Anda di halaman 1dari 21

MASYARAKAT HUKUM ADAT

“Di Ajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah Hukum
Adat.”

Dosen: Rahmi Nurtsani, S.Sy., M.H

Disusun Oleh:
Ihin

NPM 19021978

PROGRAM STUDI AKHWAL AL-SYAHKSIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM
CIAMIS - JAWA BARAT
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas terstruktur dari mata kuliah Hukum
Adat dengan judul “Masyarakat Hukum Adat”.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu, khususnya kepada dosen Hukum Adatyang telah banyak memberikan ilmu
sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Ciamis, 13 Juni 2021

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 3
A. Latar Belakang Masalah.............................................................3
B. Rumusan Masalah........................................................................4
C. Tujuan masalah ...........................................................................4

BAB II PEMBAHASAN................................................................................5
A. Sejarah Masyrakat Hukum Adat Dan Dasar terbentuknya
Hukum Adat ............................................................................5
B. Bentuk-Bentuk Masyarakat Hukum Adat............................12
C. Wilayah Hukum Adat.............................................................15

BAB III PENUTUP....................................................................................17


A. Kesimpulan...............................................................................17
B. Saran.......................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ ....19

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pengaturan masyarakat hukum adat dalam konsitusi dijumpai dalam Pasal 18B ayat
(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat
UUD NRI Tahun 1945), yang dengan tegas menyebutkan :Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.Pengaturan masyarakat
hukum adat dalam konsitusi sebagai hukum tertinggi di Indonesia adalah bentuk jaminan
eksistensi terhadap keberadaan masyarakat hukum adat dengan segalah hak - haknya
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jimly Ashiddiqie1 memberikan
tafsiran terhadap ketentuan Pasal 18B ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, bahwa ketentuan
merupakan bentuk pengakuan yang diberikan oleh Negara terhadap :

1. Kepada eksistensi suatu masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional yang
dimilikinya;

2. Eksistensi yang diakui adalah eksistensi kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat.


Artinya pengakuan diberikan kepada satu persatu dari kesatuan-kesatuan tersebut dan
karenanya masyarakat hukum adat itu haruslah bersifat tertentu;

3. Masyarakat hukum adat itu memang hidup (masih hidup);

4. Dalam lingkungannya (lebensraum) yang tertentu pula;

5. Pengakuan dan penghormatan itu diberikan tanpa mengabaikan ukuran- ukuran


kelayakan bagi kemanusiaan sesuai dengan tingkat perkembangan keberadaan bangsa.
Misalnya tradisi-tradisi tertentu yang memang tidak layak lagi dipertahankan tidak
boleh dibiarkan tidak mengikuti arus kemajuan peradaban hanya karena alasan
sentimentil;

6. Pengakuan dan penghormatan itu tidak boleh mengurangi makna Indonesia sebagai
suatu negara yang berbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah masyarakat hukum adat Apa saja dasar yang membentuk hukum
adat ?
2. Seperti apa bentuk-bentuk masyarakat hukum adat ?
3. Apa yang di maksud dengan wilayah adat ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui dasar Terbentuknya Hukum Adat.
2. Mengeuasai bentuk bentuk masyarakt hukum adat itu tersendiri
3. Agar memahami wilayah adat itu seperti apa.

1
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta,
2005, hal 23

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Masyrakat Hukum Adat Dan Dasar terbentuknya Hukum Adat.

Istilah masyarakat hukum adat adalah istilah resmi yang tercantum dalam berbagai
peraturan perundang-undangan, seperti dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
Tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah, dan peraturan perundang-undangan lainnya. Istilah masyarakat hukum adat
dilahirkan dan digunakan oleh pakar hukum adat yang lebih banyak difungsikan untuk
keperluan teoritik - akademis. Sedangkan istilah masyarakat adat adalah istilah yang
lazim diungkapkan dalam bahasa sehari-hari oleh kalangan non-hukum yang mengacu
pada sejumlah kesepakatan internasional.2

Istilah masyarakat adat merupakan padanan dari indigeneouspeople.Istilah itu sudah


dikenal luas dan telah disebutkan dalam sejumlah kesepakatan internasional, yaitu :
Convention of International Labor Organixation Concerning Indigeneous and Tribal
People in Independent Countries (1989), DeklarasiCari- OcatentangHak-
HakMasyarakatAdat (1992), DeklarasiBumi Rio de Janairo(1992), Declaration on the
Right of Asian Indigenous Tribal People Chianmai(1993), De Vienna Declaration and
Programme Action yang dirumuskanolehUnited Nations World Conference on Human
Rights (1993). Sekarangistilahindige.

2
Taqwaddin,“PenguasaanAtasPengelolaanHutanAdatolehMasyarakatHukumAdat(Muk
im) di Provinsi Aceh”, (DisertasiDoktorIlmuHukum, Universitas Sumatera Utara,
2010), hlm. 36.

5
PBB tentang Hak-HakMasyarakatAdat (United Nation Declaration on the Rights of
Indegenous People) padatahun 2007.
Banyak ahli berpendapat bahwa pengertian masyarakat adat harus dibedakan
dengan masyarakat hukum adat. Konsep masyarakat adat merupakan pengertian umum
untuk menyebut masyarakat tertentu dengan ciri-ciri tertentu. Sedangkan masyarakat
hukum adat merupakan pengertian teknis yuridis yang menunjuk sekelompok orang yang
hidup dalam suatu wilayah (ulayat) tempat tinggal dan lingkungan kehidupan tertentu,
memiliki kekayaan dan pemimpin yang bertugas menjaga kepentingan kelompok (keluar
dan kedalam),dan memiliki tata aturan (sistem) hukum dan pemerintahan.3
Dalam makalah ini,masyarakat adat disamakan artinya dengan pengertian masyarakat
hukum adat, sebagaimana lazimnya ditemukan dalam peraturan perundang-undangan.
Secara faktual setiap provinsi di Indonesia terdapat kesatuan - kesatuan masyarakat
hukum adat dengan karakteristiknya masing - masing yang telah ada ratusan tahun
yang lalu. Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang teratur, yang
bertingkah laku sebagai kesatuan, menetap disuatu daerah tertentu, mempunyai
penguasa-penguasa, memiliki hukum adat masing-masing dan mempunyai kekayaan
sendiri baik berupa benda yang berwujud ataupun tidak berwujud serta menguasai
sumberdaya alam dalam jangkauannya.4
Konsep masyarakat hukum adat untuk pertama kali diperkenalkan oleh Cornelius
van Vollenhoven. Ter Haar sebagai murid dari Cornelius van Vollenhoven mengeksplor
lebih mendalam tentang masyarakat hukum adat. Ter Haar memberikan pengertian
sebagai berikut, masyarakat hukum adat adalah

3
Ibid.
4
Ibid, hlm. 3
6
kelompok masyarakat yang teratur, menetap di suatu daerah tertentu, mempunyai
kekuasaan sendiri, dan mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda yang terlihat
maupun yang tidak terlihat, dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami
kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak
seorang pun diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk
membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya dalam arti
melepaskan diri dari ikatan itu untuk selama – lamanya.5
Para tokoh masyarakat adat yang tergabung dalam AMAN merumuskan
masyarakat hukum adat sebagai sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum
adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat
tinggal ataupun atas dasarketurunan.6

Bentuk dan susunan masyarakat hukum yang merupakan persekutuan hukum


adat itu, para anggotanya terikat oleh faktor yang bersifat territorial dan geneologis.
Menurut pengertian yang dikemukakan para ahli hukum di zaman Hindia Belanda,
yang dimaksud dengan masyarakat hukum atau persekutuan hukum yang territorial
adalah masyarakat yang tetap dan teratur, yang anggota – anggota masyarakatnya
terikat pada suatu daerah kediaman tertentu, baik dalam kaitan duniawi sebagai tempat
kehidupan maupun dalam kaitan rohani sebagai tempat pemujaan terhadap roh-roh
leluhur.7 Sedangkan, masyarakat atau persekutuan hukum yang bersifat geneologis
adalah suatu kesatuan masyarakat yang teratur, di mana para anggotanya terikat pada
suatu garis keturunan yang

5
HusenAlting,DinamikaHukumdalamPengakuandanPerlindunganHakMasyarakatHukumAdatAtas
Tanah (Yogyakarta: LaksBangPRESSindo, 2010), hlm. 30
6
HusenAlting, Op. Cit., hlm. 31.
7
HilmanHadikusuma, PengantarIlmuHukumAdat Indonesia (Bandung: CV MandarMaju, 2003),

7
hlm. 108.

8
isama dari satu leluhur, baik secara tidak langsung karena pertalian perkawinan atau
pertalian adat.8

Definisi lain tentang masyarakat adat juga dikemukakan oleh Maria Rita Ruwiastuti, 9
bahwa masyarakat adalah kelompok masyarakat yang leluhurnya merupakan orang –
orang pemula di tempat itu, yang hubungannya dengan sumber – sumber agraria diatur
oleh hukum adat setempat. Dalam kesadaran mereka, sumber – sumber agraria selain
merupakan sumber ekonomi, juga adalah perpangkalan budaya. Artinya, kalau sumber
– sumber tersebut lenyap (atau berpindah penguasaan kepada kelompok lain), maka
yang ikut lenyap bukan saja kekuatan ekonomi mereka, melainkan juga
identitaskultural.
Dalam buku De Commune Trek in bet Indonesische Rechtsleven, F.D. Hollenmann
mengkonstruksikan 4 (empat) sifat umum dari masyarakat adat, yaitu magis religious,
komunal, konkrit dan kontan. Hal ini terungkap dalam uraian singkat sebagai berikut10:

1. Sifatmagis religious diartikan sebagai suatu pola pikir yang didasarkan pada
keyakinan masyarakat tentang adanya sesuatu yang bersifat sakral. Sebelum
masyarakat bersentuhan dengan sistem hukum agama religiusitas ini
diwujudkan dalam cara berpikir yang prologka, animism, dan kepercayaan pada
alam ghaib. Masyarakat harus menjaga keharmonis anantara alamnyata dan
alam batin (duniagaib). Setelah masyarakat mengena lsi sitem hukum agama
perasaan religious diwujudkan dalam bentuk kepercayaan kepada

8
Ibid. hlm. 109.
9
Maria Rita Ruwiastuti, SesatPikirPolitikHukumAgraria : Membongkar Alas
Penguasaan Negara atasHak – HakAdat, Kerjasama Insist Press, KPA
danPustakaPelajar, Yogyakarta, 2000, hlm. 177.
10
HusenAlting, Op.Cit.,hlm. 46.

Tuhan. Masyarakat percaya bahwa setiap perbuatan apapun bentuknya akan

9
selalu mendapat imbalan dan hukuman tuhan sesuai dengan derajat perubahan.

2. Sifatkomunal (commuun), masyarakat memiliki asumsi bahwa setiap individu,


anggota masyarakat merupakan bagian integral dari masyarakat secara
keseluruhan. Diyakini bahwa kepentingan individu harus sewajarnya
disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan masyarakat karena tidak ada
individu yang terlepas dari masyarakat.

3. Sifat konkrit diartikan sebaga icorak yang serba jelas atau nyata menunjukkan
bahwa setiap hubungan hukum yang terjadi dalam masyarakat tidak dilakukan
secara diam-diam atau samar.

4. Sifat kontan (kontanehandeling) mengandung arti sebagai kesertamertaan


terutama dalam pemenuhan prestasi. Setiap pemenuhan prestasi selalu
dengankon traprestasi yang diberikan secara serta merta / seketika.

H.M.Koesnoe11 menyatakan bahwa masyarakat adat hendaknya


memperhatikan hal – hal yang menjadi pertanyaan yang jawabannya akan menjadi
kriteria ada atau tidaknya masyarakat hukum adat sebagai berikut :

1. Apakah dalam territori yang bersangkutan ada kelompok yang merupakan


satu kesatuan yang terorganisir.
2. Sebagai kelompok yang demikian apakah organisasinya itu diurus oleh
pengurus yang ditaati oleh para anggotanya.
3. Sejak kapankah kelompok itu ada dalam lingkungan tanah yang
bersangkutan (seperti sudah berapa generasi)

11
H. M. Koesnoe, Prinsip – prinsipHukumAdattentang Tanah, Ubaya Press, Surabaya,
2000, hlm. 34.

10
4. Apakah kelompok itu mengakui suatu tradisi yang hegemony dalam
kehidupannya sehingga kelompok itu dapat dikatakan sebagai satu
persekutuanhukum.

5. Bagaimana menurut tradisinya asal usul kelompok itu sehingga merupakan


satu kesatuan dalam lingkungan tanahnya.

Pengertian masyarakat adat secara konkrit dituangkan dalam Pasal 1


ayat (3) Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman
Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Adat yang diterbitkan oleh
Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional diatur bahwa
masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan
hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena
kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasarketurunan.12

di tinjau dari latar belakang sejarah, masyarakat hukum adat di


kepulauan Indonesia mempunyai latar belakang sejarah serta kebudayaan
yang sudah sangat tua dan jauh lebih tua dari terbentuknya kerajaan ataupun
negara. Secara historis, warga masyarakat hukum adat di Indonesia serta etnik
yang melingkupinya, sesungguhnya merupakan migran dari kawasan lainnya
di Asia Tenggara. Secara kultural mereka termasuk dalam kawasan budaya
Austronesia, yaitu budaya petani sawah, dengan tatanan masyarakat serta hak
kepemilikan yang ditata secara kolektif, khususnya hak kepemilikan atas
tanah ulayat. Dalam kehidupan politik, beberapa etnik berhasil mendominasi
etnik lain beserta wilayahnya,dan

12
HusenAlting, Op.Cit.,hlm. 14.

11
membentuk kerajaan-kerajaan tradisional, baik yang berukuran lokal maupun
berukuran regional.15
Masyarakat Hukum adat merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
bangsa Indonesia, keberadaannya tidak dapat dipungkiri sejak dahulu hingga saat ini.
Ada beragam istilah yang digunakan, bahkan di dalam peraturan perundang-undangan
pun digunakan berbagai istilah untuk merujuk sesuatu yang sama atau yang hampir
sama itu. Mulai dari istilah masyarakat adat, masyarakat hukum adat, kesatuan
masyarakat hukum adat, masyarakat tradisional, komunitas adat terpencil, masyarakat
adat yang terpencil, sampai pada istilah desa atau nama lainnya.16
Selanjutnya dalam Penjelasan Bab VI UUD NRI Tahun 1945 dinyatakan bahwa
dalam teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia terdapat lebih kurang 250
zelfbesturende landschappen dan volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali,
nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan
sebagainya.PersekutuanhukumadatdiAcehdisebutdengangampong.17 Daerah daerah ini
mempunyai susunan asli dan oleh karenaya dapat dianggap sebagai daerah yang
bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah – daerah
istimewa tersebut dan segala peraturan negara mengeanai daerah – daerah itu akan
mengingat hak – hak asal usul daerah tersebut.

15
SaafroedinBahar, Seri HakMasyarakatHukumAdat :Inventarisasi Dan
PerlindunganHakMasyarakatHukumAdat, KomisiNasionalHakAsasiManusia, Jakarta : 2005,
Hal. 76-77.
16
Yance Arizona, “Mendefinisikan Indegenous Peoples diIndonesia”
https://www.yancearizona.net/tag/masyarakat-hukum-adat/ (diaksestanggal 24
Januari2015).
17
TerHaar, Asas – AsasdanSusunanHukumAdat, PradyaParamita, Jakarta : 1960, hlm

12
B. Bentuk Bentuk Masyarakat Hukum Adat
Masyarakat hukum adat di Indonesia tersusun atas dua faktor dominan, yakni faktor
genealogis dan teritorial.Pada mulanya faktor genealogis mempunyai dominasi yang sangat
kuat terhadap pembentukan suatu masyarakat hukum adat, disebabkan oleh hubungan daerah
antara satu dengan lainnya di antara mereka terikat dan terbentuk dalam satu ikatan yang
kokoh.Tetapi karena semakin meluasnya hubungan antar suku bangsa maka dominasi faktor
genealogis sedikit demi sedikit mulai tergeser oleh faktor teritorial.
Berdasarkan dua faktor tersebut dapat dibedakan 3 (tiga) bentuk masyarakat hukum
adat
yaitu:

1. Masyarakat hukum adat genealogis;

2. Masyarakat hukum adat teritorial; dan

3. Masyarakat hukum adat genealogis-teritorial.

Namun demikian, sekarang ini factor genealogis masih memegang peranan yang cukup
kuat, yang akhirnya melahirkan masyarakat yang bercorak kebapakan (patrilineal) atau
bercorak keibuan (matrilineal) atau parental/bilateral dengan corak dan polanya
sendiri.Sedangkan dalam masyarakat tertentu di mana faktor teritorial masih mendominasi,
struktur masyarakatnya dapat berbentuk masyarakat desa (dorpgemeenschap), dan
masyarakat wilayah (streekgemeenschap), masyarakat desa (dorppenbond).
Mengenai ketiga bentuk masyarakat dijelaskan sebagai berikut:20

20
Ibid, hlm. 81

1. Masyarakat Hukum Genealogis

13
Masyarakat hukum genealogis adalah suatu kesatuan masyarakat di mana para
anggotanya terikat oleh suatu garis keturunan yang sama dari satu leluhur baik secara
langsung karena hubungan darah atau tidak langsung karena pertalian perkawinan atau
pertalian adat. Pada jenis masyarakat hukum genealogis pengikat anggota persekutuan
adalah kesamaan keturunan dalam arti semua anggota dari persekutuan terikat dan
mempunyai ikatan yang kuat karena mereka berasal dari satu nenek moyang yang satu atau
sama.
Masyarakat hukum genealogis ini dibedakan dalam 3 (tiga) macam pertalian
keturunan, yaitu sebagai berikut:21
a. Masyarakat hukum menurut garis laki-laki (patrilineal), yaitu masyarakat yang
susunannya ditarik menurut garis keturunan bapak (garis laki-laki). Setiap anggota
merasa dirinya sebagai keturunan dari seorang laki-laki asal. Bentuk masyarakat ini
terdapat dalam masyarakat Batak, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan
Irian.
b. Masyarakat hukum menurut garis perempuan (matrilineal), yaitu masyarakat yang
tersusun berdasarkan garis keturunan ibu (garis wanita). Setiap anggota merasa dirinya
sebagai keturunan dari seorang ibu asal. Bentuk masyarakat semacam ini terdapat pada
masyarakat Minangkabau, Kerinci, Semendo di Sumatera Selatan, dan beberapa suku di
Timor.
c. Masyarakat hukum menurut garis ibu dan bapak (bilateral/parental), adalah masyarakat
yang tersusun berdasarkan garis keturunan orang tua, yaitu bapak dan ibu secara
bersama-sama. Bentuk masyarakat seperti ini terdapat di masyarakat hukum adat orang
Bugis, Dayak, dan Jawa. Bilateral artinya dua pihak, yaitu pihak ibu dan pihak ayah.

21
Ibid, hlm. 81-82
2. Masyarakat Hukum Teritorial
Masyarakat hukum teritorial adalah masyarakat hukum yang anggota-anggota

14
masyarakatnya terikat pada suatu daerah kediaman tertentu, baik dalam kaitan duniawi
maupun dalam kaitan rohani. Terdapat ikatan yang kuat sebagai pengikat di antara
anggotanya karena mereka merasa dilahirkan dan menjalani kehidupan bersama serta
tumbuh dan berkembang di tempat yang sama. Masyarakat hukum teritorial dibedakan
dalam 3 (tiga) macam, yatu sebagai berikut:22

a. Masyarakat hukum/persekutuan desa, adalah sebagaimana desa dijumpai di Jawa,


merupakan suatu tempat kediaman bersama di dalam daerahnya sendiri termasuk
beberapa persekutuan yang terletak di sekitarnya yang tunduk pada perangkat desa yang
berkediaman di pusat desa. Jadi warga terikat pada suatu tempat tinggal yang meliputi
desa-desa/perkampungan yang jauh dari pusat kediaman di mana pemimpin desa
bertempat tinggal dan semua tunduk pada pimpinan tersebut. Contohnya, desa di Jawa
dan di Bali. Desa di Jawa merupakan persekutuan hukum yang mempunyai tata susunan
tetap, mempunyai pengurus, mempunyai wilayah, dan harta benda, bertindak sebagai
satu kesatuan terhadap dunia luar dan tidak mungkin desa itu dibubarkan.
b. Masyarakat hukum/persekutuan daerah, adalah kesatuan dari beberapa tempat kediaman
yang masing-masing mempunyai pimpinan sendiri dan sederajat, tetapi kediaman itu
merupakan bagian dari satu kesatuan yang lebih besar. Bentuk seperti ini, misalnya
kesatuan nagari di Minangkabau, marga di Sumatera Selatan dan Lampung, dan kuria di
Tapanuli. Desa di Jawa terdiri dari bagian-bagian yaitu dusun dan tiap dusun
mempunyai pimpinan. Kuria di Tapanuli merupakan kesatuan dan bagian-bagian yang
disebut huta. Huta mempunyai pemimpin sendiri.
c. Masyarakat hukum/perserikatan desa, adalah apabila di antara beberapa desa atau
marga yang terletak berdampingan yang masing-masing berdiri sendiri mengadakan
perjanjian kerja sama, misalnya kepentingan mengatur pemerintahan adat bersama,
kehidupan ekonomi, pertanian, dan pemasaran. Beberapa desa bergabung dan
mengadakan permufakatan untuk melakukan kerja sama untuk kepentingan bersama.
Untuk itu dibentuk suatu badan pengurus yang terdiri dari pengurus desa, seperti subak
di Bali.

3. Masyarakat Hukum Genealogis-Teritorial


Timbulnya masyarakat genealogis-teritorial disebabkan bahwa dalam kenyataannya
tidak ada kehidupan tidak tergantung dari tanah, tempat ia dilahirkan, mengusahakan hidup,
tempat kediaman, dan mati. Masyarakat genealogis-teritorial adalah kesatuan masyarakat di
15
mana para anggotanya tidak saja terikat pada tempat kediaman, tetapi juga terikat pada
hubungan keturunan dalam ikatan pertalian darah dan atau kekerabatan.Bentuk masyarakat
ini terdapat pada masyarakat kuria dengan huta-huta di lingkungan masyarakat Tapanuli
Selatan (Angkola, Mandailing), umi (Mentawai), euri (Nias), nagari (Minangkabau), Marga
dengan dusun-dusun di Sumatera Selatan, dan marga dengan tiyuh-tiyuh di Lampung.

C. Wilayah Hukum Adat

Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia menjadi 19 lingkungan


Hukum adat (rechtsringen). Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum adatnya
seragam disebutnya sebagai rechtskring. Setiap lingkungan hukum adat tersebut di bagi lagi
dalam beberapa bagian yang disebut Kukuban Hukum (Rechtsgouw).
  Lingkungan hukun adat tersebut adalah sebagai berikut :
1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)
2. Tanah Gayo, Alas dan Batak
-Tanah Gayo (Gayo Lueus)
-Tanah Alas
-Tanah Batak (Tapanuli)
-Tapanuli Utara : Batak Pakpak (Barus), Batak Karo, Batak Simelungun, Batak Toba
(Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu).
-Tapanuli Selatan : Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola Mandailinag
(Sayurmatinggi).
-Nias (Nias Selatan).
3.  Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, Tanah Kampar,
Kerinci).
4.  Mentawai (Orang Pagai)
5.  Sumatra Selatan
Bengkulu (Renjang).
 Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Reban, Gedingtataan, Tulang Bawang).
Palembang (Anak Lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)
Jambi (Orang Rimba, Batin dan Penghulu).
Enggano.
6. Tanah Melayu (Lingga-Riau,Indragiri, Sumatra Timur, Orang Banjar)
7. Bangka dan Belitung

16
8. Kalimantan ( Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya, Dayak
Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei,
Long Glatt, Dayak Maayan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayat Ot Danum,
Dayak Penyambung Punan).
9.   Gorontalo (Bolaang Mongondow, Boalemo).
10. Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawali,
Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai).
11.  Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar,
Muna).
12.  Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Tobelo, Kep. Sula).
13.  Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei,
Kep. Aru, Kisar).
14.  Irian
15.  Kep. Timor (Kep. Timor-timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah, Sumba
Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima).
16.  Bali dan Lombok (Bali Tanganan-pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng,
Jembrana, Lombok, Sumbawa).
17.  Jawa Pusat, Jawa Timur, serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo, Tulungagug,
Jawa Timur, Surabaya, Madura).
18.  Daerah Kerajaan (Surakarta dan Yogyakarta)
19.  Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)23

22
Ibid, hlm. 82-83
23
https://www.papermakalah.com/2018/01/makalah-hukum-adat.html

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah masyrakat hukum adat, maka dapat ditarik
kesimpulan yaitu:
1. Istilah masyarakat hukum adat adalah istilah resmi yang tercantum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan, seperti dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria,
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dan peraturan
perundang-undangan lainnya.
2. Banyak ahli berpendapat bahwa pengertian masyarakat adat harus dibedakan dengan
masyarakat hukum adat. Konsep masyarakat adat merupakan pengertian umum untuk
menyebut masyarakat tertentu dengan ciri-ciri tertentu. Sedangkan masyarakat hukum
adat merupakan pengertian teknis yuridis yang menunjuk sekelompok orang yang
hidup dalam suatu wilayah (ulayat) tempat tinggal dan lingkungan kehidupan tertentu,
memiliki kekayaan dan pemimpin yang bertugas menjaga kepentingan kelompok
(keluar dan kedalam),dan memiliki tata aturan (sistem) hukum dan pemerintahan.
3. Masyarakat hukum adat di Indonesia tersusun atas dua faktor dominan, yakni
faktor genealogis dan teritorial.Pada mulanya faktor genealogis mempunyai
dominasi yang sangat kuat terhadap pembentukan suatu masyarakat hukum
adat, disebabkan oleh hubungan daerah antara satu dengan lainnya di antara
mereka terikat dan terbentuk dalam satu ikatan yang kokoh.Tetapi karena
semakin meluasnya hubungan antar suku bangsa maka dominasi faktor
genealogis sedikit demi sedikit mulai tergeser oleh faktor teritorial.
4. Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia menjadi 19
lingkungan Hukum adat (rechtsringen). Satu daerah yang garis-garis besar,
corak dan sifat hukum adatnya seragam disebutnya sebagai rechtskring.
Setiap lingkungan hukum adat tersebut di bagi lagi dalam beberapa bagian
yang disebut Kukuban Hukum (Rechtsgouw).

18
B. Saran

Dalam penulisan makalah ini sudah tentu terdapat kekurangan baik dari segi
penulisan maupun penyampaian makalah, untuk itu penulis mengharapkan saran
masukan ataupun kritik dari pembaca maupun penyimak agar makalah ini dapat
diperbaiki dan dapat menjadi karya ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta,


2005, hal 23
Taqwaddin,“PenguasaanAtasPengelolaanHutanAdatolehMasyarakatHukumAdat(Muki
m) di Provinsi Aceh”, (DisertasiDoktorIlmuHukum, Universitas Sumatera Utara,
2010), hlm. 36.
Ibid, hlm. 3

HusenAlting,DinamikaHukumdalamPengakuandanPerlindunganHakMasyarakatHukum
AdatAtas Tanah (Yogyakarta: LaksBangPRESSindo, 2010), hlm. 30
HusenAlting, Op. Cit., hlm. 31.
HilmanHadikusuma, PengantarIlmuHukumAdat Indonesia (Bandung: CV
MandarMaju, 2003), hlm. 108.

Ibid. hlm. 109.


Maria Rita Ruwiastuti, SesatPikirPolitikHukumAgraria : Membongkar Alas
Penguasaan Negara atasHak – HakAdat, Kerjasama Insist Press, KPA
danPustakaPelajar, Yogyakarta, 2000, hlm. 177.
HusenAlting, Op.Cit.,hlm. 46.

H. M. Koesnoe, Prinsip – prinsipHukumAdattentang Tanah, Ubaya Press, Surabaya,


2000, hlm. 34.

HusenAlting, Op.Cit.,hlm. 14.

SaafroedinBahar, Seri HakMasyarakatHukumAdat :Inventarisasi Dan


PerlindunganHakMasyarakatHukumAdat, KomisiNasionalHakAsasiManusia,
Jakarta : 2005, Hal. 76-77.
Yance Arizona, “Mendefinisikan Indegenous Peoples di Indonesia”
https://www.yancearizona.net/tag/masyarakat-hukum-adat/ (diaksestanggal 24
Januari2015).

TerHaar, Asas – AsasdanSusunanHukumAdat, PradyaParamita, Jakarta : 1960, hlm


Syarifah M, “EksistensiHakUlayatatas Tanah dalam Era Otonomi Daerah
padaMasyarakat Sakai di KabupatenBengkalisPropinsi Riau”(Tesis,
IlmuHukum, Program Studi Magister Kenotariatan,USU, 2010), hlm. 21.

Ibid, hlm. 22 pengembangan khasanah Bahasa Indonesia dan masih banyak lagi hal – hak
lain yang mereka sumbangkan.49
https://www.papermakalah.com/2018/01/makalah-hukum-adat.html

20

Anda mungkin juga menyukai