Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

GEOMORFOLOGI DASAR

ACARA VIII
MENGIDENTIFIKASI BENTUKLAHAN PROSES ASAL PROSES
DENUDASIONAL
Adinta Darmawan (18405244001/B1)

A. Tujuan
1. Mampu mengidentifikasi bentuklahan asal proses denudasional.
2. Menggambar kenampakan bentuklahan asal proses denudasial.

B. Dasar Teori
Definisi bentuklahan denudasional menurut Suharini (2014:185)
adalah bentuklahan yang terbentuk akibat adanya proses pelapukan
(weathering), erosi, gerak masa batuan (mass movement) dan proses
pengendapan pada batuan induk.
Definisi bentuklahan denudasional menurut Pramono dan Ashari
(2014:111) adalah bentuklahan yang berada pada daerah yang sangat luas
tersusun atas batuan yang lunak dan berada pada daerah iklim basah.
Bentuklahan denudasi timbul akibat adanya pelapukan batuan
kemudian batuan yang telah lapuk tersebut dipindahkan oleh gaya gravitasi
(mass wasting) atau pencapakan batuan yang material pelapukannya
bergerakan menuruni lereng akibat pengaruh grafitasi, dengan demikian
tenaga yang mengangkut merupakan gaya gravitasi, tanpa adanya medium
transportasi dari agen-agen geomorfik seperti angin atau air. Bentuklahan
denudasional menurut Suharsono dapat berupa: (Pramono dan Ashari, 112-
117:2014)
1) Pegunungan Denudasi
Merupakan bentuklahan dengan topografi bergunung dan memiliki
lereng yang curam hingga sangat curam (55->140%), perbedaan tinggi
antara tempat terendah dengan tempat tertinggi >500m. Tingkat
pengikisan tergantung litologi, iklim, vegetasi penutup serta proses erosi
yang berkerja pada daerah tersebut. Bentuklahan ini umumnya mempunyai
lembah yang dalam, berdinding terjal, dan berbentuk V karena proses yang
dominan adalah proses pendalaman lembah.
2) Perbukitan Denudasi.
Mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan lereng
berkisar antara 15-<55% dengan perbedaan tinggi relief 50-<500m
umumnya terkikis sedang hingga kecil tergantung pada kondisi litologi,
iklim, dan vegetasi penutup, sehingga membentuk kenampakan relief yang
tidak begitu terjal.
3) Bukit Sisa.
Terbentuk apabila bagian depan (dinding) suatu pegunungan atau
perbukitan mundur akibat proses denudasi Lereng kaki (footslope)
bertambah lebar secara terus menerus sehingga meninggalkan bentuk sisa
dengan lereng dinding bukit sisa yang curam, dapat terjadi pada
pegunungan atau perbukitan terpisah maupun pada sekelompok
pegunungan atau perbukitan dan mempunyai bentuk membulat. Apabila
bentuknya relatif memanjang dengan dinding bukit curam disebut
monadnock.
4) Bukit Terisolasi.
Merupakan bentuklahan yang terbentuk akibat adanya proses
pelapukan oleh agen geomorfik pada daerah perbukitan dalam waktu yang
lama sehingga terjadi Peneplain pada sebagian wilayah (suatu permukaan
yang hampir datar karena proses denudasional) tetapi pada wilayah yang
sebagian terdapat ada 1 bukit atau beberapa bukit yang saling terpisah
serta belum terlapuk secara sempurna, hal ini timbul akibat struktur batuan
yang berbeda atau agen geomorfik yang berkerja kurang optimal sehingga
menciptakan bukit sisa yang terisolasi karena dikelililingi lembah yang
dahulunnya adalah merupakan wilayah perbukitan.
5) Kipas Koluvial.
Bentuklahan ini mempunyai topografi berbentuk kerucut atau kipas
dengan lereng curam dan tersusun atas fragmen batuan bervariasi dari
ukuran pasir hingga blok, tergantung pada besarnya cliff dan batuan yang
hancur, fragmen berukuran kecil terendapkan pada bagian atas kerucut
sedangkan fragmen yang kasar karena gaya beratnya akan mudah
meluncur ke bawah dan terendapkan di bagian bawah kerucut atau kipas.
6) Nyaris Dataran (Peneplain).
Merupakan bentuklahan dengan permukaan yang cenderung
menurun ketinggiannya dan membentuk suatu permukaan yang hampir
datar serta nyaris disebut dataran (Peneplain), akibat dari proses
denudasional bekerja terus menerus pada perbukitan atau pegunungan
sehingga menimbulkan penelanjangan pada derah perbukitan dan
pegunungan tahap ini dapat disebut fase tua.
7) Lereng Kaki (foootslope).
Merupakan bentuklahan dengan bentukan memanjang dan sempit
dengan topografi landai hingga berombak pada kaki suatu pegunungan
atau perbukitan.

C. Alat dan Bahan


Untuk melakukan identifikasi bentuklahan menggunakan peta topografi
maka memerlukan beberapa alat dan bahan seperti berikut:
Alat
1. Drawing pen 0,2 warna hitam untuk menggambar garis kontur
2. Drawing pen 0,2 warna biru untuk menggambar kenampakan sungai
3. Drawing pen 0,3 warna merah untuk mencatat ketinggian
Bahan
1. Satu buah kertas kalkir digunakan untuk menggambar dan menyalin
bentuklahan dan membuat penampangnya.
2. Satu buah peta topografi Kulonprogo

D. Langkah Kerja
Untuk melakukan identifikasi bentuklahan menggunakan peta topografi
maka berikut langkah kerjanya:
1. Menyiapkan alat dan bahan untuk melaksanakan kegiatan praktikum.
2. Mengidentifikasi garis kontur interval
3. Menaruh kertas kalkir diatas peta untuk memudahkan proses penyalinan
lebih mudah digunakan penjepit kertas sebagai media pengait
4. Menyalin kontur dengan drawing pen warna hitam 0,2 sebagai tanda
kontur interval dan 0,2 warna biru untuk garis sungai
5. Mengidentifikasikan penampang yang digambar
6. Mengidentifikasikan kenampakan-kenampakan pada bentuk lahan asal
denunasional
7. Menyusun laporan praktikum

E. Hasil dan Pembahasan


Hasil

Tabel 1.1 Bentuklahan denudasional yang ditemukan pada peta topografi


Kabupaten Kulonprogo
No Kenampakan Keterangan
1 Pegunungan Denudasional Merupakan bentuklahan dengan
topografi bergunung dan memiliki
lereng yang curam hingga sangat
curam (55->140%), perbedaan tinggi
antara tempat terendah dengan tempat
tertinggi >500m. Tingkat pengikisan
tergantung litologi, iklim, vegetasi
penutup serta proses erosi yang
berkerja pada daerah tersebut.
Bentuklahan ini umumnya
mempunyai lembah yang dalam,
berdinding terjal, dan berbentuk V
karena proses yang dominan adalah
proses pendalaman lembah.
Pegunungan denudasial di Kabupaten
Kulonprogo ini kebanyakan terdapat
paa ketinggian diatas 500 mdpl.
2 Perbukitan Denudaional Mempunyai topografi berbukit dan
bergelombang dengan lereng berkisar
antara 15-<55% dengan perbedaan
tinggi relief 50-<500m umumnya
terkikis sedang hingga kecil
tergantung pada kondisi litologi,
iklim, dan vegetasi penutup, sehingga
membentuk kenampakan relief yang
tidak begitu terjal. Di Kabupaten
Kulonprogo dapat dijumpai beragam
perbukitan dengan ketinggian
dibawah 500 mdpl
3 Kipas kolluvial Bentuklahan ini mempunyai topografi
berbentuk kerucut atau kipas dengan
lereng curam dan tersusun atas
fragmen batuan bervariasi dari ukuran
pasir hingga blok, tergantung pada
besarnya cliff dan batuan yang hancur,
fragmen berukuran kecil terendapkan
pada bagian atas kerucut sedangkan
fragmen yang kasar karena gaya
beratnya akan mudah meluncur ke
bawah dan terendapkan di bagian
bawah kerucut atau kipas. Dapat
dijumpai di Kabupaten Kulonprogo
terutama di sekitar Desa Sendangrejo
di Kecamatan Samigaluh.
4 Pola aliran sungai Bentuk lahan denudasial juga dapat
mengakibatkan terbentuknya pola
aliran sungai dikarenakan karen
proses pelapukan dari batuan yang
mengalami mass wasting. Pelapukan
batuan tadi jatuh kebawah di daerah
sungai dan mengalami pengendapan,
kemudian terbentuklah bentuk lahan
di area sungai akibat proses
denudasial. Contoh pola aliran sungai
di Kabupaten Kulonprogo ini juga
kebanyakan karena pengaruh dari dari
sedimentasi atau agradasi
(pengendapan)

Pembahasan
Berdasarkan hasil dari menggambar kontur serta menganalisis
kontur pada peta topografi denudasional maka dapat memberikan gambaran
mengenai bentuk-bentuk lahan yang berada pada wilayah yang
tergambarkan oleh peta tersebut yaitu menunjukan bahwa terdapat
bentuklahan asal proses denudasional dengan kenampakan-kenampakan
sebagai berikut:

a) Pegunungan Denudasional
Pegunungan denudasional merupakan pegunungan dengan memiliki
ciri atau karakteristik yang khas dari pada pegunungan yang lain
sehingga hal tersebut dapat digunakan untuk membedakan antara
pegunungan dengan pengunungan denudasional, ciri khas pegunungan
yang terdapat pada peta topografi denudasional sehingga pegunungan
tersebut dapat diidentifikasi sebagai pegunungan denudasional berupa:
 Memiliki topografi bergunung dengan ketinggian lebih dari 500m
disertai dengan lereng yang curam, lereng yang curam dapat
diketahui melalui rapatnya garis antara kontur yang satu dengan
yang lain contoh pada wilayah Desa Tegalsari berada pada
Kecamatan Girimulyo. Pegunungan ini terbentuk dengan proses
denudasial karena terjadi karena agen gerak geomorfik seperti angin
sehingga mengalami pelapukan dan terjadi pengikisan yang terjadi
di samping gunung yang awalnya bergabung menjadi terdeformasi.
Sehingga membetuk pegunungan denudasial.
b) Perbukitan Denudasional
Perbukitan denudasi yang nampak pada peta topografi salah satunya
berada pada wilayah Desa Ngroto. Dari wilayah tersebut dapat
diidentifikasi sebagai perbukitan denudasional karena memiliki ciri
sebagai berikut:
 Memiliki titik ketinggian maksimal 429, sedangkan ciri perbukitan
denudasional yang saya cantumkan pada dasar teori berupa 50-
<500m maka dapat disimpulkan bahwa daerah tersebut merupakan
perbukitan denudasional. Selain ciri tersebut terdapat ciri yang lain
yang dapat menunjukan bahwa wilayah tersebut merupakan
perbukitan denudasi yaitu berupa hasil kikisan lereng yang
digambarkan pada peta topografi berupa kontur yang tidak begitu
rapat pada wilayah Desa Ngroto. Hal tersebut disebabkan karena
perbukitannya sendiri merupakan wilayah yang tidak terlalu tinggi
maka kenampakan relief yang terbentuk umumnya bersifat landai
berkisar antara lereng 15-<55%.
c) Kipas Kolluvial
Bentuklahan ini mempunyai topografi berbentuk kerucut atau kipas
dengan lereng curam dan tersusun atas fragmen batuan bervariasi dari
ukuran pasir hingga blok, tergantung pada besarnya cliff dan batuan
yang hancur, fragmen berukuran kecil terendapkan pada bagian atas
kerucut sedangkan fragmen yang kasar karena gaya beratnya akan
mudah meluncur ke bawah dan terendapkan di bagian bawah kerucut
atau kipas. Kipas Kolluvial ini terjadi di sekitar Dsa Sendangrejo. Faktor
terbentuknya kipas denudasial ini dikarenakan proses mass wasting.
Adanya aliran air menyebabkan adanya pengikisan batuan yang
dilakukan oleh air, kemudian kikisan batuan tersbeut mengendap ke
bawah membentuk huruf v dimana tengah paling bawah merupakan
endapannya. Kemudian di bagian atas akan terlihat celah-celah
pengikisan yang telah terpindahkan, bentuk lahan ini membentuk seperti
kipas.
d) Pola aliran sungai
Pola aliran sungai pada peta topografi denudasional tersebut
menggambarkan pola aliran dendrictic hal tersebut dapat diketahui
karena pola alirannya dimana cabang-cabang (anak sungai) bermuara
pada aliaran utama. Dari pola aliran tersebut dapat diketahui bahwa pola
aliran denditrik berada di Kecamatan Girimulyo dan juga Kecamatan
Samigaluh. Pola tersebut semakin ke dalam semakin mencabang.

F. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum mengenai identifikasi bentuklahan proses asal
denudasional dapat disimpulkan bahwa:
1. Bentuklahan denudasional merupakan bentuk lahan mengenai proses
pelapukan, erosi, mass movement, dan pengendapan
2. Pelapukan merupakan kerjasama semua proses pada batuan baik secara
mekanik maupun kimia yang mengakibatkan sebagian batuan tersebut
menjadi hancur (fragmen). Fragmen batuan tersebut menuruni lereng
yang kemudian terendapkan pada suatu tempat yang lebih rendah,
sedangkan derah yang ditinggalkan akan membentuk suatu topografi
dengan relief kasar akibat terbentuknya lembah-lembah yang dalam.
3. Faktor gerak geomorfik sangat mempengaruhi dalam proses
denudasional, seperti contoh angin dan air
4. Adanya proses-proses pembentukan denudasional juga didukung oleh
gaya gravitasi bumi.

G. Daftar Pustaka
Pramono, Heru, dkk. 2014. Geomorfologi Dasar. Yogyakarta: UNY press.
Suharini, Erni, dkk. 2014. Geomorfologi. Yogyakarta: ombak.

Anda mungkin juga menyukai