Anda di halaman 1dari 2

Gambar A adalah Presiden Woodrow Wilson

Woodrow Wilson adalah Presiden Amerika Serikat saat terjadi Perang Dunia ke 1.
Presiden Woodrow Wilson mempunyai keinginan keras untuk memelihara hubungan damai
dengan negara-negara lain tanpa menggunakan kekerasan ataupun ancaman. Ketika berkobar Perang
Dunia Pertama pada 1914, ia berusaha agar Amerika Serikat tetap netral.
Tetapi setelah Jerman mengumumkan perang kapal selam yang tak terbatas, dan empat kapal Amerika
telah ditenggelamkan, ia meminta kepada Kongres pada 2 April 1917, untuk
mengumumkan perang terhadap Jerman. Presiden Woodrow Wilson segan untuk mempersiapkan
perang, tetapi sekali perang telah diumumkan, ia segera menyusun angkatan bersenjata dan
mengerahkan seluruh tenaga rakyat Amerika.
Di bawah pimpinannya, kehidupan Amerika diorganisir seperti yang tidak pernah terjadi
sebelumnya. Dengan usaha besar-besaran dari Amerika, lambat laun mengubah keadaan dan
menguntungkan pihak sekutu. Pada Januari 1918, Presiden Wilson berbicara di depan Kongres untuk
menjelaskan tujuan-tujuan perang Amerika, yang disampaikan dalam bentuk empat belas pasal yang
terkenal, yang ia ajukan sebagai dasar bagi perdamaian abadi.
Penerbitan dan penyebaran usul empat belas pasal itu di wilayah Jerman banyak memperlemah
semangat Jerman untuk menang, dan tekad Presiden Wilson untuk tidak berunding dengan siapapun
kecuali perwalian negara demokratis, mempercepat jatuhnya pemerintahan Kaisar Jerman.
Usulan empat belas pasal presiden Wilson mengandung satu pasal untuk mendirikan Perserikatan
Umum Bangsa-Bangsa, yang menjamin kebebasan politik dan kesatuan wilayah semua negara besar
maupun kecil. Persatuan itu kemudian dikenal sebagai Liga Bangsa-Bangsa, organisasi yang mendahului
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Bagi usaha-usahanya untuk menciptakan perdamaian dunia, Woodrow Wilson dianugerahi
Hadiah Nobel Perdamaian pada 1919.
Gambar B adalah Franklin Delano Rooselvolt
Franklin Delano Roosevelt adalah Presiden Amerika Serikat saat terjadi perang dunia ke 2.
Salah satu pencapaian Roosevelt yang terkenal dikarenakan kepemimpinannya membantu
Amerika Serikat memulihkan diri dari masa "Depresi Hebat". Dalam perencanaan terhadap Perang Dunia
II, dia mempersiapkan AS untuk menjadi "Gudang Senjata Demokrasi" melawan kekuatan Jerman
Nazi dan Kekaisaran Jepang, namun aspek-aspek kepemimpinannya, terutama sikapnya terhadap Joseph
Stalin yang dipandang naif, telah dikritik oleh beberapa sejarawan.
Akhirnya visinya tentang organisasi internasional yang efektif untuk menjaga perdamaian
tercapai dengan dibentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Setelah memenangkan pemilihan umum presiden Amerika Serikat 1932, Franklin Delano
Roosevelt memegang jabatan Presiden pada tahun 1933. Saat itu Amerika mengalami puncak masa
depresi. Lebih dari 13 juta rakyat Amerika tidak mempunyai pekerjaan, dan susunan perbankan tak
berketentuan. Ia memberikan harapan kepada rakyat Amerika dan berjanji akan mengambil tindakan
tegas dan cepat. Salah satu pernyataannya yang terkenal pada amanat pelantikannya adalah,
Roosevelt ditunggu persoalan yang lebih pelik. Tak hanya urusan dalam negeri, ia juga harus
bersikap dalam menghadapi situasi global yang kian memanas sejak Jerman menyerang Polandia pada
September 1939. Perang Dunia jilid kedua sudah di depan mata yang melibatkan negara-negara Sekutu,
kelompok fasis macam Jerman era Nazi, Italia, atau Jepang, juga blok Komunis yang dimotori Uni Soviet.
Awalnya, Roosevelt berusaha menghindari peperangan kendati tetap siap membantu negara-negara
yang terancam diserang. Pada 29 Desember 1940, sebagaimana dicatat Frank McDonough dalam The
Origins of the Second World War (2011), Roosevelt menyebut AS sebagai Arsenal of Democracy atau
"Gudang Demokrasi", dengan, misalnya, akan memberikan bantuan militer kepada Inggris (hlm. 463).
Namun, AS tidak lagi hanya berperan sebagai pemasok keperluan perang setelah Jepang
menyerbu pangkalan militernya, Pearl Harbor, di Hawaii, pada 7 Desember 1941. Roosevelt kini
menjadikan AS sebagai salah satu aktor utama Perang Dunia II, meskipun yel-yel “perdamaian” dan
“demokrasi” tetap menjadi slogan yang terus digaungkan. Sebelumnya, Roosevelt bersikukuh bahwa AS
berada di pihak yang netral dan menjalankan apa yang ia sebut sebagai “upaya untuk perdamaian dan
demokrasi”. Salah satunya adalah disepakatinya Piagam Atlantik bersama Perdana Menteri Inggris,
Winston Churchill, pada 14 Agustus 1941. Di sinilah Roosevelt mencetuskan istilah “United Nations”
yang nantinya diresmikan menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) setelah ia wafat.
Pada 7 Desember 1941, Jerman dan Italia—menyusul serangan Jepang ke Pearl Harbor—
menyatakan perang terhadap AS. Roosevelt pun semakin aktif dalam urusan gempur-menggempur ini.
Sebelumnya, Jerman, Italia, dan Jepang, ditambah Hungaria, Slovakia, serta Rumania, seperti ditulis
William L. Hosch dalam World War II: People, Politics, and Power (2009) telah membentuk Blok Poros
atau Axis Powers (hlm. 61). Setelah pernyataan perang Blok Poros itu, Roosevelt mengerahkan daya dan
upaya yang dimiliki AS untuk menjalankan pertempuran total. Kemenangan AS yang kini bernaung di
kubu Sekutu mulai terlihat pada 1943, terbantu dengan kalapnya Adolf Hitler yang juga memusuhi Uni
Soviet, serta melemahnya Italia di bawah Benito Mussolini, hingga rentetan kekalahan Jepang.

Anda mungkin juga menyukai