Mal Administarasi
Mal Administarasi
MAL-ADMINISTRASI
DISUSUN
OLEH :
MELIYANI
NIM. 207122148
TINJAUAN TEORI
Maladministrasi menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008
tentang Ombudsman Republik Indonesia (“UU 37/2008”) diartikan sebagai
perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan
wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut,
termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan
pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan
yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan
orang perseorangan. Secara sintaksis substansi Pasal 1 butir 3 UU No. 37 Tahun
2008 memberikan definisi tentang Maladministrasi dapat diurai sebagai berikut:
Maladministrasi adalah:
1. Perilaku dan perbuatan melawan hukum,
2. Perilaku dan perbuatan melampaui wewenang,
3. Menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan
wewenang itu,
4. Kelalaian,
5. Pengabaian kewajiban hukum,
6. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik,
7. Dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan,
8. Menimbulkan kerugian materiil dan/atau immaterial,
9. Bagi masyarakat dan orang perseorangan.
Maladministrasi Menurut Widodo (2001:259), maladministrasi
merupakan suatu praktek yang menyimpang dari etika administrasi yang
menjauhkannya dari pencapaian tujuan administrasi. Sedangkan Nigro dan Nigro
dalam Widodo (2001:259-262), mengemukakan terdapat delapan bentuk
maladministrasi, yaitu:
a. Ketidakjujuran (dishinesty), yaitu suatu tindakan adminsitrasi yang tidak jujur.
Dikatakan ketidakjujuran karena tindakan ini berbahaya dan menimbulkan
ketidakjujuran (distrust), dan merugikan kepentingan organisasi atau
masyarakat.
b. Perilaku yang buruk (unethical behaviour), pegawai (administrator publik)
mungkin saja melakukan tindakan dalam batas – batas yang diperkenankan
hukum, tetapi tindakan tersebut dapat digolongkan sebagai tidak etis, sehingga
secara hukum tidak dapat dituntut.
c. Mengabaikan hukum (disregard of the law), pegawai (administrator publik)
dapat mengabaikan hukum atau membuat tafsiran hukum yang menguntungkan
kepentingannya.
d. Favoritisme dalam menafsirkan hukum. Pejabat atau pegawai di suatu instansi
tetap mengikuti hukum yang berlaku, tetapi hukum tersebut ditafsirkan untuk
menguntungkan kepentingan tertentu.
e. Perilaku yang tidak adil terhadap pegawai. Pegawai diperlakukan secara tidak
adil.
f. Inefisiensi bruto (gross inefficiency). Betapapun bagus maksudnya, jika suatu
instansi tidak mampu melakukan tugas secara memadai, para adminsitrator
disitu dinilai gagal.
g. Menutup – nutupi kesalahan. Pimpinan atau pegawai menutupi kesalahannya
sendiri atau bawahannya, atau menolak diperiksa atau dikontrol oleh legislatif,
atau melarang pers meliput kesalahan instansinya.
h. Gagal menunjukkan inisiatif. Sebagai pegawai gagal membuat keputusan yang
positif atau menggunakan diskresi (keleluasaan/kelonggaran) yang diberikan
hukum kepadanya.
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2002
tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural. selanjutnya,
sebagai tindak lanjut dari peraturan pemerintah tersebut, ditetapkan Keputusan
Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 100 Tahun 2000 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 2002 tersebut. Dalam
Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 2002 ataupun Keputusan Kepala Badan
Kepegawaian Negara tersebut diatur secara jelas hal-hal mengenai pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural antara lain mengenai pengangkatan,
pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural, dan mengenai
penilaian dan pertimbangan pengangkatan dalam jabatan struktural, baik pada
instansi pusat maupun instansi di daerah (propinsi, kabupaten/kota).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan
administratif adalah sebagai bentuk pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara
dengan konsesi sebagai sesuatu yang menghasilkan berbagai bentuk jenis produk,
terutama produk informasi yang menjadi sebuah dokumen resmi yang diperlukan
masyarakat. Dokumen resmi tersebut bisa berupa dokumen perizinan maupun
nonperizinan. Sehingga hal tersebut menjadi suatu jenis pelayanan yang paling
banyak diakses masyarakat pada umumnya. Penyelenggaraan pelayanan publik,
pemerintah berusaha melakukan penyampaian layanan berupaya terus
memberikan kemajuan dan peningkatannya agar masyarakat dapat terpenuhi
aneka hak dan kebutuhan dasarnya
Oleh karenanya, diperlukan suatu ikhtiar untuk mewujudkan peningkatan
kualitas pelayanan publik. Salah satu caranya adalah melalui mekanisme
pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan internal dilakukan atasan
pelaksana pada unit pelayanan publik yang melakukan pemantauan atas kinerja
pelayanannya. Sementara pengawasan eksternal dilakukan oleh masyarakat luas,
Dewan Perwakilan Rakyat dan suatu lembaga Negara yang dibentuk khusus untuk
melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan public terutama
perilaku yang berhubungan dengan proses administratif. Dan lembaga Dalam
menjalankan tugasnya sesuai UU 37/2008, Ombudsman Republik Indonesia tidak
hanya menyelesaikan aneka laporan/aduan masyarakat terkait praktik
maladministratif pada penyelenggaraan pelayanan publik. Upaya pencegahan
maladministrasi salah satunya adalah dengan mendorong kepatuhan
penyelenggara pelayanan dalam memenuhi standar pelayanan publik, sesuai UU
25 Tahun 2009, guna menjamin kepastian hukum masyarakat pengguna
pelayanan.
PEMBAHASAN
Menurut ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 2002
bahwa pengangkatan dalam jabatan struktural Eselon II ke bawah di
Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah
Kabupaten Kota (Bupati/Walikota). Untuk dapat diangkat dalam jabatan
struktural, seorang Pegawai Negeri Sipil harus memenuhi persyaratan jabatan
yang ditentukan.
Eselon dan jenjang pangkat jabatan struktural dari yang tertinggi sampai dengan
yang terendah, adalah sebagai berikut:
REKOMENDASI
Bertolak dari hasil penelitian ini, maka perlu dikemukakan saran sebagai berikut :
Kualitas implementasi kebijakan pengangkatan pejabat struktural di BKPSDM
Kabupaten Pelalawan masih perlu ditingkatkan, terutama dalam hal konsistensi
penerapan/pelaksanaan peraturan dan juga obyektivitas dalam proses seleksi dan
penetapan pejabat struktural.
DAFTAR PUSTAKA
Widodo, Joko. 2001 Good Governance, telaah dari Dimensi akuntabilitas dan
kontrol birokrasi pada era desentralisasi dan otonomi daerah. Insan Cendekia,
Surabaya.
Peraturan Perundang-undangan
1. Undang-undang Nomor 37 tahun 2008 tentang ombudsman republik
Indonesia
2. Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2002 tentang perubahan Peraturan
Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri
Sipil Dalam Jabatan Struktural
3. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002
tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 100 Tahun 2000
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 2002