Anda di halaman 1dari 13

Pajak Penghasilan: Umum

1. Pendahuluan
2. Siapa yang dikenakan pajak PPh (Subyek Pajak)
3. Apa yang dikenakan pajak PPh (Obyek Pajak)
a. Obyek pajak: Penghasilan
b. Obyek pajak BUT
4. Cara menghitung pajak PPh/Berapa besar pajak PPh
a. Rumus: PPh = Dasar Pengenaan Pajak * Tarip Pajak
b. Dasar Pengenaan Pajak = Penghasilan Kena Pajak
c. Tarip Pajak
5. Cara membayar pajak PPh/Bagaimana cara melunasi pajak PPh
CARA MENGHITUNG PAJAK PPh (BERAPA BESAR PAJAK PPh)
Dasar pembahasan:
UU KUP:
Pasal 28 UU KUP:
 Setiap Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kgt usaha/pekerjaan bebas dan Wajib
Pajak badan wajib menyelenggarakan pembukuan,
 Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kgt usaha/pekerjaan bebas, yang tidak wajib
pembukuan, tetapi wajib menyelenggarakan pencatatan. Pencatatan: mencatat data:
1. peredaran bruto/penerimaan/penghasilan bruto

Pasal 1 angka 29 UU KUP:


Pembukuan: mencatat data:
1. penghasilan, dan
2. biaya.

UU PPh:
Penjelasan Pasal 1 UU PPh
Wajib Pajak dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun
pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila
kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.
Yang dimaksud dengan tahun pajak adalah tahun takwim

Bab IV Cara Menghitung Pajak UU PPh


 Pasal 16 Penghasilan Kena Pajak.
 Pasal 17 Tarif Pajak

PMK 101/PMK.010/2016 Tentang Besar PTKP


Besar Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Per DJP Per-17/PJ/2015 Tentang NPPN


Norma Penghitungan Penghasilan Neto (PNNP) merupakan norma guna penghitungan
penghasilan neto dalam satu tahun pajak. (Pasal 14 UU PPh dan Per-17/PJ/2015)
Pembahasan:
Rumus besar pajak PPh:
Pajak PPh = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak
= Penghasilan Kena Pajak x Tarif Pajak

A. Dasar Pengenaan Pajak (DPP):


Cara menghitung DPP/PKP:
1. Wajib Pajak dalam negeri menyelenggarakan pembukuan
2. Wajib Pajak yang menyelenggarakan pencatatan
3. Wajib Pajak luar negeri (Bentuk Usaha Tetap)
4. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dengan kewajiban pajak subyektif kurang dari satu
tahun pajak

B. Tarif Pajak PPh


Tarif pajak untuk:
1. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
2. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri atas penghasilan berupa dividen
3. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap
4. Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka
5. Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
6. Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu {Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah)}
A. Dasar Pengenaan Pajak (DPP):
Pajak PPh = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak
= Penghasilan Kena Pajak x Tarif Pajak
= (Penghasilan – Pengeluaran) x Tarif Pajak

Dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak (PKP) (Pasal 16 UU PPh)
Cara hitung PKP
Bab IV Cara Menghitung Pajak
Pasal 16 Cara hitung PKP
16 (1) PKP = Peredaran bruto – Pengurangan
Cara hitung PKP untuk WP dn PKP = Ph Ps 4 (1) – {Ps 6 (1) (2), Ps 7 (1), Ps 9 (1) c,d,e,g}
(WP orang pribadi dn dan WP
badan dn) (menyelenggarakan
pembukuan)

16 (2) PKP = Peredaran bruto x persentase NPPN


WP op n badan
(menyelenggarakan WP badan:
pencatatan) PKP = Peredaran bruto x persentase NPPN

WP op:
PKP = (Peredaran bruto x persentase NPPN) – PTKP
16 (3)
WP ln yg jalankan PKP = Ph Ps 5(1) – Ps 5 (2) (3), Ps 6 (1) (2), Ps 9 (1) c,d,e,g
usaha/lakukan kgt melalui
BUT

16 (4) PKP = Ph neto dlm bag TP disetahunkan


WP op dn bagian TP Ps 2A (6)
Adapun cara/rumus untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, berdasarkan penggolongan
Wajib Pajak:
5. Wajib Pajak dalam negeri menyelenggarakan pembukuan
6. Wajib Pajak yang menyelenggarakan pencatatan
7. Wajib Pajak luar negeri (Bentuk Usaha Tetap)
8. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dengan kewajiban pajak subyektif kurang dari satu
tahun pajak

1. WP dn
pembukuan
WP dalam negeri
2. WP dn
pencatatan

Penghasilan Kena
Pajak
WP luar negeri 3. WP ln BUT

4. WP op kewajiban
subyektif kurang 1
TP
1. Wajib Pajak dalam negeri menyelenggarakan pembukuan
Bagi Wajib Pajak dalam negeri (WP dn) yang menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena
Pajaknya dihitung dengan menggunakan cara penghitungan biasa.
WP dalam negeri, meliputi:
 WP badan
 WP orang pribadi

Sebagaimana yang diatur pada Pasal 16 ayat (1) UU 36/2008, rumus untuk menghitung PKP
untuk WP dn:
PKP = Ph Ps 4 (1) – {Ps 6 (1) dan (2), Ps 7 (1), Ps 9 (1) c,d,e,g}

Contoh Wajib Pajak badan dalam negeri (WP dn badan)


PT Maju Jaya, pada akhir bulan Desember 2020, dari catatan pembukuan, mempunyai data-data
keuangan:
peredaran bruto: Rp 6.000.000.000,-
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan: Rp 5.400.000.000
Berapa besar PKP-nya.

Menghitung besar PKP:


- Peredaran bruto Rp6.000.000.000,00
- Biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan Rp5.400.000.000,00 (-)
- Laba usaha (penghasilan neto usaha) Rp 600.000.000,00
- Penghasilan lainnya Rp50.000.000,00
- Biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan lainnya
Rp30.000.000,00 (-)
tersebut
Rp 20.000.000,00 (+)
- Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 620.000.000,00
- Kompensasi kerugian Rp 10.000.000,00 (-)
- Penghasilan Kena Pajak Rp 610.000.000,00

Contoh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (WP dn orang pribadi)
Tuan Badu, telah menikah dan mempunyai dua anak. Tuan Badu mempunyai usaha dan atas
usahanya ini, untuk pengelolaan keuangan, telah dilakukan pembukuan. Dari dokumen
pembukuan usaha, pada akhir bulan Desember 2020, mempunyai data-data keuangan:
Peredaran usaha Rp 6.000.000.000
Biaya usaha Rp 5.400.000.000
Kompensasi kerugian yang masih boleh dikurangkan Rp 10.000.000
Berapa besar PKP-nya.

Perhitunan besar PKP atas usaha Tuan Badu:


- Peredaran bruto Rp6.000.000.000,00
- Biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan Rp5.400.000.000,00 (-)
- Laba usaha (penghasilan neto usaha) Rp 600.000.000,00
- Penghasilan lainnya Rp50.000.000,00
- Biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan lainnya
Rp30.000.000,00 (-)
tersebut
Rp 20.000.000,00 (+)
- Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 620.000.000,00
- Kompensasi kerugian Rp 10.000.000,00
- Pengurangan berupa Penghasilan Tidak
Kena Pajak untuk Wajib Pajak orang
pribadi (isteri + 2 anak) Rp 19.800.000,00 (+) Rp 29.800.000,00 (-)
- Penghasilan Kena Pajak Rp 590.200.000,00

2. Wajib Pajak yang menyelenggarakan pencatatan


Sebagaimana yang diatur pada Pasal 16 ayat (2) UU 36/2008, untuk:
 WP orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dengan jumlah
peredaran bruto tertentu yang menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto
 WP yang tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan
maka rumus untuk menghitung PKP:

WP badan
PKP = Penghasilan neto = Peredaran bruto * NPPN

WP orang pribadi
PKP = Penghasilan neto = (Peredaran bruto * NPPN) - PTKP Ps 7 (1)

Bagi Wajib Pajak orang pribadi menyelenggarakan pencatatan, Penghasilan Kena Pajaknya
dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan contoh sebagai
berikut:
Tuan Ali punya usaha kelontong. Tuan ali sudah menikah dan mempunyai 3 anak. Dari catatan
usaha kelontong, diperoleh data besar peredaran bruto Rp 4.000.000.000
Dari NPPN yang dikeluarkan oleh Ditjrn Pajak, diperoleh data bahwa untuk usaha kelontong,
besar norma penghitungan = 20%
Hitunglah besar PKP-nya

Perhitungan PKP untuk usaha kelonmtong Tuan Ali yang menyelenggarakan pencatatan:
- Peredaran bruto Rp4.000.000.000,00
- Penghasilan neto (menurut Norma Penghitungan) misalnya 20% Rp 800.000.000,00
- Penghasilan neto lainnya Rp 5.000.000,00 (+)
- Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 805.000.000,00
- Penghasilan Tidak Kena Pajak (isteri + 3 anak) Rp 21.120.000,00 (-)
- Penghasilan Kena Pajak Rp 783.880.000,00
3. Wajib Pajak luar negeri (Bentuk Usaha Tetap)
Sebagaimana yang diatur pada Pasal 16 ayat (3) UU 36/2008, rumus menghitung Penghasilan
Kena Pajak untuk WP luar negeri yang jalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT:

PKP = Ph Ps 5(1) – Ps 5 (2) dan (3), Ps 6 (1) dan (2), Ps 9 (1) c,d,e,g

Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu
bentuk usaha tetap di Indonesia, cara penghitungan Penghasilan Kena Pajaknya pada dasarnya
sama dengan cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri.
Karena bentuk usaha tetap berkewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan
Kena Pajaknya dihitung dengan cara penghitungan biasa.

Contoh:
- Peredaran bruto Rp10.000.000.000,00
- Biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan Rp 8.000.000.000,00 (-)
Rp 2.000.000.000,00
- Penghasilan bunga Rp 50.000.000,00
- Penjualan langsung barang yang sejenis
dengan barang yang dijual bentuk
usaha tetap oleh kantor pusat Rp2.000.000.000,00
- Biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan Rp1.500.000.000,00 (-)
Rp 500.000.000,00
- Dividen yang diterima atau diperoleh
kantor pusat yang mempunyai
hubungan efektif dengan bentuk usaha
tetap Rp1.000.000.000,00 (+)
Rp3.550.000.000,00
- Biaya-biaya menurut Pasal 5 ayat (3) Rp 450.000.000,00 (-)
- Penghasilan Kena Pajak Rp3.100.000.000,00

4. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dengan kewajiban pajak subyektif kurang
dari satu tahun pajak
Sebagaimana yang diatur pada Pasal 16 ayat (4) UU 36/2008, Penghasilan Kena Pajak bagi
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang terutang pajak dalam suatu bagian tahun pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A ayat (6) dihitung berdasarkan penghasilan neto yang
diterima atau diperoleh dalam bagian tahun pajak yang disetahunkan.
Apabila kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang bertempat tinggal atau yang berada di
Indonesia hanya meliputi sebagian dari tahun pajak, maka bagian tahun pajak tersebut
menggantikan tahun pajak. Dapat terjadi orang pribadi menjadi Subjek Pajak tidak untuk jangka
waktu satu tahun pajak penuh, misalnya orang pribadi yang mulai menjadi Subjek Pajak pada
pertengahan tahun pajak, atau yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya pada
pertengahan tahun pajak. Jangka waktu yang kurang dari satu tahun pajak tersebut dinamakan
bagian tahun pajak yang menggantikan tahun pajak.
Contoh:
Orang pribadi tidak kawin yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai subjek pajak dalam negeri
adalah 3 (tiga) bulan dan dalam jangka waktu tersebut memperoleh penghasilan sebesar
Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) maka penghitungan Penghasilan Kena
Pajaknya adalah sebagai berikut.

Penghasilan selama 3 (tiga) bulan Rp150.000.000,00


Penghasilan setahun sebesar:(360 : (3x30)) x Rp150.000.000,00 Rp600.000.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp 54.000.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak Rp546.000.000,00
B. Tarif Pajak PPh
Rumus untuk menghitung besar pajak PPh adalah Penghasilan Kena Pajak di kalikan dengan
Tarif Pajak. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 ayat (4) UU 36/2008, jumlah Penghasilan
Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.

Contoh:
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp5.050.900,00 untuk penerapan tarif dibulatkan ke bawah
menjadi Rp5.050.000,00.

1. WP OP dn
WP Orang Pribadi
2. WP OP dn dividen

3. WP B dn & BUT

Tarif Pajak
WP badan 4. WP B dn terbuka

5. WP B dn peredaran bruto ttt (50M)

6. WP peredaran bruto ttt (4,8M)

1. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri


2. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri atas penghasilan berupa dividen
3. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap
4. Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka
5. Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
6. Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu {Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah)}
1. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
Tarif pajak PPh untuk WP orang pribadi dalam negeri, termasuk dalam tarif pajak progresif.
Tarif pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a
UU 36/2008.

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 5%
(lima persen)
di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan 15%
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) (lima belas persen)
di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai 25%
dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) (dua puluh lima persen)
di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 30%
(tiga puluh persen)

Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak orang pribadi:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp600.000.000,00.

Pajak Penghasilan yang terutang :


5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp200.000.000,00 = Rp 30.000.000,00
25% x Rp250.000.000,00 = Rp 62.500.000,00
30% x Rp100.000.000,00 = Rp 30.000.000,00 (+)
PPh yang terutang Rp125.000.000,00

2. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri atas penghasilan berupa dividen
Sebagaimana yang diatur pada Pasal 17 ayat (2c) UU 36/2008, untuk WP orang pribadi dalam
negeri yang menerima penghasilan berupa dividen, maka tarif yang dikenakan atas penghasilan
berupa dividen adalah paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final.
Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya tariff, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2d)
UU 36/2008, diatur dengan Peraturan Pemerintah

3. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap


Tarif pajak untuk WP badan dalam negeri dan BUT, termasuk dalam tarif pajak tunggal. Tarif
pajak PPh untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, diatur pada Pasal 17
ayat (1) huruf b dan Pasal 17 ayat (2a) UU 36/2008:
a. Tarif pajak: 28% (dua puluh delapan persen), dan
b. 2010 dan seterusnya: tarif pajak menjadi 25% (dua puluh lima persen)

Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk
usaha tetap:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp1.250.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang: 25% x Rp1.250.000.000,00 = Rp312.500.000,00
4. Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka
Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 ayat (2b) UU 36/2008, untuk Wajib Pajak badan dalam
negeri yang berbentuk perseroan terbuka, dengan syarat:
 yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan
 memenuhi persyaratan tertentu lainnya
dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
Adapun peraturan pemerintah tersebut adalah:
 Peraturan Pemerintah No 77/2013
 Peraturan Pemerintah No 56/2015
 Peraturan Pemerintah No 30/2020

5. Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
Sebagaimana yang diatur pada Pasal 31E ayat (1) dan (2) UU 36/2008, Wajib Pajak badan dalam
negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU 36/2008 yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Besarnya bagian peredaran bruto
dapat dinaikkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Adapun peraturan pelaksanaannya, diatur pada SE DJP:
 SE-66/PJ/2010
 SE-02/PJ/2015

Contoh 1:
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp4.500.000.000,00 (empat miliar lima
ratus juta rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).

Penghitungan pajak yang terutang:


Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif
sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah
peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah).
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 25%) x Rp500.000.000,00 = Rp 62.500.000,00

Contoh 2:
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar
rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang :
1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas :
(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00
2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh
fasilitas:
Rp3.000.000.000,00 – Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00

Pajak Penghasilan yang terutang:


- (50% x 25%) x Rp480.000.000,00 = Rp 60.000.000,00
- 25% x Rp2.520.000.000,00 = Rp630.000.000,00 (+)
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang Rp690.000.000,00

6. Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu


Untuk WP yang memiliki peredaran bruto tertentu, berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf
e dan Pasal 17 ayat (7) UU 36/2008, dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri atas penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi
sebagaimana tersebut pada Pasal 17 ayat (1).
Ketentuan lebih lanjut atas peraturan ini, yaitu pada Peraturan Pemerintah 23/2018:
 Dikenai PPh yang besifat final dalam jangka waktu tertentu
 Tarif PPh yang bersifat final sebesar 0,5% (nol koma lima persen)
 WP orang pribadi dan badan (koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan
terbatas) dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan
ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

Anda mungkin juga menyukai