ANEMIA
Oleh :
2114901122
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI BALI
TAHUN AJARAN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi
2. Klasifikasi
a. Anemia Aplastik
Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh penurunan pada prekusor sel-
sel sumsum tulang dan penggantian sumsum dengan lemak. Anemia ini dapat disebabkan
oleh kongenital atau didapat, idiopati akibat dari infeksi tertentu, obat-obatan dan zat
kimia, serta kerusakan akibat radiasi. Penyembuhan sempurna dan cepat mungkin dapat
diantisipasi jika pemajanan pada pasien dihentikan secara dini. Jika pemajanan tetap
berlangsung setelah terjadi tanda-tanda hipoplasi, depresi sumsum tulang hampir dapat
berkembang menjadi gagal sumsum tulang dan irreversible.
b. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi dalam tubuh
menurun dibawah kadar normal. Zat besi yang tidak adekuat menyebabkan berkurangnya
sintesis Hb sehingga menghambat proses pematangan eritrosit. Ini merupakan tipe
anemia yang paling umum. Anemia ini dapat ditemukan pada pria dan wanita pasca
menopause karena perdarahan (misal, ulkus, gastritis, tumor gastrointestinal), malabsopsi
atau diit sangat tinggi serat (mencegah absorpsi besi). Alkoholisme kronis juga dapat
menyebabkan masukan besi yang tidak adekuat dan kehilangan besi melalui darah dari
saluran gastrointestinal.
c. Anemia Megaloblastik (Defisiensi Vitamin B12 dan Defisiensi Asam Folat)
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
memperlihatkan perubahan-perubahan sumsum tulang dan darah perifer yang identik.
Defisiensi vitamin B12 sangat jarang terjadi tetapi dapat terjadi akibat ketidakadekuatan
masukan pada vegetarian yang ketat, kegagalan absorpsi saluran gantrointestinal, penyakit
yang melibatkan ilium atau pankreas yang dapat merusak absorpsi vitamin B 12. Tanpa
pengobatan pasien akan meninggal setelah beberapa tahun, biasanya akibat gagal jantung
kongesti sekunder akibat dari anemia. Sedangkan defisiensi asam folat terjadi karena asupan
makanan yang kurang gizi asam folat, terutama dapat ditemukan pada orang tua, individu
yang jarang makan sayuran dan buah, alkoholisme, anoreksia nervosa, pasien hemodialisis.
d. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang diakibatkan oleh defek
molekul Hb dan berkenaan dengan serangan nyeri. Anemia ini ditemukan terutama pada
orang Mediterania dan populasi di Afrika, serta terutama pada orang-orang kulit hitam.
Anemia sel sabit merupaka gangguan resesif otosom yang disebabkan oleh pewarisan dua
salinan gen hemoglobin defektis, satu buah dari masing-masing orang tua. Hemoglobin yang
cacat itu disebut hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti
sabit apabila terpajan oksigen berkadar rendah.
e. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolysis, yaitu
pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya. Anemia hemolitik adalah
jenis yang tidak sering dijumpai, tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan diagnostik
yang tepat. Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh anemia sel sabit, malaria, penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, dan reaksi transfuse.
3. Etiologi
Menurut Price & Wilson penyebab anemia dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe, Thalasemia,
dan anemi infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat menimbulkan anemi
pernisiosa dan anemi asam folat.
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat menimbulkan anemia
aplastik dan leukemia.
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2. Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi secara mendadak.
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis)
Hemolisis dapat terjadi karena:
a. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah kerusakan
eritrosit.
b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit misalnya,
ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan obat acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada
Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan
mineral Fe. Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu atau lebih zat
gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan dalam pembentukan sel-sel darah
merah.
4. Manifestasi klinis
Karena system organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbulkan manifestasi klinis
yang luas tergantung pada kecepatan timbulnya anemia, usia, mekanisme kompensasi,
tingakat aktivitasnya, keadaan penyakit yang mendasarinya dan beratnya anemia. Secara
umum gejala anemia adalah :
d. Mudah lelah, sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang buruk (bayi).
5. Patofisiologi
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sistem fagositik atau dalam
sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini
bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap
kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan
bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam
sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma
(protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan
berdifusi dalam glomerulus ginjal kedalam urin (hemoglobinuria).
6. Komplikasi
7. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaa penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnose anemia
adalah (Handayani & Andi, 2008):
1. Pemeriksaan laboratorium hematologis
a. Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Pemeriksaan
ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen, seperti kadar hemoglobin,
indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC), asupan darah tepi.
b. Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit dan trombosit.
Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah (LED), hitung diferensial,
dan hitung retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan diagnosis
definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya tidak memerlukan
pemeriksaan sumsum tulang.
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
a. Faal ginjal
b. Faal endokrin
c. Asam urat
d. Faat hati
e. Biakan kuman
3. Pemeriksaan penunjang lain
a. Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.
b. Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.
c. Pemeriksaan sitogenetik.
d. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction, FISH:
fluorescence in situ hybridization).
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang tepat dilakukan untuk pasien anemia sesuai jenisnya, dapat
dilakukan dengan :
1. Anemia Aplastik
a. Transplantasi sumsum tulang.
b. Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG).
c. Hentikan semua obat yang menyebabkan anemia tersebut.
d. Cegah timbulnya gejala-gejala dengan melakukan transfuse sel-sel darah merah dan
trombosit.
e. Lindungi pasien yang rentan terhadap leukopenia dari kontak dengan orang-orang
yang menderita infeksi.
2. Anemia defisiensi besi
a. Teliti sumber penyebab yang mungkin dapat berupa malignasi gastrointestinal, fibroid
uteri, atau kanker yang dapat disembuhkan.
b. Lakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui darah samar.
c. Berikan preparat besi orang yang diresepkan.
d. Hindari tablet dengan salut enteric, karena diserap dengan buruk.
e. Lanjutkan terapi besi sampai setahun setelah perdarahan terkontrol.
3. Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat)
Anemia defisiensi vitamin B12:
a. Pemberian suplemen vitamin atau susu kedelai difortifikasi (pada vege tarian ketat).
b. Suntikan vitamin B12 secara IM untuk kelainan absorpsi atau tidak terdapatnya faktor-
faktor instriksik.
c. Cegah kambuhan dengan vitamin B12 selama hidup untuk pasien anemia pernisiosa
atau malabsorpsi yang tidak dapat diperbaiki.
Anemia defisiensi asam folat:
a. Pemberian diit nutrisi dan 1 mg gram asam folat setiap hari.
b. Asam folat IM untuk sindrom malabsorpsi.
c. Asam folat oral diberikan dalam bentuk tablet (kecuali vitamin prenatal).
4. Anemia sel sabit
a. Arus utama terapi adalah hidrasi dan analgesia.
b. Hidrasi dengan 3-5L cairan intravena dewasa per hari.
c. Berikan dosis adekuat analgesik narkotik.
d. Gunakan obat anti inflamasi non steroid untuk nyeri yang lebih ringan.
e. Transfusi dipertahankan untuk krisis aplastik, krisis yang tidak responsive terhadap
terapi, pada preoperasi untuk mengencerkan darah sabit, dan kadang-kadang setengah
dari masa kehamilan untuk mencegah krisis.
a. Pengkajian
1. Data Subyektif
Data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi
atau kejadian
a) Merasa Lemah, letih, lesu, mudah lelah, dan lunglai
b) Nafsu makan berkurang
c) Sakit kepala/pusing
d) Merasa sesak
2. Data obyektif
Data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh menggunakan panca
indra (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi
nadi, pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran.
a) Wajah tampak pucat.
b) Mata berkunang-kunang
c) Tekanan darah rendah
d) HB dibawah normal
a. Diagnosa Keperawatan
5.Untuk mengetahui
5. Observasi
keseimbangan cairan
pemberian
cairan IV (RL)
6.Mengurangi
kehilangancairan
6. Anjurkan
keluarga untuk
memotivasi
7.Mengidentifikasi
pasien minum
defisiensi dan
banyak
kebuuhan
7. Kolaborasi
pengobatan atau
Pemberian
respon terhadap
tranfusi darah
terapi yang diberikan
sesuai program
DAFTAR PUSTAKA