Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN CA COLON

DI RUANG PERAWATAN KEMOTERAPI


RSUD ULIN BANJARMASIN

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Medikal Bedah


Program Profesi Ners

Disusun Oleh:

Dona Kristina
NIM: 111946921110097

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Laporan Pendahuluan : Ca Colon


Nama Mahasiswa : Dona Kristina
NIM : 11194692110097

Banjarmasin, 16 Desember 2021

Menyetujui,

RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners


Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

Indra Budi, S.Kep., M.Kep M. Sobirin Mochtar, Ns., M.Kep


NIP. 19800703 199903 001 NIK. 1166052018124
a) Konsep Anatomi dan Fisiologi Sistem
1. Anatomi Sistem

Gambar 1. Anatomi Usus Besar


(Sumber: Iswa, 2017)
Usus besar memanjang dari ujung akhir dari ileum sampai anus.
Panjangnya bervariasi sekitar 1.5 m. Ukuran Usus besar berbentuk tabung
muskular berongga dengan panjang sekitar 1.5 m (5 kaki) yang terbentang
dari saekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar
dari pada usus kecil, yaitu sekitar 6.5 cm (2.5 inci). Makin dekat anus
diameternya akan semakin kecil. Usus besar terdiri dari bagian yaitu caecum,
kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum
(Iswa, 2017).

2. Fisiologi Sistem
Menurut Sherwood (2014) dan Iswa (2017) dan Struktur usus besar:
a. Caecum
Caecum merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada
usus besar. Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Saekum
terletak pada fossa iliakakanan di atas setengah bagian lateralis
ligamentum inguinale. Biasanya saekum seluruhnya dibungkus oleh
peritoneum sehingga dapat bergerak bebas, tetapi tidak mempunyai
mesenterium. Terdapat perlekatan ke fossa iliaka di sebelah medial dan
lateral melalui lipatan peritoneum yaitu plika caecalis, menghasilkan suatu
kantong peritoneum kecil, recessus retrocaecalis.
b. Kolon asenden
Kolon asenden merupakan bagian memanjang dari saekum ke fossa iliaka
kanan sampai ke sebelah kanan abdomen. Panjangnya 13 cm, terletak di
bawah abdomen sebelah kanan dan di hati membelok ke kiri. Lengkungan
ini disebut fleksura hepatika (fleksura coli dextra) dan dilanjutkan dengan
kolon transversum.
c. Kolon Transversum
Kolon transversum merupakan bagian usus besar yang paling besar dan
paling dapat bergerak bebas karena tergantung pada mesokolon, yang ikut
membentuk omentum majus. Panjangnya antara 45-50 cm, berjalan
menyilang abdomen dari fleksura coli dekstra sinistra yang letaknya lebih
tinggi dan lebih ke lateralis.Letaknya tidak tepat melintang (transversal)
tetapi sedikit melengkung ke bawah sehingga terletak di regio umbilikus.
d. Kolon desenden
Kolon desenden panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah
abdomen bagian kiri, dari atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis
sampai di depan ileum kiri, bersambung dengan sigmoid, dan dibelakang
peritoneum.
e. Kolon sigmoid
Kolon sigmoid Sering disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang lebih
40 cm dan berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari apertura
pelvis superior (pelvic brim) sampai peralihan menjadi rektum di depan
vertebra S-3. Tempat peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga
teniae coli dan terletak + 15 cm di atas anus. Kolon sigmoid tergantung oleh
mesokolon sigmoideum pada dinding belakang pelvis sehingga dapat
sedikit bergerak bebas (mobile).
f. Rektum
Rektum merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu kolon sigmoid dengan
panjang sekitar 15 cm. Rektum memiliki tiga kurva lateral serta kurva
dorsoventral. Mukosa rektum lebih halus dibandingkan dengan usus besar.
Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri.
2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan
1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile.Kedua
bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior
lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah
bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus
yang lebih proksimal, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal )
serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter ani
eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.

b) Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Kanker kolon merupakan kanker yang menyerang bagian usus besar,
yakni bagian akhir dari sistem pencernaan. Sebagian besar kasus kanker
kolorektal dimulai dari sebuah benjolan/polip kecil, dan kemudian membesar
menjadi tumor (Yayasan Kanker Indonesia, 2018).
Kanker kolon adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar,
terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) (Komite Penanggulangan
Kanker Nasional, 2015).

2. Etiologi
Penyebab dari kanker kolon ini belum diketahui secara pasi terapi
berdasarkan American Cancer Society (2014) dan Sjamsuhidajat (2017), faktor
resikonya dapat dibagi menjadi dua yaitu yang dapat dimofikasi dan tidak
dapat dimodifikasi:
a. Tidak dapat dimodifikasi
1) Keturunan dan riwayat keluarga
Seseorang dengan orang tua, saudara atau anak yang memilki kanker
kolekteral memiliki 2 sampai 3 kali risiko mengembangkan penyakit
dibandingkan dengan individu yang tidak mempunyai riwayat kanker
kolekteral di keluarga.
2) Riwayat polip adenomatous
Penyebab yang meningkatkan resiko ca colon. Hal ini terutamanya
apabila ukuran polip besar atau jika lebih dari satu.
b. Dapat dimodifikasi
1) Aktifitas fisik
Sebuah tinjuan literatu ilmiah telah menemuka bahwa seseorang yang
aktif dari segi fisik mempunyai resiko 25% lebih rendah terkena kanker
usus berbanding seseorang yang tidak aktif. Sebaiknya pada pasien ca
colon yang aktif mempunyai resiko tinggi berbandingkan dengan mereka
yang lebih aktif.
2) Obesitas
Obesitas atau kegemukan dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi
terjadinya kanker kolekteral pada laki-laki dan kanker usus ada
perempuan.
3) Diet
Konsumsi daging merah atau daging diproses secara berlebihan akan
meningkatkan risiko terjadinya kanker di usus besar dan juga rektum.
Alasan untuk ini masih belum jelas mungkin terkait dengan karsinogen
(zat penyebab kanker) yang berbentuk ketika daging merah yang
dimasak pada suhu tinggi selama jangka waktu yang panjang atau adiftif
nitrit yang digunakan untuk pengawetan.
4) Merokok
Penelitian dari International Agency for Research Cancer melaporkan
bahwa ada bukti yang cukup untuk menyimpulkan bahwa tembakau
dalam rokok dapat menyebabkan kanker korektal.
5) Alkohol
Ca colon dikaitkan dengan konsumsi alkohol berat dan sedang.
Sedangkan yang mempunya hidup dengan konsumsi alkohol 2 hingga 4
minuman perhari memiliki risiko 23% lebih tinggi terkena ca colon
dibandingkan dengan mereka yang mengkonsumsi 1 minuman perhari.

3. Patofisiologi 
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang
dari polip adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun
umumnya masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Polip tumbuh dengan
lambat, sebagian besar tumbuh dalam waktu 5-10 tahun atau lebih untuk
menjadi ganas. Ketika polip membesar, polip membesar di dalam lumen dan
mulai menginvasi dinding usus. Tumor di usus kanan cenderung menjadi tebal
dan besar, serta menyebabkan nekrosis dan ulkus. Sedangkat tumor pada
usus kiri bermula sebagai massa kecil yang menyebabkan ulkus pada suplai
darah (Black & Hawks, 2014).
Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam
lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan.
Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling
permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus. Struktur yang
berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus,
pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat
dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering
berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar
yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker
dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem
sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal.
“Penyemaian” dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila
tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan pembedahan (Black &
Hawks, 2014).
Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal
dan 20–30 % terjadi di sigmoid dan kolon desending. Kanker kolorektal
terutama adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%.
Tumor pada kolon asenden lebih banyak ditemukan daripada pada
transversum (dua kali lebih banyak). Tumor bowel maligna menyebar dengan
cara (Black & Hawks, 2014):
a. Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung
misalnya ke abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung
juga dapat mengenai bladder, ureter dan organ reproduksi.
b. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai
paru-paru, ginjal dan tulang.
c. Tertanam ke rongga abdomen.
Pathway

2 Faktor penyebab
Perubahan metaplasia
- Tidak dapat pada epitel dinding
dimodifikasi kolon
- Dapat dimodifikasi

Terjadi hiperplasia
pada sel kanker

Efek kompresi tumor


pada dinding kolon Karsinoma colon

Kerusakan jaringan Kompresi Anoreksia Intervensi bedah


pembuluh darah pada ujung saraf kolostomi
dinding kolon dinding kolon
Asupan nutrisi
tidak adekuat Pasca bedah
Pecahnya pembuluh Nyeri abdominal
darah dinding kolon
Defisit Nutrisi
Luka pasca
Nyeri kronis bedah
Perdarahan
intestinal feses
bercampur darah Risiko
infeksi

Anemia

Keletihan

Pajong, 2019
4. Klasifikasi
Klasifikasi ca colon menurut American Joint Committee on Cancer
2010 dalam (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015)
Tabel 1. Penilaian tumor primer (T) pada ca colon

T Penilaian Tumor

TX Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada ditemukan tumor primer

Tis Carsinoma in situ : intraepitelial atau invasi lamina propria

T1 Tumor invasi sub mukosa

T2 Tumor invasi muscularis propria

T3 Tumor invasi sepanjang muscularis propria hingga


jaringan perikolorektal

T4a Tumor penetrasi ke permukaan peritoneum visceral

Tumor secara langsung menginvasi atau melengket ke


T4b
organ lain
Stadium Tingkatan

1 Hanya terbatas pada mukosa kolon (dinding rektum dan kolon)


2 Menembus dinding otot, tapi belum metatase
3 Melibatkan kelenjar limfe

4 Metatase kelenjar limfe yang berjauhan dan organ lain


Tabel 2. Tingkatan Ca Colon

Tabel 2.3 Penilaian metastasis jauh (M) pada ca colon


5. Manifestasi Klinis
Manifestasi kanker kolon menurut (Yayasan Kanker Indonesia, 2018):
a. Perubahan pada pola buang air besar termasuk diare, atau konstipasi atau
perubahan pada lamanya saat buang air besar, dimana pola ini
berlangsung selama beberapa minggu hingga bulan. Kadang-kadang
perubahan pola itu terjadi sebagai perubahan bentuk dari feses atau
kotoran dari hari ke hari (kadang- kadang keras, lalu lunak, dan seterusnya)
b. Pendarahan pada buang air besar atau ditemukannya darah di feses,
seringkali hanya dapat dideteksi di laboratorium
c. Rasa tidak nyaman pada bagian abdomen atau perut seperti keram, gas
atau rasa sakit yang berulang
d. Perasaan bahwa usus besar belum seluruhnya kosong sesudah buang air
besar
e. Rasa cepat lelah, lesu lemah atau letih
f. Turunnya berat badan secara drastis dan tidak dapat dijelaskan sebabnya.

6. Komplikasi
Komplikasi awal yang dapat terjadi adalah sumbatan (obstruksi)
saluran cerna. Sumbatan tersebut tentu diakibatkan tumor yang memenuhi
saluran usus. Adanya sumbatan tersebut menyebabkan penderitanya
mengalami konstipasi dan nyeri perut. Selain obstruksi, tumor juga dapat
menyebabkan usus mengalami kebocoran (perforasi). Perforasi usus dapat
menimbulkan gejala yang berat seperti nyeri perut hebat, perut terlihat
membesar dan tegang, muntah, serta infeksi berat. Tak berhenti di situ, kanker
usus juga dapat menimbulkan perdarahan. Hal tersebut dapat terjadi bila
tumor berada di sekitar rektum, salah satu bagian terakhir usus besar.
Perdarahan tumor dapat menyebabkan penderitanya kehilangan darah yang
cukup banyak, sehingga menimbulkan anemia (kekurangan sel darah merah).
(Sjamsuhidajat, 2017)
Komplikasi lain dari kanker usus adalah penyebaran sel tumor ke
organ yang lain. Proses yang disebut metastasis ini lazim terjadi pada
berbagai jenis kanker, terutama yang sifatnya ganas. Organ tubuh yang paling
sering menjadi sasaran metastasis sel kanker usus adalah kelenjar getah
bening, paru, dan selaput rongga perut. Metastasis dapat menimbulkan gejala
sesuai organ yang terkena, misalnya benjolan di sekitar leher, sesak napas,
dan nyeri perut serta perut yang semakin membesar (Timurtini, 2019).

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kanker
kolorektal adalah sebagai berikut (Sayuti & Nouva, 2018)
a. Pemeriksaan laboratorium klinis
Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk
menegakkan diagnosa maupun monitoring perkembangan atau
kekambuhannya. Pemeriksaan terhadap kanker ini antara lain pemeriksaan
darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja yang merupakan pemeriksaan
rutin. Anemia dan hipokalemia kemungkinan ditemukan oleh karena adanya
perdarahan kecil. Perdarahan tersembunyi dapat dilihat dari pemeriksaan
tinja. Selain pemeriksaan rutin diatas, dalam menegakkan diagnosa
karsinoma kolorektal dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma Embrionic
Antigen). Carcinoma Embrionic Antigen merupakan pertanda serum
terhadap adanya karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma Embrionic
Antigen adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel
yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker
serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi
rekurensi dini dan metastase ke hepar. Carcinoma Embrionic Antigen
terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai skrining
kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum, bagaimanapun
berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya nilai CEA
berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan
adanya metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum
merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat
dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.
b. Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi
Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker kolorektal
adalah terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat kolonoskopi
maupun reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil histopatologi yang
merupakan diagnosa definitif. Dari pemeriksaan histopatologi inilah dapat
diperoleh karakteristik berbagai jenis kanker maupun karsinoma di
kolorektal ini.
c. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos
abdomen atau menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah
dengan memakai double kontras barium enema, yang sensitifitasnya
mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik ini
jika digunakan bersama-sama sigmoidoskopi, merupakan cara yang hemat
biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang
tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan
jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker
yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan menggunakan barium enema
sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan perforasi,
maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada barium enema.
Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI),
Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian dari teknik pencitraan
yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan
kanker kolon, tetapi teknik ini bukan merupakan skrining tes.
d. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh
mukosa kolon dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan saluran
pencernaan dengan menggunakan alat kolonoskopi, yaitu selang lentur
berdiameter kurang lebih 1,5 cm dan dilengkapi dengan kamera.
Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan
polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan
kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang
keakuratannya hanya sebesar 67%. Kolonoskopi juga dapat digunakan
untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur.
Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi
utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul
kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat
berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel
disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding,
megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih
sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi,
perdarahan merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik,
sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi
diagnostik.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ca kolon sendiri menurut Komite Penanggulangan
Kanker Nasional (2015) adalah:
a. Pembedahan
Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas
diterima sebagai penanganan kuratif untuk kanker kolekteral. Pembedahan
kuratif harus mengeksisi dengan batas yang luas dan maksimal regional
lymphadenektomi sementara mempertahkan fungsi dari kolon sebisanya.
b. Terapi radiasi
Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan
x-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker.
c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan zat untuk perawatan penyakit. Dalam
penggunaan medernya, istilah ini merujuk secara ekslusif kepada obat
sitostatik yang digunkan untuk merawat kanker.

9. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian
yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data
dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang respons kesehatan
pasien. Pengkajian yang komprehensif atau menyeluruh, sistematis yang logis
akan mengarah dan mendukung pada identifikasi masalah-masalah pasien.
Pengumpulan data dapat diperoleh dari data subyektif melalui wawancara dan
dari data obyektif melalui observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017):
a. Pengumpulan Data
1) Identitas pasien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat,
tempat tinggal
2) Riwayat penyakit sekarang : Pada pengkajian ini yang perlu dikaji
adanya keluhan pada area abdomen terjadi pembesaran
3) Riwayat penyakit dahulu : Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita
pasien dengan timbulnya kanker kolon.
4) Riwayat penyakit keluarga : Adakah anggota keluarga yang mengalami
penyakit seperti yang dialami pasien, adakah anggota keluarga yang
mengalami penyakit kronis lainnya
5) Riwayat psikososial dan spiritual : Bagaimana hubungan pasien dengan
anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun saat
sakit, apakah pasien mengalami kecemasan, rasa sakit, karena penyakit
yang dideritanya, dan bagaimana pasien menggunakan koping
mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
b. Riwayat bio- psiko- sosial- spiritual
1) Pola Nutrisi
Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan apa
saja yang sering di konsumsi, makanan yang paling disukai, frekwensi
makanannya
2) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK, adakah keluar darah
atau tidak, keras, lembek, cair ?
3) Pola personal hygiene
Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun atau
tidak, menyikat gigi.
4) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan istirahat tidur berapa jam ? Kebiasaan – kebiasaan sebelum
tidur apa saja yang dilakukan?
5) Pola aktivitas dan latihan
Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas diluar
kegiatan olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di kampung dan
sekitarnya.
6) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras,
ketergantungan dengan obat-obatan ( narkoba ).
7) Hubungan peran
Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, teman- teman
sekitar lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat ?
8) Pola persepsi dan konsep diri
Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap keluarga,
kebersamaan dengan keluarga.
9) Pola nilai kepercayaan
Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap
agama yang dianut, mengerjakan perintah agama yang di anut dan
patuh terhadap perintah dan larangan-Nya.
10) Pola reproduksi dan seksual
Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan dengan
keluarga besarnya dan lingkungan sekitar.
c. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher : Dengan tehnik inspeksi dan palpasi
2) Rambut dan kulit kepala : Pendarahan, pengelupasan, perlukaan,
penekanan
3) Telinga : Perlukaan, darah, cairan, bau ?
4) Mata : Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak mata,
adanya benda asing, skelera putih ?
5) Hidung : Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan anatomi akibat
trauma ?
6) Mulut : Benda asing, gigi, sianosis, kering ?
7) Bibir : Perlukaan, pendarahan, sianosis, kering ?
8) Rahang : Perlukaan, stabilitas ?
9) Leher : Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar tiroid
10) Pemeriksaan dada
a) Inspeksi : Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi
pernapasan, irama, gerakkan cuping hidung, terdengar suara napas
tambahan.
b) Palpasi : Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama antara
kanan kiri dinding dada.
c) Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup
pada batas paru dan hepar.
d) Auskultasi : Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan paru,
suara ronchi dan wheezing
11) Kardiovaskuler
a) Inspeksi: Bentuk dada simetris
b) Palpasi: Frekuensi nadi,
c) Parkusi: Suara pekak
d) Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur
12) System pencernaan / abdomen
a) Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen
membuncit atau datar, tapi perut menonjol atau tidak, lembilikus
menonjol atau tidak, apakah ada benjolan benjolan / massa.
b) Palpasi : Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa ( tumor, teses)
turgor kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi pasien, apakah
tupar teraba, apakah lien teraba?
c) Perkusi : Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau
cair akan menimbulkan suara pekak ( hepar, asites, vesika urinaria,
tumor).
d) Auskultasi : Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5- 35 kali
permenit.
13) Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:
a) Warna dan suhu kulit
b) Perabaan nadi distal
c) Depornitas extremitas alus
d) Gerakan extremitas secara aktif dan pasif
e) Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi
f) Derajat nyeri bagian yang cidera
g) Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh
h) Reflek patella

14) Pemeriksaan pelvis/genitalia


a) Kebersihan, pertumbuhan rambut
b) Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat
lesi atau tidak.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri kronis berhubungan dengan agen cidera fisiologis
2) Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidamampuan mengabsorsi
makanan
3) Keletihan berhubungan dengan anemia
4) Risiko Infeksi berhubungan dengan faktor risiko penyakit kronis
c. Intervensi

Diagnose
No Keperawatan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
1. Nyeri Kronis Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri ( I.08238)
(D.0078) Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 3 x 8 jam - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
diharapkan masalah keperawatan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
nyeri dapat teratasi dengan kriteria - Identifikasi skala nyeri
hasil: - identifikasi respon nyeri non verbal
1. Keluhan nyeri (1) meningkat Terapeutik
menjadi (3) sedang - Berikan teknik nonfarmakologis untuk
2. Meringis (1) meningkat menjadi (4) mengurangi rasa nyeri
cukup menurun - fasilitasi istirahat dan tidur
3. Sikap protektif (2) cukup Edukasi
meningkat menjadi (4) cukup Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk
menurun mengurangi nyeri
4. Kesulitan tidur (2) cukup Kolaborasi
meningkat menjadi (4) cukup Pemberian analgetik
menurun
5. Fungsi berkemih (2) cukup
meningkat menjadi (4) cukup
menurun
6. Pola napas (2) cukup meningkat
menjadi (4) cukup menurun
7. Tekanan darah (2) cukup
meningkat menjadi (4) cukup
menurun
2. Defisit Nutrisi Status Nutrisi (L.06053) Manajemen Nutrisi (I.03119)
(D.0019) Setelah dilakukan tindakan Observasi:
keperawatan selama 3x 8 jam, pasien - Identifikasi status nutrisi
mau meningkatkan porsi makannya, - Identifikasi makanan yang disukai
dan defisit nutrisi tidak terjadi dengan - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
kriteria hasil: - Monitor asupan makanan
1. Porsi makanan yang dihabiskan - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
dari (1) menurun meningkat Terapeutik
menjadi (4) cukup meningkat - Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
2. Verbalisasi keingnan untuk perlu
meningkatkan nutrisi dari (1) - Sajikan makanan secara menarik dengan
menurun menjadi (5) meningkat suhu yang sesuai
3. Diare dari (1) meningkat menjadi - Berikan makann tinggi kalori dan tinggi protein
(5) menurun
4. Nafsu makan dari (2) cukup Edukasi
memburuk menjadi (5) membaik - Anjurkan makan sedikit tapi sering
- Anjurkan makan dengan posisi duduk
Kolaborasi
- Kolaborasikan pemberian medikasi sebelum
makan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan
3 Keletihan Tingkat Keletihan (L.05046) Manajemen Energi (I.05178)
(D.0057) Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 3x 8 jam, - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
keletihan teratasi dengan kriteria mengakibatkan lelah
hasil: - Monitor kelelahan fisik dan emosional
1. Tenaga (1) menurun menjadi (3) - Monitor pola dan jam tidur
cukup meningkat - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
2. Kemampuan melakukan aktivitas melakukan aktivitas
rutin (1) menurun menjadi (3) Terapeutik
cukup meningkat - Sediakan lingkungan yang nyaman dan
3. Motivasi (1) menurun menjadi (5) rendah stimulus
meningkat - Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4. Lesu (5) menurun menjadi (1)
meningkat Edukasi
5. Frekuensi napas (5) menurun - Anjurkan tirah baring
menjadi (1) meningkat - Anjurkan melakukan aktivita secara bertahap
6. Selera makan (1) memburuk
menjadi (3) sedang
7. Pola istirahat (1) memburuk
menjadi (4) cukup membaik
4 Risiko Infeksi Kontrol Resiko (L.14128) Pencegahan infeksi (l.14539)
Setelah diberikan asuhan Observasi
keperawatan selama 3x24 jam Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
diharapkan risiko infeksi tidak terjadi sistemik
Kriteria Hasil: Terapeutik
1. Kemampuan mencari informasi - Berikan perawatan kulit pada area luka
tentang faktor risiko (Luka post - Pertahankan teknik aseptik
operasi) Edukasi
2. Kemampuan mengidentifikasi - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
faktor risiko (Luka post operasi) - Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
3. Kemampuan melakukan strategi luka operasi
control resiko (Luka post operasi) - Anjurkan meningkat asupan nutrisi
4. Kemampuan menghindari faktor Kolaborasi
resiko (Luka post operasi) Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu,
DAFTAR PUSTAKA

Black, J.M., & Hawks, J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen. Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Jakarta: Salemba Medika.

Dinarti, & Muryanti, Y. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi


Keperawatan. Jakrta: EGC

Iswa, Tesa. (2017). Struktur dan Mekanisme Sistem Pencernaan Manusia. Jakarta

Khazaie, K. (2019). Abnormal Eating Patterns Cause Circadian Disruption and


Promote Alcohol-Associated Colon Carcinogenesis. CMGH Cellular and
Molecular Gastroenterology and Hepatology, (November).
https://doi.org/10.1016/j.jcmgh.2019.10.011

Komite Penanggulangan Kanker Nasional. (2015). Panduan Penatalaksanaan


Kanker Kolorektal. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan


Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Sayuti, M., & Nouva. (2018). Kanker Kolorektal. Yayasan Kanker Indonesia, 2(April),
60.

Sherwood, L. (2014). Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC

Sjamsuhidajat, De Jong W. (2017). Buku ajar ilmu bedah. 4th ed.Jakarta: EGC.

Timurtini, S. (2019). Komplikasi Kanker Kolon.

Yayasan Kanker Indonesia. (2018). Harapan Terpadu World Cancer Day 2018.
Buletin YKI, 2(April), 1–54.

Yustinus Edang Pajong. (2019). Pathway Ca Colon.

Anda mungkin juga menyukai