memahami pengertian penyakit impaksi gigi
2. Mahasiswa diharapkan dapat memahami etiologi dari impaksi gigi
3. Mahasiswa diharapkan dapat memahami Anatomi dari impaksi gigi
4. Mahasiswa diharapkan dapat memahami patofisiologis dari impaksi gigi
5. Mahasiswa diharapkan dapat memahami manifestasi klinis dari impaksi gigi
6. Mahasiswa diharapkan dapat memahami konsep teori dari tindakan operasi
odontektomy
7. Mahasiswa diharapkan dapat memahami asuhan keperawatan anestesi perianestesi
secara teori dari penyakit impaksi gigi
8. Mahasiswa diharapkan dapat memahami pengertian dari general Anestesi
9. Mahasiswa diharapkan dapat memahami konsep teori dari general al Anestesi

D. Waktu dan Tempat


Hari/Tanggal : Selasa, 13 Januari 2022
Waktu : 09.30 WIB
Tempat : RS Islam Bontang - Kaltim
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Impaksi Gigi


1. Pengertian
Impaksi adalah gigi yang tidak dapat erupsi keposisi fungsional
normalnya,karena itu dikategorikan sebagai patologik dan membutuhkan
perawatan.7 Tidak semua gigi yang tidak erupsi adalah gigi impaksi, gigi yang
disebut impaksi apabila gigi tersebut gagal untuk bererupsi secara keseluruhan
kedalam kavitas oral dalam jangka waktu perkembangan yang
diharapkan.Penyebab impaksi ini biasanya oleh gigi didekatnya atau jaringan
patologis sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai
oklusi yang normal didalam deretan susunan gigi geligi lain yang sudah
erupsi.
Gigi ampaksi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh gigi tetangga, tulang
sekitar, jaringan patologis dan gigi yang posisinya tidak sesuai dengan lengkung
rahang. Gigi permanen manusia yang paling sering mengalami impaksi adalah gigi
molar ketiga bawah, lalu gigi molar ketiga atas selanjutnya gigi caninus atas.
Archer menulis bahwa frekwensi impaksi gigi molar ketiga atas yang terbanyak
dibandingkan dengan molar ketiga bawah (Kresnanda, 2008). Frekwensinya
berturut-turut gigi molar ketiga bawah, gigi molar ketiga atas, gigi caninus atas,
gigi premolar bawah, gigi caninus bawah, gigi premolar atas, gigi incisivus atas
atau bawah (Rusli, 2013)

2. Klasifikasi
Klasifikasi menurut PELL & GREGORY Berdasarkan hubungan letak
gigi molar ketiga bawah terhadap ramus mandibula dan distal molar
kedua bawah :
1. Kelas I : Dimana terdapat ruangan yang cukup untuk ukuran mesiodistal
mahkota gigi molar ketiga bawah antara ramus mandibula dan permukaan
distal gigi molar kedua bawah.
2. Kelas II : Ruangan antara permukaan distal gigi molar kedua bawah dan
ramus mandibula lebih kecil dari ukuran mesiodistal mahkota gigi molar
ketiga bawah.
3. Kelas III : Semua gigi molar ketiga bawah terletak dalam ramus mandibula.
Berdasarkan hubungan dengan dalamnya posisi gigi molar ketiga dalam tulang
rahang.
a. Posisi A : Bagian tertinggi dari gigi molar ketiga terletak di atas atau pada
batas garis oklusal gigi rahang bawah.
b. Posisi B : Bagian tertinggi dari gigi molar ketiga terletak di bawah garis
oklusal, tetapi masih di atas garis servikal dari gigi molar kedua.
c. Posisi C : Bagian tertinggi dari gigi molar ketiga terletak di bawah garis
servikal dari molar kedua.

3. Etiologi
Terjadinya gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Menurut
Berger, faktor-fator penyebab gigi impaksi
antara lain:
a. Kausa lokal
Faktor lokal yang dapat menyebabkan
terjadinya gigi impaksi ialah:
1. Posisi gigi yang abnormal
2. Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut
3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
4. Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi
5. Gigi desidui persistensi (tidak mau tanggal)
6. Pencabutan prematur pada gigi
7. Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa di sekitar gigi
8. Penyakit yang menimbulkan nekrosis tulang, antara lain karena inflamasi atau
abses
9. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anakanak
b. Kausa usia
Faktor usia juga turut berperan dalam menyebabkan terjadinya gigi impaksi
tanpa harus disertai kausa lokal, yaitu antara lain: kausa prenatal (faktor keturunan
dan miscegenation) dan kausa postnatal (riketsia,anemia, tuberkulosis,sifilis
kongenital ,gangguan kelenjar endokrin, dan malnutrisi).
Penyebab terjadinya mandibula sempit cukup kompleks dan hal ini terutama
disebabkan karena pertumbuhan tulang yangkurang sempurna. Terdapat teori lain
yang mengatakan bahwa pertumbuhan rahang dan gigi mempunyai tendensi
bergerak maju ke arah depan. Bila pergerakan ini terhambat oleh sesuatu yang
merintanginya, bisa terjadi impaksi gigi. Sebagai contoh,
adanya infeksi, trauma, malposisi gigi, ataugigi susu yang tanggal sebelum
waktunya. (Lita & Hadikrishna, 2020).

4. Anatomi Fisiologi
Gigi adalah sekelompok organ keras yang ditemukan pada bagian rongga
mulut. Kita menggunakannya untuk mengunyah makanan menjadi potongan-
potongan kecil agar mudah diproses oleh tahap selanjutnya pada sistem pencernaan
manusia.
1. Anatomi gigi
Anatomi gigi dapat dibagi menjadi dua bagian utama: mahkota dan akar.
Dapat ditemukan diatas garis gusi, mahkota merupakan bagian terbesar yang
terlibat dalam proses mengunyah makanan. Merujuk pada istilahnya, bagian
mahkota memiliki banyak “tonjolan” di atas permukaan untuk membantu
dalam proses mengunyah makanan. Di ba!ah garis gusi adalah wilayah yang
disebut akar, yang menjadi penyangga gigi ke bagian soket tulang dan
dikenalsebagai alveolus.Akar memiliki bentuk meruncing yang menyerupai
akar tanaman, dan masing-masing dari gigi memiliki antara satu sampai tiga
akar. Permukaan luar akar ditutupi oleh tulangcampuran, seperti kalsium dan
serat kolagen yang dikenal sebagai cementum. Cementum menyediakan
pegangan untuk sendi periodontal yang menjadi jangkar dari daerah di sekitar
akar alveolus.
2. Lapisan
masing-masing organ gigi yang terdiri dari tiga lapisan yaitu pulpa, dentin dan
enamel
3. Pulpa
Pulpa adalah sebuah wilayah vaskular jaringan ikat lunak di bagian
tengah.pembuluh darah kecil dan serabut saraf memasuki pulpa melalui
lubang-lubang kecil di bagian ujung akar untuk mendukung struktur luar sel-sel
utama atau stem cells yang dikenal sebagai odontoblas membentuk dentin gigi
di bagian tepi pulpa.
4. Dentim
Disekitar pulpa adalah bagian dentin koma merupakan bagian yang keras
terbentuk dari lapisan jaringan mineral titik struktur dentin jauh lebih keras
dibandingkan dengan struktur Apa karena adanya serat kolagen dan
hidrosiapatit yakni mineral kalsium fosfat dan merupakan salah satu bahan
yang paling kuat yang ditemukan di alam struktur lapisan dentin memiliki pori-
pori sehingga memungkinkan nutrisi dan bahan-bahan yang diproduksi di
pulpa menyebar ke bagian lain dari Gigi.
5. Enamel
Enamel adalah lapisan luar dari bagian mahkota. Enamel adalah substansi
yang paling keras yang terdapat dalam tubuh dan dibuat secara eksklusif oleh
hydro hidrosiapatit. (Siagian, 2013b)

5. Fisiologi
Setiap benih gigi diselubungi oleh kantung yang akan menghilang apabila
erupsi berlangsung normal. Pada gigi impaksi totalis, kantung tersebut dapat
mengalami degenerasi kistik, menjadi kantung patologis berisi cairan, disebut kista
dentigerous atau kista folikular. Pembesaran kista pada rahang mengakibatkan
destruksi tulang. Kista juga akan menghuni dan membuat rongga luas dalam tulang.
Hal itu akan menimbulkan asimetri wajah, dan dapat pula menyebabkan fraktur
rahang patologis. Kista dentigerous yang terbentuk oleh impaksi totalis gigi bungsu
atas, bahkan dapat dengan bebas mengisi sinus maksilaris, menembus dinding
lateral sinus sehingga menimbulkan benjolan pada pipi.
Kista dentigerous bahkan dapat berkembang menjadi tumor yaitu
ameloblastoma. Ameloblastoma dapat membesar, merupakan massa jaringan
fibrous yang padat dan mendesak gigi geligi di sekitarnya sehingga lengkung
rahang berubah. Mengingat sifat neoplasma tersebut yang secara klinis ganas pada
daerah yang terbatas, diperlukan perawatan radikal berupa reseksi rahang
(blok/parsial/total), sekaligus odontektomi gigi bungsu yang impaksi totalis
tersebut. (Rahayu, 2014)

6. Patofisiologi
Masalah yang sering dikeluhkan oleh mereka dengan gigi molar ketiga impaksi
yaitumerasa kurang nyaman melakukan hal-hal yang berhubungan dengan
ronggamulut.Tanda-tanda umum dan gejala terjadinya gigi impaksi ialah:
a. Inflamasi, yaitu pembengkakan di-sekitar rahang dan warna kemerahan pada
gusidisekitar gigi yang diduga impaksi.
b. Resorpsi gigi tetangga karena letak be-nih gigi yang abnormal
c. .Kista (folikuler).
d. Rasa sakit atau perih disekitar gusi atau rahang dan sakit kepala
yanglama(neuralgia).
e. Fraktur rahang (patah tulang rahang).

7. Manifestasi Klinis
1.Gigi hanya muncul sedikit di permukaan gusi
2. Nyeri pada rahang
3. Sakit kepala berkepanjangan
4. Gusi bengkak dan kemerahan di sekitar gigi terpendam
5. Kesulitan membuka mulut
6. Kelenjar leher membengkak
7. Sakit gigi saat menggigit, terutama di bagian yang mengalami impaksi gigi

8. Komplikasi
Komplikasi Gigi Bungsu Impaksi Gigi bungsu impaksi, dapat terjadi tanpa
gejala atau hanya menimbulkan rasa nyeri tumpul pada rahang, yang menyebar
sampai ke leher, telinga dan daerah temporal (migrain). Hal itu terjadi akibat
penekanan gigi pada nervus alveolaris inferior yang terletak didekatnya.Gigi
impaksi yang tidak ditangani dengan baik, dapat menimbulkan komplikasi serius,
seperti karies dentis,infeksi dan pembentukan kista atau tumor.
Pada saat pengambilan M3 dapat terjadi komplikasi berupa:
1. Perdarahan karena pembuluh darah terbuka
2. Kerusakan pada gigi M2 karena trauma alat
3. Rasa sakit
4. Parestesi pada lidah dan bibir
Dalam literatur dikatakan bahwa 96 % pasien dengan trauma pada n. alveolaris
inferior dan 87 % pasien dengan trauma pada n. ligualis akan sembuh secara
spontan ( Dym & Ogle, 2001)
5. Trismus karena iritasi syaraf
6. Infeksi/peradangan
7. Biasanya disertai dengan pembengkakan, dapat ditanggulangi dengan
membuka jahitan, irigasi dengan larutan antiseptik dan diberi antibiotik
8. Fraktur mandibula
9. Dry socket
10. Emfisema : pembengkakan yang timbul karena terjebaknya udara di dalam
jaringan lunak akibat penggunaan bor high speed. (Rahayu, 2014)

9. Pemeriksaan Penunjang
a. teknik Panoramic : Teknik ini memberi gambaran radiografi dari kedua rahang
dan jaringan disekitarnya secara menyeluruh dalam satu film. kegunaannya
untuk perawatan orthodonsiperkiraan lesi-lesi pada tulang, perkiraan molar
ketiga dan lain-lain.
b. foto oklusal : untuk mengetahui benda asing di dalam tulang rahang dan Batu di
dalam saluran glandula saliva mengetahui tempat yang tepat dari akar gigi, gigi
super numeri dan Gigi impaksi. (Siagian, 2013b)
10. Penatalaksaan medis
Pertumbuhan rahang yang kurang sempurna atau ketidak seimbangan
antara besarnya gigi dan besarnya rahang. Keadaan ini dapat menyebabkan
maloklusi, sebab gigi molar ketiga adalah gigi terakhir bererupsi dan
tidakmendapatkan ruangan yang cukup pada lengkung rahang, pengeluaran gigi
molar ketiga hampir selalu diindikasikan sebelum perawatan orthodonti untuk
merawat maloklusi oleh karena letak gigi yang berdesakan.Erupsi sebagian atau
impaksi, Erupsi yang tertahan juga merupakan prophylactic gigi molar ketiga,
utamanya bila operkulum di atas mahkota gigi selalu terkena trauma dan adanya
hypertrophy gingival. ( Bianto,2011)
Menurut Pederson (1996) ada 6 tahap untuk pencabutan gigi molar
ketiga rahang bawah impaksi, yaitu (Paramaputri, 2014) :
1. Sedasi, persyaratan pertama untuk keberhasilan pembedahan gigi impaksi
adalah pasien yang rileks dan anastesi lokal yang efektif atau pasien yang
teranastesi dengan baik. Pemberian sedatif oral tertentu pada sore hari
sebelum dan satu jam sebelum pembedahan merupakan teknik yang bisa
diterima. Sering kali anastesi umum merupakan pilihan yang cocok untuk
pembedahan impaksi.
2. Desain flap, ada pendapat bahwa persyaratan kedua untuk pembedahan
impaksi adalah flap yang didisain dengan baik dan ukurannya cukup. Flap
mandibula yang sering digunakan adalah envelope tanpa insisi tambahan,
direfleksikan dari leher molar pertama dan molar kedua tetapi dengan
perluasan distal kearah lateral atau bukal kedalam region molar ketiga.
Aspek lingual mandibula dihindari untuk mencegah cedera pada nervous
lingualis. Flap serupa digunakan pada lengkung rahang atas, tetapi
diletakkan diatas tuberositas sedangkan perluasan distalnya tetap ke lateral
atau bukal.
Jalan masuk menuju molar ketiga impaksi yang dalam pada kedua lengkung
rahang sering diperoleh dengan insisi serong tambahan ke anterior.
3. Pengambilan tulang, pengambilan tulang mandibula terutama dilakukan
dengan bur dan dibantu dengan irigasi saluran saline.Teknik yang bisa
digunakan adalah membuat parit sepanjang bukal dan distal mahkota
dengan maksud melindungi crista oblique externa namun tetap bisa
mendapatkan jalan masuk yang cukup kepermukaan akar yang akan
dipotong.
4. Pemotongan yang terencana, gigi yang impaksi biasanya dipotongpotong.
Kepadatan dan sifat tulang mandibula menjadikan pemotongan terencana
pada kebanyakan gigi impaksi menjadi sangat penting apabila ingin
diperoleh arah pengeluaran yang tidak terhalang. Tindakan ini harus
dilakukan secara hati-hati untuk menghindari fraktur dinding alveolar
lingual atau tertembusnya bagian tersebut dengan bur karena ada
kemungkinan terjadi cedera nervous lingualis. Dasar pemikiran dari
pemotongan adalah menciptakan ruang yang bisa digunakan untuk
mengungkit dan mengeluarkan segmen mahkota atau sisa akar.
5. Tindakan sesudah pencabutan gigi, sesudah gigi impaksi berhasil
dikeluarkan dengan baik, sisa-sisa folikel dibersihkan seluruhnya.
Kegagalan melakukan hal ini bisa mengakibatkan penyembuhan yang lama
atau perkembangan patologis dari sisa epitel odontogenik. Setelah folikel
dibersihkan, alveolus diirigasi dengan saline dan diperiksa dengan teliti.
Yang penting bekenaan dengan impaksi gigi bawah adalah kondisi bundel
neurovascular alveolaris inferior yang sering terjadi pada kedalaman
alveolus. Semua potongan gigi dan serpihan tulang juga serpihan periosteu
dan mukosa harus dihilangkan. Tepi-tepi tulang harus dihaluskan dengan
bur dan kikir tulang. Penjahitan dilakukan terutama untuk menstabilkan
jaringan terhadap processus alveolaris dan terhadap aspek distobukal molar
kedua didekatnya. Foto sinar-X dibuat sesudah operasi selesai untuk kasus-
kasus yang sulit dimana ada kemungkinan terjadi fraktur mandibula atau
cedera struktur sekitarnya.
6. Intruksi pasca bedah, tekankan perlunya meminum obat analgesik sebelum
rasa sakit timbul, seperti juga aplikasi dingin untuk mengontrol
pembengkakan. Obat-obat pengontrol rasa sakit sesudah pembedahan
biasanya lebih potent daripada yang diresepkan sesudah pencabutan dengan
tang. Puncak rasa sakit sesudah pembedahan impaksi adalah selama
kembalinya sensasi daerah operasi sedangkan pembengkakan maksimal
biasanya terjadi 24 jam pasca pencabutan.
7. Tindak lanjut, kontrol dilakukan pada saat melepas jahitan, biasanya hari
keempat atau kelima sesudah operasi pada kunjungan ini daerah operasi
diperiksa dengan teliti yaitu mengenai penutupan mukosa dan keberadaan
beku darah. (Siagian, 2013a)

B. Konsep Teori Odontektomi


1. Pengertian
Odontektomi merupakan prosedur umum yang dilakukan pada gigi impaksi.
Gigi molar ketiga merupakan gigi yang paling sering mengalami impaksi. Istilah
odontektomi digunakan dalam tindakan operasi untuk mengeluarkan gigi impaksi.
Gigi Impaksi merupakan salah satu gangguan perkembangan dan pertumbuhan gigi-
geligi. Frekuensi gangguan perkembangan dan pertumbuhan terbanyak pada gigi
molar ketiga baik dirahang bawah maupun di rahang atas diikuti gigi kaninus rahang
atas,premolar rahang bawah, kaninus rahang bawah, premolar rahang atas,insisivus
sentralis rahang atas dan insisivus lateralis rahang atas.Odontektomi sebagai upaya
mengeluarkan gigi impaksi yang dilakukan dengan tindakan pembedahan yang
meliputi pembuatan flap dan pengambilan tulang yang mengelilinginya.
Odontektomi sebaiknya dilakukan pada saat pasien masih muda yaitu pada usia 25-
26 tahun sebagai tindakan profilaktik atau pencegahan terhadap terjadinya patologi
(Rahayu, 2014).

2. Kontraindikasi
a. Pasien yang tidak menghendaki giginya dicabut
b. Pasien yang gigi molar ketiganyadiperkirakan akan erupsi secara normaldan dapat
berfungsi dengan baik
c. Pasien dengan riwayat penyakit sistemik dan resiko komplikasi dinilaitinggi
d. Kemungkinan besar akan terjadi kerusakan pada struktur pentingdisekitarnya atau
kerusakan tulang pendukung yang luas (Lita & Hadikrishna, 2020)

C. Konsep Teori General Anestesi


1. Pengertian
General anestesi adalah keadaan tak sadar tanpa rasa nyeri (dengan reflek
otonomik minimal) yang reversibel karena pemberian obat-obatan. Anestesi inhalasi,
anestesi intravena, anestesi intravaskular, anestesi perrektal adalah sub-sub bagian
dari general anestesi, serta menunjukan jalur masuknya obat ke dalam tubuh
(Soenarjo dan Jatmiko, 2010). Perbedaan dengan anestesi lokal antara lain, jika pada
anestesi lokal hilangnya rasa sakit setempat sedangkan pada general anestesi seluruh
tubuh. Pada anestesi lokal yang terpengaruh terhadap anestesi adalah saraf perifer,
sedangkan pada general anestesi yang terpengaruh syaraf pusat serta pada anestesi
lokal tidak akan terjadi kehilangan kesadaran (Hasyim, Samodro, Sasongko, &
Leksana, 2012).
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan general anestesi terdapat beberapa
teknik yang dapat dilakukan adalah general anestesi denggan teknik intravena
anestesi dan general anestesi dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka)
dan dengan teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube atau gabungan
keduanya inhalasi dan intravena (Hasyim et al., 2012).
2. Indikasi
Diindikasikan untuk prosedur bedah singkat, beberapa literatur menyebutkan ≤
60 menit,1 ≤ 90 menit,2 ≤ 120 menit;3 prosedur bedah terbuka maupun tertutup; pada
ekstremitas atas atau bawah, dimana anatomis sistem pembuluh darahnya dapat
dioklusi, contohnya operasi jaringan lunak perifer (ganglionektomi, eksisi massa),
rilis carpal tunnel syndromme, rilis kontraktur, reduksi dislokasi/ fraktur tulang jari,
repair nervus digitalis.1 Raj PP (2003) menyebutkan untuk alasan kenyamanan
sebaiknya daerah operasi dibatasi dibawah siku untuk ekstremitas atas dan di bawah
lutut untuk ekstremitas bawah.

3. Kontra Indikasi
 Pasien menolak.
 Pada ekstremitas yang akan dilakukan IVRA terdapat crush injuries,
compound fractures, cedera vaskuler berat, infeksi lokal di kulit, misalnya
selulitis, trombofl ebitis.
 Riwayat alergi obat anestesi lokal.

4. Teknik
Teknik General Anestesi menurut Mangku dan Senapathi (2010), dapat dilakukan
dengan 3 teknik, yaitu:
a) General Anestesi Intravena
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat
anestesi parenteral langsung ke dalampembuluh darah vena.
b) General Anestesi Inhalasi
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan memberikan
kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah
menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
c) Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan
baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi
teknik general anestesi dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi
secara optimal dan berimbang, yaitu:
 Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obathipnotikum atau
obat anestesi umum yang lain.
 Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik opiat
atau obat general anestesi atau dengan cara analgesia regional.
 Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh otot
atau general anestesi, atau dengan cara analgesia regional.

5. Komplikasi
 Memiliki riwayat atau keluarga yang alergi terhadap obat anestesi.
 Mengonsumsi alkohol.
 Menggunakan obat-obatan terlarang.

6. Alat anestesi :
S : Stetoskop dan laringoskop
T : Ett dan Lma
A : Ambubag , opa dan npa
T : Plaster atau hypafix
I : Stilet dan forcep mangil
C : Conektor ( penghubung )
S : Suction
7. Klasifikasi ASA
Kelas Stasus fisik Contoh
ASA I Seorang pasien yang normal Sehat, tidak merokok, tidak
dan sehat, selain penyakit yang mengkonsumsi atau
akan dioperasi. mengkonsumsi alkohol secara
minimal.
ASA II Seorang pasien dengan Gangguan sistemik ringan, tanpa
penyakit sistemik ringan batasan aktivitas fungsional.
sampai sedang. Contohnya termasuk (namun tidak
terbatas pada): perokok saat ini,
peminum alkohol sosial, wanita
hamil, obesitas (30<BMI<40),
wellcontrolled DM/hipertensi.
ASA III Seorang pasien dengan Gangguan sistemik berat, dengan
penyakit sistemik berat yang keterbatasan fungsional. Satu atau
belum mengancam jiwa. lebih penyakit moderat/sedang
hingga penyakit berat. Contohnya
termasuk (namun tidak terbatas
pada): DM tidak terkontrol atau
hipertensi, PPOK, obesitas
(BMI≥40), hepatitis aktif,
ketergantungan alkohol, implan
alat pacu jantung, pengurangan
fraksi ejeksi, End Stage Renal
Disease (ESRD) yang menjalani
hemodialisis secara teratur, bayi
prematur PCA < 60 minggu,
sejarah (>3 bulan) dari MI, CVA,
TIA, CAD.

ASA IV Seorang pasien dengan Contohnya termasuk (namun tidak


penyakit sistemik berat yang terbatas pada): (< 3 bulan) MI,
mengancam jiwa. iskemia jantung yang sedang
berlangsung atau disfungsi katup
yang berat, penurunan berat fraksi
ejeksi, sepsis, DIC, ESRD yang
tidak menjalani dialisis secara
teratur.
ASA V Penderita sekarat yang Kemungkinan tidak bertahan
mungkin tidak bertahan dalam hidup >24 jam tanpa tindakan
waktu24 jam dengan atau tanpa operasi, kemungkinan meninggal
pembedahan, kategori ini dalam waktu dekat (kegagalan
meliputi penderita yang multiorgan, sepsis dengan
sebelumnya sehat, disertai keadaan hemodinamik yang tidak
dengan perdarahanyang tidak stabil, hipotermia, koagulopati
terkontrol, begitu juga tidak terkontrol)
penderita usia lanjut dengan
penyakit terminal.
ASA VI Pasien dengan brain dead yang
organnya akan diambil untuk
didonorkan.

D. Asuhan Keperawatan Perianestesi

1. Pre Anestesi
a. Pengkajian Pre Anestesi
- Keluhan utama
- Riwayat penyakit
- Riwayat operasi/anestesi
- Riwayat alergi
- Tanda-tanda vital pasien
- Tinggi/ berat badan pasien
- Status emosional
- Tingkat kecemasan
- Skala nyeri menurut VAS
b. Analisa Data
Data analisa seperti data subjek adan objek digunakan untuk membuat
diagnosa, tujuan, perencanaan, implementasi dan evaluasi post anestesi.

c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi Pre Anestesi


1) Dx : Nyeri akut berhubungan dengan multiple impaksi gigi
Tujuan : Individu akan menyatakan berkurangnya nyeri setelah
diberikan tindakan pereda nyeri yang memuaskan
Kriteria Hasil :
a. Skala nyeri berkurang dengan skala 3-2
b. Ekspresi wajah tampak tenang dan nyaman.
c. Menyebutkan faktor yang meningkatkan nyeri
Rencana Tindakan :
a. Kaji tingkat skala nyeri
b. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut
c. Ajarkan tentang tindakan pereda nyeri non invasif
d. kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
pereda nyeri Evaluasi :
a. Skala nyeri apakah sudah berkurang
b. Tanda-tanda vital pasien terutama peningkatan tekanan darah dalam batas
normal
c. Frekuensi nafas pasien dalam batas normal
d. Ekspresi wajah pasien (masih menunjukkan tanda-tanda nyeri seperti
meringis)

2) Dx : Ansietas berhubungan dengan tindakan operasi yang akan


dilakukan ditandai dengann rasa cemas
Tujuan : Pasien akan menyatakan peningkatan kenyamanan
psikologis da, fisiologis
Kriteria Hasil :
a. Wajah klien tidak tampak cemas dan gelisah
b. Rasa takut dan cemas klien menurun, dengan tingkat ansietas ringan.
c. klien tampak tenang dan kooperatif.
d. Frekuensi nadi dalam rentan normal yaitu 60-
100 x/menit Rencana Tindakan :
a. Kaji tingkat ansietas
b. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
c. Dampingi klien dan perlihatkan rasa empati untuk mengurangi rasa cemas
d. Jelaskan jenis prosedur tindakan anestesi yang akan dilakukan.
e. Monitor tanda tanda vital
f. Lakukan kolaborasi untuk memberikan obat
penenang Evaluasi :
a. Tingkat ansietas
b. Tanda-tanda vital pasien terutama nadi pasien
c. Frekuensi nafas pasien
d. Evaluasi ekspresi wajah pasien

2. Intra Anestesi
a. Pengkajian Intra Anestesi
- Persiapan pasien
- Persiapan alat anestesi
- Persiapan obat-obatan anestesi
- Pelaksaanaan anestesi
- Monitoring tanda-tanda vital pasien
- Monitoring respon dan frekuensi nafas pasien
b. Analisa Data
Data analisa seperti data subjek dan objek digunakan untuk membuat
diagnosa, tujuan, perencanaan, implementasi dan evaluasi post anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan/implementasi dan Evaluasi intra anestesi
1) Dx : Bersihan jalan napas tidak efektif b/d mukus banyak, sekresi
tertahan efek dari general anestesi dan tindakan pembedahan area
mulut.
Tujuan : bersihan jalan napas
pasien efektif. Kriteria hasil :
a. Pola napas normal : frekuensi dan kedalaman, irama.
b. Suara napas bersih.
c. Tida
k
sianosis.
Rencana
tindakan:
a. Atur posisi pasien.
b. Pantau tanda-tanda ketidak efektifan dan pola napas.
c. Ajarkan dan anjurkan batuk efektif.
d. Pantau respirasi dan status oksigenasi.
e. Buka jalan napas dan bersihkan sekresi.
f. Beri oksigenasi dan ajarkan napas dalam.
g. Auskultasi suara napas dan pantau status oksigenasi dan
hemodinamik. Evaluasi :
a. Jalan napas efektif.
b. Napas pasien spontan dan teratur.
c. Tidak ada tanda-tanda sianosis.
d. Status hemodinamik pasien stabil.
2) Dx : Resiko aspirasi berhubungan dengan efek obat
anestesi Tujuan : Individu akan menyatakan mampu, supaya
tidak terjadi aspirasi Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat bernafas dengan mudah, frekuensi pernafasan normal.
b. Jalan nafas paten mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada
suara nafas abnormal.
Rencana Tindakan :
a. Pantau tanda-tanda aspirasi
b. Pantau tingkat kesadaran : reflek batuk, reflek muntah
c. Pantau bersihan jalan napas dan
status paru. Evaluasi :
a. Resiko aspirasi berkurang
b. Ttv pasien dalam batas normal
c.
3. Post Anestesi
a. Pengkajian Post Anestesi
1. Penilaian pasien dengan skala aldert score
2. Monitor keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien
3. Pantau status respirasi bersihan jalan nafas pasien
b. Analisa Data
Data analisa seperti data subjek adan objek digunakan untuk membuat
diagnosa, tujuan, perencanaan, implementasi dan evaluasi post anestesi.
c. Diagnosa, Tujuan, Perencanaan dan Evaluasi Post Anestesi
1) Dx : Resiko jatuh berhubungan dengan tindakan general anestesi
Tujuan : individu akan mengatakan lebih jarang terjatuh dan tidak terlalu
takut jatuh Kriteria hasil :
a. Klien aman dan bebas dari resiko jatuh
b. Skala morse dengan nilai 0-24
c. Klien mengatahui cara mengatasi
resiko jatuh Rencana tindakan :

a. Ajarkan klien tentang upaya pecegahan resiko jatuh


b. Menaikkan bedtrail klien
c. Menentukan skala morse
d. Kaji ulang adanya faktor-faktor
resiko jatuh Evaluasi
a. Tidak ada tanda dan gejala resiko jatuh
b. Pasien merasa aman dan nyaman
c. Pasien memahami cara pencegahan resiko jatuh
BAB III

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI


PASIEN TN. M DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI ODONTECTOMY
DENGAN GENERAL ANESTESI DI RUANG IBS RS ISLAM BONTANG KALTIM
PADA TANGGAL 13 JANUARI 2022

I. PENGKAJIAN
1) Pengumpulan Data

1. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : TN. M
Umur : 35 tahun
Jeniskelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : Akademi
Pekerjaan : Guru
Suku Bangsa : Bugis
Status perkawinan` : Menikah
Golongan darah :A
Alamat :
No. CM : 22.33.04.56
Diagnosa medis : Gigi Impaksi
Tindakan Operasi : Odontectomy
Tanggal MRS : 12 Januari 2022
Tanggal pengkajian : 13 Januari 2022
Jam Pengkajian : 09.00 WIB
Jaminan : BPJS 1

2) Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. Y
Umur : 30 tahun
Jeniskelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : Akademi
Pekerjaan : Guru
Suku Bangsa : Bugis
Hubungan dg Klien : Istri
Alamat :

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
a. Saat Masuk Rumah Sakit
P : Pasien mengeluh sakit gigi dan pusing kurang lebih 1 bulan

Q : Pasien mengatakan nyeri cekot-cekot

R : Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan sampai kepala

S : Skala nyeri 7, Nyeri sedang

T : Pasien mengatakan nyeri hilang timbul bertambah saat makan atau


aktivitas

b. Saat Pengkajian
P : Pasien mengeluh sakit gigi dan pusing kurang lebih 1 bulan
Q : Pasien mengatakan nyeri cekot-cekot
R : Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan sampai kepala
S : Skala nyeri 6, Nyeri sedang
T : Pasien mengatakan nyeri hilang timbul bertambah saat makan atau
aktivitas
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS dengan keluhan sakit gigi dan pusing kurang lebih 1
bulan, nyeri cekot-cekot dengan skala 6 (sedang), nyeri hilang timbul dan
bertambah saat makan atau aktivitas. Pasien akan dilakukan pembedahan
mulut atas indikasi impaksi gigi geraham kanan-kiri pada 13 Januari 2022.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan belum pernah sakit gigi seperti ini sebelumnya.

4) Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keluarga .

5) Riwayat Kesehatan
- Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit?
Tidak
- Riwayat operasi sebelumnya : Belum
- Riwayat anestesi sebelumnya Belum
- Apakah pasien pernah mendapatkan transfusi darah?
Tidak
- Apakah pasien pernah didiagnosis penyakit menular?
Tidak
-
6) Riwayat pengobatan/konsumsi obat:
a) Obat yang pernah dikonsumsi: paracetamol
b) Obat yang sedang dikonsumsi: paracetamol

7) Riwayat Alergi : tidak

8) Kebiasaan :
a) Merokok : tidak , jika ya,jumlah :
b) Alkohol : tidak , jika ya,jumlah :
c) : , jika ya,jumlah :
Kopi/teh/soda

c. Pola Kebutuhan Dasar


1) Udara atau
oksigenasi
Sebelum
Sakit
- Gangguan pernafasan : Tidak ada
- Alat bantu pernafasan : Tidak ada
- Sirkulasi udara : Baik
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya :-
Saat Ini
- Gangguan pernafasan : Tidak ada
- Alat bantu pernafasan : Tidak ada
- Sirkulasi udara : Baik
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya :-

2) Air /
Minum
Sebelu
m Sakit
- Frekuensi : 5-6 kali/hari
- Jenis : Air putih
- Cara : Melalui mulut
- Minum Terakhir :-
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya :-
Saat Ini
- Frekuensi : 5-6 kali/hari
- Jenis : Air putih
- Cara : Melalui mulut
- Minum Terakhir : 23.00 WIB
- Keluhan :-
- Lainnya :-

3) Nutrisi/
makanan
Sebelum
Sakit
- Frekuensi : 3 kali/hari
- Jenis : Nasi, sayur, lauk, pauk
- Porsi : Sedang
- Diet khusus : Tidak ada
- Makanan yang disukai : Manisan
- Napsu makan : Baik
- Puasa terakhir :-
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya :-
Saat ini
- Frekuensi : 3 kali/hari
- Jenis : Nasi, sayur, lauk, pauk
- Porsi : Sedang
- Diet khusus : Tidak ada
- Makanan yang disukai : Manisan
- Napsu makan : Baik
- Puasa terakhir : 23.00 WIB
- Keluhan : Nyeri bila mengunyah makanan yang keras
- Lainnya :-

4) Eliminasi
a) BAB
Sebelu
m sakit
- Frekuensi : 1 kali/hari
- Konsistensi : Lembek
- Warna : Kuning
- Bau : Khas
- Cara (spontan/dg alat) :Spontan
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya :-

Saat ini
- Frekuensi : 1 kali/hari
- Konsistensi : Lembek
- Warna : Kuning
- Bau : Khas
- Cara (spontan/dg alat) : Spontan
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya :-
b) BAK
Sebelum sakit
- Frekuensi : 5 kali/hari
- Konsistensi : Cair
- Warna : Kuning
- Bau : Amoniak
- Cara (spontan/dg alat) : Spontan
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya :-
Saat ini
- Frekuensi : 5 kali/hari
- Konsistensi : Cair
- Warna : Kuning
- Bau : Amoniak
- Cara (spontan/dg alat) : Spontan
- Keluhan : Tidak ada
- Lainnya :-

5) Pola aktivitas dan istirahat


a) Aktivitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Berpindah 
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang
lain danalat, 4: tergantung total
b) Istirahat
Dan Tidur
Sebelum
sakit
- Apakah anda pernah mengalami insomnia? Tidak
- Berapa jam anda tidur: malam 6 jam, siang 1
jam
Saat ini
- Apakah anda pernah mengalami insomnia? Kadang
- Berapa jam anda tidur: malam 6 jam, siang kurang lebih 1 jam
-
6) Interaksi Sosial
- Hubungan dengan lingkungan masyarakat, keluarga, kelompok, teman
baik. Pasien mengatakan sering bekumpul dengan teman kerja.

7) Pemeliharaan Kesehatan
- Rasa Aman :-
- Rasa Nyaman : -
- Pemanfaatan pelayanan kesehatan : Fasilitas kesehatan

8) Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam kelompok


sosialsesuai dengan potensinya.
- Konsumsi vitamin : Vitamin C
- Imunisasi : Lengkap
- Olahraga : 1 minggu sekali
- Upaya keharmonisan keluarga: Meluangkan waktu berkumpul bersama
keluarga
- Stres dan adaptasi : Liburan
2. Pemeriksaan
Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : komposmetis
GCS : Verbal 5 Motorik 6 Mata 4
Penampilan : tampak sakit sedang
Tanda-tanda Vital
TD 115/75
N 115 x/mnt
RR 18 x/mnt
Suhu tubuh 36,8,
Skala Nyeri: 6
BB: 60 Kg, TB: 156 Cm

b. Pemeriksaan 6 B
1) B1 (BREATH
- Wajah:
□ Normal □ Dagu Kecil () Edema
□ Gigi palsu □ Gigi goyang □ Gigi maju () Gigi impaksi
() Kumis/ jenggot □ mikrognathia □ Hilangnya gigi
- Kemampuan membuka mulut < 3 cm □ Ya () Tidak
- Jarak Thyro - Mental < 6 cm □Ya □Tidak
- Cuping hidung □Ya () Tidak
- Mallampati Skor :□I □ II □ III □ IV
- Tonsil : □ T0 □ T1 □ T2 □ T3 □ T4
- Kelenjar tiroid : Tidak membesar
- Obstruksi Jalan Napas

() Tidak ditemukan □ Tumor

□ Gigi maju □ Stridor


- Bentuk Leher : () Simetris □ Asimetris
 Mobilitas Leher : Bebas
 Leher pendek : □Ya () Tidak
 Dapatkah pasien menggerakkan rahang ke depan?
() Ya □ Tidak
 Dapatkah pasien melakukan ekstensi leher dan kepala?
() Ya □ Tidak

 Apakah pasien menggunakan collar?


□ Ya () Tidak
- Thorax:
 Bentuk thorax : Normal
 Pola napas : Spontan
 Retraksi otot bantu napas : Tidak ada
 Perkusi paru : () sonor □ hipersonor □ dullness
 Suara napas : □ ronchi □ wheezing () vesikuler □
bronchial □bronkovesikular

2) B2 ( BOOD )
- Konjungtiva : □ anemis () tidak
- Vena jugularis : □ ya ()
pembesaran tidak
- BJ I : () tunggal □ ganda () regular □ irreguler
- BJ II : () tunggal □ ganda () regular □ irregular
- Bunyi jantung tambahan: BJ III □ murmur

3) B3 ( BRAIN )
- Kesadaran : () kompomentis □ apatis □ delirium □ somnolen □ sopor
□ koma
- GCS : Verbal 5 Motorik: 6 Mata : 4
- Reflek fisiologis
a. Reflek bisep ( + )
b. Reflek trisep ( + )
c. Reflek brachiradialis ( + )
d. Reflek patella ( + )
e. Reflek achiles ( + )
- Reflek Pathologis tidak ada

4) B4 ( BOWEL )
- Frekuensi peristaltic usus : 10 x/menit
- Titk Mc. Burney : □ nyeri tekan □ nyeri lepas
- Borborygmi : □Ya () Tidak □ nyeri menjalar
- Pembesaran hepar : □Ya () Tidak
- Distensi : □Ya () Tidak
- Asites : □ shiffing dullness □ undulasi
5) B4 ( BLADER)
- Buang air kecil : () Spontan □Tidak
- Terpasang kateter : □Ya () Tidak
- Gagal ginjal : □Ya () Tidak
- Infeksi saluran kemih : □Ya () Tidak
- Produksi urine : 700 cc
- Retensi urine : □Ya () Tidak

6) B6 ( BONE )
a) Pemeriksaan Tulang Belakang : Normal
b) Pemeriksaan Ekstremitas
- Ekstremitas Atas
 Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-)
Fraktur (-)
IV line: terpasang di tangan kanan ukuran abocatch 20
Tetesan 20 tpm
 Palpa
si
Perfus
i:
Baik
CRT: <3 dtk
Edema : -
Lakukan uji kekuatan otat : (
5 )Lainnya: -
- Ekstremitas Bawah :
 Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-)
Fraktur (-)
 Palpa
si
Perfus
i:
Baik
CRT: <3 dtk
Edema : -
Lakukan uji kekuatan otat : (
5 )Lainnya: -
Kesimpulan palpasi ekstermitas :

- uji kekuatan otot : 5 5 5 5


3. Data Penunjang Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
Parameter Hasil Nilai
Normal
Hemoglobin 10,6 12-16 g/dl
Leukosit 11.420 4.800-
10.800/UL
Hematokrit 31,2 35-47 %
Trombosit 315.000 150.000-
400.000/UL
Waktu 2’30” 1’-3’
Perdarahan
Waktu 5’ 2’-6’
Pembekuan
HbsAg Negatif Negatif
GDS 74 < 200 mg/dl

b. Pemeriksaan Radiologi :
Hasil Pemeriksaan radiologi : Gigi geraham tampak impaksi kanan-kiri
c. Lain-lain : -

4. Therapi Saat ini :


- Paracetamol 4x500 mg
- Ceftriaxone 2x1 gr
5. Kesimpulan status fisik (ASA): ASA 1

6. Pertimbangan Anestesi
a. Faktor penyulit: Tidak ada
b. Jenis Anestesi: General Anestesi
c. Indikasi: Odontectomy
d. Teknik Anestesi: Nasoendotracheal tube
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 Data Subyektif : Agen cidera biologis Nyeri akut
P : Pasien mengeluh sakit gigi dan
pusing kurang lebih 1 bulan
Q : Pasien mengatakan nyeri
cekot-cekot
R : Pasien mengatakan nyeri yang
dirasakan sampai kepala
S : Skala nyeri 6, Nyeri sedang
T : Pasien mengatakan nyeri
hilang timbul bertambah saat
makan atau aktivitas
Data Obyektif :
 Pasien terlihat nyeri
 TTV
TD 115/75
N 115 x/mnt
RR 18 x/mnt
 Suhu tubuh 36,8
 Gusi geraham kanan-kiri
tampak bengkak
2 Data Subyektif : Ancaman status terkini Ansietas
Pasien mengatakan cemas akan
dioperasi
Data Obyektif :
 Pasien Tampak cemas
 TTV
TD 115/75
N 115 x/mnt
RR 18 x/mnt
3 Data Subyektif : - Efek agen Ketidakefektifan
Data Obyektif : farmakologis Bersihan Jalan Nafas
 Pasien dibawah general (Anestesi)
anestesi
 Pasien terpasang
Nasoendotracheal tube
 Hipersalivasi
 Darah keluar dari mulut karena
pembedahan
 Pasien tidak mampu batuk
 TTV
TD 110/60 mmHg
N 99 x/mnt
RR 18 x/mnt
SPO2 100 %
 Bunyi nafas vesikuler
4 Data Subyektif : - Pembedahan daerah Risiko Aspirasi
Data Obyektif : mulut
 GCS 11
 Aldrete score 8
 Pasien post pembedahan mulut
dengan general anestesi
5 Data Subyektif : - Periode pemulihan Risiko Jatuh
Data Obyektif : pasca operasi
 Pasien mudah tertidur
 Pasien post pembedahan mulut
dengan general anestesi
 Rentang motorik pasien tidak
teratur
6 Data Subyektif : Agen cidera fisik Nyeri akut
P : Pasien mengeluh nyeri pada (pembedahan)
lokasi operasi
Q : Pasien mengatakan nyeri
cekot-cekot
R : Pasien mengatakan nyeri yang
dirasakan sampai kepala
S : Skala nyeri 6, Nyeri sedang
T : Pasien mengatakan nyeri tidak
menetap
Data Obyektif :
 Ku pasien tampak sedang
 Gcs 15
 TTV
TD 130/85 mmHg
N 90 x/mnt
RR 19 x/mnt
 Pasien post pembedahan mulut
dan sudah diberikan analgetik
(ketorolac 30 mg)

DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Ansietas berhubungan dengan ancaman status terkini
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan efek agen farmakologis
(anestesi)
4. Risiko aspirasi berhubungan dengan pembedahan daerah mulut
5. Risiko jatuh berhubungan dengan periode pemulihan pasca operasi
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (pembedahan)
No Diagnosa NOC NIC Paraf
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit NIC : Manajemen Nyeri
berhubungan dengan diharapkan nyeri akut teratasi dengan kriteria hasil 1. Lakukan pengkajian nyeri
agen cidera biologis NOC : Tingkat Nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
No Indikator Awal Tujuan karakteristik, onset/durasi,
1 Nyeri yang dilaporkan 3 4 frekuensi, kualitas, intensitas atau
2 Panjangnya episode nyeri 3 4 beratnya nyeri dan faktor pencetus
3 Ekspresi nyeri wajah 3 5 2. Gunakan tindakan pengontrol nyeri
Keterangan : sebelum nyeri bertambah berat
1 : Berat 3. Evaluasi keefektifan dari tindakan
2 : Cukup Berat pengontrol nyeri yang dipakai
3 : Sedang selama pengkajian nyeri dilakukan
4 : Ringan
5 : Tidak ada
2 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit NIC : Terapi Relaksasi
dengan ancaman status diharapkan ansietas teratasi dengan kriteria hasil 1. Gambarkan rasionalisasi dan
terkini NOC : Tingkat Kecemasan manfaat relaksasi serta jenis
No Indikator Awal Tujuan relaksasi yang terjadi
1 Perasaan gelisah 3 5 2. Ciptakan lingkungan yang tenang
2 Rasa cemas yang disampaikan 3 5 dan tanpa distraksi
secara lisan 3. Dorong klien untuk mengambil
3 Peningkatan frekuensi nadi 3 5 posisi yang nyaman
Keterangan : 4. Minta klien untuk rileks dan
1 : Berat merasakan sensasi yang terjadi
2 : Cukup Berat 5. Gunakan suara lembut dan irama
3 : Sedang lambat untuk setiap kata
4 : Ringan 6. Tunjukkan dan praktikan teknik
5 : Tidak ada relaksasi
7. Evaluasi dan dokumentasikan
respon terhadap terapi relaksasi
3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam NIC : Manajemen jalan nafas
bersihan jalan nafas diharapkan ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi 1. Buka jalan nafas dengan teknik jaw
berhubungan dengan dengan kriteria hasil thrust
efek agen farmakologis NOC : Status pernafasan : Kepatenan jalan nafas 2. Posisikan pasien untuk
(anestesi) No Indikator Awal Tujuan memaksimalkan ventilasi
1 Frekuensi pernafasan 3 4 3. Masukkan alat Nasoendotracheal
2 Kemampuan pengeluaran sekret 3 4 tube
3 Batuk 3 5 4. Auskultasi suara nafas, catat area
Keterangan : yang ventilasinya menurun atau
1 : Berat tidak ada dan adanya suara
2 : Cukup Berat tambahan
3 : Sedang 5. Lakukan penyedotan melalui
4 : Ringan nasotrakea
5 : Tidak ada
4 Risiko aspirasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit NIC : Manajemen jalan nafas
berhubungan dengan diharapkan risiko aspirasi tidak terjadi dengan kriteria hasil 1. Buka jalan nafas dengan teknik jaw
pembedahan daerah NOC : Status pernafasan : Kepatenan jalan nafas thrust
mulut No Indikator Awal Tujuan 2. Posisikan pasien untuk
1 Frekuensi pernafasan 3 5 memaksimalkan ventilasi
2 Kemampuan pengeluaran sekret 3 5 3. Masukkan alat orofaringeal airway
3 Batuk 3 5 (OPA)
Keterangan : 4. Buang secret dengan memotivasi
1 : Berat pasien untuk melakukan batuk atau
2 : Cukup Berat menyedot lendir.
3 : Sedang 5. Monitor status pernafasan dan
4 : Ringan oksigenisasi sebagaimana mestinya.
5 : Tidak ada
5 Risiko jatuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit NIC : Pencegahan jatuh
berhubungan dengan diharapkan risiko jatuh tidak terjadi dengan kriteria hasil 1. Identifikasi kekurangan baik
periode pemulihan NOC : Koordinasi pergerakan kognitif atau fisik dari pasien yang
pasca operasi No Indikator Awal Tujuan mungkin meningkatkan potensi
1 Kontrol gerakan 3 5 jatuh pada lingkungan tetentu.
2 Gerakan kearah yang di inginkan 3 5 2. Kunci kursi roda, tempat tidur, atau
3 Gerakan dengan ketepatan yang di 3 5 brankar selama melakukan
inginkan pemindahan pasien.
Keterangan : 3. Gunakan teknik yang tepat untuk
1 : Berat memindahkan pasien dari dan ke
2 : Cukup Berat kursi roda, tempat tidur,toilet dan
3 : Sedang lain-lain
4 : Ringan 4. Gunakan pegangan tangan dengan
5 : Tidak ada panjang dan tinggi yang tepat untuk
mencegah jatuh dari tempat tidur,
ssuai kebutuhan.
6 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit NIC : Terapi Relaksasi
berhubungan dengan diharapkan nyeri tidak terjadi dengan kriteria hasil 1. Gambarkan rasionalisasi dan
agen cidera fisik NOC : Tingkat Nyeri manfaat relaksasi serta jenis
(pembedahan) No Indikator Awal Tujuan relaksasi yang terjadi
1 Nyeri yang dilaporkan 3 4 2. Ciptakan lingkungan yang tenang
2 Panjangnya episode nyeri 3 4 dan tanpa distraksi
3 Ekspresi nyeri wajah 3 5 3. Dorong klien untuk mengambil
Keterangan : posisi yang nyaman
1 : Berat 4. Minta klien untuk rileks dan
2 : Cukup Berat merasakan sensasi yang terjadi
3 : Sedang 5. Gunakan suara lembut dan irama
4 : Ringan lambat untuk setiap kata
5 : Tidak ada 6. Tunjukkan dan praktikan teknik
relaksasi
7. Evaluasi dan dokumentasikan
respon terhadap terapi relaksasi
Hari,
Tanggal, Dx Implementasi Respon Paraf
pukul
1 1. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif DS :
yang meliputi lokasi, karakteristik, P : Pasien mengeluh sakit gigi dan pusing kurang lebih 1
onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas bulan
atau beratnya nyeri dan faktor pencetus Q : Pasien mengatakan nyeri cekot-cekot
R : Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan sampai
kepala
S : Skala nyeri 6, Nyeri sedang
T : Pasien mengatakan nyeri hilang timbul bertambah
saat makan atau aktivitas
DO:
 Pasien terlihat nyeri
 TTV
TD 115/75
N 115 x/mnt
RR 18 x/mnt
Suhu tubuh 36,8
 Gusi geraham kanan-kiri tampak bengkak
2. Mengajarkan tindakan pengontrol nyeri dan DS : Pasien mengatakan setelah teknik nafas dalam lebih
mengevaluasi keefektifan dari tindakan tenang
tersebut. DO : Pasien kooperatif mengikuti tindakan teknik relaksasi
2 1. Gambarkan rasionalisasi dan manfaat DS : Pasien mengatakan cemas berkurang dan berusaha
relaksasi serta jenis relaksasi yang terjadi tenang
2. Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa DO :
distraksi - Pasien terbaring dengan posisi semifowler dan
3. Dorong klien untuk mengambil posisi yang melakukan teknik relaksasi mengikuti instruksi
nyaman perawat
4. Minta klien untuk rileks dan merasakan - Pasien terlihat tenang setelah melakukan teknik
sensasi yang terjadi relaksasi
5. Gunakan suara lembut dan irama lambat
untuk setiap kata
6. Tunjukkan dan praktikan teknik relaksasi
7. Evaluasi dan dokumentasikan respon
terhadap terapi relaksasi
3 1. Buka jalan nafas dengan teknik jaw thrust DS : -
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan DO :
ventilasi  Pasien dibawah general anestesi
3. Masukkan alat Nasoendotracheal tube  Pasien terpasang Nasoendotracheal tube
4. Auskultasi suara nafas, catat area yang  Pasien tidak mampu batuk
ventilasinya menurun atau tidak ada dan  TTV
adanya suara tambahan TD 125/87 mmHg
5. Lakukan penyedotan melalui nasotrakea N 85 x/mnt
RR 19 x/mnt
SPO2 100 %
 Bunyi nafas vesikuler
 Dilakukan tindakan suction untuk menghisap lendir
dan darah
4 1. Buka jalan nafas dengan teknik jaw thrust DS :
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan DO :
ventilasi  TTV
3. Masukkan alat orofaringeal airway (OPA) TD 127/87 mmHg
4. Buang secret dengan memotivasi pasien N 84 x/mnt
untuk melakukan batuk atau menyedot lendir. RR 19 x/mnt
5. Monitor status pernafasan dan oksigenisasi SPO2 100 %
sebagaimana mestinya  Pasien terpasang OPA dengan posisi kepala ekstensi
 Pasien terpasang nasal canul dengan 3lpm
 Melakukan tindakan suction untuk menghisap lendir
dan darah
5 1. Identifikasi kekurangan baik kognitif atau DS : -
fisik dari pasien yang mungkin meningkatkan DO :
potensi jatuh pada lingkungan tetentu.  Pasien membuka mata dengan rangsang nyeri dan
2. Kunci kursi roda, tempat tidur, atau brankar mudah tertidur
selama melakukan pemindahan pasien.  Pasien dapat melokalisir nyeri dan bicara kacau
3. Gunakan teknik yang tepat untuk  Pasien dipindahkan ke brankar dengan
memindahkan pasien dari dan ke tempat tidur mensejajarkan tinggi brankar dan meja operasi
4. Gunakan pegangan tangan dengan panjang  Terpasang pengaman disamping tempat tidur pasien
dan tinggi yang tepat untuk mencegah jatuh
dari tempat tidur, ssuai kebutuhan.
6 1. Gambarkan rasionalisasi dan manfaat DS : Pasien mengatakan nyeri pada lokasi setelah operasi
relaksasi serta jenis relaksasi yang terjadi DO :
2. Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa  Pasien terbaring dengan posisi supinasi dan
distraksi melakukan teknik relaksasi mengikuti instruksi
3. Dorong klien untuk mengambil posisi yang perawat
nyaman  Pasien terlihat tenang setelah melakukan teknik
4. Minta klien untuk rileks dan merasakan relaksasi
sensasi yang terjadi
5. Gunakan suara lembut dan irama lambat
untuk setiap kata
6. Tunjukkan dan praktikan teknik relaksasi
7. Evaluasi dan dokumentasikan respon
terhadap terapi relaksasi
EVALUASI
Hari,
DX Evaluasi Paraf
Tanggal
1 S:
P : Pasien mengeluh sakit gigi dan pusing kurang lebih 1 bulan
Q : Pasien mengatakan nyeri cekot-cekot
R : Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan sampai kepala
S : Skala nyeri 6, Nyeri sedang
T : Pasien mengatakan nyeri hilang timbul bertambah saat makan atau aktivitas
O : Pasien terlihat nyeri
 TTV
TD 115/75
N 115 x/mnt
RR 18 x/mnt
Suhu tubuh 36,8
Gusi geraham kanan-kiri tampak bengkak
A:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit diharapkan nyeri akut teratasi dengan kriteria
hasil
NOC : Tingkat Nyeri
No Indikator Awal Tujuan
1 Nyeri yang dilaporkan 3 4
2 Panjangnya episode nyeri 3 4
3 Ekspresi nyeri wajah 3 5
Keterangan :
1 : Berat
2 : Cukup Berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada
P : Lanjutkan intervensi
2 S : Pasien mengatakan cemas berkurang dan berusaha tenang
O:
- Pasien terbaring dengan posisi semifowler dan melakukan teknik relaksasi mengikuti instruksi
perawat
- Pasien terlihat tenang setelah melakukan teknik relaksasi
A:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit diharapkan ansietas teratasi dengan kriteria hasil
NOC : Tingkat Kecemasan
No Indikator Awal Tujuan
1 Perasaan gelisah 3 5
2 Rasa cemas yang disampaikan 3 5
secara lisan
3 Peningkatan frekuensi nadi 3 5
Keterangan :
1 : Berat
2 : Cukup Berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada
P : Hentikan intervensi
3 S:-
O:
 Pasien dibawah general anestesi
 Pasien terpasang Nasoendotracheal tube
 Pasien tidak mampu batuk
 TTV
TD 125/87 mmHg
N 85 x/mnt
RR 19 x/mnt
SPO2 100 %
 Bunyi nafas vesikuler
 Dilakukan tindakan suction untuk menghisap lendir dan darah
A:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam diharapkan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
teratasi dengan kriteria hasil
NOC : Status pernafasan : Kepatenan jalan nafas
No Indikator Awal Tujuan
1 Frekuensi pernafasan 3 4
2 Kemampuan pengeluaran sekret 3 4
3 Batuk 3 5
Keterangan :
1 : Berat
2 : Cukup Berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada
P : Hentikan intervensi
4 S:-
O:
TTV
TD : 127/87 mmHg
N : 84 x/mnt
RR : 19 x/mnt
SPO2 : 100 %
 Pasien terpasang OPA dengan posisi kepala ekstensi
 Pasien terpasang nasal canul dengan 3lpm
 Melakukan tindakan suction untuk menghisap lendir dan darah
A:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit diharapkan risiko aspirasi tidak terjadi dengan
kriteria hasil
NOC : Status pernafasan : Kepatenan jalan nafas
No Indikator Awal Tujuan
1 Frekuensi pernafasan 3 5
2 Kemampuan pengeluaran sekret 3 5
3 Batuk 3 5
Keterangan :
1 : Berat
2 : Cukup Berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada
P : Hentikan intervensi
5 S:-
O:
 Pasien membuka mata dengan rangsang nyeri dan mudah tertidur
 Pasien dapat melokalisir nyeri dan bicara kacau
 Pasien dipindahkan ke brankar dengan mensejajarkan tinggi brankar dan meja operasi
 Terpasang pengaman disamping tempat tidur pasien
A:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit diharapkan risiko jatuh tidak terjadi dengan kriteria
hasil
NOC : Koordinasi pergerakan
No Indikator Awal Tujuan
1 Kontrol gerakan 3 5
2 Gerakan kearah yang di inginkan 3 5
3 Gerakan dengan ketepatan yang di 3 5
inginkan
Keterangan :
1 : Berat
2 : Cukup Berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada
P : Hentikan intervensi
6 S : Pasien mengatakan nyeri pada lokasi setelah operasi
O:
 Pasien terbaring dengan posisi supinasi dan melakukan teknik relaksasi mengikuti instruksi perawat
 Pasien terlihat tenang setelah melakukan teknik relaksasi
A:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit diharapkan nyeri tidak terjadi dengan kriteria hasil
NOC : Tingkat Nyeri
No Indikator Awal Tujuan
1 Nyeri yang dilaporkan 3 4
2 Panjangnya episode nyeri 3 4
3 Ekspresi nyeri wajah 3 5
Keterangan :
1 : Berat
2 : Cukup Berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada
P : Hentikan intervensi
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Impaksi gigi terletak dirahang atas dan bawah, yg terbentuk dan
mengalami erupsi paling akhir. Umumnya erupsi terjadi pada usia 16-25 tahun.
odontektomy merupakan prosedur umum yang dilakukan pada gigi impaksi.
Gigi molar ketiga merupakan gigi yang paling sering mengalami impaksi.
Istilah odontektomi digunakan dalam tindakan operasi untuk mengeluarkan
gigi impaksi. Tindakan operasi meliputi pembukaan flap, pencabutan gigi
molarkedua yang terkena komplikasi, pengurangan tulang dan pengambilan
gigi dan atau separasi gigi molar ketiga yang impaksi.

B. Saran

Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat


banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, lynda juall-2014. Buku Saku Diagnosis Keperawatan -Alih Bahasa:Estu


Tiar, edisi 14. EGC:Jakarta.

Suranadi, I. W. (2016). Profil Penurunan Tekanan Darah Pasca Induksi Dengan


Anestesi Umum Di RSUP SANGLAH Periode Juli 2016-Desember 2016.

Lita, Y. A., & Hadikrishna, I. (2020). Klasifikasi impaksi gigi molar ketiga melalui
pemeriksaan radiografi sebagai penunjang odontektomi. Jurnal Radiologi
Dentomaksilofasial Indonesia

Rahayu, S. (2014). Odontektomi, tatalaksana gigi bungsu impaksi. E-Journal WIDYA


Kesehatan Dan Lingkungan.Siagian, K. V. (2013). PENATALAKSANAAN
IMPAKSI GIGI MOLAR TIGA BAWAH (WISDOM TEETH) DENGAN
KOMPLIKASINYA PADA PASIEN DEWASA MUDA. JURNAL BIOMEDIK
(JBM). https://doi.org/10.35790/jbm.3.3.2011.878

Hasyim, D., Samodro, R., Sasongko, H., & Leksana, E. (2012). Jurnal Anestesiologi
Indonesia. Jurnal

Anda mungkin juga menyukai