Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rendahnya mutu pendidkan pada setiap jenjang pendidikan merupakan

salah satu masalah yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. Berbagai

usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, baik dengan

pengembangan kurikulum, peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan

sarana pendidikan lain serta perbaikan manajemen sekolah. Namun usaha ini

belum juga menunjukkan hasil yang signifikan.

Pendidikan merupakan media yang sangat berperan untuk menciptakan

manusia yang berkualitas dan berpotensi dalam arti yang seluas-luasnya, melalui

pendidikan akan terjadi proses pendewasaan diri sehingga di dalam proses

pengambilan keputusan terhadap suatu masalah yang dihadapi selalu disertai

dengan rasa tanggung jawab yang besar.

Dalam proses pembelajaran di sekolah, banyak orang berpendapat bahwa

untuk meraih prestasi yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki

Intelligence Quotient (IQ) yang tinggi, Karena intelegensi merupakan bekal

potensial yang akan memudahkan dalam belajar sehingga menghasilkan prestasi

belajar yang optimal. Menurut Binet dalam buku Winkel (1997:529) hakikat

intelegensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu

tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu, dan

untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif.


Kenyataannya dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ditemukan

siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara dengan kemampuan

intelegensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan intelegensi tinggi tetapi

memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah, namun ada siswa yang memiliki

kemampuan intelegensi relatif rendah, dapat meraih prestasi belajar yang relatif

tinggi. Oleh karena itu jelaslah bahwa taraf intelegensi bukan satu-satunya factor

yang menentukan keberhasilan seseorang, karena ada factor lain yang

mempengaruhinya. Menurut Goleman (2000 : 44), kecerdasan Intelektual (IQ)

hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan seseorang, sedangkan 80% adalah

sumbangan dari factor-faktor lain, diantaranya kecerdasan emosional (EQ) yaitu

kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati,

mengatur suasana hati, berempati serta kemampuan bekerjasama.

Dalam proses belajar, kedua intelegensi ini sangat diperlukan. IQ tidak

dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi dari penghayatan emosional

terhadap mata pelajaran yang disampaikan disekolah. Namun biasanya kedua

kecerdasan ini saling melengkapi. Keseimbangan IQ dan EQ merupakan kunci

keberhasilan belajar siswa di sekolah (Goleman, 2002).

Memang harus diakui bahwa orang yang memiliki IQ rendah dan

mengalami keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin

tidak mampu mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia

mereka. Namun fenomena yang ada menunjukkan bahwa tidak sedikit orang

dengan IQ tinggi berprestasi rendah, dan banyak orang dengan IQ sedang dapat
mengungguli prestasi belajar orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa

IQ tidak selalu dapat memperkirakan prestasi belajar seseorang.

Kemunculan istilah kecerdasan emosional dalam pendidikan, bagi

sebagian orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan tersebut.

Teori Daniel Goleman, memberikan definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun

EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian

telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional tidak kalah pentingnya dengan

IQ (Goleman, 2002:44).

Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan


seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi (to manage our life
with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the
approriatenes of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri,
pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan social.
Menurut Goleman, khususnya pada orang-orang yang murni hanya memiliki

kecerdasan akademis tinggi, mereka cendrung memiliki rasa gelisah yang tidak

beralasan, terlalu kritis, rewel, cendrung menarik diri, terkesan dingin dan

cendrung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tidak tepat.

Bila didukung dengan rendahnya kecerdasan emosionalnya maka orang-orang

seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat diatas, bila sesorang

memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cendrung

akan terlihat keras kepala, sulit bergaul, mudah frustasi, tidak mudah percaya

kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cendrung putus asa

bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang

memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.


Selain kecerdasan emosional ada faktor lain yang tak kalah pentingnya dan

sangat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar yaitu minat belajar

terutama dalam penguasaan konsep IPA. Mata pelajaran IPA merupakan pelajaran

yang dianggap sulit bagi siswa. Namun bagi sebagian siswa yang memiliki minat

dan kosentrasi belajar yang baik serta rajin latihan soal, mereka dapat meraih

prestasi belajar yang baik. Siswa yang demikian belum tentu memiliki IQ tinggi,

tetapi faktor yang paling mendukung adalah ketekunan, minat serta daya juangnya

untuk berprestasi.

Dalam proses pembelajaran di sekolah, IPA merupakan salah satu mata

pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah dengan presentase jam pelajaran yang

paling banyak dibanding dengan mata pelajaran yang lainya. Ironisnya, IPA

termasuk pelajaran yang tidak disukai banyak siswa. Bagi mereka pelajaran IPA

cenderung dipandang sebagai mata pelajaran yang “kurang diminati” dan “kalau

bisa dihindari”. Ketakutan-ketakutan dari siswa disebabkan oleh beberapa hal

seperti yang disebutkan diatas yaitu faktor internal : kecerdasan emosional dan

minat siswa itu sendiri. Selain itu faktor ekternal seperti kurangnya kemampuan

guru dalam menciptakan situasi yang dapat membawa siswa tertarik pada IPA

juga sangat mempengaruhi. Proses belajar mengajar IPA yang baik adalah guru

harus mampu menerapkan suasana yang dapat membuat siswa antusias terhadap

persoalan yang ada, sehingga mereka mampu mencoba memecahkan

permasalahannya. Belajar IPA akan lebih bermakna jika anak “mengalaminya“

dengan apa yang dipelajarinya.


IPA merupakan suatu ilmu yang terstruktur dan sistematis, jika siswa

mengalami hambatan dalam memahami suatu konsep maka akan mempengaruhi

pemahamannya terhadap materi lain. Misalnya pada materi Besaran dan Satuan,

jika siswa tidak memahami konsep membaca alat ukur dan mengkonversi satuan

maka siswa akan mengalami kesulitan pada materi Besaran dan Satuan. Tetapi

sebaliknya, siswa yang memahami konsep membaca alat ukur dan mengkonversi

satuan akan lebih mudah memahami konsep Besaran dan Satuan serta konsep-

konsep berikutnya, otomatis akan meningkatkan gairah belajar dan minat siswa

terhadap IPA.

Dalam proses pembelajaran di sekolah, IPA merupakan salah satu mata

pelajaran yang masih dianggap sulit dan ditakuti siswa. Berdasarkan fakta yang

ada dilapangan hasil pembelajaran IPA di Indonesia masih tergolong rendah. Hal

ini disebabkan oleh banyak factor, diantaranya kurang penguasaan konsep IPA.

Hal ini menyebabkan siswa kesulitan menyelesaikan masalah-masalah IPA

sehingga menurunkan minat belajar IPA.

lmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh

melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk

menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Ada

tiga kemampuan dalam IPA yaitu: (1) kemampuan untuk mengetahui apa yang

diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati, dan

kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, (3) dikembangkannya

sikap ilmiah. Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan

dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban,


menyempurnakan jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang

gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang

akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Kegiatan tersebut dikenal

dengan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode ilmiah.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat

menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam

sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam

kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan

memahami alam sekitar secara ilmiah.

Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat

membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam

tentang alam sekitar.

Carin dan Sund (1993) dalam Indrawati ( 2007) mendefinisikan IPA

sebagai “pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum

(universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.

Merujuk pada pengertian IPA itu, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat

IPA meliputi empat unsur utama yaitu:


1. sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta

hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan

melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended;

2. proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah

meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi,

pengukuran, dan penarikan kesimpulan;

3. produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum;

4. aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-

hari.

Selain kecerdasan emosional, minat belajar IPA juga menjadi faktor

penting yang mempengaruhi penguasaan konsep IPA siswa. Minat sangat erat

hubungannya dengan belajar, belajar tanpa minat akan terasa membosankan.

Peserta didik yang berminat terhadap kegiatan belajar akan berusaha lebih keras

dibandingkan peserta didik yang kurang berminat. Minat yang tinggi terhadap

suatu mata pelajaran, memungkinkan peserta didik memberikan perhatian yang

tinggi terhadap mata pelajaran itu sehingga memungkinkan pula memiliki

prestasi yang tinggi. Maka untuk mencapai prestasi yang tinggi , disamping

kecerdasan, minat juga perlu ditingkatkan, sebab tanpa minat kegiatan belajar

tidak akan efektif. Dari uraian di atas dan kenyataan yang terjadi di SMP

Negeri di Cikarang Selatan penulis tertarik untuk mengambil judul Tesis tentang

“Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Minat Belajar Terhadap

Penguasaan Konsep IPA Pada SMP Negeri di Cikarang Selatan”.


B. Indentifikasi Masalah

Dari latar belakang permasalahan di atas maka dapat diidentifikasi berbagai

permasalahan sebagai berikut:

1. Mengapa penguasaan konsep IPA siswa rendah?

2. Bagaimana cara meningkatkan penguasaan konsep IPA siswa?

3. Apakah kecerdasan emosional dapat meningkatkan penguasaan konsep

IPA siswa?

4. Faktor apa saja yang mempengaruhi kecerdasan emosional siswa?

5. Apakah kecerdasan emosional siswa dapat ditingkatkan?

6. Bagaimana cara meningkatkan kecerdasan emosional siswa?

7. Mengapa minat belajar siswa rendah?

8. Apakah yang mempengaruhi minat belajar IPA siswa?

9. Bagaimana meningkatkan dan menumbuhkan minat belajar siswa?

10. Apakah kecerdasan emosional dapat meningkatkan minat belajar IPA

siswa?

11. Bagaimana pengaruh kecerdasan emosional terhadap penguasaan konsep

IPA siswa?

12. Apakah yang mempengaruhi penguasaan konsep IPA siswa?

13. Adakah pengaruh kecerdasan emosional terhadap penguasaan konsep IPA

siswa?

14. Adakah pengaruh minat terhadap penguasaan konsep IPA siswa?

15. Adakah pengaruh kecerdasan emosional dan minat belajar terhadap

penguasaan konsep IPA?


C. Batasan Masalah

Melihat banyaknya masalah yang ada berdasarkan latar belakang tersebut,

maka perlu dilakukan pembatasan masalah agar pembahasan dapat lebih terfokus.

Adapun Batasan yang diberikan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Ditinjau dari Variabel Bebas :

1) Kecerdasan emosional yang dibahas dalam penulisan ini adalah

kemampuan siswa dalam mengelola dan mengontrol emosinya dan

orang lain dengan baik sehingga bisa menyelesaikan masalah-

masalah yang dihadapinya dengan baik.

2) Minat belajar yang dibahas dalam penelitian ini adalah keinginan

atau dorongan yang kuat dalam diri siswa untuk belajar IPA.

2. Ditinjau dari Variabel Terikat :

Variabel terikat dalam pembahasan ini adalah penguasaan konsep.

Penguasaan konsep yang dibahas pada penelitian ini adalah kemampuan

bersikap, berpikir dan bertindak yang ditunjukan oleh siswa dalam

memahami definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat inti/isi dari materi IPA

dan kemampuan dalam memilih dan menggunakan prosedur secara efisien

dan tepat pada materi Objek IPA dan Pengamatannya.

Oleh karena itu penulis mengambil judul “Pengaruh Kecerdasan Emosional dan

Minat Belajar terhadap Penguasaan Konsep Ilmu Pengetahuan Alam (Survei pada

SMP Negeri di Cikarang Selatan) ”


D. Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan permasalahan yang akan dicari

jawabannya dalam penelitian ini, dalam hal ini peneliti menetapkan tiga masalah

yang berkaitan dengan penelitian yaitu:

1. Adakah pengaruh Kecerdasan Emosional dan Minat Belajar secara

Bersama sama terhadap Penguasaan Konsep IPA pada Siswa SMP Negeri

di Cikarang Selatan?

2. Adakah pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Penguasaan Konsep

IPA pada Siswa SMP Negeri di Cikarang Selatan?

3. Adakah pengaruh Minat Belajar terhadap Penguasaan Konsep IPA pada

Siswa SMP Negeri di Cikarang Selatan?

E. Tujuan Penulisan

Melihat dari rumusan masalah diatas maka penulisan ini dilakukan dengan

tujuan untuk mengetahui :

1. Ada dan tidaknya pengaruh Kecerdasan Emosional dan Minat Belajar

secara bersama terhadap Penguasaan Konsep IPA pada Siswa SMP

Negeri di Cikarang Selatan.

2. Ada dan tidaknya pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap

Penguasaan Konsep IPA pada Siswa SMP Negeri di Cikarang Selatan.

3. Ada dan tidaknya pengaruh Minat Belajar terhadap Penguasaan

Konsep IPA pada Siswa SMP Negeri di Cikarang Selatan.


F. Manfaat Penelitian

Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam rangka meningkatkan

penguasaan konsep IPA siswa.

1. Manfaat praktis

a. Diharapkan agar siswa dapat mengembangkan kecerdasan

emosionalnya serta meningkatkan minat belajarnya sehingga dapat

meningkatkan penguasaan konsep IPA.

b. Memberikan masukan kepada pihak sekolah atau guru agar dalam

penyusunan program dapat menyusun perangkat pembelajaran yang

mampu meningkatkan kecerdasan emosional dan minat belajar IPA.

c. Diharapkan dapat memberikan masukan kepada guru SMP Negeri 1

dan SMP Negeri 5 Cikarang Selatan untuk meningkatkan penguasaan

konsep IPA siswa khususnya dan mata pelajaran lain umumnya.

Sedangkan bagi tenaga pendidik dapat mewujudkan upaya pembinaan

dengan memperhatikan berbagai faktor dari dalam (internal) dan dari

luar (eksternal) psikologis anak.

2. Manfaat teoritis

Hasil penulisan ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi pengembangan

ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan dunia Pendidikan.


G. Sistematika Penulisan Tesis

Sistematika Tesis yang penulis rancang dibagi menjadi tiga bagian sebagai

berikut :

1. Bagian Pendahuluan Tesis

Berisikan halaman judul, persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan,

pernyataan, motto dan persembahan, prakata, daftar isi, daftar tabel, daftar

gambar serta daftar lampiran.

2. Bagian Isi Tesis

Bab I Pendahuluan

Meliputi : latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penulisan,

manfaat penulisan dan sistematika Tesis

Bab II Landasan Teori

Berisikan teori – teori yang melatar belakangi penulisan ini yaitu

kecerdasan emosional, minat belajar dan pengusaan konsep IPA.

Bab III Metode Penulisan

Berisikan metode – metode yang digunakan dalam penulisan, meliputi :

populasi penulisan, sampel penulisan, metode pengumpulan data, dan

analisis data.

Bab IV Hasil Penulisan dan Pembahasan

Berisikan hasil penulisan berupa penyajian data, pengolahan data dan

pembahasannya.
Bab V Penutup

Berisikan simpulan dari hasil penulisan, dan saran kepada pihak yang

terkait.

3. Bagian Akhir Tesis

Berisikan daftar Pustaka dan lampiran – lampiran.

Anda mungkin juga menyukai