N DI
RUANG PERAWATAN BEDAN RUMAH SAKIT MUHAMMADIYA
BANDUNG
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Keterampilan Dasar Klinik
Penyusun :
2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah hirobbil ‘aalamiin, segala puji hanya milik Allah SWT.
Shalat serta salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan
dan rahmat-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalh ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Keterampilan Dasar Klinik.
Meski telah disusun secara maksimmal, akan tetapi kami sebagai manusia
biasa sangat menyadari bahwa makalah ini sangat banyak kekurangannya dan
masih jauh dari kata sempurna. Karenanya kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari dosen maupun para pembaca.
Demikian yang dapa kami sampaikan, besar dan harapan kami makalah ini
dapat menjadi inspirasi atau sarana pembantu. Semoga para pembaca dapat
mengambil manfaat dan pelajaran dari makalah ini
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................4
A. Pengertian......................................................................................................4
B. Klasifikasi.....................................................................................................4
C. Etiologi..........................................................................................................5
D. Patofisiologi..................................................................................................5
BAB 3 PEMBAHASAN KASUS..........................................................................10
BAB IV PENUTUP...............................................................................................18
A. Kesimpulan.................................................................................................18
B. Saran............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Kejadian apendisitis di Indonesia cukup tinggi. Menurut data Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, pada tahun 2008 jumlah penderita apendisitis
di Indonesia mencapai 591.819 orang. Kemudian tahun 2009, sebanyak
596.132 orang dengan presentase 3,36% dilaporkan menderita apendisitis,
dan meningkat menjadi 621.435 dengan presentase 3,53% di tahun 2010 [3].
Apendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks vermiformis oleh
hiperplasia infeksi bakteri, namun faktor pencetusnya ada beberapa
kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat diketahui secara pasti. Di
antaranya adalah faktor penyumbatan (obstruksi) pada lapisan saluran
(lumen) apendiks oleh timbunan tinja yang keras (fekalit), hyperplasia
(pembesaran) jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam
tubuh, cancer primer dan striktur. Di antara beberapa faktor diatas, yang
paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyabab adalah faktor
penyumbatan oleh tinja dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau
pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak.
Menanggapi tingginya angka apendisitis.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik membuat makalah
apendiks/ usus buntu karena masih tingginya angka kejadian apendiks / usus
buntu di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah pokok-pokok yang diuraikan. Pokok permasalahan
utama adalah Demam Tifoid , oleh karena itu rumusan masalah dalam
makalah ini sebagai berikut :
2
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Memberikan asuhan kebidanan kepada pasien apendiks atau usus buntu
menggunakan pendekatan manajemen asuhan kebidanan yang sesuai
dengan wewenang bidan.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian secara lengkap dengan mengumpulkan semua
data yang meliputi data subyektif dan obyektif
b. Melakukan interpretasi data yang meliputi diagnosa kebidanan
c. Menentukan diagnosa potensial
d. Melakukan antisipasi atau tindakan segera
e. Menyusun rencana asuhan kebidanan
f. Melaksanakan asuhan menyeluruh
g. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda asing
batu feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari
apendiks verivormis (Nugroho, 2011). Apendisitis merupakan peradangan
yang berbahaya jika tidak ditangani segera bisa menyebabkan pecahnya
lumen usus (Williams & Wilkins, 2011). Apendisitis adalah suatu peradangan
yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat ileosekal.
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing. Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya
(Sjamsuhidajat, 2010).
B. Klasifikasi
4
C. Etiologi
D. Patofisiologi
1. Gejala klinis
Gejala – gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak
enak sekitar umbilikus diikuti anoreksia, nausea dan muntah, ini
berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke
nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik Mc. Burney, nyeri rangsangan peritoneum tidak
langsung, nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah
ditekan, nyeri pada kuadran kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti
5
nafas dalam, berjalan, batuk, dan mengedan, nafsu makan menurun,
demam yang tidak terlalu tinggi, biasanya terdapat konstipasi, tetapi
kadang-kadang terjadi diare.
2. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada apendisitis. yaitu :
a. Perforasi
Perforasi berupa massa yang terdiri dari kumpulan
apendiks, sekum, dan letak usus halus. Perforasi terjadi
70% pada kasus dengan peningkatan suhu 39,50C tampak
toksik, nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis meningkat
akibat perforasi dan pembentukan abses.
b. Peritonitis
Peritonitis yaitu infeksi pada sistem vena porta
ditandai dengan panas tinggi 390C – 400C menggigil dan
ikterus merupakan penyakit yang jarang.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang post operasi apendiktomi yaitu:
a) Laboratorium
Pada pemeriksaan ini leukosit meningkat rentang 10.000 –hingga
18.000 / mm3, kemudian neutrofil meningkat 75%, dan WBC
meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi terjadinya perforasi
(jumlah sel darah merah)
b) Data Pemeriksaan Diagnostik
Radiologi yaitu pada pemeriksaan ini foto colon menunjukkan
adanya batu feses pada katup. Kemudian pada pemeriksaan barium
enema :menunjukkan apendiks terisi barium hanya sebagian.
4. Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan post operasi apendiktomi dibagi menjadi tiga :
6
1) Sebelum operasi
- Observasi
Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu diobservasi
ketat karena tanda dan gejala apendisitis belum jelas. Pasien
diminta tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh
diberikan bila dicurigai adanya apendisitis. Diagnosis
ditegakkan dengan lokasi nyeri pada kuadran kanan bawah
setelah timbulnya keluhan.
- Antibiotik
Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi memerlukan
antibiotik, kecuali apendiksitis tanpa komplikasi tidak
memerlukan antibiotik. Penundaan tindakan bedah sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
preforasi.
2) Operasi
Operasi / pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu
apendiktomi. Apendiktomi harus segera dilakukan untuk
menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan
dibawah anestesi umum dengan pembedahan abdomen bawah atau
dengan laparoskopi. Laparoskopi merupakan metode terbaru yang
sangat efektif.
Apendiktomi dapat dilakukan dengn menggunakan dua
metode pembedahan, yaitu secara teknik terbuka (pembedahan
konvensional laparatomi) atau dengan teknik laparoskopi yang
merupakan teknik pembedahan minimal invasive dengan metode
terbaru yang sangat efektif.
- Laparatomi
Laparatomi adalah prosedur vertical pada dinding perut ke
dalam rongga perut. Prosedur ini memungkinkan dokter
melihat dan merasakan organ dalam untuk membuat diagnosa
apa yang salah. Adanya teknik diagnosa yang tidak invasif,
7
laparatomi semakin kurang digunakan dibanding terdahulu.
Prosedur ini hanya dilakukan jika semua prosedur lainnya yang
tidak membutuhkan operasi, seperti laparoskopi yang
seminimal mungkin tingkat invasifnya juga membuat
laparatomi tidak sesering terdahulu. Bila laparatomi dilakukan,
begitu organ-organ dalam dapat dilihat dalam masalah
teridentifikasi, pengobatan bedah harus segera dilakukan.
Laparatomi dibutuhkan ketika ada kedaruratan perut.
Operasi laparatomi dilakukan bila terjadi masalah kesehatan
yang berat pada area abdomen, misalnya trauma abdomen. Bila
klien mengeluh nyeri hebat dan gejala-gejala lain dari masalah
internal yang serius dan kemungkinan penyebabnya tidak
terlihat seperti usus buntu, tukak peptik yang berlubang, atau
kondisi ginekologi maka dilakukan operasi untuk menemukan
dan mengoreksinya sebelum terjadi keparahan lebih.
Laparatomi dapat berkembang menjadi pembedahan besar
diikuti oleh transfusi darah dan perawatan intense
- Laparoskopi
Laparaskopi berasal dari kata lapara yaitu bagian dari tubuh
mulai dari iga paling bawah samapi dengan panggul. Teknologi
laparoskopi ini bisa digunakan untuk melakukan pengobatan
dan juga mengetahui penyakit yang belum diketahui
diagnosanya dengan jelas.
Keuntungan bedah laparoskopi :
a. Pada laparoskopi, penglihatan diperbesar 20 kali,
memudahkan dokter dalam pembedahan.
b. Secara estetika bekas luka berbeda dibanding dengan luka
operasi pasca bedah konvensional. Luka bedah laparoskopi
berukuran 3 sampai 10 mm akan hilang kecuali klien
mempunyai riwayat keloid.
8
c. Rasa nyeri setelah pembedahan minimal sehingga
penggunaan obat-obatan dapat diminimalkan, masa pulih
setelah pembedahan lebih cepat sehingga klien dapat
beraktivitas normal lebih cepat
3) Setelah operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, hipertermia, syok atau gangguan pernafasan.
Baringkan klien dalam posisi semi fowler. Klien dikatakan baik
apabila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu klien
dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari setelah
dilakukan operasi klien dianjurkan duduk tegak di temmpat tidur
selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di
luar kamar. Hari ke tujuh dapat diangkat dan dibolehkan pulang.
9
BAB 3
PEMBAHASAN KASUS
Kasus pada tanggal 30 November 2021, pukul 21.00 WIB datang seorang
ibu Ny. N datang ke ruang IGD RSMB, ibu tersebut mengeluh perut terasa sakit
sebelah kanan pada saat ditekan, kehilangan selera makan, mual dan muntah.
Nama : Ny. N
Usia : 32 Tahun
Agama : Islam
Keluhan Utama :
• Badan panas
• Diare
• Perut kembung
Riwayat persalinan
• Antenatal : Pada saat hamil tidak ada keluhan dan tidak ada kelainan
10
Riwayat Kesehatan sebelumnya
Riwayat nutrisi
Aspek Biopsikososiokulturalspiritual
Selama perawatan di RS ibu selalu ditemani oleh ibunnya dan suaminya, suami
dan saudaranya yang mengurus keperluan anak dan istrinya selama perawataan di
RS. Suami pulang ke rumah untuk menjaga kedua anaknya.
Langkah 2
kemungkinan ibu mengalami gejala usus buntu (apendiks akut) dengan keluhan
kehilangan selera makan, mual muntah, diare, demam, perut kembung, dan sakit
perut bagian bawah saat ditekan
Langkah 3
Masalah potensial : Ibu merasa nyeri tekan pada bagian perut sebelah kiri
bawah
11
Antisipasi : Penanganan oleh dokter dan pemberian penkes
Langkah 4
Penanganan oleh dokter dengan cara pemeriksaan fisik perut , pemeriksaan urine
untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih, USG/CT untuk melihat usus buntu
membengkak, pemeriksaan tanda obturator dan tanda psoas
Langkah 5
Tahap Orientasi :
3. Memperkenalkan Diri
8. Mencuci tangan
9. Membaca basmallah
a). PemeriksaanFisik
Keluhan yang dirasakan saat ini adalah nyeri pada ulu hati disertai muntah dan
pusing.
12
• S (severity) skala nyeri 5
Pernafasan : 22 x / menit
Suhu : 37 C
Pemeriksaan paru-paru
Inspeksi : Simetris
Perkusi : Sonor
13
Auskultasi : Vasikuler
Pemeriksaan jantung
Perkusi : Pekak
Pemeriksaan paru-paru
Inspeksi : Simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vasikuler
Pemeriksaan jantung
Perkusi : Pekak
Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan ekstermitas
14
Ekstermitas atas kanan : Terpasang infus di bagian punggung tangan, tidak
ada nyeri tekan, dan tidak ada pembengkakan pada area yang terpasang infus.
Pengkajian :
• Pemfis
2. Pengkajian status nutrisi dan cairan pada klien apakah klien mengalami
anoreksia, mual, muntah dan kembung, hal ini kemungkinan efek dari
anestesi pasca pembedahan. dengan mengkaji turgor kulit, kelembapan
mukosa mulut, pengisian kapiler, intake dan output cairan.
1. Pengkajian nyeri, jika klien mengalami nyeri abdomen didaerah luka insisi
bedah, maka perawat harus melakukan pengkaji karakteristik nyeri yaitu
yang meliputi durasi, frekuensi, skala nyeri, hal apa yang dapat
menurunkan dan meningkatkan nyeri
Intervensi :
15
1. Kaji nyeri, durasi nyeri, dan lokasinya, anjurkan melakukan mobilisasi
dini pada klien ini dilakukan untuk meningkatkan normalisasi fungsi
organ, merangsang peristaltik dan kelancara flatus, menurunkan
ketidaknyamanan abdomen.
Langkah 6
16
1. Memberi tahu kondisi yang dialaminya
8. Menjaga luka jahitan selalu kering dan bersih agar terhindar dari infeksi
Langkah 7
8. Menjaga luka jahitan selalu kering dan bersih agar terhindar dari infeksi
17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Apendik vermiformis adalah organ kecil tambahan, berada tepat dibawah
katup ileosekal serta melekat pada sekum. Apendik vermiformis populer di
masyarakat dengan istilah usus buntu, Peradangan pada appendiks selain
mendapat intervensi farmakologik juga memerlukan tindakan bedah
segera untuk mencegah komplikasi dan memberikan implikasi pada
perawatan. Apendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks
vermiformis oleh hiperplasia infeksi bakteri, namun faktor pencetusnya
ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum dapat diketahui
secara pasti. . Di antara beberapa faktor diatas, yang paling sering
ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyabab adalah faktor
penyumbatan oleh tinja dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan
atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk
berkembang biak. Cara pencegahan apendiks yaitu dengan cara konsumsi
makanan berserat, minum air putih yang cukup, konsumsi makanan
mengandung probiotik, makan dengan tenang dan perlahan.
B. Saran
Bagi pasien dan keluarga. Diharapkan orang tau lebih memahami
pentingnya kesehatan untuk kesejahteraan dan meningkatkan pengetahuan
tentang apendisitis. Bagi keluarga pasien diharapkan dapat memberikan
18
motivasi serta mampu merawat pasien saat berada dirumah sakit maupun
di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/67019/37307/
https://jsk.farmasi.unmul.ac.id/index.php/jsk/article/download/467/292/
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1368/4/4.%20BAB%20II.pdf
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/10/APPEDISITIS-
AKUT.pdf
http://repository.untar.ac.id/23279/2/1.pdf
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122678-S09040fk-Karakteristik%20letak-
Literatur.pdf
19