Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PPKN

Tentang Sejarah perjuangan pahlawan-pahlawan dari timor dalam


melawan belanda

NAMA : ARDAN R. DOS SANTOS


KELAS : VIII F

SMP NEGERI 4
KOTA KUPANG
Pejuang dari Timor
Hendrick Arnold Koroh

Koroh bukan hanya Raja Amarasi, dia pejuang kemerdekaan Indonesia di Timor. Meyakinkan
raja-raja di Timor untuk menjadi bagian dari Republik Indonesia.

PROKLAMASI kemerdekaan Indonesia bergema. Tak ingin kehilangan jajahannya, Belanda


mencoba melemahkan negara baru itu dengan membuat negara-negara federal pada 1946. Di
wilayah Indonesia timur, Belanda mengundang raja-raja antero Timor hadir dalam Konferensi
Malino pada 15-25 Juli 1946. Tujuannya mengajukan usulan pembentukan Negara Indonesia
Timur. Rencana Belanda terhadang. Sebab seorang raja Timor menolak usulan Belanda.

Raja itu bernama Hendrick Arnold Koroh, seorang Raja Amarasi dari Timor. Koroh juga utusan
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Timor, partai berhaluan nasionalis yang memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia di Timor. Koroh menginginkan wilayah timur Indonesia masuk Republik
Indonesia.

Koroh lahir di Baun (Amarasi) pada 9 Mei 1904. Koroh turunan ke-18 dari Nai Nafi Rasi, seorang
bangsawan dari kerajaan Wahele di Belu. “Dinasti ini dalam sejarah perjuangan fisik melawan
Belanda sejak abad ke-17 terkenal sebagai suatu keluarga pejuang kemerdekaan yang pantang
mundur dan tidak kenal menyerah. Bertempur, tertawan, dibebaskan dengan syarat, kemudian
menyusun kembali kekuatan dan bertempur lagi sendiri-sendiri atau membantu kaisar Sonbai.
Sebagai seorang bangsawan, Koroh diijinkan masuk Europese Largere School (ELS atau Sekolah
Rendah Belanda) di Kupang, sekolah khusus orang Belanda. Dia menamatkan ELS pada 9 Juni
1920, lalu melanjutkan pendidikannya ke Mulo di Batavia dan tamat pada 1924. Koroh
meneruskan pendidikan menengah atasnya ke Algemene Middelbare School (AMS) di
Yogyakarta.

Selama di Batavia dan Yogyakarta, Koroh gemar membaca buku-buku politik, kemasyarakatan,
dan surat kabar De Express asuhan Douwes Dekker.

Baru setahun di AMS, Koroh dipaksa pulang ke Amarasi atas dasar surat rahasia Residen Timor.
Dia dipanggil untuk menjadi raja, menggantikan kakaknya, A.R. Koroh, yang pada waktu itu
dipecat oleh Belanda karena dianggap kepala batu, tidak tunduk kepada pemerintah.

Belanda berharap Koroh bisa bekerja sama. Belanda berupaya menjauhkan Koroh dari
pengaruh kaum pergerakan nasional. “Waktu dia diangkat menjadi Raja Amarasi, dia senantiasa
dihalang-halangi dan dilarang oleh pemerintah Hindia Belanda untuk membaca surat kabar
yang bersifat nasional,”. Upaya Belanda gagal. Koroh tetap dekat dengan gagasan kaum
pergerakan nasional.

Selama pendudukan Jepang, Koroh melindungi rakyatnya dari ancaman tentara Jepang. Koroh
membuat peraturan bahwa semua keperluan pemerintah kolonial Jepang diurus oleh raja. 
“Tetapi, sebagai imbalan, dia menuntut dari penguasa Jepang, agar melarang anggota
tentaranya, memasuki rumah-rumah rakyat untuk meminta sesuatu atau menembak hewan
rakyat,”. Jepang menyetujui permintaan Koroh.

Menurut Steven Glen Farram dalam From Timor Koepang to Timor NTT: A Political History of
West Timor, 1901-1967, disertasi pada Northern Territory University, Koroh mendapatkan
banyak informasi tentang perang pasifik. Koroh juga mengetahui berita pengeboman Hirosima
dan Nagasaki oleh pihak Sekutu, namun Koroh belum mengetahui bahwa Jepang telah
menyerah kepada Sekutu.

Koroh baru mengetahui hal itu pada 24 Agustus 1945, ketika dia dipanggil ke rumah Yano,
Komandan Kedua Jepang di Kupang. “Yano memberitahu bahwa Tentara Jepang telah
‘memberikan’ kemerdekaan kepada Indonesia. Namun dia menyuruh Koroh untuk
merahasiakannya,” Pada masa mempertahankan kemerdekaan, Koroh berupaya
mempengaruhi para raja di Timor untuk menolak pendirian Negara Indonesia Timur. Belanda
tak diam. Untuk menghadang upaya Koroh, Belanda membuat pertemuan dengan para raja
setelah Konferensi Malino. Residen Timor memimpin langsung pertemuan itu.

“Raja Koroh telah diperingatkan oleh Residen untuk berhati-hati.  Karena katanya, semua raja
tidak menyetujui dan akan menentang mati-matian pendiriannya yang dikemukakannya di
Malino itu,”

Peringatan itu tak mengurungkan niat Koroh untuk tetap memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Di depan para raja Timor, Koroh mengatakan bahwa Republik Indonesia adalah hal
yang ideal bagi rakyat Timor.

“Tuan-tuan raja se-Pulau Timor, inilah amanat rakyat Timor, inilah amanat rakyat Timor yang
telah diberikan kepada saya untuk diperjuangkan pada Konferensi Malino. Terserahlah tuan-
tuan akan menyetujui atau menolaknya.  Saya telah melaksanakan tugas saya sebaik-baiknya
sesuai amanat rakyat Timor itu, dalam batas-batas kemampuan saya.”

Rasiden Timor memberikan kesempatan kepada raja Timor lain untuk menanggapi argumen
Koroh. Pendapat pertama dikemukakan oleh Raja Molo. Menurut Doko, Raja Molo sangat
berpengaruh di kalangan raja Timor. Pendapatnya bisa mempengaruhi pandangan raja lain.
Ketika Raja Molo berkata “Akol” yang berarti setuju, raja-raja lain pun sependapat dengannya.
Ini berarti para raja menerima pendapat Koroh.

Persatuan para raja semakin menguat. Pada 21 Oktober 1946, Gabungan Federasi Zelfbestuur
Kepulauan Timor atau Dewan Raja-Raja berdiri. Ketuanya Koroh dan wakil ketua Raja Kupang, 
A. Nisnoni. Terbentuknya Dewan Raja memperkuat perjuangan untuk mempertahankan
kemerdekaan. 

Koroh meninggal pada 30 Maret 1951 setelah mengalami tekanan darah tinggi. Ratusan ribu
orang dari seluruh penjuru Timor menghadiri pemakamannya. “Timor Kehilangan seorang
pemimpin yang berbudi luhur, berjasa bagi nusa dan bangsa.  Berakhirlah sudah perjuangan
seorang pejuang yang disegani oleh kawan dan lawan, seorang raja yang sangat dicintai
rakyatnya

Anda mungkin juga menyukai