Bab I-Ii
Bab I-Ii
PENDAHULUAN
A. Umum
Jalan raya didefinisikan sebagai suatu lntasan yang bertujuan untuk
melewatkan lalu lintas baik berupa manusia maupun barang dari suatu tempat
ke tempat lainnya.Jalan merupakan prasarana transportasi yang berguna untuk
menghubungkan suatu tempat ke tempat lainnya melalui jalan darat. Dengan
adanya jalan raya akan membantu memperlancar kegiatan atau mobilitas
masyarakat.
Dengan demikian jalan raya merupakan kebutuhan yang cukup
essential bagi suatu daerah dalam rangka meningkatkan kemajuan masyarakat
baik di bidang ekonomi maupun, politik, sosial, budaya maupun hankam.
Melihat begitu pentingnya jalan raya bagi perkembangan
kehidupan msyarakat, maka jalan raya tersebut haruslah dibuat dengan
perencanaan yang matang.Segala aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan
dan perencanaan pembangunan jalan raya, seperti perencanaan geometric,
desain, konstruksi perkerasan dan sebagainya perlu diadakan tinjauan terhadap
permasalahan politik, ekonomi, sosial, budaya, hankam dan lain-lain.
Dalam perencanaan jalan raya, hal pokok yang perlu diperhatikan
adalah bentuk geometriknya, sehingga jalan raya yang direncanakan nantinya
dapat memberikan pelayanan yang aman dan nyaman bagi pengguna jalan dan
lingkungan sekitarnya.
Ada beberapa faktor permasalahan yang perlu diperhatikan dalam
perencanaan jalan raya berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat
disekitarnya, antara lain :
a. Dalam pembebasan lahan tidak boleh dirugikan terlalu banyak.
b. Pembuatan jalan raya nantinya harus dapat lebih mendekatkan
hubungan masyarakat disekitar jalan tersebut.
c. Pembuatan jalan yang dapat mengurangi keakraban disekitar jalan
raya tersebut, harus sedikit mungkin dihilangkan.
1
d. Pembuatan jalan raya harus lebih menguntungkan bagi sektor
industri, pertanian dan perdagangan.
e. Permasalahan yang timbul di daerah pemukiman :
Kebisingan
Polusi udara
Kecelakaan
Pada dasarnya perencanaan geometrik adalah merupakan bagian
dari perencanaan jalan raya, dimana dimensi yang nyata dari suatu jalan raya
disesuaikan dengan susunan serta sifat-sifat lalu lintas yang akan melaluinya.
Perencanaan geometrik secara umum menyangkut aspek-aspek perencanaan
bagian jalan, antara lain lebar jalan, tikungan, kelandaian, jarak pandang
menyiap/henti dan perencanaan pertemuan jalan ( intersection/interchange )
serta kondisi dari bagian-bagian jalan tersebut.
Jadi perencanaan geometrik ini berhubungan dengan arus lalu
lintasnya, sedang perencanaan konstruksi berhubungan dengan lalu lintas di
atasnya yang nantinya akan mempengaruhi tebal lapisan perkerasan yang
diperlukan.
2
BAB II
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA
A. Umum
Pembangunan jalan raya harus pula diperhitungkan kemungkinan
pengembangan yang akan terjadi di sekitar jalan raya tersebut, karena
perubahan alinyemen dan desain geometrik akan menjadi sangat sulit dan
biaya akan sangat mahal. Oleh karena itu ketelitian perencanaan sangat
diperlukan.
3
c. Sasaran :
1) Menyediakan jalan-jalan yang efisien dan aman dengan biaya
minimum
2) Mendapatkan sistem jalan dengan pemakaian maksimum sesuai
dana yang ada
3) Memastikan perkembangan tiap jalan sesuai dengan prioritas
4) Menyusun sistem keuangan
2. Survei Perencanaan
Survei perencanaan terdiri dari :
a. Studi ekonomi, meliputi :
1) Pemilik
2) Industri
3) Income perkapita
b. Studi keuangan , meliputi :
1) Pendapatan dari transportasi jalan
2) Standar hidup
3) Pajak, denda dan lain sebagainya
c. Studi penggunaan jalan dan lalu lintasnya, meliputi :
1) Volume lalu lintas
2) Studi asal dan tujuan
3) Fasilitas transportasi umum
4) Kecelakaan : analisa biaya dan penyebabnya
5) Model angkutan dan pertumbuhannya
d. StudyEngineering
1) Tanah, Survey Topography
2) Lokasi dan klafisikasi jalan
3) Drainase dan pemeliharaan
4) Perkembangan jalan baru
4
3. Persiapan Perencanaan
Berisi gambar-gambar atau sket gambar yang diperlukan setelah survei
perencanaan.
5
Bila daerah sangat luas, Reconnaissance bisa dilakukan lewat
udara.Pada tahap ini setelah data terkumpul, dan kemungkinan terjadi
perubahan alinyemen.
7
Yaitu jalan yang dapat melayani lalu lintas tinggi antara kota-kota
penting atau pusat-pusat industri dengan kota pelabuhan.
b. Jalan Kolektor
Yaitu jalan yang melayani lalu lintas cukup tinggi antara kota-kota
penting dengan kota-kota yang lebih kecil dan juga melayani daerah
sekitarnya.
c. Jalan Lokal
Yaitu jalan yang dipakai untuk aktivitas daerah yang dipakai sebagai
jalan penghubung anatara jalan-jalan dari golongan yang sama.
2. Keadaan Topografi
Untuk memperkecil biaya pembangunan, suatu standar perlu disesuaikan
dengan keadaan topografi. Dalam hal ini jenis medan dibagi menjadi tiga
golongan menurut besarnya lereng melintang dalam arah tegak lurus
sumbu jalan. Data-data yang tersedia :
a. Tinggi rencana permukaan jalan di titik A terletak pada permukaan
tanah asli.
b. Koordinat titik A adalah (1250 ; 5850)
c. Titik A terletak pada tangen dengan azimuth 85
d. Kelas jalan IIC
e. Pencapaian superelevasi di tikungan dengan sumbu jalan sebagai
sumbu putar.
8
f. Lereng melintang perkerasan = 3%
g. Lereng melintang bahu = 6%
h. Jenis lapisan permukaan jalan = Paling Tinggi Penetrasi
Tunggal
i. Landai maksimum di tikungan = 6%
j. Jari-jari lengkung minimum = 115 m
k. Landai maksimum = 6%
3. Jarak Pandang
Jarak pandang diperlukan dalam perencanaan jalan raya untuk
mendapatkan keamanan yang setinggi-tingginya bagi lalu lintas. Pemakain
jarak pandang dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Jarak pandang henti
b. Jarak pandang menyiap
D. Alinyement Horisontal
1. Umum
Alinyemen horizontal adalah trase suatu jalan yang merupakan garis
proyeksi sumbu jalan tegak lurus pada pertemuan dua bidang
horizontal.Alinyement horizontal terdiri dari dua garis lurus yang
dihubungkan dengan garis-garis lengkung.Garis lengkung tersebut dapat
terdiri dari busur lingkaran ditambah busur peralihan (Spiral-Circle-
Spiral), busur peralihan saja (Spiral-Spiral) maupun busur lingkaran saja
(Full Circle).
9
2. Perencanaan Lengkung
a. Penentuan jenis lengkung
b. Penentuan jari-jari lengkung
c. Pencapaian Superelevasi
d. Ada tiga cara dalam penggambaran diagram superelevasi, yaitu :
1) As jalan sebagai sumbu putar
2) Tepi dalam sebagai sumbu putar
3) Tepi luar sebagai sumbu putar
Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi dari
lereng normal sampai superelavasi penuh, sehingga dapat ditentukan
bentuk penampang melintang setiap titik sembarang pada suatu
lengkung horizontal yang direncanakan.
V2
d = 0.278V . t +
254 f m
Keterangan :
Jarak yang ditempuh selama pengamatan dan waktu reaksi
V = Kecepatan rencana (km/jam)
t = Waktu reaksi (2.5 s)
fm = Koefisien gesekan ban dan permukaan jalan dalam arah
memanjang jalan
10
Adalah jarak yang dibutuhkan oleh seorang pengemudi untuk
mendahhului kendaraan di depannya dalam arah yang sama,
hingga pengemudi mengembalikan posisi kendaraannya pada lajur
semula dengan aman. Jarak pandang menyiap merupakan
penjumlahan dari 4 jarak, yang dapat dihitung dengan rumus :
d = d1 + d2 + d3 + d4
Keterangan :
d1 = Jarak yang ditempuh selama pengamatan dan waktu reaksi
d2 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap selama
berada pada jalur sebelah kanan.
d3 = Jarak bebas kendaraan menyiap dengan kendaraan yang
berlawanan rah setelah gerakan menyiap dilakukan.
d4 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang berlawanan arah
selama 2/3 dari waktu yang diperlukan kendaraan menyiap
berada pada jalur sebelah kanan atau sama dengan 2/3 x d2
3) Jarak Pandang pada Lengkung Horisontal
Jarak pandangan pengemudi kendaraan yang bergerak pada lajur
tepi sebelah dalam seringkali dihalangi oleh gedung-gedung,
hutan-hutan kayu, tebing galian dan lain sebagainya.
11
Gambar 2.1 Jarak pandangan untuk lengkung horizontal
Jarak pandang lebih kecil dari panjang tikungan (Ss < Lc) seperti
pada gambar 2.2
[ ( )]
M = R 1 - cos
90 Ss
πR
Jarak pandang lebih besar dari panjang tikungan (Ss > Lc) seperti
pada gambar 2.3
[
M = R 1 - cos ( 90π RL )] + 0.5 (S - L ) sin ( 90π RL )
c
s c
c
12
Keterangan:
M = Jarak yang diukur dari sumbu lajur dalam sampai obyek
penghalang pandangan (m)
R = Jari-jari sumbu lajur dalam (m)
Ss = Jarak pandang henti (m)
Lc = Panjang tikungan (m)
13
Gambar 2.3 (Ss > Lc)
14
Gambar 2.4 Lengkung Spiral-Circle-Spiral
90 LS
θS =
π RC
dimana :
θs = Besarnya sudut spiral
Ls = Jarak lengkung peralihan
Rc = Jari- jari minimum (m)
θC = β - 2 θS
dimana :
θc = Sudut pusat busur lingkaran
β = Sudut pada tikungan
15
θC
LC = 2π R C
360°
dimana :
Lc = Panjang busur lingkaran (m)
L = LC + 2 LS
dimana :
L = Jarak (m)
Lc = Panjang busur lingkaran (m)
Ls = Jarak lengkung peralihan
LS 2
p= - R C ( 1 - cos θS )
6 RC
dimana :
P = Lengkung limgkaran pada tikungan (m)
Ls = Jarak lengkung peralihan
Rc = Jari- jari minimum (m)
θs = Besarnya sudut spiral
3
LS
k = LS - 2
- ( R C sin θS )
40 R C
dimana :
K = Superelevasi (m)
Ls = Jarak lengkung peralihan
Rc = Jari- jari minimum (m)
θs = Besarnya sudut spiral
16
1
ES = ( RC + p ) sec β + k
2
dimana :
Es = Garis pusat pada lengkung peralihan (m)
Rc = Jari- jari minimum (m)
P = Lengkung limgkaran pada tikungan (m)
β = Sudut pada tikungan
Rc = Jari- jari minimum (m)
1
Ts = ( R C + p ) tan β + k
2
dimana :
Ts = Jarak pada lengkung peralihan (m)
Rc = Jari- jari minimum (m)
P = Lengkung limgkaran pada tikungan (m)
β = Sudut pada tikungan
k = Superelevasi (m)
g. Lebar perkerasan
a. Lebar perkerasan normal
Lebar perkerasan normal ditentukan berdasarkan tabel sesuai
dengan kelas jalan yang direncanakan. Tapi pada umumnya
diambil lebar lalu lintas normal yaitu 3,50 meter.
b. Lebar perkerasan di tikungan
Pada tikungan terjadi penambahan lebar perkerasan yang di
sebabkan karena pada tikungan akan terjadi hal-hal dimana roda
belakang kendaraan akan keluar lintas dibanding dengan roda
depan (off tracing) yang dinotasikan dengan huruf “U”.
17
Gambar 2.5 Pelebaran perkerasan pada tikungan
18
Dari gambar 2.5 dapat dilihat :
b = Lebar kendaraan
B = Lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan
ditikungan pada lajur sebelah dalam.
U = B-b
C = Lebar kebebasan samping kiri dan kanan kendaraan.
(sebesar 0.5 m, 1 m dan 1.25 m untuk jalan dengan lebar
6 m, 7 m dan 7.5 m)
Z = Lebar tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan.
Bn = Lebar total perkerasan pada bagian lurus
Bt = Lebar total perkerasan di tikungan
= n(B+C)+Z
n = Jumlah lajur
Δb = Bt – Bn
Δb = Tambahan lebar perkerasan pada tikungan
Ri = Radius terdalam dari lintasan kendaraan pada lengkung
horisontal untuk lajur sebelah dalam. Besarnya Ri
dipengaruhi oleh jarak gardan kendaraan (P)
Rw = Radius lengkung terluar dari lintasan kendaraan pada
lengkung horizontal untuk lajur sebelah dalam.
Besarnya Rw dipengaruhi oleh tonjolan depan (A)
kendaraan dan sudut belokan roda depan (α)
Rc = Radius lengkung untuk lintasan luar roda depan yang
besarnya dipengaruhi oleh sudut α.
B = Rw – Ri
Ri + b = √Rw – ( p + A)
2 2
√ 2
Rw = ( Ri + b) + ( p + A )
2
........................................(a)
Ri = Rw – B
20
Rw – B + b = √Rw – ( p + A)
2 2
B = R w + b - √ R w2 – ( p + A ) \
2
R c2 = R i + ( 1 2
2 )
b + ( p + A)
2
( Ri +
1 2
2 ) 2
b = Rc – ( p + A )
2
( R + 12 b) = √ R
i c
2
– ( p + A )2
1
Ri = √R c
2
– (p + A ) -
2
2
b ........................................(b)
√( )
2
Rw = √ R – ( p + A ) + 12 b + ( p + A )2
c
2 2
B = Rw – Ri
[√{ } (√ R )]
2
1 1
B= √Rc – ( p + A) +
2 2
2
2
b +( p + A ) - c
2 2
– ( p + A) -
2
b
[√{ } ]
2
1 1
B= √Rc – ( p + A) +
2 2
2
b + ( p + A ) - √R c – ( p + A ) + b
2 2 2
20
B= [ √ {√ R c
2
2
- 64 + 1.25 } + 64 - √ R c - 64 + 1.25
2
]
c. Kesukaran dalam mengemudi di tikungan
Tambahan lebar perkerasan akibat kesuaran dalam mengemudi
ditikungan dinotasikan dengan :
0.105 V
Z=
√ Ri
Dimana : V = Kecepatan
Ri = Radius Lengkung (m)
E. Alinyemen Vertikal
1. Umum
Alinyemen vertikal terjadi karena adanya pertemuan atau pergantian
kelandaian yang berbeda pada suatu jalan raya.Lengkung vertikal harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi unsur keamanan,
kenyamanan dan drainase.
Dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian lurus (tangen), lengkung
vertikal dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Lengkung vertikal cekung, adalah lengkung dimana titik perpotongan
anatara kedua tangen berada dibawah permukaan jalan.
b. Lengkung vertikal cembung, adalah lengkung dimana titik
perpotongan antara kedua tangen berada di atas permukaan jalan.
2. Menentukan Kelandaian
Kelandaian (g)dapat dicari berdasarkan tampang memanjang dari fase
jalan yang direncanakan, dimana dari tampang memanjang tersebut dapat
diketahui beda tinggi muka jalan dibanding dengan panjang trase jalan
yang direncanakan.
20
b. Landai datar, yaitu jika fase jalan menuju arah datar.
c. Landai negatif, yaitu jika fase jalan menuju arah turun.
Keterangan :
PLV = Peralihan Lengkung Vertikal
PPV = Pusat Perpotongan Vertikal
PTV = Peralihan Tangen Vertikal
X,Y = Letak titik- titik pada lengkung vertical terhadap sumbu
koordinat yang melalui titik
A’ = g1 – g2 (perbedaan aljabar landai)
Ev = Pergesaran vertikal dari titik PPV ke bagian lengkung
20
( g1 - g 2) 2
y= X
2L
A'
y= X 2 , jika A' dinyatakan dalam persen
200L
1
UntukX = L dan y = Ev, maka
2
Al
Ev =
800
1
V gal = [luas gal ( ke-n ) + luas gal ke- ( n + 1 ) ] x jarak
2
2. Volume timbunan
1
V timb =
2
[ luas timb ( ke-n ) + luas timb ke- ( n + 1 ) ] x jarak
20