Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN BADAI TIROID

DOSEN PEMBIMBING :
Isni Lailatul Maghfiroh, S.Kep.,Ns.,M.Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :


1. Bagus Andika Lintang P. ( 1802012645 )
2. Dewi Yulinasari ( 1802012593 )
3. Khoirun Nisa’ ( 1802012632 )
4. Suci Ayu Aprilita ( 1802012606 )

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah subhahahu wa ta’alah yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “
Konsep Asuhan Keperawatan Badai Tiroid ” sesuai waktu yang ditentukan. Makalah ini penulis
susun sebagai salah satu tugas mata kuliah keperawatan kritis . Ucapan terima kasih kami sampaikan
kepada:

1. Arifal Aris, S. Kep., Ns., M.Kes., selaku Dekan Universitas Muhammadiyah


Lamongan.
2. Suratmi, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Kaprodi S1 Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Lamongan.
3. Isni Lailatul Maghfiroh, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen pengajar Keperawatan
Kritis Universitas Muhammadiyah Lamongan.
4. Teman-teman anggota kelompok yang saling bekerja sama dalam penulisan makalah .
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini. Saran dan
kritik membangun sangat kami harapkan demi penyempurnaan penulisan makalah
selanjutnya. Kami berharap makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Lamongan, 04 Oktober 2021

Penulis

DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Krisis hipertiroid atau yang disebut badai tiroid (Thyroid Strom) adalah kondisi
mengancam jiwa ketika pasien dengan disfungsi tiroid yang mendasari menunjukkan tanda
dan gejala hipertiroidisme yang berlebihan. Badai tiroid dicetuskan oleh stressor seperti
infeksi, trauma, KAD, pembedahan, gagal jantung, atau stroke (Stillwell, 2011).
Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering berhubungan dengan
stress fisiologi atau psikologis. Krisis tiroid adalah keadaan kritis terburuk dari status
tirotoksik (Hudak, 2005).
Krisis tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi sekitar 1-2% pasien
hypertiroidisme. Sedangkan insidensi keseluruhan hipertiroidisme sendiri hanya berkisar
antara 0,05-1,3% dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun, krisis tiroid yang tidak
dikenali dan tidak ditangani dapat berakibat sangat fatal. Angka kematian orang dewasa pada
krisis tiroid mencapai 10-20%. Bahkan beberapa laporan penelitian menyebutkan hingga
setinggi 75% dari populasi pasien yang dirawat inap. Dengan tirotoksikosis yang
terkendali dan penanganan dini krisis tiroid, angka kematian dapat diturunkan hingga
kurang dari 20%.
Karena penyakit Graves merupakan penyebab hipertiroidisme terbanyak dan merupakan
penyakit autoimun yang juga mempengaruhi sistem organ lain, melakukan anamnesis yang
tepat sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Hal ini penting karena diagnosis krisis
tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratories. Hal lain yang
penting diketahui adalah bahwa krisis tiroid merupakan krisis fulminan yang memerlukan
perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus. Dengan diagnosis yang dini dan
penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik. Oleh karena itu, diperlukan
pemahaman yang tepat tentang krisis tiroid, terutama mengenai diagnosis dan
penatalaksaannya.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan umum
Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada
klien krisis tiroid / badai tiroid dengan menggunakan metode proses keperawatan.
1.2.2 Tujuan khusus
1. Mampu membuat pengkajian keperawatan pada klien dengan krisis tiroid
/badai tiroid
2. Mampu membuat diagnosa keperawatan berdasarkan anamnesa
3. Mampu membuat rencana keperawatan berdasakan teori keperawatan
4. Mampu membuat implementasi keperawatan
5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Krisis hipertiroid atau yang disebut badai tiroid (Thyroid Strom) adalah kondisi
mengancam jiwa ketika pasien dengan disfungsi tiroid yang mendasari menunjukkan
tanda dan gejala hipertiroidisme yang berlebihan. Badai tiroid dicetuskan oleh
stressor seperti infeksi, trauma, KAD, pembedahan, gagal jantung, atau stroke
(Stillwell, 2011).
Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering berhubungan
dengan stress fisiologi atau psikologis. Krisis tiroid adalah keadaan kritis terburuk
dari status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dari kematian dapat
terjadi jika tidak segera tertangani.
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan
ditandai oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan
sistem saluran cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan
gejala akibat peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa
kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan,terjadi
kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis.
2.2. Etiologi

Keadaan yang dapat menyebabkan krisis tiroid adalah :

1. Operasi dan urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan operasi pada bagian
tubuh lainnya pada penderita hipertiroid yang belum terkontrol hormon tiroidnya).
2. Stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid
3. Pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen
4. Infeksi
5. Stroke
6. Trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher dapat
memicuterjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat hipertiroidisme
sebelumnya.

7. Penyakit Grave, Toxic multinodular, dan “Solitary toxic adenoma.


8. Tiroiditis
9. Penyakit troboblastik
10. Ambilan hormon tiroid secara berlebihan
11. Pemakaian yodium yang berlebihan
12. Kanker pituitary
13. Obat-obatan seperti Amiodarone
Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat menyebabkan krisis tiroid :
1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah besar
2. Hiperaktivitas adrenergik
3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan
Factor pencetus krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat berupa free-
hormone meningkat, naiknya free- hormon mendadak, efek T3 paska transkripsi,
meningkatnya kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Dan factor resikonya dapat
berupa surgical crisis (persiapan operasi yang kurang baik, belum eutiroid), medical
crisis (stress apapun, fisik maupun psikologis, infeksi dan sebagainya" (Sudoyo,
2007).
2.3 Patofisiologi
Krisis tirotoksik adalah bentuk lanjut dan hipertiroidisme yang sering
berhubungan dengan stress fisiologi atau psikologis . krisis tiroid adalah
keadaan kritis terburuk dari status tirotoksik penurunan kondisi yang sangat cepat
dan kematian dapat teradi ika tidak segera tertangani . kondisi pasien kemungkinan
berkembang secara spontan, tetapi ini sering terjadi pada individu yang tidak
terdiagnosa atau penanganan sebagian dari hipertiroidisme berat . berdasarkan
definisi hipertiroidisme adalah kondisi dimana kerja hormon tiroid mengakibatkan
respons yang lebih besar dari keadaan normal. Penyakit-penyakit khusus yang dapat
menyebabkan hipertiroidisme meliputi penyakit graves, hipertiroidisme
eksogen,tiroiditis, dan kanker tiroid. Obat-obat tertentu, seperti zat kontras untuk
prosedur radiografi atau amiodaron (obat antidisritmia), dapat mencetuskan
teradinya status tirotoksik karena mengandung iodin yang tinggi. Pengenalan
tanda-tanda dan gejala-gejala klinis hipertiroidisme adalah kunci untuk mengenali
krisis tiroid.
menurut (Hudak,1996) Ada 3 mekanisme fisiologis yang diketahui dapat
mengakibatkan krisis tiroid :
1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah yang besar.
2. Hiperaktivitas adrenergik.
3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan.
Pelepasan tiba-tiba hormon tiroid dalam jumlah yang besar diduga
menyebabkan manifestasi hipermetabolik yang terjadi selama krisis tiroid. Analisis
laboratorium dalam triiodotironin (T3) atau tiroksin (T4) mungkin tidak nyata pada
fenomena ini dan mungkin hanya mencerminkan nilai yang serupa dengan
status hipertiroid pasien yang telah diketahui.
Hiperaktivitas dari adrenergik dapat dipandang sebagai kemungkinan
penghubung pada krisis tiroid. Meskipun hormon tiroid dan katekolamin saling
mempengaruhi satu sama lain, penelitian telah menunjukkan bahwa kadar
katekolamin selama krisis tiroid berada dalam batas normal. Masih belum pasti
apakah efek hipersekresi hormon tiroid atau peningkatan kadar katekolamin
menyebabkan peningkatan sensitivitas dan fungsi organ efektor interaksi tiroid
katkolamin mengakibatkan konsumsi nutrien dan oksigen, meningkatkan
produksi panas, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan status katabolik.
Mekanisme ketiga adalah liposis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan,
peningkatan umlah asam lemak mengoksidasi dan menghasilkan energi panas yang
berlimpah yang sulit untuk dihilangkan melalui jalan vasodilatasi. Energi panas ini
bukan berbentuk adenosin trifosfat pada tingkat molekular, dan j uga tidak dapat
digunakan oleh sel.
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone
(TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-
stimulating hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid
melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone
thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal
menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3).
T4 dan T3 terdapat dalam 2bentuk:
1. bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik;
2. bentuk yang terikat padathyroid-binding globulin (TBG).
Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran
klinis klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika
keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.
Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis
ini melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen
dari kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor
TSH. Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi
penyakit ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap
reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi
hormon tiroid. Autoantibodi tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas
imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan
TBG yang diperantarai oleh 3,’5′-cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP).
Selain itu, antibodi ini juga merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan
pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon
hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak
sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran
klinis berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring
meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau
meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu,
respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien
dan menyebabkan kematian.2 Diduga bahwa hormon tiroid dapat meningkatkan
kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine monophosphate, dan penurunan
kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin epinefrin
maupun norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut
ini telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan
memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan
tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total tidak
meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul.
Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang sintesis
hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan
reseptor beta-adrenergik sehingga menambah efek katekolamin. Respon dramatis
krisis tiroid terhadap beta- blockers dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan obat
adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga menjelaskan
rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin katekolamin.
Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-blockers gagal menurunkan
kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat
patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat
terjadi pasca operasi mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon
tiroid bebas. Sebagai tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika
kelenjar dimanipulasi selama operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai
rusaknya folikel setelah terapi radioactive iodine(RAI). Teori lainnya yang pernah
diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat
mirip katekolamin yang unik pada keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik
langsung dari hormon tiroid sebagai akibat kemiripan strukturnya dengan
katekolamin. (Stillwell, 2011).
Penyakit autoimun, P.
Graves
2.4 pathway

Kelemahan Produksi LATS Lipolisis


Peningkatan reseptor β Penurunan BB
otot, tremor
Kelemahan paratiroid

Peningkatan Peningkatan
Masa otot berkurang sintesis isenzim pemecahan VLDL, Nutrisi kurang dari
Peningkatan transkrip Na+/K+ -ATPase LDL kebutuhan
( pemecahan ,matriks
otot tulang ) ca2+ -ATPase dalam Peningkatan Osteoporosis,
reticulum sarkoplasma rangsangan terhadap hiperkalemia,
Enzim proteolitik Peningkatan
katekolamin Peningkatan hiperkalsiuria.
proteolisis
metabolisme basal
Proteolisis + Peningkatan
pningkatan kontraktilitas jantung Gangguan motilitas
pembentukan ekskresi & frekuensi denyut Rangsangan S.simpatis usus Diare dehidrasi
Peningkatan
jantung
pengunaan O2

Peningkatan metabolisme
Fibrasi atrium Takikardia,
hiperventilasi panas ( energi )
peningkatan volume Kekurangan volume
sekuncup cairan
Peningkatan suhu
Sesak naps, tubuh ( tiroksikosis )
Dekompensasi jantung Peningkatan CO & Peningkatan takikardi
dispnea
sistolik jantung (>130x/menit)
Hiperpireksid (>38,5 Berkeringan berlebih
C / > 40 C )
Kegagalan Peningkatan GFR,
kognitif Ketidakefektian
RPF, reabsorbsi
pola napas
natrium Peningkatan beban hipertermia
jantung

Nyeri dada,
edema palpitasi
Penurunan suplai O2 Otak kekurangan Penurunan Perubahan fungsi
ke seluruh tubuh oksigen kesadaran, jaringan serebral
Resiko tinggi letargistupr-koma
curah jantung
2.5 Manifestasi Klinis
Penderita umumnya menunjukkan semua gejala tirotoksikosis tetapi biasanya jauh
lebih berat.
a. Demam > 37,0 C
b. Takikardi > 130 x/menit
c. Gangguan sistem gastrointestinal seperti diare berat
d. Gangguan sistem neurologik seperti keringat yang berlebihan sampai
dehidrasi,gangguan kesadaran sampai koma.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. TSHS (Tiroid Stimulating Hormone Sometime) tertekan dan tidak berespon
pada TRH.
b. Pemeriksaan FT4 (T4)
c. Pemeriksaan T3
d. Tiroglobulin : meningkat
e. Gula darah : menurun (sehubungan dengan kerusakan adrenal)
f. EKG : fibrilasi atrium, waktu sistolik memendek, kardiomegali
2.7 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai tujuan yaitu menangani faktor
pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang berlebihan, menghambat pelepasan
hormon tiroid, dan melawan efek perifer hormon tiroid. Penatalaksanaan medis krisis tiroid
meliputi :
1. Koreksi hipertiroidisme

a. Menghambat sintesis hormon tiroid


Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU) atau metamizole. PTU lebih
banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer. PTU
diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal 600-1000 mg kemudian diikuti
200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan dengan dosis 20 mg tiap 4 jam, bisa
diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-100 mg.

b. Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk


Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes tiap 6
jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.

c. Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer


Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan kortikosteroid.
d. Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan
charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan
konfensional tidak berhasil.
e. Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).

2. Menormalkan dekompensasi homeostasis


a). Terapi suportif
1. Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan
intravena.
2. Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
3. multivitamin, terutama vitamin B
4. Obat aritmia, gagal jantung kongstif
5. Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan
6. Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena
dapat meningkatkan kadar T3 dan T4)

7. Glukokortikoid
8. Sedasi jika perlu
b). Obat anti drenergik
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin. Reserpin
dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan Beta bloker. Beta
bloker yang paling banyak digunakan adalah propanolol. Penggunaan
propanolol ini tidak ditujukan untuk mengobati hipertiroid, tetapi
mengatasigejala yang terjadi dengan tujuan memulihkan fungsi jantung dengan
caramenurunkan gejala yang dimediasi katekolamin. Tujuan dari terapi
adalahuntuk menurunkan konsumsi oksigen miokardium, penurunan frekuensi
jantung, dan meningkatkan curah jantung.
2.8 Komplikasi
Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati
dapat menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung kongestif,
kolaps kardiovaskuler, koma, dan kematian.
2.9 Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan melakukan terapi tirotoksikosis yang ketat
setelah diagnosis ditegakkan. Operasi dilakukan pada pasien tirotoksik hanya
setelah dilakukan blokade hormon tiroid dan/atau beta-adrenergik. Krisis tiroid
setelah terapi RAI untuk hipertiroidisme terjadi akibat: 1) penghentian obat anti-
tiroid (biasanya dihentikan 5-7 hari sebelum pemberian RAI dan ditahan hingga
5-7 hari setelahnya); 2) pelepasan sejumlah besar hormon tiroid dari folikel yang
rusak; dan 3) efek dari RAI itu sendiri. (Sudoyo, 2007)
Karena kadar hormon tiroid seringkali lebih tinggi sebelum terapi RAI
daripada setelahnya, banyak para ahli endokrinologi meyakini bahwa penghentian
obat anti-tiroid merupakan penyebab utama krisis tiroid. Satu pilihannya adalah
menghentikan obat anti-tiroid (termasuk metimazol) hanya 3 hari sebelum
dilakukan terapi RAI dan memulai kembali obat dalam 3 hari setelahnya.
Pemberian kembali obat anti-tiroid yang lebih dini setelah terapi RAI dapat
menurunkan efikasi terapi sehingga memerlukan dosis kedua. Perlu pula
dipertimbangkan pemeriksaan fungsi tiroid sebelum prosedur operatif dilakukan
pada pasien yang berisiko mengalami hipertiroidisme (contohnya, pasien dengan
sindroma McCune-Albright).
BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Dasar Data Pengkajian
1. Aktifitas / istirahat
Gejala : insomnia, sensitivitas T, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan
otot. Tanda : atrofi otot.
2. Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri dada (angina).
Tanda : disritma (vibrilasi atrium), irama gallop, mur-mur, peningkatan
tekanan darah dengan tekanan nada yang berat.Takikardi saat istirahat,
sirkulasi kolaps,
syok (krisis tiroksikosi)
3. Eliminasi
Gejala : urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam feces, diare.
4. Integritas ego
Gejala : mengalami stres yang berat (emosional, fisik)
Tanda : emosi labil 9euforia sedang sampai delirium), depresi
5. Makanan & cairan
Gejala : kehilangan berat badan mendadak, napsu makan menurun, makan
sedikit, makannya sering kehausan, mual, muntah.
Tanda : pembesaran tiroid, goiter, edema non pitting terutama daerah pretibial.
6. Neurosensori
Tanda : bicara cepat dan parau, gangguan status mental, perilaku (bingung,
disorientasi, gelisah, peka rangsang), tremor halus pada tangan, tanpa tujuan
beberapa bagian tersentak-sentak, hiperaktif refleks tendon dalam (RTP).
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri orbital, fotofobia.
8. Pernapasan
Tanda : frekuensi pernapasan meningkat, takipnea, dispea, edema paru
(padakrisis tirotoksikosis).
9. Keamanan
Gejala : tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi
terhadap iodium (mungkin digunakan saat pemeriksaan).
Tanda : suhu meningkat di atas 37,4ºC, diaforesis kulit halus, hangat
dan kemerahan.
Eksotalus: retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi
eritema (sering terjadi pada pretibial) yag menjadi sagat parah.
10. Seksualitas
Tanda : penurunan libido, hipomenorea, amenorea dan impoten.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipovolemi berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3. Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan endokrinopati

C. Intervensi Keperawatan
NO Dx kep. SLKI SIKI
1. Hipovolemi Setelah dilakukan O:
berhubungan dengan tindakan keperawatan - Periksa tanda dan gejala
hipovolemia
peningkatan 1X24 jam diharapkan
- Monitor intake dan output
permeabilitas kapiler status cairan membaik cairan
dengan kriteria hasil : T:
- Hitung kebutuhan cairan
1. Kekuatan nadi
- Berikan asupan cairan oral
meningkat (5) E:

2. Turgor kulit
- Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
meningkat (5) - Anjurkan menghindari
perubahan posisi
3. Output urine
mendadak
meningkat (5) K:
- Kolaborasi pemberian
cairan IV issptonis ( mis.
Cairan NaCl, RL )
- Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis ( mis.
Glukosa 2,5 %, NaCl 0,4
%)
- Kolaborasi pemberian
koloid ( mis, albumin,
plasmante )

2. Hipertermi Setelah dilakukan O:


tindakan keperawatan - Identifikasi penyebab
berhubungan dengan
1X24 jam diharapkan hipertermia
proses penyakit termoregulasi membaik
- Monitor suhu tubuh
dengan kriteria hasil :
- Monitor keluaran urine
1. Suhu tubuh T:
membaik (5)
- Sediakan lingkungan yang
2. Suhu kulit nyaman
membaik (5)
- Longgarkan atau lepaskan
3. Menggigi pakaian
menurun (5)
- Berikan cairan oral
- Ganti line setiap hari atau lebih
sering jika mengalami
hyperhidrosis
E:
- Anjurkan tirah baring.
K:
- Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit IV, jika perlu

3. Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan O:


tindakan keperawatan - Identifikasi tanda dan gejala
gula darah
1X24 jam diharapkan hipoglikemia
berhubungan dengan kestabilan kadar
- Identifikasi kemungkinan
glukosa darah
endokrinopati penyebab hipoglikemia
meningkat dengan
kriteria hasil : T:
1. lelah/lesu - Berikan karbohidrat sederhana
menurun (5) jika perlu
2. Kadar glukosa - Berikan karbohidrat komplek
dalam darah dan protein sesuai diet
membaik (5) - Pertahankan kepatenan jalan
3. Kadar glukosa nafas
dalam urin (5) E:
-Anjurkan membawa karbohidrat
sederhana setiap saat
- Anjurkan monitor kadar glukosa
darah
- Ajarkan perawatan mandiri
untuk mencegah hipoglikemia
K:
- Kolaborasi pemberian dexstros
jika perlu
- Kolaborasi pemberian glucagon
jika perlu
D. Implementasi Keperawatan

D NO Tindakan Keperawatan
X
1 1 - Memeriksa tanda dan gejala hipovolemia

- Memonitor intake dan output cairan

- Menghitung kebutuhan cairan

- Memberikan asupan cairan oral

- Menganjurkan memperbanyak asupan cairan oral

- Menganjurkan menghindari perubahan posisi mendadak

- Menkolaborasi pemberian cairan IV


2 2 - Mengidentifikasi penyebab hipertermia

- Memonitor suhu tubuh

- Memonitor keluaran urine

- Menyediakan lingkungan yang nyaman

- Memberikan cairan oral

- Mengganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami


hyperhidrosis

- Menganjurkan tirah baring


3 3 - Mengidentifikasi tanda dan gejala hipoglikemia

- Mengidentifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia

- Mempertahankan kepatenan jalan napas

- Menganjurkan memonitor kadar glukosa darah

- Menganjurkan perawatan mandiri untuk mencegah


hipoglikemia
- Menkolaborasi pemberian dexstros, jika perlu

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan
ditandai oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan
sistem saluran cerna. Etiologi yang paling banyak menyebabkan krisis tiroid
adalah penyakit Graves (goiter difus toksik). Krisis tiroid timbul saat terjadi
dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon tiroid yang menyebabkan
hipermetabolisme berat.
Diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada
gambaran laboratoris Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi
tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium
atas tirotoksikosis. Penatalaksanaan krisis tiroid harus menghambat sintesis,
sekresi, dan aksi perifer hormon tiroid. Penanganan suportif yang agresif
dilakukan kemudian untuk menstabilkan homeostasis dan membalikkan
dekompensasi multi organ. Angka kematian keseluruhan akibat krisis tiroid
diperkirakan berkisar antara 10-75%. Namun, dengan diagnosis yang dini dan
penanganan yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

Stillwel. 2011. Pedoman Keperawatan Kritis Edisi 3. Jakarta : EGC.


Sudoyono. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia Ed 1.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia Ed 1.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standart Luaran Keperawatan Indonesia Ed 1.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPN

Anda mungkin juga menyukai