Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

“OTONOMI DAERAH KHUSUS”

Di susun Oleh :

Muhammad Fazar azmi


Administrasi perkantoran 2 (semester 5)
NIM : 6319027
Dosen pengampu : Moh. Muniri, S.H.

PROGRAM STUDI AKADEMI KESEKRETARIATAN SEKRETARI DAN


MANAJEMEN INDONESIA
(ASMI)CITRA NUSANTARA DI BANJARMASIN
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT. karena telah melimpahkan rahmat,
karunia, dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyusun tugas ini.

Tugas ini saya buat dengan segala kekurangannya, namun dikandung harapan sebagai bahan
pembelajaran Mata Kuliah Kewarganegaraan karena masalah yang akan di bahas dalam makalah ini
mengenai “Otonomi Daerah Khusus”

Karya ini bertujuan untuk memenuhi tugas Program Studi Pendidikan, Mata Kuliah
Kewarganegaraan.

Demikian yang dapat saya sampaikan, ada pun saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang
kiranya membangun sebagai bahan masukan saya dalam menyusun makalah selanjutnya.

Dan saya mohon maaf apabila dalam membuat makalah ini terdapat kekurangan, karena saya
menyadari, bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Dan tak lupa pula saya ucapkan syukur
Alhamdulillah untuk terselesaikannya makalah ini.

Banjarmasin………………. 2022

Muhammad Fazar Azmi


NIM. 6319027

2
Daftar isi
Kata Pengantar
Daftar isi
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………….1

BAB II 2
PEMBAHASAN 2
2.1 Pengertian Otonomi Daerah Khusus 2
2.2 Kelebihan dan kelemahan Daerah yang telah ditetapkan otonomi khusus ……………2
2.3 daerah lain yang memperoleh otonomi khusus …………………………………………6
2.4 Syarat suatu daerah memperoleh Otonomi khusus……………………………………...6

II
4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otonomi daerah merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat agar
pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri tanpa campur tangan dari
pemerintah pusat. Otonomi daerah diberlakukan sejak dikeluarkannya UU. No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah dan UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah Daerah. Dengan otonomi daerah, pemerintah daerah
diharapkan semakin mandiri, mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat, baik
dalam hal pembiayaan pembangunan maupun dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

Pasal 4 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, menegaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah
harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien,
efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memerhatikan asas keadilan dan kepatutan.
Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan dituangkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang langsung maupun tidak langsung mencerminkan
kemampuan pemerintah 2 daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintah,
pembangunan, pelayanan sosial masyarakat (Halim, 2007:230).

Tuntutan yang tinggi terhadap kinerja dan akuntabilitas kinerja pemerintah daerah
berujung pada kebutuhan pengukuran kinerja pemerintah daerah. Pengukuran kinerja
pemerintah daerah mempunyai banyak tujuan. Tujuan tersebut untuk meningkatkan kinerja dan
meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah. Untuk itu pemerintah daerah dituntut untuk
mampu membangun ukuran kinerja yang baik. Penggunaan indikator kinerja ini sangat penting
untuk mengetahui apakah suatu aktivitas atau program telah dilakukan secara efesien dan
efektif serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat kinerja, baik dalam tahap
perencanaan, pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungs

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Otonomi daerah khusus

Otonomi adalah mengembangkan manusia-manusia Indonesia yang otonom, yang


memberikan keleluasaan bagi terbentuknya potensi-potensi terbaik yang dimiliki oleh setiap
individu secara optimal. Individu-individu yang otonom menjadi modal dasar bagi perwujudan
Otonomi Daerah yang hakiki. Oleh karena itu, penguatan Otonomi Daerah harus membuka
kesempatan yang sama dan seluas-luasnya bagi setiap pelaku dalam ramburambu yang
disepakati bersama sebagai jaminan terselenggaranya social order. Di luar itu, Pendapatan Asli
Daerah prinsipnya tidak boleh ada pembatasan, khususnya dalam mobilitas fator-faktor
produksi. Otonomi jiga memberikan peluang bagi persaingan sehat antar daerah, tentu saja
dengan jarring-jaring pengaman, bagi tercapainya persyaratan minimum bagi daerah-daerah
yang dipandang masih belum mampu menyejajarkan diri dalam suatu level of playing field.
Otonomi Daerah menurut UU No 23 pasal 1 ayat 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah Bab I ketentuan umum adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah Otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah Otonom dalam definisi tersebut
merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah. Pemberian
otonomi yang seluas-luasnya ke Pendapatan Asli Daeraha Daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat.

2.2 Kelebihan dan kelemahan Daerah yang telah ditetapkan otonomi khusus
Dari penjelasan sebelumnya telah diketahui bahwa kondisi Indonesia yang berbeda-
beda di tiap daerah menjadi salah satu alasan mengapa sistem otonomi diterapkan. Selain itu,
ada beberapa keuntungan dengan menerapkannya otonomi daerah, yakni :
1.        Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan.
2.        Dalam menghadapi masalah yang amat mendesak yang membutuhkan tindakan yang
cepat, sehingga daerah tidak perlu menunggu intruksi dari pemerintah pusat untuk
mengambil keputusan dalam menghadapi maslah tersebut.

2
3.        Dalam sistem desentralisasi, dapat diadakan pembedaan (diferensial) dan pengkhususan
(spesialisasi) yang berguna bagi kepentingan tertentu. Khususnya desentralisasi
teretorial, dapat lebih mudah menyesuaikan diri pada kebutuhan atau keperluan khusus
daerah.
4.    Dengan adanya  desentralisasi teritorial, daerah otonomi dapat merupakan semacam
laboratorium dalam hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan, yang dapat
bermanfaat bagi seluruh negara. Hal-hal yang ternyata baik, dapat diterapkan di seluruh
wilayah negara, sedangkan yang kurang baik dapat dibatasi pada suatu daerah tertentu
saja dan oleh karena itu dapat lebih mudah untuk diadakan.
5.       Mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari pemerintah pusat.
6.      Dari segi psikologis, desentralisasi dapat lebih memberikan kewenangan memutuskan
yang lebih besar kepada daerah.
7.      Akan dapat memperbaiki kualitas pelayanan karena dia lebih dekat dengan masyarakat
yang dilayani.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan adanya otonomi daerah para
pelaksana tingkat daerah akan lebih mudah mengambil keputusan. Hal ini secara tidak
langsung akan mendidik para pengambil keputusan pada tingkat bawah untuk bertanggung
jawab atas keputusan yang diambil. Selain itu, dengan adanya otonomi daerah akan terbangun
kesadaran publik bahwa mereka memiliki pemerintahan dan bukan pemerintahan yang
memiliki masyarakat, karena rakyat merupakan konsep kebangsaan, yaitu kedaulatannya
berada di tangan rakyat.
Di samping keuntungan tersebut di atas, otonomi daerah juga mengandung kelemahan
sebagaimana pendapat Josef Riwu Kaho (1997) antara lain sebagai berikut ini :
1.        Karena besarnya organ-organ pemerintahan maka struktur pemerintahan bertambah
kompleks, yang justru mempersulit koordinasi.
2.        Keseimbangan dan keserasian antara bermacam-macam kepentingan dan daerah dapat
lebih mudah terganggu.
3.        Khusus mengenai desentralisasi teritorial, dapat mendorong timbulnya  apa yang disebut
daerahisme atau provinsialisme.
4.     Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama, karena memerlukan perundingan
yang bertele-tele.
5.    Dalam penyelenggaraan desentralisasi, diperlukan biaya yang lebih banyak dan sulit untuk
memperoleh keseragaman atau uniformitas dan kesederhanaan.

3
2.3 Daerah lain yang memperoleh otonomi khusus
Saat ini setidaknya terdapat dua (2) daerah di Indonesia yang menyandang status
otonomi khusus yakni, (i) Provinsi Papua dan Papua Barat berdasarkan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang, (ii) Provinsi Aceh berdasarkan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Undang-
UndangNomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh
sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Satu (1) daerah yang mendapatkan pengakuan sebagai daerah Khusus yakni : Daerah
Khusus Ibukota Jakarta berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang
Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Terakhir satu (1) daerah pula yang menyandang status sebagai Daerah Istimewa
yakni, Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012
tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta; Adanya pengakuan dan penghormatan
negara terhadap suatu daerah dengan diberikannya otonomi khusus dan istimewa di beberapa
daerah di Indonesia 72 merupakan kesepakatan politik pembentuk konstitusi. Prinsip mengakui
dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa merupakan hal
pokok dalam ketentuan Pasal 18B Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945.
Menurut Philipus M. Hadjon84 bahwa prinsip yang terkandung dalam Pasal 18B
merupakan pengakuan negara terhadap pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat
istimewa dan prinsip eksistensi dan hak-hak tradisional masyarakat adat sebagaimana terdapat
pada desa atau nama lain. Ketentuan Pasal 18B tersebut mendukung keberadaan berbagai unsur
pemerintahan yang bersifat khusus atau bersifat istimewa (baik di tingkat provinsi, kabupaten
dan kota atau desa).

2.4 Syarat suatu daerah memperoleh Otonomi khusus

4
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Negara
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Yang dimaksud satuan-satuan

5
pemerintahan daerah yang bersifat khusus adalah daerah yang diberikan otonomi
khusus. Daerah-daerah yang diberikan otonomi khusus ini adalah

1. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;


2. Daerah Istimewa Yogyakarta
3. Aceh;[1]
4. Provinsi Papua; dan Provinsi Papua Barat

Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur
dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur
dalam undang-undang lain.

1. Bagi Provinsi DKI Jakarta diberlakukan UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang


Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
2. Bagi Aceh diberlakukan UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh; dan
3. Bagi Provinsi Papua dan Papua Barat diberlakukan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus
Bagi Provinsi Papua.

1. Aceh

Adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang


bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.[2]

Pengakuan Negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh


terakhir diberikan melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh
6
(LN 2006 No 62, TLN 4633). UU Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas
dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah
dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 dan
merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan
sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan. Hal-hal mendasar yang
menjadi isi UU Pemerintahan Aceh ini antara lain:

1. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem


NKRI berdasarkan UUD Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan
kewenangan masing-masing.
2. Tatanan otonomi seluas-luasnya yang diterapkan di Aceh berdasarkan UU
Pemerintahan Aceh ini merupakan subsistem dalam sistem pemerintahan
secara nasional.
3. Pengaturan dalam Qanun Aceh maupun Kabupaten/Kota yang banyak
diamanatkan dalam UU Pemerintahan Aceh merupakan wujud konkret
bagi terselenggaranya kewajiban konstitusional dalam pelaksanaan
pemerintahan tersebut.
4. Pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah tercermin melalui
pemberian kewenangan untuk pemanfaatan sumber pendanaan yang ada.
5. Implementasi formal penegakan syari’at Islam dengan asas personalitas
ke-Islaman terhadap setiap orang yang berada di Aceh tanpa membedakan
kewarganegaraan, kedudukan, dan status dalam wilayah sesuai dengan
batas-batas daerah Provinsi Aceh.

Pengakuan sifat istimewa dan khusus oleh Negara kepada Aceh


sebenarnya telah melalui perjalanan waktu yang panjang. Tercatat
setidaknya ada tiga peraturan penting yang pernah diberlakukan bagi
keistimewaan dan kekhususan Aceh yaitu Keputusan Perdana Menteri
Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959 tentang Keistimewaan Provinsi
Aceh, UU 44/1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan bagi Provinsi
Daerah Istimewa Aceh, dan UU 18/2001 tentang Otonomi Khusus bagi

7
Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Aceh. Dengan dikeluarkannya UU
Pemerintahan

8
Aceh, diharapkan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan di
Aceh untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan dan
keadilan yang berkesejahteraan di Aceh.

2. Jakarta
Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat khusus atau istimewa yang
diatur dengan undang-undang. Selain itu, negara mengakui dan menghormati hak-
hak khusus dan istimewa sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta (Provinsi DKI Jakarta) sebagai
satuan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai Ibu
kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai daerah otonom memiliki
fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu diberikan kekhususan tugas,
hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Untuk itulah Pemerintah Pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu
kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (LN 2007 No. 93; TLN 4744). UU ini
mengatur kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu kota Negara. Aturan sebagai
daerah otonom tingkat provinsi dan lain sebagainya tetap terikat pada peraturan
perundang-undangan tentang pemerintahan daerah.

Beberapa hal yang menjadi pengkhususan bagi Provinsi DKI Jakarta antara lain:

4. Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan


Republik Indonesia.
5. Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibu kota
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom
pada tingkat provinsi.
6. Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung

9
jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat
kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga
internasional.
7. Wilayah Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi dan kabupaten
administrasi.
8. Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling banyak 125%
(seratus dua puluh lima persen) dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah
penduduk DKI Jakarta sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.
9. Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan
Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gubernur mempunyai hak
protokoler, termasuk mendampingi Presiden dalam acara kenegaraan.
10. Dana dalam rangka pelaksanaan kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai
Ibu kota Negara ditetapkan bersama antara Pemerintah dan DPR
dalam APBN berdasarkan usulan Pemprov DKI Jakarta.

3. Papua

adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi Khusus sendiri adalah kewenangan
khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua, termasuk provinsi-provinsi
hasil pemekaran dari Provinsi Papua, untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak
dasar masyarakat Papua. Otonomi ini diberikan oleh Negara Republik
Indonesia melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 (LN 2001 No. 135 TLN
No 4151).Hal-hal mendasar yang menjadi isi Undang-undang ini adalah:

 Pertama, pengaturan kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi


Papua serta penerapan kewenangan tersebut di Provinsi Papua yang dilakukan
dengan kekhususan;
 Kedua, pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar orang asli Papua serta
pemberdayaannya secara strategis dan mendasar; dan
 Ketiga, mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang berciri:

1. partisipasi rakyat sebesar-besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan


pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan

10
pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum
perempuan;
2. pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar-besarnya untuk
memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli Papua pada khususnya dan
penduduk Provinsi Papua pada umumnya dengan berpegang teguh pada
prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan berkelanjutan,
berkeadilan dan bermanfaat langsung bagi masyarakat; dan
3. penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang
transparan dan bertanggungjawab kepada masyarakat.

 Keempat, pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang tegas dan jelas
antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta Majelis Rakyat Papua sebagai
representasi kultural penduduk asli Papua yang diberikan kewenangan tertentu.

Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan


keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM, percepatan
pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua,
dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain. Otonomi
khusus melalui UU 21/2001 menempatkan orang asli Papua dan penduduk Papua
pada umumnya sebagai subjek utama. Orang asli Papua adalah orang yang berasal
dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua
dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat
adat Papua. Sedangkan penduduk Papua, adalah semua orang yang menurut
ketentuan yang berlaku terdaftar dan bertempat tinggal di Provinsi Papua.

Keberadaan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, serta


perangkat di bawahnya, semua diarahkan untuk memberikan pelayanan terbaik dan
pemberdayaan rakyat. Undang-undang ini juga mengandung semangat penyelesaian
masalah dan rekonsiliasi, antara lain dengan pembentukan Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi. Pembentukan komisi ini dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan yang terjadi pada masa lalu dengan tujuan memantapkan persatuan dan
kesatuan nasional Indonesia di Provinsi Papua.

11

Anda mungkin juga menyukai