Anda di halaman 1dari 13

LEMBARAN DAERAH

PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN
NOMOR 3 TAHUN 2005

TENTANG
GARIS SEMPADAN JALAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SULAWESI SELATAN

Menimbang :
a. bahwa dengan semakin meningkatnya pembangunan berbagai sector telah
mendorong peningkatan arus mebilisasi ekonomi dan social yang memerlukan
prasarana fisik fisik jalan yang makin memadai, serta upaya-upaya
pengamanan dan penertiban prasarana fisik jalan agar, pemanfaatannya lebih
berdayaguna dan berhasilguna;
b. bahwa upaya pembangunan dan pengembangan system jaringan jalan
menghadapi berbagai hambatan terutama akibat keberadaabn dan
perkembangan bangunan-bangunan pada ruang pengawasan jalan yang
mengakibatkan tertanggunya ruang pengawasan jalan serta posisinya kurang
menjamin pengembangan pembangunan jalan.
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b
diatas, maka perlu dibuat peraturan daerah tentang Garis Sempadan Jalan
Nasional dan Provinsi.

Mengingat:
1. Undang-undang Nomor 47 Perp tahun 1960, tentang pembentukan Daerah
Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan daerah Tingkat I Sulawesi Utara
Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 151,
tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2102) Juncto
Undang_undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang penetapan peraturan
pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 2 tahun 1964 tentang
Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Daerah Tingkat Sulawesi
Tenggara dengan mengubah Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960
tentang Pembentukan daerah Tingkat 1 Sulawesi Utara dan Daerah Tingkat 1
Sulawesi Selatan menjadi Undang-Undang ((Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1964 Nomor 57, tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia nonmor 2068), Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004 Tentang
pembentukan Provinsi Sulawesi Barat (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
105, Tambahan Lembaran Negara No. 4422);
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (
Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, tambahan Lembaran Negara Nomor
3209);
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman
(Loembaran Negara tahun 1992 nomor 23, tambahan Lembaran Negara
Nomor 3469);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya (Lembaran
Negara 1992, nomor 27, tambahan Lembaran Negara Nomor 3470);
2

5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan Angkutan Jalan
( Lembaran Negara Tahun 1992 nomor 49, tambahan Lembaran negara
Nomor 3480);
6. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang penataan Ruang (Lembaran
Negara Tahun 1992 Nomor 115, tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran
negara Tahun 2002 Nomor 134, tambahan Lembaran negara Nomor 4247);
8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 nomor 53, Tambahan
Lembaran negara nomnor 4389);
9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4437);
10. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan Keungan Antara
pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 126, tambahan Lembaran negara Nomor 4438);
11. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran negara
Tahun 2004 nomor 132 tambahan Lembaran negara nomor 4444);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan (Lembaran Negara
Tahun 1985 nomor 37, Tambahan Lembaran negara nomor 3293);
13. Peraturan Pemerintah nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan
Instansi Vertical di daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10,
tambahan Lembaran negara nomor 3373);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan (
Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, tambahan Lembaran Negara nomor
3527);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan lalu
Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 63, tambahan Lembaran
Negara Nomor 3529);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Negara Tahun 2000 Nomor 54, tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang pembinaan dan
pengawasan atas Penyelenggaraan pemerintahn daerah ( tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4090)
18. Peraturan daerah Provinsi dati I Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 1987
tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan;
19. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 44 Tahun 2002 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.

Memperhatikan :
1. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 620-306 Tahun 1998 tentang
Penetapan Ruas jalan Provinsi.
2. Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 375/ M/ 2004
Tanggal 19 Oktober 2004 tentang penetapan Ruas-ruas Jalan dalam Jaringan
Jalan Primer menurut peranannya sebagai Jalan Arteri, jalan Kolektor 1, jalan
Kolektor 2 dan jalan Kolektor 3.
3. Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 376/ M/ 2004
tanggal 19 Oktober 2004 tentang penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut
Statusnya sebagai Jalan Nasional.
3

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


PROVINSI SULAWESI SELATAN
DAN
GUBERNUR SULAWESI SELATAN

MEMUTUSKAN

Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan daerah ini, yang dimaksud dengan:


1. Daerah adalah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah Otonom
yang lain sebagai Badan Eksekutif daerah.
3. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Selatan
4. Dinas adalah instansi yang melaksnakan tugas dan fungsi bidang jalan dan
jembatan.
5. Kepala Dinas adalah Kepala Instansi yang melaksanakan tugas dan fungsi bidang
jalan dan jembatan.
6. Garis Sempadan jalan adalah Garis Batas Luar pengaman untuk dapat mendirikan
bangunan dan atau pagar dikanan dan kiri jalan pada ruang pengawasan jalan.
7. Garis Sempadan yang dimaksud adalah Garis Sempadan jalan Nasional dan garis
Sempadan Provinsi.
8. Garis Sempadan Jalan Nasional adalah garis batas luar pengaman untuk dapat
mendirikan bangunan dan atau pagar dikanan dan dikiri jalan pada ruang
pengawasan jalan ruas jalan Nasional.
9. Garis Sempadan Jalan Provinsi adalah Garis Batas luar pengaman untuk dapat
mendirikan bangunan dan atau pagar dikanan dan dikiri jalan pada pengawasan
jalan ruas jalan Provinsi.
10. Penyelenggaraan Jalan adalah kegiatan yang meliputi Pengaturan, Pembinaan,
Pembangunan dan Pengawasan Jalan.
11. Penyelenggaraan Jalan adalah pihak yang melakukan Pengaturan pembinaan,
pembangunan dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya.
12. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah
permukaan tanah dan atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta
api, jalan lori dan jalan kabel.
13. Jaringan jalan Primer adalah system jaringan jalan dengan peranan pelayanan
jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional.
14. Jaringan jalan Sekunder adalah system jaringan jalan dengan peranan pelayanan
jasa distribusi untuk masyarakat didalam kawasan perkotaan.
15. Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi
secara efisien.
16. Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan / pembagian
dengan cirri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah
jalan masuk dibatasi.
4

17. Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.
18. jalan Nasional adalah merupakan jalan Arteri dan jalan Kolektor dalam system
jaringan jalan primer yang menghubungkan antara ibukota provinsi dan jalan
strategis nasional, serta jalan tol.
19. Jalan Provinsi adalah merupakan jalan Arteri dan jalan Kolektor dalam system
jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota Provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, atau, antara ibukota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi.
20. Ruang jalan adalah meliputi Ruang Manfaat jalan , Ruang Milik Jalan Ruang
pengawasan Jalan dengan batas vertical keatas, horizontal dan vertical kebawah.
21. Ruang Manfaat jalan adalah merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh
lebar, tinggi dan kedalaman ruang bebeas tertentu yang ditetapkan oleh
penyelenggara jalan dan hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan,
jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman,
timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan dan angunan pelengkap
lainnya.
22. Ruang Milik Jalan adalah merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh
lebar dan tinggi tertentu yang dukuasai oleh penyelenggara jalan dengan suatu
hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
diperuntukkan bagu ruang manfaat jalan, dan pelebaran jalan maupun
penambahan jalur lalu lintas dikemudian hari serta kebutuhan ruang untuk
pengaman jalan.
23. Ruang pengawasan Jalan adalah merupakan ruang sepanjang jalan diluar Ruang
Milik jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu, yang ditetapkan oleh
penyelenggara jalan dan diperuntukkan bagi jarak pandang pengguna jalan dan
pengaman konstruksi jalan.
24. Ruang Sempadan Jalan adalah ruang antar Garis Sempadan Jalan dan tepi badan
jalan paling rendah.
25. Bangunan Bangunan adalah ruang, rupa, perawakan, wujud (bangunan
arsitektur) dan diantaranya terdapat sesuatu yang didirikan (rumah, gedung,
jembatan dan sebaginya).

BAB II.
FUNGSI DAN PERANAN GARIS SEMPADAN
DAN RUANG JALAN

Pasal 2

(1) Fungsi Garis Sempadan Jalan adalah untuk melindungi Ruang Pengawasan
Jalan dari bangunan-bangunan yang dapat mengganggu peranan jalan.
(2) Peranan Garis Sempadan Jalan adalah untuk menentukan sampai batas
tertentu para pemilik tanah (persil) yang berada pada ruang pengawasan
jalan dapat menggunakan haknya untuk mendirikan bangunan bangunan
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3

(1) Fungsi Ruang jalan adalah untuk mengawasi, melindungi dan membatasi
Ruang Manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan dari
(2) bangunan-bangunan yang dapat mengganggu peranan jalan.
(3) Peranan ruang jalan yang meliputi Ruang Manfaat Jalan , Ruang Milik Jalan
dan ruang pengawasan Jalan adalah untuk kepentingan pelayanan dan
kenyamanan arus lalu lintas umum dan masyarakat pengguna ruang jalan.
5

BAB III
MAKSUD, TUJUAN DAN MANFAAT
GARIS SEMPADAN JALAN

Pasal 4

(1) Maksud dan tujuan ditetapkannya pengaturan garis sempadan jalan adalah
untuk tetap tercapainya kelestarian fisik jalan dan fungsi jalan serta dalam
rangka menunjang terciptanya lingkungan yang serasih, seimbang, tertib dan
teratur serta merupakan upaya-upaya pengamanan dan penertiban dalam
manfaat jalan dari kegiatan mendirikan bangunan-bangunan diatas
persil/tanah dipinggir jalan.
(2) Manfaat penerapan ketentuan garis sempadan jalan dilapangan adalah guna
menjamin fungsi Ruang Pengawasan Jalan dari gangguan keberadaan
bangunan-bangunan yang dapat menghalangi jarak pandang pengguna jalan,
disamping untuk terciptanya bangunan-bangunan yang teratir serta
pengamanan konstuksi jalan.

Bab IV
JARAK GARIS SEMPADAN JALAN

Pasal 5

(1) Jarak Garis Sempadan Jalan yang harus dipedomani oleh perorangan, Badan
Hukum, Badan Usaha, badan Sosial adan Dinas / Instansi penerbit Surat Izin
Mendiirikan Bangunan (IMB), perencana Bangunan-bangunan maupun
pemilik bangunan adalah sebagai berikut:
a. Jalan Nasional sekurang-kurangnya 15 meter;
b. Jalan Provinsi sekurang-kurangnya 10 meter;

(2) Penetapan Garis Sempadan Jalan ditetapkan oleh Penyelenggara Jalan


sebagai batas luar daerah pengawasan jalan, yang diukur dari batas tepi
badan jalan paling rendah.

(3) Jarak Garis Sempadan untuk pengamanan konstruksi jembatan diukur dari
tepi luar pangkal jembatan yaitu tidak kurang dari 100 meter kearah hulu dan
kearah hilir jembatan.
(4) Ruang Sempadan Jalan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat / instansi /
lembaga / Badan setelah mendapat izin dari penyelenggara jalan.

Pasal 6

(1) Ketetapan Jarak garis sempadan Jalan Nasional dan Jalan Provinsi
digambarkan kedalam peta untuk keperluan sebagai berikut:

a. Pembuatan Peta rencana Detail tata Ruang yang berhubungan dengan


fungsi Dinas Teknis terkait di kabupaten/kota;
b. Pembiatan Peta Rencana Teknis Ruang yang berhubungan dengan
fungsi Dinas Teknis terkait di Kabupaten/Kota.

(2) Garis Sempadan jalan yang tertuang dalam peta sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pasal ini, dilengkapi patok-patok batas dengan jarak tertentu sebagai
6

pedoman di kabupaten/ kota setelah mendapat persetujuan dari


penyelenggara jalan.

BAB V
WEWENANG PENANGANAN

Pasal 7

(1) Ruas-ruas jalan Nasional yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum,
maka pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan Ruang Jalan
ditangani oleh pemerintah Pusat, dilimpahkan ke Gubernur sebagai pejabat
pemerintah Pusat di daerah.
(2) Ruas-ruas jalan Provinsi yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, maka
pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan Ruas jalan dilakukan
oleh Pemerintah Provinsi.

BAB VI
PEMBINAAN, PEMANFAATAN DAN PENGAWASAN

Pasal 8

(1) pembinaan, pemanfaatan dan pengawasan pelaksanaan ketentuan ketentuan


dalam peraturan daerah ini dilakukan oleh Gubernur.
(2) Pembinaan, pemanfaatan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada Ayat
(1) pasal ini, secara teknis dilaksanakan oleh Dinas Teknis terkait.

Bab VII
LARANGAN

Pasal 9

Setiap orang perorangan, Badan Hukum dan badan Sosial dilarang


menempatkan , mendirikan dan merenovasi sesuai bangunan dan atau pagar
pekarangan, baik secara keseluruhan atau sebagian dengan jarak kurang dari
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 Peraturan Daerah ini.

Bab VIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 10

(1) barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5,


peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan,
dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah),
sesuai Undang_undang Republik Indonesia No. 38 tahun 2004 tentang Jalan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, adalah
pelanggaran.
7

Pasal 11

Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 Peratruan daerah ini
tindak pidana yang mengakibatan terganggunya fungsi jalan diancam pidana sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bab IX
PENYIDIKAN

Pasal 12

(1) selain pejabat Polisi negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil
tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang lingkup tugas dan
tanggungjawabnya meliputi penyelenggaraan jalan, diberi wewenang khusus
sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana
dalam penyelenggaraan Jalan.
(2) Pelaksanaan penyidikan sebagaimana dimakasud dalam ayat (10, dilakukan
sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Bab X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 13

(1) bangunan bangunan dan persil tanah masyarakat yang telah berdiri dan
memiliki Suerat Izin mendidiirkan bangunan serta tanah milik masyaraklat
sebelum peraturan aderah ini diberlakukan akan diberikan jangka waktu
selama 10 (sepuluh) tahun sejak Peraturan Daerah ini diberlakukan untuk
menyesuiakan posisi bangunan yang telah didirikan.
(2) Bangunan bangunan dan persil tanah masyarakat yang telah memiliki Surat
Izin Mendirikan bangunan dan sertifikat, guna menyesuikan ketentuan Garis
Sempadan jalan, maka terhadap pemilik tersebut akan dilakukan musyawarah
untuk mengambil keptusan yang disesuaikan dengan ketentuan dan peraturan
yang berlaku.
(3) Banyunan bangunan milik masyaraklat yang tidak memiliki Surat Izin
Mendirikan Bangunan guna penyesuaian Garis Sempadan Jalan, jika terpaksa
pembongkaran atas bangunan tersebut dapat dilaksanakan oleh Petugas
yang ditunjuk oleh Dinas terkait tanpa pemberian ganti rugi.
(4) Sejak berlakunya Peraturan Daerah ini maka Pemerintah berkewajiban
melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat pengguna ruang jalan berupa
penyuluhan, papan ionformasi, mass media cetak, elektronik dan media
infomrasdi lainnya.
8

Bab XI
Ketentuan Penutup

Pasal 14

Hal-hal yang belum tertuang dalam Peraturan daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Gubeernur.

Pasal 15

Peraturan daerah ini mulia berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan


Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sulsel.

Ditetapkan di Makassar
Pada tanggal, 16-5-2005

Gubernur Sulawesi Selatan

Cap/ttd

H. Amin Syam

Diundangkan di Makassar
Pada tanggal, 16-5-2005

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI


SULAWESI SELATAN

Cap/ttd

Drs. H.A.Tjoneng Mallombassang


NIP: 010 045 911

(Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005 Nomor 3)

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN


NOMOR 224
9

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN


NOMOR : 3 TAHUN 2005
TENTANG
GARIS SEMPADAN JALAN

1. PENJELASAN UMUM

Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintah daerah, telah dikeluarkan peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom
yang didalam ketentuan pasal 3 ayat (5) Butir 15, pemerintah provinsi diberikan
kewenangan tertentu di bidang perhubungan antara lain;
a. Selaku Pembina Jalan Nasional/Provinsi;
b. Perizinan , pelayanana dan pengendalian penempatan bangunan utilitas;
c. Penetapan standr Batas Garis Sempadan Jalan.

Secara geografi letak Provinsi Sulawesi Selatan sangatlah strategis, karena berada
pada Pusat perdagangan di pulau Sulawesi . kehidupan yang terjadi sekarang ini
adalah perkembangan teknologi dan tuntutan kehidupan masyarakat telah
memunculkan jumlah kendaraan yang semakin meningkat, sedangkan kondisi
prasarana jalan belum cukup menunjang. Demikian juga masih tingginya angka
pelanggaran terhadap pengguna jalan sehingga kenyamanan dan keselamatan
pengguna jalan harus terus ditingkatkan, dan untuk itu perlu adanya pengaturan
sehingga kelancaran dalam penggunaan jalan akan terwujud.

Mengingat bahwa jalan sebagai salah satu prasarana perhubungan mempunyai


peranan yang sangat penting terutama yang menyangkut perwujudan
perkembangan antar daerah yang seimbang dan pemerataan hasil-hasil
pembangunan serta pemantapan pertanahan dan keamanan dalam merealisasikan
sasaran pembangunan di tingkat Daerah maupun tingkat nasional.

Maka untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu pengaturan serta penataan
kembali prasarana jalan yang ada sehingga kita perlu menetapkan suatu peraturan
mengenai Garis Sempadan Jalan yang yang dituangkan dalam Peraturan Daerah.

Dengan adanya peraturan Daerah ini diharapkan pengaturan tentang Garis


Sempadan Jalan dapat berdaya guna dan memiliki arti sesuai dengan yang
diharapkan.
10

II PENJELASAN PASAL DEMI PASAL


Pasal 1 ayat 1 s/d ayat (10) : Cukup jelas
Pasal 1 ayat (11) : Yang dimaksud Penyelenggara Jalan adalah:
a. : Untuk Jalan Nasional adalah Menteri dilimpahkan
ke Gubernur melalui Dinas Teknis bidang jalan
dan Jembatan.
b. :Untuk jalan provinsi adalah pemerintah provionsi,
penanganannya melalui Dinas teknis, bidang
Jalan dan jembatan.

Pasal 1 ayat (12) s/d ayat (25) : Cukup jelas


Pasal 2 : Cukup jelas
Pasal 3 : Cukup jelas
Pasal 4 : Cukup jelas

Penjelasan pasal 5 ayat (1) :


a. Yang dimaksud dengan jarak Sempadan Jalan Nasional sekurang-kurangnya
15 meter adalah jarak dihitung dari batas tepi badan jalan paling rendah pada
jalan yang sudah ada kekiri/kanan jalan.
b. Yang dimaksud dengan Jarak Sempadan jalan Provinsi sekurang-kurangnya 10
meter adalah jarak yang terhitung dari batas tepi badan jalan paling rendah
pada jalan yang sudah ada kekiri./kekanan jalan.

Penjelasan pasal 5 ayat (2) :


- Yang dimaksud batas tepi badan jalan paling rendah : batas
yang diambil sebagai titik awal untuk pengukuran
Sempadan jalan menuju ke luar Ruang pengawasan Jalan.

- Ketentuan jarak Garis Sempadan pada daerah pegunungan,


perkotaan dan bangunan-bangunan bersejarah/ cagar
budaya akan diatur kemudian melalui Surat Keputusan
Gubernur.

- Ukuran batas Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) diukur dengan


perhitungan sebagai berikut:

- Rumaja=Lebar badan jalan + lebar bagian atas saluran tepi


kiri kanan + ambang pengaman kiri ( 1 meter) kanan (1
meter).

- Ukuran batas Ruang Milik Jalan (Rumija) diukur dengan


perhitungan sebagai berikut:

- Rumija = Rumaja + sejajar tanah tertentu pada sisi kiri ( 1


meter), kanan (1 Meter). = Rumaja + 1 meter (kiri + 1
meter (kanan).
- Ukuran batas Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja) diukur
dengan perhitungan sebagai berikut:
11

a. Untuk jalan nasional diukur dari tepi badan jalan paling rendah (kiri, kanan)
kearah luar sepanjang 15 meter.
b. Untuk jalan provinsi diukur dari tepi badan jalan paling rendah (kiri, kanan)
kearah luar sepanjang 10 meter.

- Ukuran batas tinggi ruang bebas vertical keatas paling


randah 5 meter dan diukur dari permukaan garis tengah
jalan (center line).
- Ukuran batas kedalaman ruang bebas vertical kebawah
dengan kedalaman minimun 1,5 meter dari permukaan
bahu jalan paling rendah.

Penjelasan pasal 5 ayat (3)


Ketentuan pada pasal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985
tentang Jalan, dengan pertimbangan bahwa jarak 100 meter (seratus meter) adalah
jarak yang ideal yang kegunaannya untuk mempertahankan kondisi daerah aliran
sungai dari gangguan bangunan-bangunan dan kegiatan lain yang dapat
mengakibatkan perubahan terhadap pola aliran sungai sehingga secara langsung
dapat menganggu konstruksi bagian bawah jembatan. Disamping itu juga
merupakan ruang bebas yang dimiliki untuk berjaga-jaga jika terjadi gangguan/
kerusakan jembatan atau pengganti jembatan pada saat perbaikan adan atau
pembuatan jembatan darurat.

Pasal 6 : Dalam pasal ini diuaikan bahwa ketentuan Garis


Sempadan Jalan bukan hanya dibaca dan dilihat, tetapi juga diperlukan tindak lanjut
untuk digambarkan kedalam peta-peta operasional pada Dinas / Instansi di
kabupaten/Kota

Pasal 7 : Dalam pasal ini diuraikan masing-masing Pembina jalan


yang berwenang untuk menetapkan status jalan dan peranan jalan.

Pasal 8 : Cukup jelas


Pasal 9 : Cukup jelas
Pasal 10 : Cukup jelas
Pasal 11 : Cukup Jelas
Pasal 12 : Cukup jelas
Pasal 13 : Pada ayat 1 Bagi pemilik bangunan yang memiliki Izin
Membangun dan berada pada daerah Garis Sempadan Jalan, jika akan melakukan
pengembangan bangunan, rehabilitasi harus menyesuaikan posisi bangunan sesuai
Perda yang ada.

Pasal 14 : Cukup jelas


Pasal 15 : Cukup jelas

(TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 224).


12
This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com.
The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.

Anda mungkin juga menyukai