Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KETERAMPILAN DASAR KLINIK DENGAN NY.

N DI
RUANG PERAWATAN BEDAN RUMAH SAKIT MUHAMMADIYA
BANDUNG

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Keterampilan Dasar Klinik

Dengan dosen pembimbing Nurhayati, S.ST.,M.Kes

Penyusun :

Sri Rahayu Rahmawati 502020053

Dita Mutia Wardani 502020054

Faizzah Mardhiyyah 502020055

Shalwa Aulia Nur Afifah 502020056

Siti Rahmi Chairunnisa Effendy 502020058

PROGRAM STUDI FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS AISYIYAH BANDUNG

2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah hirobbil ‘aalamiin, segala puji hanya milik Allah SWT.
Shalat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan
dan rahmat-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalh ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Keterampilan Dasar Klinik.

Dalam penyusunannya, tidak sedikit hmbatan yang kami hadapi. Oleh


karena itu, kami mengucapkan banyak terima kasih atas segala dukungan yang
diberikan untuk menyelesaikan makalah ini.

Meski telah disusun secara maksimmal, akan tetapi kami sebagai manusia
biasa sangat menyadari bahwa makalah ini sangat banyak kekurangannya dan
masih jauh dari kata sempurna. Karenanya kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari dosen maupun para pembaca.

Demikian yang dapa kami sampaikan, besar dan harapan kami makalah ini
dapat menjadi inspirasi atau sarana pembantu. Semoga para pembaca dapat
mengambil manfaat dan pelajaran dari makalah ini

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................4
A. Pengertian......................................................................................................4
B. Klasifikasi.....................................................................................................4
C. Etiologi..........................................................................................................5
D. Patofisiologi..................................................................................................5
BAB 3 PEMBAHASAN KASUS..........................................................................10
BAB IV PENUTUP...............................................................................................18
A. Kesimpulan.................................................................................................18
B. Saran............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Apendik vermiformis adalah organ kecil tambahan, berada tepat dibawah


katup ileosekal serta melekat pada sekum. Apendik vermiformis populer di
masyarakat dengan istilah usus buntu. Akibat mekanisme pengosongan diri
apendik vermiformis yang pada umumnya kurang efisien, ditambah ukuran
lumen kecil, maka apendik vermiformis mudah mengalami obstruksi dan
rentan terjadi infeksi. Gejala inilah yang lebih dikenal sebagai gejala
apendisitis, radang pada apendik, atau penyakit usus buntu. Penyakit usus
buntu kerap meresahkan masyarakat dikarenakan tindakan pembedahan yang
menyebabkan hilangnya usus buntu secara permanen. Pola pikir masyarakat
masih mengaitkan kejadian penyakit usus buntu atau apendisitis dengan
kebiasaan mengonsumsi makanan pedas, kebiasaan mengonsumsi makanan
yang mengandung biji, serta efek menahan buang air besar.
Prevalensi angka kejadian apendisitis di dunia mencapai 3442 juta kasus
tiap tahun (Stacroce,2013). Statistik di Amerika mencatat setiap tahun
terdapat 30-35 juta kasus apendisitis Namun, pengangkatan appendiks
tidak menimbulkan efek fungsi sistem imun yang jelas. Peradangan pada
appendiks selain mendapat intervensi farmakologik juga memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi dan memberikan
implikasi pada perawat ( syamsyuhidayat, 2016 Berlanjutnya kondisi
appendiks akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan,
(Departemen republik Indonesia, 2013). Penduduk di Amerika 10%
menjalani appendiktomy (pembedahan untuk mengangkat appendiks).
Afrika dan Asia pervalensinya lebih rendah akan tetapi cenderung
meningkat oleh karena pola dietnya yang mengikuti orang barat.

1
Kejadian apendisitis di Indonesia cukup tinggi. Menurut data Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, pada tahun 2008 jumlah penderita apendisitis
di Indonesia mencapai 591.819 orang. Kemudian tahun 2009, sebanyak
596.132 orang dengan presentase 3,36% dilaporkan menderita apendisitis,
dan meningkat menjadi 621.435 dengan presentase 3,53% di tahun 2010 [3].
Apendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks vermiformis oleh
hiperplasia infeksi bakteri, namun faktor pencetusnya ada beberapa
kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat diketahui secara pasti. Di
antaranya adalah faktor penyumbatan (obstruksi) pada lapisan saluran
(lumen) apendiks oleh timbunan tinja yang keras (fekalit), hyperplasia
(pembesaran) jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam
tubuh, cancer primer dan striktur. Di antara beberapa faktor diatas, yang
paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyabab adalah faktor
penyumbatan oleh tinja dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau
pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak.
Menanggapi tingginya angka apendisitis.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik membuat makalah
apendiks/ usus buntu karena masih tingginya angka kejadian apendiks / usus
buntu di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah pokok-pokok yang diuraikan. Pokok permasalahan
utama adalah Demam Tifoid , oleh karena itu rumusan masalah dalam
makalah ini sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan Apendiks / usus buntu ?


2. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya apendiks/ usus buntu ?
3. Apa peran dan tanggung jawab bidan dalam kasus apendiks/ usus buntu ?
4. Pemahaman tentang apendiks/ usus buntu dari segi patologi, patogenesis
dan pemeriksaan diagnosis.

2
C. Tujuan

1. Tujuan umum
Memberikan asuhan kebidanan kepada pasien apendiks atau usus buntu
menggunakan pendekatan manajemen asuhan kebidanan yang sesuai
dengan wewenang bidan.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian secara lengkap dengan mengumpulkan semua
data yang meliputi data subyektif dan obyektif
b. Melakukan interpretasi data yang meliputi diagnosa kebidanan
c. Menentukan diagnosa potensial
d. Melakukan antisipasi atau tindakan segera
e. Menyusun rencana asuhan kebidanan
f. Melaksanakan asuhan menyeluruh
g. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian

Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda asing
batu feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari
apendiks verivormis (Nugroho, 2011). Apendisitis merupakan peradangan
yang berbahaya jika tidak ditangani segera bisa menyebabkan pecahnya
lumen usus (Williams & Wilkins, 2011). Apendisitis adalah suatu peradangan
yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat ileosekal.
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing. Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya
(Sjamsuhidajat, 2010).

B. Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi 3 yaitu :


a. Apendisitis akut, radang mendadak di umbai cacing yang memberikan
tanda, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum local.
b. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di perut
bagian kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi.
Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama sembuh
spontan.
c. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan
bawah lebih dari dua minggu (sumbatan di lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama di mukosa), dan keluhan hilang setelah
apendiktomi.

4
C. Etiologi

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal menjadi faktor


penyebabnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor pencetus
disamping hyperplasia jaringan limfe, batu feses, tumor apendiks, dan cacing
askaris dapat juga menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga
menimbulkan apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks karena parasit seperti
E.Histolytica.

D. Patofisiologi

Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan


oleh fses yang terlibat atau fekalit. Sesuai dengan pengamatan epidemiologi
bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan makanan yang rendah serat.
Pada stadium awal apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa.
Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan peritoneal.
Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan
berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan. Dalam
stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen yang
menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks
menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi
nekrosis ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh
omentum, abses local akan terjadi.

1. Gejala klinis
Gejala – gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak
enak sekitar umbilikus diikuti anoreksia, nausea dan muntah, ini
berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke
nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik Mc. Burney, nyeri rangsangan peritoneum tidak
langsung, nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah
ditekan, nyeri pada kuadran kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti

5
nafas dalam, berjalan, batuk, dan mengedan, nafsu makan menurun,
demam yang tidak terlalu tinggi, biasanya terdapat konstipasi, tetapi
kadang-kadang terjadi diare.

2. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada apendisitis. yaitu :
a. Perforasi
Perforasi berupa massa yang terdiri dari kumpulan
apendiks, sekum, dan letak usus halus. Perforasi terjadi
70% pada kasus dengan peningkatan suhu 39,50C tampak
toksik, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis meningkat
akibat perforasi dan pembentukan abses.
b. Peritonitis
Peritonitis yaitu infeksi pada sistem vena porta
ditandai dengan panas tinggi 390C – 400C menggigil dan
ikterus merupakan penyakit yang jarang.

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang post operasi apendiktomi yaitu:
a) Laboratorium
Pada pemeriksaan ini leukosit meningkat rentang 10.000 –hingga
18.000 / mm3, kemudian neutrofil meningkat 75%, dan WBC
meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi terjadinya perforasi
(jumlah sel darah merah)
b) Data Pemeriksaan Diagnostik
Radiologi yaitu pada pemeriksaan ini foto colon menunjukkan
adanya batu feses pada katup. Kemudian pada pemeriksaan barium
enema :menunjukkan apendiks terisi barium hanya sebagian.

4. Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan post operasi apendiktomi dibagi menjadi tiga :

6
1) Sebelum operasi
- Observasi
Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu diobservasi
ketat karena tanda dan gejala apendisitis belum jelas. Pasien
diminta tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh
diberikan bila dicurigai adanya apendisitis. Diagnosis
ditegakkan dengan lokasi nyeri pada kuadran kanan bawah
setelah timbulnya keluhan.
- Antibiotik
Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi memerlukan
antibiotik, kecuali apendiksitis tanpa komplikasi tidak
memerlukan antibiotik. Penundaan tindakan bedah sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
preforasi.
2) Operasi
Operasi / pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu
apendiktomi. Apendiktomi harus segera dilakukan untuk
menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan
dibawah anestesi umum dengan pembedahan abdomen bawah atau
dengan laparoskopi. Laparoskopi merupakan metode terbaru yang
sangat efektif.
Apendiktomi dapat dilakukan dengn menggunakan dua
metode pembedahan, yaitu secara teknik terbuka (pembedahan
konvensional laparatomi) atau dengan teknik laparoskopi yang
merupakan teknik pembedahan minimal invasive dengan metode
terbaru yang sangat efektif.
- Laparatomi
Laparatomi adalah prosedur vertical pada dinding perut ke
dalam rongga perut. Prosedur ini memungkinkan dokter
melihat dan merasakan organ dalam untuk membuat diagnosa
apa yang salah. Adanya teknik diagnosa yang tidak invasif,

7
laparatomi semakin kurang digunakan dibanding terdahulu.
Prosedur ini hanya dilakukan jika semua prosedur lainnya yang
tidak membutuhkan operasi, seperti laparoskopi yang
seminimal mungkin tingkat invasifnya juga membuat
laparatomi tidak sesering terdahulu. Bila laparatomi dilakukan,
begitu organ-organ dalam dapat dilihat dalam masalah
teridentifikasi, pengobatan bedah harus segera dilakukan.
Laparatomi dibutuhkan ketika ada kedaruratan perut.
Operasi laparatomi dilakukan bila terjadi masalah kesehatan
yang berat pada area abdomen, misalnya trauma abdomen. Bila
klien mengeluh nyeri hebat dan gejala-gejala lain dari masalah
internal yang serius dan kemungkinan penyebabnya tidak
terlihat seperti usus buntu, tukak peptik yang berlubang, atau
kondisi ginekologi maka dilakukan operasi untuk menemukan
dan mengoreksinya sebelum terjadi keparahan lebih.
Laparatomi dapat berkembang menjadi pembedahan besar
diikuti oleh transfusi darah dan perawatan intense
- Laparoskopi
Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari tubuh
mulai dari iga paling bawah samapi dengan panggul. Teknologi
laparoskopi ini bisa digunakan untuk melakukan pengobatan
dan juga mengetahui penyakit yang belum diketahui
diagnosanya dengan jelas.
Keuntungan bedah laparoskopi :
a. Pada laparoskopi, penglihatan diperbesar 20 kali,
memudahkan dokter dalam pembedahan.
b. Secara estetika bekas luka berbeda dibanding dengan luka
operasi pasca bedah konvensional. Luka bedah laparoskopi
berukuran 3 sampai 10 mm akan hilang kecuali klien
mempunyai riwayat keloid.

8
c. Rasa nyeri setelah pembedahan minimal sehingga
penggunaan obat-obatan dapat diminimalkan, masa pulih
setelah pembedahan lebih cepat sehingga klien dapat
beraktivitas normal lebih cepat
3) Setelah operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, hipertermia, syok atau gangguan pernafasan.
Baringkan klien dalam posisi semi fowler. Klien dikatakan baik
apabila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu klien
dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari setelah
dilakukan operasi klien dianjurkan duduk tegak di temmpat tidur
selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di
luar kamar. Hari ke tujuh dapat diangkat dan dibolehkan pulang.

9
BAB 3

PEMBAHASAN KASUS
Kasus pada tanggal 30 November 2021, pukul 21.00 WIB datang seorang
ibu Ny. N datang ke ruang IGD RSMB, ibu tersebut mengeluh perut terasa sakit
sebelah kanan pada saat ditekan, kehilangan selera makan, mual dan muntah.

Nama : Ny. N

Usia : 32 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Laswi No. 100

Keluhan Utama :

• Nyeri perut pada bagian kanan

• Badan panas

• Kehilangan selera makan

• Mual dan muntah

• Diare

• Perut kembung

Riwayat persalinan

• Antenatal : Pada saat hamil tidak ada keluhan dan tidak ada kelainan

• Intranatal : Melhirkan normal, jenis kelamin laki-laki, BB 3000kg, Pb


50 cm

• Postnatal : Tidak ada

10
Riwayat Kesehatan sebelumnya

• Riwayat Kesehatan ibu : Tidak pernah mengalami sakit berat dan


menular

• Riwayat imunisasi : Selama hamil telah imunisasi lengkap

Riwayat nutrisi

• Pemberian ASI pertama kali : Pada saat setelah lahir

• Cara pemberian : Setiap kali menangis

• Lama emberian : sampai saat ini

Aspek Biopsikososiokulturalspiritual

• Ekspresi wajah dan emosi : ekspresi emosi sesuai dengan


ekspresi wajah

• Dampak hospitalisasi bagi keluarga : cemas, keluarga tampak sedih


melihat keluarganya akan melahirkan

Selama perawatan di RS ibu selalu ditemani oleh ibunnya dan suaminya, suami
dan saudaranya yang mengurus keperluan anak dan istrinya selama perawataan di
RS. Suami pulang ke rumah untuk menjaga kedua anaknya.

Langkah 2

kemungkinan ibu mengalami gejala usus buntu (apendiks akut) dengan keluhan
kehilangan selera makan, mual muntah, diare, demam, perut kembung, dan sakit
perut bagian bawah saat ditekan

Langkah 3

Diagnosa : Usus buntu / apendiks

Masalah potensial : Ibu merasa nyeri tekan pada bagian perut sebelah kiri
bawah

11
Antisipasi : Penanganan oleh dokter dan pemberian penkes

Langkah 4

Penanganan oleh dokter dengan cara pemeriksaan fisik perut , pemeriksaan urine
untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih, USG/CT untuk melihat usus buntu
membengkak, pemeriksaan tanda obturator dan tanda psoas

Langkah 5

Tahap Orientasi :

1. Melakukan 3 S (Senyum, sapa dan salam) kepada klien

2. Mengidentifikasi Keadaan klien

3. Memperkenalkan Diri

4. Menjelaskan prosedur dan tujuan yang akan dilakukan

5. Memberikan kesempatan bertanya kepada klien

6. Tutup privasi klien

7. Atur posisi klien dan menciptakan suasana yang nyaman

8. Mencuci tangan

9. Membaca basmallah

a). PemeriksaanFisik

Keluhan yang dirasakan saat ini adalah nyeri pada ulu hati disertai muntah dan
pusing.

• P (provoking atau pemicu) infeksi peradangan usus buntu

• Q (quality) nyeri seperti teriris

• R (region) perut bagian kiri atas (abdomen kuadran 2)

12
• S (severity) skala nyeri 5

• T (time) terus menerus.

Kesadaran pasien : Composmentis.

Keadaan umum : Pasien lemah.

Tekanan darah : 130 / 70 mmHg

Pernafasan : 22 x / menit

Nadi : 100 x / menit

Suhu : 37 C

Tinggi badan : 156 cm

Berat badan : 63 kg.

Pemeriksaan kepala : Rambut beruban, tidak ada nyeri tekan.

Pemeriksaan mata : Tampak kantong mata dan sayup, simetris, conjungtiva


anemis, bola mata dapat bergerak : kesegala arah, penglihatan masih normal.

Pemeriksaan hidung : Tidak ada sekret, bersih tidak terpasang oksigen

Pemeriksaan mulut : Tidak ada stomatitis, mukosa bibir kering

Pemeriksaan telinga : Simetris, bersih

Pemeriksaan leher: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

Pemeriksaan paru-paru

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Sonor

13
Auskultasi : Vasikuler

Pemeriksaan jantung

Palpasi : Tidak ada pembesaran

Perkusi : Pekak

Auskultasi : Terdengar teratur, tidak ada suara tambahan.

Pemeriksaan paru-paru

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vasikuler

Pemeriksaan jantung

Palpasi : Tidak ada pembesaran

Perkusi : Pekak

Auskultasi : Terdengar teratur, tidak ada suara tambahan.

Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : Datar tidak ada luka, warna kulit sama

Palpasi : Tidak ada pembesaran,tidak ada benjolan

Perkusi : Tympani area abdomen.

Pemeriksaan genetalia : Bersih tidak keputihan dan tidak terpasang kateter

Pemeriksaan ekstermitas

14
Ekstermitas atas kanan : Terpasang infus di bagian punggung tangan, tidak
ada nyeri tekan, dan tidak ada pembengkakan pada area yang terpasang infus.

Ekstermitas atas kiri : Kekuatan otot 5 karena tidak ada kelumpuhan


(normal)

Ekstermitas bawah kanan : Kekuatan otot 5 karena tidak ada kelumpuhan


(normal).

Ekstermitas bawah kiri : Kekuatan otot 5 karena tidak ada


kelumpuhan (normal).

b) Rencana Asuhan apendiksitis

Pengkajian :

1. Pada pemeriksaan TTV (suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah) di


dapat takikardi dan peningkatan frekuensi napas. Kaji adanya demam atau
peningkatan suhu tubuh pada pasca pembedahan, adanya demam
kemungkinan terjadinya infeksi pada luka operasi atau terjadi peritonitis.

• Pemfis

2. Pengkajian status nutrisi dan cairan pada klien apakah klien mengalami
anoreksia, mual, muntah dan kembung, hal ini kemungkinan efek dari
anestesi pasca pembedahan. dengan mengkaji turgor kulit, kelembapan
mukosa mulut, pengisian kapiler, intake dan output cairan.

1. Pengkajian nyeri, jika klien mengalami nyeri abdomen didaerah luka insisi
bedah, maka perawat harus melakukan pengkaji karakteristik nyeri yaitu
yang meliputi durasi, frekuensi, skala nyeri, hal apa yang dapat
menurunkan dan meningkatkan nyeri

Intervensi :

15
1. Kaji nyeri, durasi nyeri, dan lokasinya, anjurkan melakukan mobilisasi
dini pada klien ini dilakukan untuk meningkatkan normalisasi fungsi
organ, merangsang peristaltik dan kelancara flatus, menurunkan
ketidaknyamanan abdomen.

2. Jelaskan agar klien melakukan aktivitas sesuai kemampuan secara


bertahap hal ini dilakukan untuk meningkatkan penyembuhan, perasaan
sehat, dan mempermudah kembali keaktivitas yang normal.

3. Pemberian antibiotik sesuai program pemberian antibiotik ini sebagai


propilaksis atau menurunkan jumlah organisme. untuk menurunkan
penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen.

4. Mengatur posisi tidur gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam


abdomen bawah, dan menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah
dengan posisi terlentang. mengatur posisi semifowler posisi ini
dilakukanuntuk mengurangi tegangan pada insisi dan pada organ yang
terdapat di abdomen yang dapat mengurangi nyeri pada klien, mengatur
posisi tidur dalam posisi semifowler,menganjurkan kepada klien untuk
melakukan mobilisasi dini, dan memberitahu latihan batuk efektif kepada
pasien postoperasi hal ini dilakukan karena Latihan batuk efektif sangat
bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau
sekret yang ada dijalan nafas

5. Perawatan luka perawatan luka bedah secara seksama adalah tindakan


keperawatan yang penting dalam penyembuhan luka bedah tanpa
komplikasi. teknik aseptik yang ketat harus diperhatikan apabila perlu
mengganti balutan perawat mempertahankan kebersihan klien, drainase
luka dan cairan antiseptik yang berasal dari persiapan pembedahan telah
mengering dipermukaan kulit klien dan menyebabkan iritasi.

6. beri makanan berkualitas atau dukungan klien untuk makan. makanan


dapat mencukupi untuk mempercepat proses penyembuhan.

Langkah 6

16
1. Memberi tahu kondisi yang dialaminya

2. Pemberian penkes tentang usus buntu / apendiks

3. Pemberian cairan infus

4. Melakukan tindakan operasi untuk mengangkat usus buntu yang meradang

5. Melakukan pemberian bius

6. Membatasi aktivitas pasien yang berat pascaoperasi

7. Makan-makanan yang sehat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

8. Menjaga luka jahitan selalu kering dan bersih agar terhindar dari infeksi

9. Pemberian obat antibiotik

Langkah 7

1. Memberi tahu kondisi yang dialaminya

2. Pemberian penkes tentang usus buntu / apendiks

3. Pemberian cairan infus

4. Melakukan tindakan operasi untuk mengangkat usus buntu yang meradang

5. Melakukan pemberian bius

6. Membatasi aktivitas pasien yang berat pascaoperasi

7. Makan-makanan yang sehat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

8. Menjaga luka jahitan selalu kering dan bersih agar terhindar dari infeksi

9. Pemberian obat antibiotik

17
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Apendik vermiformis adalah organ kecil tambahan, berada tepat dibawah
katup ileosekal serta melekat pada sekum. Apendik vermiformis populer di
masyarakat dengan istilah usus buntu, Peradangan pada appendiks selain
mendapat intervensi farmakologik juga memerlukan tindakan bedah
segera untuk mencegah komplikasi dan memberikan implikasi pada
perawatan. Apendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks
vermiformis oleh hiperplasia infeksi bakteri, namun faktor pencetusnya
ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat diketahui
secara pasti. . Di antara beberapa faktor diatas, yang paling sering
ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyabab adalah faktor
penyumbatan oleh tinja dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan
atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk
berkembang biak. Cara pencegahan apendiks yaitu dengan cara konsumsi
makanan berserat, minum air putih yang cukup, konsumsi makanan
mengandung probiotik, makan dengan tenang dan perlahan.

B. Saran
Bagi pasien dan keluarga. Diharapkan orang tau lebih memahami
pentingnya kesehatan untuk kesejahteraan dan meningkatkan pengetahuan
tentang apendisitis. Bagi keluarga pasien diharapkan dapat memberikan

18
motivasi serta mampu merawat pasien saat berada dirumah sakit maupun
di rumah.

DAFTAR PUSTAKA
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/67019/37307/

https://jsk.farmasi.unmul.ac.id/index.php/jsk/article/download/467/292/

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1368/4/4.%20BAB%20II.pdf
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/10/APPEDISITIS-
AKUT.pdf
http://repository.untar.ac.id/23279/2/1.pdf
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122678-S09040fk-Karakteristik%20letak-
Literatur.pdf

19

Anda mungkin juga menyukai